ANALISIS KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH KENAIKAN TARIF TELEPON DENGAN MENGGUNAKAN METODE RADAR PADA INDUSTRI TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan pendekatan deskriptif komparatif yang bertujuan untuk
menemukan dan membandingkan serta
menggambarkan persamaan maupun perbedaan tentang suatu variabel tertentu dalam
suatu penelitian. Dan dalam penelitian ini, peneliti ingin mengambarkan dan
membandingkan tentang kondisi keuangan PT Telkom tbk. dan PT Indosat tbk.,
sebelum dan setelah adanya kenaikan tarif telepon. Alat analisis yang digunakan
adalah metode RADAR yang merupakan penyempurnaan dari analisis rasio standar
dan menggunakan metode analisis data statistik uji t berpasangan dengan taraf
α=5%, untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara rasio PT Telkom
dan PT Indosat sebelum dan sesudah kenaikan tarif telepon.
Berdasarkan alat
analisis di atas dapat disimpulkan bahwa pada periode sebelum dan sesudah
kenaikan tarif telepon, kinerja keuangan PT Telkom cukup stabil sedangkan pada
PT Indosat kinerja keuangannya tidak terlalu stabil hal ini dikarenakan penurunan yang terjadi pada lima
variabel rasio cukup signifikan dibandingkan dengan kenaikan yang terjadi.
Adapun hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa peristiwa kenaikan tarif telepon
tidak terlalu terpengaruh pada kinerja keuangan PT Telkom dan Indosat. Hal ini
dikarenakan hampir dari lima variabel rasio kedua perusahaan tersebut Ho-nya
diterima.
A. Latar
Belakang
Telekomunikasi adalah sarana
yang sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dunia modern kita.
Masyarakat dunia umumnya dan masyarakat Indonesia khususnya kini tak bisa
lagi hidup tanpa telekomunikasi. Pengembangan telekomunikasi di Indonesia
adalah kepentingan nasional kita, juga merupakan salah satu wahana untuk
mencapai tujuan pembangunan nasional, yakni mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil dan spiritual, berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Penyelenggaraan telekomunikasi juga mempunyai
arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa,
memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa.
Krisis ekonomi dan politik yang berlarut-larut, ditambah ancaman perpecahan,
disintegrasi, konflik antarwarga masyarakat, dan sebagainya yang mengemuka
akhir-akhir ini di Tanah Air, telah meningkatkan tuntutan terhadap sektor
telekomunikasi, untuk memberi kontribusi bagi penanggulangan masalah-masalah di
atas.
Pengaruh globalisasi dan
perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat saat ini juga
mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang
terhadap telekomunikasi. Akibatnya, cara kita dalam menata dan mengatur
penyelenggaraan telekomunikasi nasional juga selalu diperbarui, diselaraskan,
dan disesuaikan dengan perkembangan dinamis kondisi sektor telekomunikasi
global.
Dunia telekomunikasi di Indonesia
mengalami perkembangan baru pada pertengahan tahun 2001 (Arismunandar,
http//www.google.com). Pertama, dari diterapkannya perundang-undangan
telekomunikasi baru yang mendorong terjadinya iklim kompetisi yang lebih sehat
di antara para pemain bisnis telekomunikasi utama, khususnya adalah PT. Telkom dan
PT. Indosat. Pemberitaan media massa nasional pada pertengahan 2001 sempat
diramaikan oleh pro-kontra masalah cross ownership antara dua badan
usaha milik negara (BUMN) bidang telekomunikasi yang besar ini.
Cross ownership adalah program yang diminta Dana Moneter
Internasional (IMF) kepada Pemerintah Indonesia, agar penyertaan saham
Telkom dan Indosat di berbagai perusahaan swasta yang bergerak di bidang
telekomunikasi diubah komposisinya, dimana untuk suatu perusahaan hanya
diperbolehkan dikuasai salah satu saja: Indosat atau Telkom. Maka Telkom dan
Indosat diharapkan memecah kepemilikan silangnya (Arismunandar,
http//www.google.com).Tujuan adanya Cross ownership untuk jangka panjang
adalah agar terjadi persaingan yang sehat antara keduanya untuk berbagai bidang
jasa telekomunikasi. Ketentuan baru ini membuka ruang bagi iklim yang lebih
liberal, kompetitif, antimonopoli, multi-operator dan berpihak pada pelanggan.
Reformasi telekomunikasi Indonesia
ini sebenarnya juga menjadi bagian dari reformasi sektor telekomunikasi dunia.
Berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang lama, Telkom dan Indosat selama ini diberi semacam “monopoli” oleh pemerintah
untuk mengelola jasa dasar sektor telekomunikasi. Telkom menguasai jasa dasar
telekomunikasi domestik, sedangkan Indosat menguasai jasa dasar telekomunikasi
yang terkait dengan internasional (sambungan langsung internasional) (Setiyadi,
http//www.google.com).
Adanya ketentuan
perundang-undangan baru, yang menghapus praktik monopolistik-proteksionis di
sektor telekomunikasi tersebut, menurut Setiyadi (http//www.google.com) akan
muncul sambutan positif dari kalangan bisnis. Misalnya PT Indosat melakukan privatisasi perusahaan pada
tahun 2002, dengan melakukan strategi sale-nya kepada Singapore
Technology and Telemedia (STT). Sehingga
dengan adanya ketentuan baru ini, monopoli di bidang telekomunikasi akan
berubah menjadi kompetisi. Dan ujung-ujungnya, ketentuan ini akan bermuara pada
persaingan harga, tingkat pelayanan, efisiensi kedua perusahaan, dan
sebagainya. Bagi masyarakat dan pengguna jasa, sangat jelas keuntungannya.
Mereka dapat memilih jasa atau produk yang diinginkan. Mereka juga dapat
membandingkan tingkat layanan keduanya dan ini lebih baik dari kondisi
sebelumnya.
PT Telkom dan PT Indosat pernah memiliki suatu
permasalahan “tukar guling” yang menjadi polemik sekian lama diantara keduanya.
Namun akhirnya transaksi silang atau tukar guling antara PT. Telkom dan PT.
Indosat terjadi juga dan masalah ini menandai era baru dalam retrukturisasi
industri telekomunikasi di Indonesia.
Pasar dan para analis menyambut positif terjadinya tukar guling senilai 1,54
miliar dollar AS antara kedua BUMN, yang menjadi operator jasa dasar dan pemain
besar di bisnis telekomunikasi Indonesia
ini (Rejeki, http//www.kompas.com).
Menurut Rejeki
(http//www.kompas.com) dengan dipecahnya kepemilikan ini, masing-masing pihak
bisa lebih mandiri. Pada 15 Februari 2001, kedua perusahaan menandatangani MoU
tukar guling saham empat perusahaan. Disepakati perjanjian jual-beli pemisahan
saham silang di PT. Telkomsel, PT. Satelindo, PT. Aplikanusa Lintasarta, dan
PT. Mitra Global Telekomunikasi Indonesia.
Transaksi tukar guling senilai US$ 1,5 miliar itu meliputi pengalihan 35 persen
saham Indosat di PT. Telkomsel senilai US$ 945 juta kepada Telkom, 22,5 persen
saham Telkom di PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) senilai US$ 186 juta
kepada Indosat, 37,66 persen saham Telkom di PT. Aplikanusa Lintasarta senilai
US$ 38 juta kepada Indosat, dan pengalihan Telkom Divisi Regional IV (Jawa Tengah
dan Daerah Istimewa Yogyakarta) senilai US$ 375 juta kepada Indosat. Transaksi
ini membuat Telkom menguasai 77,7 persen saham PT. Telkomsel, operator telepon
seluler terbesar di Indonesia.
Sedangkan Indosat kemudian menguasai penuh seluruh saham PT. Satelindo, dengan
mengakuisisi PT. Bimagraha Telekomunindo dari kelompok Bimantara, yang semula
memegang saham mayoritas Satelindo.
Dengan restrukturisasi industri
telekomunikasi tersebut, Telkom dan Indosat kini berkompetisi. Kedua BUMN
tersebut akan berebut pasar, mengingat bisnis inti mereka sama yaitu bidang
jasa telekomunikasi terintegrasi. Kedua perusahaan ini akan bersaing ketat di
empat bisnis utama, yakni: usaha layanan telepon tetap, sambungan langsung
internasional (SLI), telepon selular, dan multimedia.
Namun pada tanggal 1 April 2004 lalu
pemerintah melakukan suatu kebijakan penyeimbangan tarif (rebalancing tariff) telepon lokal
terhadap tarif telepon sambungan langsung jarak jauh (SLJJ). Tarif telepon
dinaikkan sebesar 28 persen dan biaya abonemen naik 24 persen. Menurut Rasjid (http//yahoo.com) ada isu bahwa
pemerintah melakukan kebijakan tersebut sebagai upaya strategi bagi PT Telkom
dalam menghadapi persaingan dan atas desakan operator dan demi kepentingan
investor.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang ada
atau tidaknya perbedaan kinerja dari perusahaan telekomunikasi di Indonesia
yaitu PT Telkom tbk. dan PT Indosat tbk setelah adanya kenaikan tarif telpon,
hal yang harus dilakukan adalah dengan menganalisisnya sehingga diketahui
apakah kenaikan tarif telpon mempengaruhi kinerja kedua perusahaan tersebut.
Horne (1994: 725) menyatakan bahwa untuk mengevaluasi kinerja keuangan suatu
perusahaan diperlukan ukuran tertentu. Ukuran
yang sering digunakan yaitu rasio atau indeks yang berhubungan dengan data
keuangan. Sependapat dengan Horne, Weston dan Copeland (1997: 239) menyatakan bahwa untuk
menganalisis kinerja keuangan suatu perusahaan berdasarkan rasio-rasio keuangan
yang dikelompokkan bedasarkan tiga kelompok yaitu profitabilitas, pertumbuhan
dan ukuran penilaian keuntungan. Namun dalam penelitian ini, penulis
mengevaluasi kinerja keuangan PT Telkom, tbk dan PT Indosat dengan menggunakan
metode analisis RADAR.
Metode RADAR adalah sebuah metode analisis rasio yang merupakan
penyempurnaan dari analisis rasio keuangan standar, di mana analisisnya tidak
hanya menggambarkan kemampuan perusahaan dalam jangka pendek tetapi juga
memberikan gambaran perusahaan untuk jangka menengah dan jangka panjang
(Setyawan, 2006: 45). Menurut Hermanto (1993: 39) metode RADAR disebut sebagai
penyempurna analisis rasio standar karena selama ini banyak terdapat kelemahan
dalam analisis rasio standar, sepeti perhitungan yang dapat bertolak belakang
dengan kondisi sebenarnya.
Wiwik (http://www.library@unair.ac.id) dalam penelitiannya yang
berjudul Kinerja Keuangan Dengan Metode Radar Pada Perusahaan Semen Go Publik
Di Indonesia Periode Tahun 2002–2004, menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa
analisis radar lebih unggul dibandingkan analisis Du Pont dalam menilai kinerja
keuangan perusahaan karena analisis radar memiliki rasio produktivitas dan
diagram yang tidak dimiliki oleh analisis Du Pont.
Variabel rasio yang terdapat pada metode RADAR ini dapat
dikelompokkan menjadi lima
kelompok yaitu rasio profitabilitas, rasio produktivitas, rasio utilisasi
aktiva, rasio stabilitas dan rasio pertumbuhan. Dengan lima variabel rasio tersebut, penulis ingin
mengetahui kondisi perusahaan. Oleh karena itu, penulis melakukan suatu
penelitian dengan judul, “Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah
Kenaikan Tarif Telepon dengan Menggunakan Metode RADAR Pada Industri
Telekomunikasi di Indonesia.”
B. RUMUSAN MASALAH
Dilihat dari latar belakang diatas maka
dapat disusun rumusan Masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana kondisi kinerja keuangan industri
telekomunikasi (PT Telkom, Tbk dan PT Indosat, Tbk) sebelum kenaikan tarif
telepon rumah yang dihitung melalui analisis rasio dengan metode RADAR?
2.
Bagaimana kondisi kinerja keuangan
industri telekomunikasi (PT Telkom, Tbk dan PT Indosat Tbk) sesudah kenaikan
tarif telepon rumah yang dihitung melalui analisis rasio dengan metode RADAR?
3.
Apakah ada perbedaan kondisi kinerja
keuangan sebelum dan sesudah kenaikan tarif telepon rumah pada industri
telekomunikasi (PT Telkom, Tbk dan PT Indosat, Tbk)?
C.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui kondisi kinerja keuangan industri telekomunikasi (PT Telkom, Tbk dan
PT Indosat, Tbk) sebelum kenaikan tarif telepon rumah yang dihitung melalui
analisis rasio dengan metode RADAR
2. Untuk
mengetahui kondisi kinerja keuangan industri telekomunikasi (PT Telkom, Tbk dan
PT Indosat Tbk) sesudah kenaikan tarif telepon rumah yang dihitung melalui
analisis rasio dengan metode RADAR?
3. Untuk
mengetahui adanya perbedaan kondisi kinerja keuangan sebelum dan sesudah
kenaikan tarif telepon rumah pada industri telekomunikasi (PT Telkom, Tbk dan
PT Indosat, Tbk)?
D.
BATASAN PENELITIAN
Agar dalam pembahasan karya ilmiah ini
sesuai dengan sasaran yang diinginkan, maka peneliti memberi batasan masalah.
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah peneliti akan menganalisis
kinerja keuangan Industri Telekomunikasi sejak tahun 2001-2006 yang terdaftar
di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yaitu PT Telkom dan PT Indosat. Dalam peneltian
ini, kenaikan tarif telepon rumah terjadi pada tanggal 1 April 2004, sehingga
peneliti akan menganalisis kinerja keuangan PT Telkom dan PT Indosat sebelum
kenaikan tarif telepon rumah yaitu tahun 2001-2003 dan sesudah kenaikan tarif
telepon rumah yaitu pada tahun 2004-2006.
E.
KEGUNAAN PENELITIAN
1.
Bagi Penulis
Sebagai
sumber pengetahuan khususnya mengenai kinerja keuangan PT Telkom, Tbk dan PT
Indosat, Tbk pasca kenaikan tarif telepon serta dapat lebih memahami
rasio-rasio keuangan dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan dengan analisis
metode RADAR.
2. Bagi
Instansi
Sebagai bahan masukan ataupun
koreksi bagi manajemen dalam menentukan kebijakan di masa mendatang, khususnya
kebijakan dalam menaikkan tarif telepon.
3.
Bagi Calon Investor
Sebagai informasi
atau bahan acuan untuk menilai apakah PT Telkom, Tbk dan PT Indosat, Tbk layak untuk dijadikan tempat penanaman modal
investasi dana mereka.
4.
Bagi Masyarakat
Dapat
menambah wawasan dan bisa melanjutkan penelitian yang sama dan lebih mendalam
di masa yang akan datang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Penelitian Terdahulu
Ria (2005) dalam skripsinya yang berjudul
“Analisis kinerja Keuangan perusahaan Rokok Menggunakan Metode RADAR”, menyimpulkan
bahwa hasilnya kinerja keuangan PT Gudang Garam, Tbk. dianggap kurang maksimal,
hal ini tampak pada rasio-rasionya lebih banyak berada pada rata-rata industri
sejenis, sedangkan PT Sampoerna, Tbk., kinerja keuangannya sangat baik, hal ini
ditinjau dari hasil rasionya yang
dominan berada diatas rata-rata industri dan yang terakhir yaitu kondisi
kinerja keuangan PT BAT Indonesia yang kurang baik dibandingkan dua perusahaan
rokok yang diteliti karena hasil dari perhitungan rasio-rasionya fluaktif dan
banyak yang berada di bawah rata-rata industri.
Metode analisis Penelitian dalam skripsi
ini menggunakan metode RADAR yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok variabel
rasio, yaitu profitabilitas, produktivitas, utilisasi aktiva, stabilitas, dan
potensi pertumbuhan.
0 Komentar