PERBEDAAN PROFITABILITAS BANK SYARIAH SEBELUM DAN SESUDAH ADANYA FATWA MUI TENTANG BUNGA BANK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank sebagai salah satu
penggerak ekonomi rakyat membawa peranan penting dalam perkonomian di
Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun
1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank
adalah “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka untuk taraf hidup orang banyak.
Sesuai dengan penjelasan
Undang-undang tentang perbankan, bahwa
bisnis utama sektor perbakan adalah sebagai mediator antara pihak
pemberi dana dengan pihak yang memerlukan pendanaan, karena tugas utama bank
adalah sebagai penghimpun dana dari masayarakat yang selanjutnya akan
disalurkan kepada pihak yang memerlukan pembiayaan dalam bentuk kredit.
Bank juga memiliki pengaruh
terhadap perekonomian dan juga merupakan alat pemerintah dalam melaksanakan
kebijakan moneter , yaitu sebagai mediator yang mempengaruhi jumlah uang yang
beredar di mayarakat.
Perkembangan di sektor
perbankan juga menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada
saat terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada akhir tahun 1998,
industri perbankan di Indonesia mulai goyah. Pada saat terjadinya krisis
moneter tahun 1998 , cukup besar dana yang terkuras untuk perbankan. Dana
tersebut popular dengan istilah BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang
jumlahnya sampai saat ini masih simpang siur. Pada awalnya BLBI ini diperlukan
oleh perbankan untuk menjaga tingkat likuiditasnmya di Bank Indonesia agar
selalau terjaga memenuhi ketentuan GWM sebesar 5%. Dari transaksi yang
dilakukan nasabah baik melalui kliring maupun LLG, sehingga apabila bank
mengalami saldo negatif di Bank Indonesia, oleh BI langsung ditutup dengan
BLBI. Pada saat terjadinya krisis telah terjadi adanya bank run sehingga mnemerlukan BLBI yang cukup besar, dan karena
sudah terjadi loss control jumlah BLBI suatu bank over sehingga sampai
menjadi 500% terhadap modal bank. Bank Indonesia kewalahan sehingga menunjukkan
jumlah modal minus. (http://lpks1.wima.ac.id/pphks/accurate/makalah/IE9.pdf)
Krisis ekonomi memang bukan
hanya mempengaruhi sektor perbankan saja, melainkan hampir semua sektor
industri terkena dampak krisis tersebut. Namun berbeda dengan perbankan
konvensional yang mengalami goncangan pada saat krisis terjadi, perbankan
syariah justru mampu bertahan dan membuktikan eksitensinya. Hal ini minimal
terlihat pada angka NPFs (Non Performing
Finansings) yang lebih rendah dibanding sistem perbankan konvensional saat
itu, disamping itu ditunjukkan dengan tidak adanya negative spread,
serta konsistennya dalam menjalankan fungsi intermediasi (intermediary function), (www.waspada.co.id).
Prestasi yang dicapai oleh
bank syariah memang cukup baik, karena kinerja keuangan pada bank syariah
semakin berkembang dari tahun ke tahun. Sebagai contohnya yang dapat dilihat
dari laporan keuangan, asset yang diperoleh oleh PT. Bank Muamalat Indonesia
mengalami peningkatan sejak tahun 1998 hingga tahun 2007, dimana total asset
Bank Muamalat Indonesia (BMI) meningkat mendekati 2.100 persen dan ekuitasnya
tumbuh sebesar 2000 persen. Perkembangan tersebut menambah aset Bank Muamalat
Indonesia menjadi Rp. 10,5 Triliyun di akhir tahun 2007, dengan modal pemegang
saham mencapai Rp. 846,16 Milyar dan pencapaian laba bersih sebesar Rp. 145,33
Milyar. Kondisi ini menjadi Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah paling
menguntungkan di Indonesia.
Selain Bank Muamalat, Bank
Syariah Mandiri (BSM) juga merupakan salah satu bank yang mempunyai prestasi
yang baik. BSM juga merupakan salah satu bank umum syariah yang telah lama
beroperasi di Indonesia. Terdapat beberapa bank umum syariah yang ada di
Indonseia, namun bank umum syariah yang pertama beroperasi adalah BMI kemudian
disusul oleh BSM. Kedua bank umum syariah tersebut merupakan dua bank umum yang
tertua di Indonesia yang kemudian dijadikan sebagai objek penelitian ini.
Dengan melihat bertahannya
perbankan dan lembaga keuangan syariah pada saat terjadinya krisis moneter yang
melanda Indonesia pada tahun 1997, maka beberapa saat setelah itu banyak
bank-bank dan lembaga keuangan yang menerapakan system syariah. Perkembangan
jumlah kantor bank syariah dapat digambarkan pada gambar di bawah ini,
Gambar 1.1
Perkembangan Kantor Bank Syariah

Melihat kekuatan sistem keuangan syariah yang diterapkan
oleh bank dan lembaga keuangan pada saat terjadi krisis ekonomi yang melanda
Indonesia, maka sistem syariah diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
lebih baik. Kontribusi yang baik ini dapat diukur melalui prestasi yang dicapai
oleh perbankan syariah.
Prestasi yang dicapai oleh bank syariah memang cukup
baik, karena kinerja bank syariah semakin berkembang dari tahun ke tahun. Sejak
mulai dikembangkannya sistem
perbankan syariah di Indonesia, dalam kurun waktu 17 tahun total aset industri perbankan syariah telah meningkat
sebesar 27 kali lipat dari Rp 1,79 triliun pada tahun 2000, menjadi Rp
49,6 triliun pada akhir tahun 2008. Laju pertumbuhan aset secara impresif
tercatat 46,3% per tahun (yoy,
rata-rata pertumbuhan dalam
5 tahun terakhir). Untuk periode
2007 sd 2008
yang lalu, pertumbuhan yang
mencapai rata-rata 36,2% pertahun bahkan lebih tinggi daripada laju pertumbuhan
aset perbankan syariah regional (asia tenggara) yang hanya berkisar 30%
pertahun untuk periode yang sama (www.bi.go.id). Garfik perkembangan aset perbankan syariah dapat dilihat pada gambar
di bawah ini,
Gambar 2.1
Perkembangan dan Pertumbuhan Aset
Perbankan Syariah di Indonersia

Kekuatan sistem perbankan syariah memang sudah mulai
tampak pada saat terjadi krisis moneter pada tahun 1997. Hal ini akan
mengakibatkan masyarakat lebih cenderung memilih bank-bank syariah dibandingkan
bank konvensional. Selain itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi
Fatwa telah mengeluarkan Fatwa bahwa pengenaan bunga oleh Bank, Asuransi, Pasar
Modal, Pegadaian, Koperasi dan Lembaga keuangan sejenis atau individu memenuhi
kriteria riba yang hukumnya haram. Fatwa MUI yang ditetapkan pada tanggal 05
Djulhijah 1425H atau 24 Januari 2004 M di Jakarta memutuskan bahwa,
“Bermu’amallah dengan lembaga keuangan konvensional untuk wilayah yang sudah
ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah dan mudah di jangkau, tidak di
bolehkan melakukan transaksi yang di dasarkan kepada perhitungan bunga.
Sedangkan untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan
Syari’ah,diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan
konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat”.
Penetapan fatwa MUI tersebut merupakan awal dari
ketertarikan peneliti untuk melakukan suatu penelitian yang berkaitan dengan
fatwa tersebut. Kemudian, ketertarikan melakukan penelitian dengan mengangkat
topik seputar fatwa yang mengharamkan bunga bank itu diperkuat oleh hasil
penelitian Rohendy (2005) yang menyimpulkan bahwa pengaruh Ulama dan fatwa MUI
tentang haramnya bunga bank dapat mempengaruhi sikap menabung umat Islam.
Selain itu, menurut pendapat Zainul Arifin (2002), tingkat keuntungan bersih
bank dipengaruhi oleh faktor yang bisa dikendalikan (faktor internal) dan juga
faktor yang tidak dapat dikendalikan (faktor eksternal). Faktor eksternal itu
dapat berupa kondisi ekonomi secara umum, situasi persaingan di wilayah
operasinya, serta dapat berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang berhubungan
dengan perbankan. Teori ini juga merupakan salah satu alasan ketertarikan peneliti
dalam melakukan penelitian terkait dengan topik fatwa MUI tetang bunga bank
tersebut, karena berdasarkan pada teori tersebut, dapat dikatakan bahwa fatwa
MUI juga dapat diogolongkan kepada salah satu faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi tingkat keuntungan bank. Dari
siniliah peneliti ingin membuktikan apakah adanya fatwa MUI itu dapat
memberikan dampak bagi bank syariah, terutama pada kondisi profitabilitasnya.
Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, tentu saja
penetepan fatwa tersebut akan semakin menjadikan masyarakat untuk lebih memilih
perbankan syariah, karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah seoarang
muslim. Penetapan fatwa tersebut diprediksikan akan menyebabkan meningkatnya
dana segar yang mengalir ke bank syariah. Dijelaskan dalam artikel dimuat pada
situs www.btn.co.id
bahwa, dengan adanya penetapan fatwa tersebut diperkirakan dalam jangka kurang
dari setahun, akan menyebabkan berpindahnya dana masyarakat hingga 11% dari total
dana pihak ketiga (DPK) yang saat ini berada di perbankan konvesional.
Padahal hingga Juni 2003, total DPK di sistim perbankan nasional telah mencapai
Rp. 851.073 triliun. Jika separoh dari 11% DPK itu yang benar-benar beralih ke
perbankan syariah, maka akan ada minimal Rp. 40 triliun dana segar yang
membanjiri bank-bank syariah.
Bank syariah memang akan
kebanjiran dana. Namun, dengan banyaknya dana yang masuk bukan berarti akan
menjadi berkah semata. Akan tetapi masuknya dana dalam jumlah besar dalam tempo
yang singkat, justru mengakibatkan perbankan mengalami over liquiditas.
Pada gilirannya, perbankan syariah seperti lembaga perbankan lainya, bakal
mengalami kesulitan untuk dapat segera menyalurkan dana sebanyak itu kepada
sektor riil sesuai dengan prinsip kehati-hatian prudental banking. Untuk melihat perkembangan dana pihak ketiga
(DPK) perbankan Syariah di Indonesia, dapat dilihat pada tabel di bawah ini,
Tabel 1.1
Perkembangan dan Pertumbuhan Dana Pihak
Ketiga (DPK) Perbankan Syariah Di Indonesia Tahun 2000 – 2007


Sumber: Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah dalam www.bi.go.id.
Keterangan: * November 2006
** Maret
2007
Masuknya dana pihak ketiga
yang sangat besar secara tiba-tiba tanpa disertai peningkatan drastis dalam
penyalurannya ke sektor riil jelas menurunkan return perbankan syariah secara signifikan. Hal ini tentunya
dalam jangka menengah bakal menimbulkan kekecewaan nasabah, dan ujung-ujungnya
memangkas kepercayaan masyarakat secara umum terhadap perbankan
syariah. Selain itu dengan adanya dana yang tidak tersalurkan ke dalam
suatu kredit, tentunya akan mempengaruhi kinerja dari bank syariah itu sendiri,
terutama pada sektor likiuditas dan profitabilitasnya, karena pendapatan bank
yang besar terletak pada kredit yang disalurkan kepada masyarakat, sedangkan
apabila terjadi kesulitan penyaluran kredit, tentunya akan mempengaruhi
profiltabilitas bank itu sendiri. Untuk mengetahui bagaimanakah tingkat
profitabilitas perbankan syariah terkait dengan adanya penetepatan fatwa MUI
tentang bunga bank tersebut, maka peneliti tertarik untuk malakukan penelitian
dengan judul, ”Perbedaan Profitabilitas Bank Syariah Sebelum Dan Sesudah Adanya
Fatwa MUI Tentang Bunga Bank”
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah
dijelasakan pada latar belakang, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah tingkat profitabilitas Bank
Syariah sebelum dan setelah adanya fatwa MUI tentang bunga bank?
2. Adakah perbedaan yang signifikan antara
tingkat profitabilitas Bank Syariah sebelum dan sesudah adanya fatwa MUI
tentang bunga Bank?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui tingkat profitabilitas Bank
Syariah sebelum dan setelah adanya fatwa MUI tentang bunga bank.
2. Menganalisis perbedaan yang signifikan
antara tingkat profitabilitas Bank Syariah sebelum dan sesudah adanya fatwa MUI
tentang bunga Bank.
1.4 Batasan Penelitian
Agar dalam pembahasan
penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, maka peneliti memberikan batasan
penelitian sebagai berikut :
1. Analisis yang digunakan adalah
anilisis rasio profitabilitas yang terdiri dari rasio NOM, ROA, dan ROE.
2. Periode yang digunakan yaitu
tahun 2000 sampai dengan tahun 2008, yaitu pada tahun 2000-2003 untuk mewakili periode
sebelum adanya penetapan fatwa MUI tentang bunga bank dan pada tahun 2005-2008
sebagai periode setelah adanya penetapan fatwa MUI tentang bunga bank.
3. Di Indonesia terdapat dua jenis
bank syariah, yaitu bank umum syariah dan unit usaha syariah (UUS) dari
perbankan konvensional. Terdapat lima bank umum syariah, yakni Bank Muamalat,
Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin Syariah, BRI Syariah dan Bank Syariah Mega
Indonesia. Adapun UUS saat ini berjumlah 26 unit. Bank Syariah yang digunakan
sebagai objek penelitian ini adalah Bank Umum Syariah yang ada di Indonesia dan
telah beroperasi pada periode penelitian, yaitu mulai tahun 2000 hingga tahun
2008. Bank umum syariah yang sudah
beroperasi pada periode 2000 – 2008 yang kemudian dijadikan sebagai
objek penelitian ini yaitu PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk, dan PT.
Bank Syariah Mandiri. Untuk dua bank umum syariah lainnya tidak dapat dijadikan
sebagai objek penelitian karena keduanya baru beroperasi pada periode setelah
adanya fatwa, sedangkan bank umum syariah yang digunakan sebagai objek
penelitian ini adalah bank umum syariah yang sudah beroperasi pada periode
sebelum adanya fatwa MUI tentang bunga bank.
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan diadakannya
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Adapun
manfaat penelitian ini antara lain :
1. Bagi Penulis
Penelitian yang dilakukan ini
dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang bidang keuangan dan dapat
digunakan untuk mengaplikasikan segala pengetahuan serta pengalaman yang diperoleh
selama di bangku kuliah.
2. Bagi Bank
a. Bagi Manajer
Dapat digunakan untuk mengetahui kinerja bank tertutama pada
profitabilitas bank sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman bagi
manajer untuk mengambil keputusan di masa mendatang.
Pengolahan SPSS Penelitian, Pengolahan SPSS
Statistik, Olah SPSS,
Olah SPSS Statistik, Olah SPSS Kuesioner, Olah SPSS Dengan SPSS, Olah SPSS
Penelitian, Olah SPSS Skripsi, Olah SPSS Sem, Olah SPSS Jakarta, Olah SPSS
Depok, Analisis SPSS, Analisis SPSS Kuantitatif, Analisis SPSS Penelitian,
Analisis SPSS Katagorik, Analisis SPSS Statistik, Analisis SPSS SPSS, Analisis SPSS
Panel, Jasa Pengolahan SPSS, Jasa Pengolahan SPSS Statistik, Jasa Pengolahan SPSS
Skripsi, Jasa Pengolahan SPSS SPSS, Analisis SPSS Penelitian,
0 Komentar