ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN, STUDI KASUS KARYAWAN RSO PROF. DR. R SOEHARSO SURAKARTA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Penghujung
abad keduapuluh ini seluruh dunia mengalami perubahan dalam berbagai segi
kehidupan, baik pada tingkat nasional, regional maupun global. Di bidang
politik, misalnya terjadi perubahan yang drastis dan fundamental, seperti
berakhirnya perang dingin antara negara-negara adi kuasa dan runtuhnya rezim
otoriter yang menganut ideologi komunisme di eropa timur. Di bidang ekonomi
semakin banyak orang yang berbicara mengenai globalisasi perekonomian yang
ditandai oleh interdependesi antara
berbagai negara, baik antara negara-negara industri yang telah maju maupun
antara negara-negara maju dan dunia ketiga. Di bidang kesehatan, misalnya
semakin maraknya isu-isu kesehatan seperti flu burung, masalah penyakit folio
yang merebak di Indonesia yang semakin hari semakin menjadi buah bibir, dan
masalah kekurangan gizi yang dari tahun ke tahun menjadi masalah yang sangat
memprihatinkan.
Usaha
pemerintah dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, diantaranya
adalah dengan menyediakan sarana-sarana untuk menunjang lancarnya kegiatan-kegiatan
baik di bidang ekonomi, sosial budaya, kesehatan dan lain-lain. Dalam hal sarana kesehatan diusahakan dapat merata
keseluruh pelosok desa. Contohnya puskesmas didirikan di setiap kecamatan,
adanya balai-balai pengobatan dan kegiatan-kegiatan yang berpengaruh dibidang
kesehatan yang ada di tiap-tiap desa. Tetapi sarana-sarana tersebut belum cukup
untuk melayani kebutuhan kesehatan bagi masyarakat.
Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem
pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan
(Adikoesoemo, 1995 : 11). Dalam rumah sakit terdiri dari beberapa unsur
pendukung, antara lain dokter sebagai tenaga medis, paramedis, obat-obatan dan
para karyawan sebagai pengelola rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu
perusahaan yang tidak bertujuan menghimpun laba namun memberikan pelayanan
medis. Untuk itu rumah sakit memerlukan pengelolaan yang baik agar dalam
melaksanakan fungsinya dapat efektif dan efisien.
RSO. Prof. DR. R. Soeharso yang letaknya berada di
Surakarta yang merupakan salah satu rumah sakit milik pemerintah di Karesidenan
Surakarta. RSO Prof. DR. R. Soeharso merupakan salah satu rumah sakit yang
khusus menangani bedah tulang (patah tulang). RSO. Prof. DR. R. Soeharso
memiliki banyak jenis pelayanan dan instalasi, namun dari berbagai jenis
pelayanan dan instalasi tersebut jenis pelayanan utama yang terdapat di RSO
Prof DR R Soeharso Surakarta adalah pelayanan rawat inap dan pelayanan instalasi
bedah sentral yang memiliki aktivitas yang relatif kompleks dan rutin
dibandingkan dengan pelayanan dan instalasi lainnya, sehingga pihak rumah sakit
perlu membutuhkan karyawan yang memiki motivasi kerja yang tinggi.
Motivasi kerja erat kaitannya dengan kepuasan kerja.
Kepuasan kerja merupakan respons seseorang terhadap berbagai macam situasi
dalam lingkungan kerja, termasuk didalamnya respon terhadap komunikasi yang
berlangsung dalam suatu organisasi atau perusahaan. Komunikasi yang tidak
terjalin secara baik antara pimpinan dengan karyawan dapat menjadi kendala
dalam mewujudkan kepuasan kerja.
Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan
penting, karena besar manfaatnya bagi kepentingan individu, perusahaan dan
masyarakat. Bagi individu, penelitian tentang sebab-sebab dan sumber-sumber
kepuasan kerja memungkinkan timbulnya usaha-usaha peningkatan kebahagiaan
mereka. Bagi perusahaan, penelitian mengenai kepuasan kerja dilakukan dalam
rangka usaha peningkatan kualitas produksi melalui perbaikan sikap dan tingkah
laku karyawan, selanjutnya masyarakat tentu akan menikmati hasil dari produk
atau jasa perusahaan yang maksimal.
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda
sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi
tingkat kepuasan yang dirasakannya dan sebaliknya.
Salah satu kepuasan sejati yang dapat diperoleh dalam
lingkungan kerja adalah rasa bangga, puas dan keberhasilan dalam melakukan
tugas pekerjaannya secara tuntas, biasa disebut dengan insting keahlian.
Prestasi memberikan pada seseorang status sosial, respect dan pengakuan dari
lingkungan masyarakat atau perusahaan (Kartini, 1985: 177).
Howell dan Dipboye memandang kepuasan kerja sebagai hasil
keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya pekerja atau karyawan
terhadap berbagai aspek dalam pekerjaannya. Kepuasan mencerminkan sikap tenaga
kerja terhadap pekerjaannya (Ashar, 2001: 350)
Ada beberapa persoalan yang diindikasikan terkait dengan
kepuasan kerja karyawan atau perawat RSO. Prof. DR. R. Soeharso Surakarta. Status
karyawan kontrak yang tidak dikuatkan dengan SK menyebabkan kekhawatiran
sebagian karyawan akan jaminan dari pihak rumah sakit. Persoalan lain yang
ditengarai juga berkaitan dengan kepuasan kerja adalah perihal tunjangan,
penghargaan dan hubungan dengan pimpinan serta rekan kerja. Tuntutan kerja
terhadap kinerja karyawan dirasa tidak cukup sebanding dengan kompensasi yang
diberikan rumah sakit.
Keluhan perawat atau karyawan akan kondisi pekerjaan dan
belum adanya penghargaan atas hasil kerja kadang sebagai pemicu rendahnya
motivasi kerja dari sekian banyak penyebab yang mengakibatkan rendahnya tingkat
motivasi. Secara umum disebutkan apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan
kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of personels
and fasilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan
maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan (Bruce: Framberg dan Gambanc
cit Azwar, 1994)
Penurunan motivasi kerja dapat terjadi karena kurang
disiplin yang disebabkan oleh turunnya tingkat kepuasan karyawan tersebut.
Untuk itu pimpinan rumah sakit harus memberikan suatu motivasi kepada karyawan
sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan, motivasi dapat berupa
pemenuhan kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman dan sebagainya. Dengan pemberian
motivasi kerja akan tercermin rasa tanggung jawab, semangat kerja maka akan
menciptakan keinginan untuk bekerja dan memberikan yang terbaik untuk
pekerjaannya.
Begitu pentingnya motivasi, maka pimpinan dituntut untuk
peka terhadap kepentingan karyawannya. Disini pendekatan bukan hanya terhadap
karyawan tetapi juga terhadap keluarga dan lingkungan. Sehingga pimpinan tahu
apa yang menyebabkan karyawan termotivasi dalam bekerja. Jadi motivasi
merupakan salah satu faktor penentu dalam mencapai kepuasan kerja.
Motivasi merupakan hal yang sangat diharapkan sebuah
perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yang diinginkan. Untuk itulah dalam
kesempatan ini peneliti merasa tertarik mengambil penelitian dengan mengangkat
judul: “ANALISIS HUBUNGAN
FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN : STUDI KASUS
KARYAWAN RSO PROF. DR. R SOEHARSO SURAKARTA
B.
Identifikasi
masalah
Identifikasi
masalah dari penelitian ini adalah:
1. Keluhan perawat atau karyawan akan kondisi pekerjaan dan
belum adanya penghargaan atas hasil kerja sebagai pemicu rendahnya motivasi
kerja
2. Kompensasi gaji yang diberikan oleh perusahaan yang
dianggap oleh sebagian karyawan belum sesuai dengan tuntutan kerja yang
dibebankan kepada karyawan
3. Terdapat hambatan psikologis yang menjadi kendala
terjalinnya komunikasi yang efektif antara karyawan dengan pimpinan.
4. Pimpinan kurang aktif dalam memantau kepuasan kerja
karyawan.
5. Pimpinan kurang peka terhadap kepentingan karyawan atau
perawat.
C.
Batasan
Masalah
Pembatasan
masalah kaitannya dengan penelitian ini terbatas dan fokus pada:
1. Fokus
pembahasan adalah karyawan atau perawat IBS (Instalansi Bedah Sentral),
Anesthesi dan Ruang Sadar.
2. Penelitian
ini dilakukan di RSO Prof. Dr.
R Soeharso Surakarta
3. Banyak
variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja, dalam penelitian ini dibatasi pada
variabel gaji, tunjangan dan lingkungan kerja.
D.
Rumusan
Masalah
Perumusan
masalah merupakan langkah yang sangat penting karena langkah ini menentukan
kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah pada hakekatnya merupakan
perumusan pernyataan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian.
Maka
penulis merumuskan permasalahan ini sebagai berikut:
1. Apakah
ada hubungan yang signifikan antara faktor motivasi kerja terhadap Kepuasan
Kerja perawat IBS (Instalasi Bedah Sentral), Anesthesi dan Ruang Sadar di RSO Prof. Dr. R Soeharso Surakarta?
2. Variabel
yang mana lebih dominan antara variabel Gaji, Tunjangan, dan lingkungan kerja
dengan variabel kepuasan kerja karyawan?
E.
Tujuan
Penelitian
Tujuan penelitian adalah:
1. Untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hubungan faktor-faktor motivasi terhadap kepuasan
kerja karyawan.
2. Untuk
menganalisis tingkat hubungan antara faktor motivasi kerja dengan kepuasan
kerja karyawan.
F.
Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat
penelitian ini adalah:
1. Bagi
Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan bagi rumah sakit untuk
mengambil kebijaksanaan dalam rangka meningkatkan motivasi yang akhirnya akan
menghasilkan kepuasan kerja karyawan
2. Bagi
Pengembangan Ilmu
a) Sebagai tambahan wacana ekonomi mengenai faktor-faktor
yang berhubungan dengan kepuasan kerja.
b) Sebagai referensi ilmiah yang dapat dipergunakan oleh
pihak yang memerlukan untuk bahan pertimbangan
G.
Jadwal
Penelitian
Tabel 1
Jadwal Penelitian
No
|
Bulan
|
Desember 2006
|
Januari 2007
|
Februari 2007
|
Maret 2007
|
||||||||||||
Kegiatan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
1
|
Penyusunan
Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Konsultasi
DPS
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Seminar
Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Revisi
Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Pengumpulan
Data Sekunder
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Wawancara
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Processing
Data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
Penulisan
Skripsi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9
|
Konsultasi
ke Perusahaan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10
|
Pendaftaran
Munaqosah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
11
|
Munaqosah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
12
|
Revisi
Skripsi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
13
|
Wisuda
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
H.
Sistematika
Penulisan Penelitian
Adapun
sistematika penulisan skripsi ini adalah:
BAB I. PENDAHULUAN

BAB II. LANDASAN TEORI
Berisi tentang kajian teori, hasil
penelitian yang relevan, dan kerangka berfikir.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang waktu
dan wilayah penelitian, metode penelitian, variabel-variabel, operasional variabel,
populasi dan sampel, data dan sumber data dan alat analisis data.
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang Profil
objek penelitian, pengujian dan hasil analisis data, pembuktian hipotesis,
pembahasan hasil analisis, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang disebutkan
dalam perumusan masalah.
BAB V. PENUTUP
Berisi
tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran – saran.
A.
Kajian
Teori
1.
Pengertian
Motivasi
Motivasi merupakan masalah yang penting
dalam setiap usaha sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. Menurut Sukanto dan Handoko (1986, hal 256), motivasi adalah
keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Bernard Berelson dan Gary A. Steiner
dalam Machrony (1854:109), dikutip dalam Siswanto (2006: 119) mendefinisikan
motivasi sebagai:
All those inner striving conditions variously
described as wishes, desires, needs, drivers, and the like.
Motivasi
dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang
memberikan energi, mendorong kegiatan (moves),
dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang
memberikan kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.
Kebutuhan
tersebut timbul akibat adanya berbagai hubungan. Kebutuhan dapat berwujud fisik
biologis serta sosial ekonomis. Akan tetapi, yang lebih penting adalah adanya
kebutuhan (needs) yang bersifat
sosial psikis, misalnya penghargaan, pengakuan, keselamatan, perlindungan,
keamanan, jaminan sosial, dan sebagainya. Secara singkat motivasi dapat
diartikan sebagai bagian integral dan hubungan perburuan dalam rangka proses
pembinaan, pengembangan, dan pengarahan sumber daya manusia. Karena sumber daya
manusia merupakan salah satu elemen penting dan sangat menentukan dalam
hubungan perburuan maka hal-hal yang berhubungan dengan konsepsi motivasi sudah
wajar diberi perhatian yang sungguh-sungguh dari setiap pelaku yang
berkepentingan untuk keberhasilan perusahaan sesuai dengan yang telah
direncanakan sebelumnya.
Motivasi merupakan kegiatan yang
mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku manusia. Motivasi ini
merupakan subjek yang penting bagi manajer, karena menurut definisi manajer
harus bekerja dengan dan melalui orang lain. Manajer perlu memahami orang-orang
berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan
yang diinginkan organisasi. Memotivasi adalah juga subjek membingungkan, karena
motif tidak dapat diamati atau diukur secara langsung, tetapi harus disimpulkan
dari perilaku orang yang tampak.
Motivasi bukan hanya satu-satunya faktor
yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang. Dua faktor lainnya yang
mempengaruhi tingkat prestasi seseorang adalah kemampuan individu dan pemahaman
tentang perilaku yang diperlukan untuk mencapai prestasi yang tinggi disebut
prestasi peranan.
Motivasi seringkali diartikan dengan istilah
dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk
berbuat, sehingga motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan
dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.
Motivasi kerja adalah sesuatu yang
menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh karena itu motivasi kerja dalam
psikologis kerja biasa disebut dorongan semangat kerja. Kuat lemahnya motivasi
kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasi atau
kepuasan. Oleh karena itu pimpinan harus selalu membuktikan dorongan kerja atau
memotivasi kerja yang tinggi kepada karyawan untuk melaksanakan tugas-tugasnya.
Memotivasi para karyawan untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan
bersama ini terdapat dua macam yaitu:
a. Motivasi
Finansial
Dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan
finansial kepada karyawan. Imbalan finansial tersebut sering disebut intensif.
b. Motivasi
Non Finansial
Dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial
atau uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, dan
pendekatan manusiawi.
Berdasarkan pengertian diatas, maka bagi
seorang pemimpin perusahaan di dalam memberikan motivasi kepada bawahannya,
pertama-tama harus mengetahui pengaruh-pengaruh mana yang dapat mendorong
orang-orang yang dipimpin agar mau bertindak untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
2.
Faktor-faktor Motivasi kerja
a. Gaji
1) Pengertian
Gaji
Sistem gaji pada umumnya dipandang
sebagai alat untuk mendistribusikan gaji pada karyawan. Pendistribusian ada
yang berdasarkan pada produksi lamanya dinas dan berdasarkan kebutuhan hidup.
Gaji sebenarnya merupakan suatu syarat-syarat perjanjian kerja yang diatur oleh
pengusaha dan karyawan serta pemerintah. Gaji yang sebenarnya juga upah yang
diterima itu sudah pasti jumlahnya pada setiap waktu yang telah ditetapkan.
Gaji atau upah merupakan dorongan utama
untuk bekerja, karena gaji atau upah berbentuk uang dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Upah sebagai balas jasa atas prestasi kerja, harus dapat memenuhi
kebutuhan hidup bersama keluarga secara layak sehingga ia dapat memusatkan
tugas yang dipercayakan kepadanya (Sastro Djatmiko Marsono, 1993: 61).
Untuk lebih jelasnya, maka peneliti
mengutip beberapa pengertian tentang upah atau gaji:
a) Arti
upah menurut undang – undang kecelakaan tahun 1974 No. 33 pasal 7 ayat a dan b,
yang dimaksud dengan upah atau gaji yaitu :
(1) Tiap-tiap
pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti pekerjaan.
(2) Perumahan, makan, bahan makanan dan
pakaian dengan percuma yang nilainya ditukar menurut harga umum ditempat itu.
b) Menurut
Edwin B. Flippo, upah adalah harga untuk jumlah jasa yang diberikan oleh
seseorang kepada orang lain (Heidjrahman Ranu Pandoyo dan Suad Husnan, 1984:
30).
c) Menurut
Hadi Purnomo, upah adalah jumlah keseluruhan yang ditetapkan sebagai penganti
jasa yang dikeluarkan oleh tenaga kerja atau pegawai (Heidjrahman Ranu Pandoyo
dan Suad Husnan, 1984: 129).
2) Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat gaji
Perusahaan cenderung memandang upah sebagai
pengeluaran aset. Upah atau gaji merupakan pengeluaran dalam pengertian bahwa
gaji mencerminkan biaya tenaga kerja. Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya tingkat upah antara lain:
a) Penawaran
dan permintaan tenaga kerja
Meskipun hukum ekonomi tidaklah dapat ditetapkan secara
mutlak dalam masalah tenaga kerja, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa hukum
penawaran dan permintaan akan mempengaruhinya. Untuk pekerjaan yang membutuhkan
ketrampilan tinggi dan jumlah tenaga kerja sedikit, maka upah atau gaji
cenderung tinggi, sedangkan untuk jabatan yang mempunyai penawaran melimpah
upah cenderung turun.
b) Organisasi
buruh
Ada
atau tidaknya organisasi buruh serta kuat lemahnya organisasi buruh akan ikut
mempengaruhi terbentuknya tingkat upah. Adanya serikat buruh yang kuat berarti “bargaining position” karyawan juga kuat
dan tentunya akan menaikkan tingkat upah dan sebaliknya.
c) Kemampuan
untuk membayar
Meskipun sedikit buruh menuntut upah tinggi akhirnya
realisasi pemberian upah tergantung pada kemampuan membayar perusahaan. Bagi
perusahaan atau rumah sakit, upah atau gaji merupakan salah satu komponen biaya
produksi. Tingginya gaji akan mengurangi keuntungan. Jika kenaikkan produksi
sampai mengakibatkan kerugian perusahaan, maka perusahaan tidak akan mampu
memenuhi fasilitas karyawan.
d) Produktifitas
Gaji atau upah merupakan imbalan prestasi kerja karyawan.
Semakin tinggi prestasi karyawan, semakin besar pula upah yang akan diterima.
Prestasi ini bisa dinyatakan sebagai semangat kerja.
e) Biaya
hidup
Faktor-faktor lain perlu diperhatikan adalah biaya hidup.
Di kota-kota besar dimana biaya hidup tinggi, upah juga cenderung tinggi.
Bagaimanapun biaya hidup merupakan batas penerimaan upah untuk karyawan.
f) Pemerintah
dan pesaing
Pemerintah dengan peraturan-peraturan yang dibuatnya
serta para pesaing juga mempengaruhi tinggi rendahnya gaji.
3) Tujuan
Upah atau gaji
Adapun tujuan pemberian upah atau gaji
adalah sebagai berikut:
a) Memikat
karyawan
Gaji dapat digunakan untuk memikat karyawan. Biasanya
pelamar akan membandingkan jumlah rupiah, pelamar kerja sering meletakkan bobot
lebih pada gaji yang sering ditawarkan dibandingkan faktor-faktor lainnya
seperti tunjangan dan imbalan dalam bentuk lain.
b) Menahan
karyawan yang kompeten
Setelah organisasi mengikat dan mengangkat karyawan-karyawan
baru, sistem gaji haruslah tidak merintangi upaya-upaya karyawan yang proaktif.
Untuk itu perusahaan haruslah menetapkan suatu kebijaksanaan yang adil dan
wajar dalam hal penggajian.
c) Motivasi
dan gaji
Perusahaan menggunakan skala gaji untuk memotivasi
karyawan. Sebagai contoh pendapatan lembur dan lain-lain. Individu-individu
termotivasi untuk bekerja pada saat mereka merasa bahwa imbalan didistribusikan
secara adil.
d) Motivasi
dan kinerja
Para
karyawan mengharapkan bahwa kinerja mereka akan berkorelasi dengan imbalan yang
diperoleh dari perusahaan. Jika karyawan melihat bahwa kerja keras dan kinerja
yang unggul diakui dan diberikan imbalan oleh perusahaan, maka akan
mengharapkan hubungan seperti itu berlanjut.
b. Tunjangan
Definisi Tunjangan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Tunjangan adalah tambahan pendapatan diluar gaji sebagai
bantuan, yang ditunjangkan, sokongan atau bantuan. Langkah – langkah dalam
memastikan penyediaan tunjangan bagi setiap pegawai yang sesuai dengan
kebutuhan atau keinginan mereka, ada dua metode dasar untuk mencapai sasaran
tersebut yaitu:
1) Pendekatan
Kafetaria
Mencakup pengalokasian kepada setiap
pegawai sejumlah kompensasi dan memperkenankan pegawai untuk memilih campuran
uang tunai dan tunjangan yang diinginkan. Metode ini paling baik mencapai
kepuasan pegawai dengan penawaran kompensasi organisasi. Tetapi
penyelenggaraannya dapat menjadi sulit dan mungkin memerlukan biaya lebih
tinggi daripada rencana kompensasi lain. (A. Dale Timpe, Memotiwasi Pegawai,
1991:76)
2) Pendekatan
Multipaket
Memecahkan masalah yang diasosiasikan
dengan pendekatan kafetaria sementara tetap mempertahankan sebagian kesempatan
pilihan individual. Persyaratan bagi perancangan rencana multipaket adalah
pengumpulan informasi tentang keinginan pegawai.
3) Kombinasi
pendekatan kafetaria dan multipaket
Tawarkan jumlah terbatas rencana yang
mencakup campuran berbeda unsur dasar kompensasi, yaitu gaji, liburan,
pensiunan dan asuransi kesehatan. Cara ini menyederhanakan rancangan berbagai
paket standar dan memberikan kepada setiap pegawai kesempatan lebih besar untuk
memuaskan keinginan pribadi masing-masing.
Berdasarkan Sudarsono Shobron (2003:143)
dalam Islam menginginkan terwujudnya masyarakat ideal, setiap warganya
memperoleh hak-hak dan dengan ikhlas melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
Sehingga tidak ada warga yang terlantar dan diperlakukan tidak adil. Islam juga
menekankan, adanya jaminan tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh
masyarakat ini dapat dilihat dari banyaknya ayat Al Qur’an yang menekankan
adanya tunjangan sosial. Allah berfirman di dalam surah An Nahl 71:
ª!$#ur @Òsù ö/ä3Ò÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ Îû É-øÌh9$# 4 $yJsù úïÏ%©!$# (#qè=ÅeÒèù Ïj!#tÎ/ óOÎgÏ%øÍ 4n?tã $tB ôMx6n=tB öNåkß]»yJ÷r& óOßgsù ÏmÏù íä!#uqy 4 ÏpyJ÷èÏZÎ6sùr& «!$# crßysøgs ÇÐÊÈ
Artinya
: Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian kamu dari sebagian yang lain
dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau
memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka
(merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengikari nikmat Allah?
Kandungan ayat diatas dapat diambil
kesimpulan fakir miskin mempunyai hak dalam harta orang-orang kaya dan
orang-orang yang tidak memperhatikan nasib buruh yang menjadi tanggung jawabnya,
mereka dianggap mengingkari nikmat Allah.
c. Lingkungan
Kerja
1) Pengertian
Lingkungan Kerja
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk
menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan, karena akan berpengaruh
terhadap peningkatan prestasi kerja dan kepuasan kerja karyawan. Adapun
beberapa pengertian tentang lingkungan kerja antara lain lingkungan kerja
adalah pengaturan tempat kerja, pengontrolan terhadap suasana gaduh, pengaturan
kebersihan tempat kerja dan pengaturan keamanan kerja. (Reksodiprojo dan Gitosudarmo,
1992: 153)
Pengertian yang lain mengatakan bahwa
lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan apa
yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan.
(Nitisemito, 1986: 183)
2) Fungsi
Lingkungan Kerja
Dalam suatu perusahaan apabila
perusahaan tidak memperhatikan lingkungan kerja, maka untuk mencapai tujuan
yang diinginkan sulit tercapai. Untuk itu lingkungan kerja perlu mendapat
perhatian yang cukup penting.
Lingkungan kerja yang mempunyai syarat
sebagai lingkungan kerja yang baik dalam perusahaan akan mendorong karyawan
untuk bekerja lebih baik. Adapun fungsi lingkungan kerja adalah sebagai
berikut:
a) Meningkatkan
produktivitas atau hasil produksi
b) Memperbaiki
kualitas pekerjaan para karyawan
c) Mengurangi
tingkat kecelakaan para pekerja
d) Mengurangi
turn over
e) Menekan
biaya produksi
Dari beberapa fungsi diatas dapat
disimpulkan bahwa memberi perhatian yang baik terhadap lingkungan kerja akan
menyenangkan bagi karyawan dan memberikan keuntungan bagi perusahaan.
3) Macam-macam
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang akan dibahas
yaitu:
a) Pengaturan
ruang kerja
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga
kerja melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Lebih dari
itu penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan
keadaan lingkungan yang menyenangkan. Sifat-sifat penerangan baik ditentukan
oleh:
(1) Pencegahan
kesilauan
(2) Arah
sinar
(3) Warna
(4) Panas
penerangan terhadap keadaan lingkungan
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka
perencanaan dan pemeliharaan sistem penerangan sangat diperlukan dalam
perusahaan. Dengan penerangan yang baik para karyawan akan bekerja dengan baik
dan teliti, sehingga hasil kerjanya mempunyai kualitas yang cukup baik.
Disamping itu sangat mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja karyawan yang
akhirnya dapat meningkatkan prestasi dan kepuasan kerja karyawan.
b) Pengaturan
suhu udara ruangan kerja secara garis besar ada dua cara dalam pengaturan udara
yaitu:
(1) Cara
Ilmiah
Cara yang dilakukan dengan membuat celah-celah jendela,
sehingga udara dari luar dapat masuk, dengan demikian pertukaran udara segar
diluar berjalan lancar.
(2) Cara
mekanis
Cara mekanis yaitu cara memasang AC (Air Conditioner)
baik local maupun sentral dalam ruangan kerja tidak terlalu panas. Suhu udara
sangat penting dan perlu mendapat perhatian karena suhu udara dapat
mempengaruhi tingkat efisiensi kerja karyawan. Suhu udara yang terlalu panas
akan menimbulkan kelelahan-kelelahan karyawan bekerja tidak bertahan lama.
Akibatnya dari kelelahan karyawan akan menurunkan tingkat efisiensi kerja
karyawan. Pada perusahaan yang menggunakan AC (air conditioner) hendaknya
berusaha mengatur suhu udara ruangan kerja 240 – 280 C
sesuai dengan penelitian empiris, dan perlu diketahui suhu udara mempengaruhi
lingkungan kerja karyawan yang sulit (tidak sehat) akan menurunkan semangat dan
gairah kerja karyawan, sehingga mempengaruhi tingkat prestasi dan kepuasan
kerja karyawan, sebaliknya lingkungan kerja yang baik akan memberikan semangat
dan gairah kerja karyawan yang tinggi, sehingga akan menaikkan tingkat kepuasan
kerja karyawan.
(3) Kebersihan
Faktor kebersihan yang meliputi didalam dan diluar gedung
perusahaan harus mendapatkan perhatian, karena apabila tidak diperhatikan maka
karyawan akan merasa kurang nyaman dalam bekerja, untuk itu ada tenaga
kebersihan dalam perusahaan, sehingga kebersihan perusahaan tetap terjaga dan
karyawan akan merasa nyaman dalam bekerja.
Jadi berdasarkan pengertian-pengertian
tentang lingkungan kerja diatas dapat disimpulkan bahwa suasana kerja disini
dalam arti suasana yang tentram pada lingkungan kerjanya. Suasana kerja yang
memadai dalam perusahaan antara lain:
(1) Suasana
yang ramah yang datangnya dari pimpinan, dari segi cara bertindak dan bagaimana
sikapnya terhadap bawahan.
(2) Mengetahui
dengan jelas akan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
d. Kepuasan
Kerja
1) Pengertian
Kepuasan Kerja
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan
hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada
dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu.
Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan
individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan (As’ad,
1987: 103-104)
Robbins menyatakan bahwa kepuasan kerja
(job satisfaction) merujuk pada sikap seorang individu terhadap pekerjaannya.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi akan menunjukkan sikap yang
negatif terhadap pekerjaannya (Robbins, 2001: 139)
Howell dan Dipboye mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak
sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata
lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya (Ashar,
2001: 350)
Susilo Martoyo mendefinisikan kepuasan
kerja sebagai keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi
titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan dengan
tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang
bersangkutan. Balas jasa kerja karyawan ini, baik yang berupa financial maupun
yang non finansial. Bila kepuasan kerja terjadi maka pada umumnya tercemin pada
perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, yang sering diwujudkan dalam sikap positif
karyawan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi ataupun
ditugaskan kepadanya di lingkungan kerjanya.
Dalam buku “Personel: The Human Problems
of Managemen” karangan George Strauss dan Leonard R. Sayles, New Delhi, 1980,
yang dikutip dalam Susilo Martoyo, mangatakan bahwa kepuasan kerja tersebut
juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan
kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan selanjutnya akan
dapat berakibat frustasi, semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosi
tidak stabil dan sebagainya.
Kepuasan bekerja dalam islam mengajarkan bahwa bekerja adalah
fitrah dan sekaligus merupakan salah satu indentitas manusia, sehingga bekerja
yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah
seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai “hamba
Allah” yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri
kenikmatan dari Allah Rabbul “Alamin. (Toto Asmara, 1995
hal 2)
Al Qur’an menjelaskan dalam Surat Al Ar’aaf ayat 176 yang
berbunyi:
öqs9ur $oYø¤Ï© çm»uZ÷èsùts9 $pkÍ5 ÿ¼çm¨ZÅ3»s9ur t$s#÷zr& n<Î) ÇÚöF{$# yìt7¨?$#ur çm1uqyd 4 ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. É=ù=x6ø9$# bÎ) ö@ÏJøtrB Ïmøn=tã ô]ygù=t ÷rr& çmò2çøIs? ]ygù=t 4 y7Ï9º© ã@sVtB ÏQöqs)ø9$# úïÏ%©!$# (#qç/¤x. $uZÏG»t$t«Î/ 4 ÄÈÝÁø%$$sù }È|Ás)ø9$# öNßg¯=yès9 tbrã©3xÿtFt ÇÊÐÏÈ
Artinya : ”Dan
kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya
yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya
diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya
(juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.“
Ayat diatas
menjelaskan apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa
manusia yang enggan bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi
diri untuk menyatakan keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu
melawan fitrah dirinya sendiri, menurunkan derajat identitas dirinya sebagai
manusia, untuk kemudian runtuh dalam kedudukan yang lebih hina dari binatang.
Disamping ayat diatas ada pengertian lain mengenai bekerja yaitu manifestasi
kekuatan iman, karena dorongan firman Allah SWT yang bersabda dalam surah Az Zumar ayat 39 :
ö@è% ÉQöqs)»t (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏJ»tã ( t$öq|¡sù cqßJn=÷ès? ÇÌÒÈ
Artinya : “ Katakanlah: "Hai
kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja
(pula), maka kelak kamu akan mengetahui “
Ayat diatas merupakan perintah dan karenanya mempunyai nilai
hukum ’’ wajib“ untuk dilaksanakan,
yaitu perintah untuk bekerja. Seseorang yang mempunyai kesadaran untuk bekerja,
dia selalu gandrung untuk berkreasi positif, tampil sebagai pelita yang
benderang (as sirojam muniron), dan
ingin hidupnya mempunyai arti.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli
diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap
seorang pekerja yang bersifat individu, berkaitan dengan perasaan terhadap
pekerjaannya, menyangkut juga penyesuaian diri terhadap situasi dan kondisi
lingkungan kerja.
2) Faktor-faktor
yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
Banyak orang yang berpendapat bahwa gaji
adalah faktor utama kepuasan kerja. Pada taraf tertentu hal tersebut memang
bisa diterima, karena uang merupakan kebutuhan vital untuk bisa memenuhi
kebutuhan hidup. Akan tetapi bagi masyarakat yang sudah bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya secara wajar, maka gaji bukan lagi menjadi faktor utama.
Gilmer mengemukakan beberapa faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1) Kesempatan
untuk maju
Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh
pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja
2) Keamanan
kerja
Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan
kerja, keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja.
3) Gaji
Gaji sering menyebabkan ketidakpuasan dan jarang orang
mengekpresikan kepuasan kerja dengan sejumlah gaji yang diperolehnya.
4) Perusahaan
dan manajemen
Perusahaan dan manajemen yang baik akan memberikan
situasi dan kondisi kerja yang stabil, sehingga menentukan kepuasan kerja
karyawan.
5) Pengawasan
(supervisi)
Supervisi yang buruk bisa berakibat terjadi absensi dan turns over
6) Faktor
Intrinsik dari pekerjaan
Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan
tertentu, sulit dan mudahnya serta kebanggaan tugas akan meningkatkan atau
mengurangi kepuasan.
7) Kondisi
kerja
Kondisi tempat kerja, ventilasi, penyinaran dan tempat
parkir akan mempengaruhi juga kepuasan kerja karyawan.
8) Aspek
sosial dalam pekerjaan
Faktor ini berkaitan dengan interaksi sosial yang terjadi
dilingkungan kerja. Interaksi sosial antara atasan dengan bawahan atau karyawan
dengan karyawan.
9) Komunikasi
Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pihak
manajemen banyak dijadikan alasan untuk menyukai pekerjaannya. Adanya kesediaan
atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi
karyawan sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap pekerjaannya.
10) Fasilitas
Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun atau perumahan
merupakan standar suatu jabatan dan jika dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa
puas. (As’ad, 1987: 114 – 117)
Sedangkan Blum mengemukakan faktor-faktor kepuasan kerja
sebagai berikut:
a) Faktor
Individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan
b) Faktor
Sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan
berekreasi, kebebasan berpolitik dan hubungan masyarakat.
c) Faktor
Utama dalam pekerjaan yakni gaji, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja
dan kesempatan untuk maju, penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial
dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik, perasaan diperlakukan
adil baik yang menyangkut pribadi maupun mengenai tugas. (As’ad. 1987: 115)
Dapat disimpulkan dari uraian diatas
bahwa kepuasan kerja menyangkut faktor-faktor:
a) Faktor
Psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang
meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja dan sebagainya.
b) Faktor
Sosial merupakan faktor yang terkait dengan interaksi sosial baik yang terjadi
antar sesama karyawan atau antara karyawan dengan atasan.
c) Faktor
Fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja
dan kondisi fisik karyawan.
d) Faktor
Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan, tunjangan serta
kesejahteraan karyawan.
3) Teori
Kepuasan Kerja
a) Teori
Kesenjangan (Discrepancy Theory)
Teori ini dipelopori oleh porter yang
mengukur kepuasan kerja dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya
dengan kenyataan yang dirasakan, kemudian Locke mengemukakan bahwa kepuasan
bergantung kepada discrepancy antara
should be (Expectation, needs atau
values) dengan apa yang menurut perasaannya telah dicapai melalui pekerja.
Dengan kata lain, orang akan merasa puas jika yang didapat ternyata lebih besar
daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas, meskipun terdapat
discrepancy positif, sebaliknya makin
jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum, maka makin besar
pula ketidakpuasan seseorang (discrepancy
negatif). (As’ad 1987: 106)
b) Teori
Dua Faktor
Teori ini dikemukakan oleh Herzberg yang
menyatakan tentang faktor kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja.
(1) Ketidakpuasan
Kerja (Dissatisfaction)
Berkaitan dengan suasana kerja meliputi gaji, keamanan
kerja, kondisi kerja, prosedur perusahaan, pengawasan, hubungan interpersonal
dengan sesama karyawan atau dengan atasan. Apabila faktor ini terpenuhi, tidak akan
menimbulkan kepuasan kerja, hanya menimbulkan sikap kerja yang netral. Tetapi
apabila faktor ini tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidakpuasan kerja.
(2) Kepuasan Kerja
(Motivation factors)
Berkaitan dengan kondisi instrinsik pekerjaan (job content) yang meliputi prestasi,
pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan
berkembang. Apabila faktor ini terpenuhi akan menimbulkan kepuasan kerja,
tetapi apabila faktor ini tidak ada , ternyata tidak menimbulkan rasa
ketidakpuasan yang berlebihan, yang ada sikap kerja yang netral.
c) Teori
Keadlian (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adams. Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa
puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak
atas suatu situasi. Caranya dengan membandingkan dirinya dengan orang lain yang
sekelas, sekantor maupun ditempat lain. Ada
tiga (3) komponen pokok dari teori keadlian, yaitu:
(1) Input,
yaitu segala sesuatu yang bernilai yang dirasakan karyawan yang dapat memberi
sumbangan terhadap pekerjaannya, seperti pendidikan, ketrampilan, pengalaman,
usaha-usaha yang telah dilakukan, perlengkapan kerja dan sebagainya.
(2) Out
Come adalah segala sesuatu yang bernilai, yang didapat karyawan dari
pekerjaannya, seperti gaji, tunjangan, pengakuan, kesempatan berprestasi,
status dan sebagainya.
(3) Individu
pembanding adalah orang lain sebagai pembanding, bisa seseorang dari perusahaan
yang sama atau perusahaan yang berbeda atau bahkan dirinya sendiri diwaktu
lampau. (As’ad, 1987: 105 – 107)
Berdasarkan beberapa teori diatas, penulis menarik
kesimpulan bahwa seseorang akan merasa puas apabila apa yang dirasakan dan yang
diinginkan dari pekerjaannya dapat terpenuhi, sebaliknya jika tidak terpenuhi
maka seseorang cenderung merasa tidak puas.
3.
Teori Motivasi
Proses motivasi diarahkan untuk mencapai
tujuan. Tujuan yang ingin direalisasikan dipandang sebagai kekuatan (power)
yang menarik individu. Seorang manajer harus meramalkan perilaku secara cukup
teliti, manajer perlu mengetahui sesuatu mengenai tujuan bawahannya dan
tindakan yang akan diambil untuk mencapainya. Terdapat beberapa teori motivasi
dan hasil penelitian yang berusaha mendeskripsikan hubungan antar perilaku dan
hasilnya. John P. Cambell, Marvin D. Dunnette, Edward E. Lawler III, dan Karl
E. Weick (1970: 340-356) dikutip dari Sisiwanto (2006: 127-128) mengelompokkan
teori motivasi menjadi kategori sebagai berikut:
a. Teori
Kepuasan (Content Theories)
Teori kepuasan berorientasi pada faktor
dalam diri individu yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan
perilaku. Pendukung teori kepuasan adalah sebagai berikut:
1) Teori
Hierarki Kebutuhan menurut Abraham H. Maslow
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan
individu dapat disusun dalan suatu hierarki. Hierarki kebutuhan yang paling
tinggi adalah kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini merupakan kebutuhan
yang paling kuat sampai kebutuhan itu terpuaskan. Sedangkan kebutuhan yang
paling rendah adalah kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs). (Hersey & Blanchard, 1980: 30,
dikutip dalam Sisiwanto (2006: 128). Hierarki kebutuhan tersebut secara lengkap
meliputi lima
hal berikut:
a) Kebutuhan
Fisiologis (physiological needs)
Kepuasan kebutuhan fisiologis biasanya dikaitkan dengan
uang, hal ini berarti bahwa orang tidak tertarik pada uang semata, tetapi
sebagai alat yang dapat dipakai untuk memuaskan kebutuhan lain. Termasuk
kebutuhan fisiologis adalah makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan
kesehatan.
b) Kebutuhan
keselamatan atau keamanan (safety or
security needs)
Meliputi kebutuhan akan keselamatan, perlindungan dari
bahaya ancaman ataupun pemuasan dari pekerjaan. Aplikasinya yaitu pada
pengembangan karyawan, kondisi kerja yang aman, rencana-rencana senioritas,
tabungan, pensiunan, asuransi dan keluhan lainnya.
c) Kebutuhan
sosial atau afiliasi (social or
affiliation needs)
Kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan menjalankan
hubungan dengan orang lain, persahabatan dan kekeluargaan. Aplikasinya yaitu
pada kelompok-kelompok kerja formal dan informal, kegiatan-kegiatan yang
disponsori oleh petugas.
d) Kebutuhan
penghargaan atau rekognisi (esteems or
recognation needs)
Kebutuhan akan status dan kedudukan, kehormatan, dan
reputasi. Aplikasinya yaitu pada kekuasaan ego, promosi, hadiah, pengakuan
jabatan, dan penghargaan.
e) Kebutuhan
aktualisasi diri (self actualization
needs)
Kebutuhan pemenuhan diri mempergunakan potensi yang
dimiliki, kreatifitas, serta penyelesaian kerja sendiri.
Maslow menekankan bahwa apabila kebutuhan fisiologis
sudah terpenuhi maka kebutuhan keselamatan atau keamanan menjadi lebih dominan.
Kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan atau keamanan terpenuhi dengan
baik maka kebutuhan sosial atau afiliasi akan muncul sebagai kebutuhan yang
dominan. Dengan demikian, apabila kebutuhan afiliasi menjadi dominan, seseorang
akan berjuang untuk mendapatkan hubungan yang sangat bermakna dengan yang lain.
Kemudian mereka merasa membutuhkan penghargaan, baik penghargaan diri maupun
penghargaan dari orang lain. Sekali kebutuhan penghargaan dan pengakuan dapat
dipenuhi secara kuat, akan timbul pula kebutuhan untuk aktualisasi diri.
2) Teori
Dua faktor menurut Frederick Herzberg
Pada umumnya, para karyawan cenderung
memusatkan perhatiannya pada pemuas tingkat kebutuhan lebih rendah dalam
pekerjaan, terutama keamanan. Tetapi setelah hal itu terpuaskan, mereka akan
berusaha untuk memenuhi tingkatan-tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi,
seperti kebutuhan inisiatif, kreatifitas dan tanggung jawab.
Herzberg telah menemukan dua kelompok
faktor-faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi. Faktor-faktor
penyebab kepuasan kerja (job satisfaction)
mempunyai pengaruh pendorong bagi prestasi dan semangat kerja, dan
faktor-faktor penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) mempunyai
pengaruh negatif. Jadi menurut penemuannya membedakan antara yang mereka sebut
“motivators” atau “pemuas” (satisfiers)
dan faktor-faktor pemeliharaan (Hygienic
factors) atau dissatisfiers.
Motivator mempunyai pengaruh meningkatkan prestasi atau kepuasan kerja.
Faktor-faktor pemeliharaan mencegah merosotnya semangat kerja atau efisiensi,
dan meskipun faktor-faktor ini tidak dapat memotivasi, tetapi dapat menimbulkan
ketidakpuasan kerja atau menurunnya produktifitas. (T. Hani Handoko, 1986: 259)
Tabel 2
Faktor-faktor
Pemuas dan Pemeliharaan Kerja
Faktor-faktor Pemuas
|
Faktor-faktor
Pemeliharaan
|
Prestasi
Penghargaan
Pekerjaan kreatif
dan menantang
Tanggung jawab
Kemajuan dan
peningkatan
|
Kebijaksanaan dan
administrasi perusahaan
Kualitas
pengendalian teknik
Kondisi kerja
Hubungan kerja
Status pekerjaan
Keamanan kerja
Kehidupan pribadi
penggajian
|
Sumber: T. Hani
Handoko, 1986: 260
Jadi secara ringkas, penemuan penting
dari penelitian Herzberg dan kawan-kawannya adalah bahwa manajer perlu memahami
faktor-faktor apa yang dapat digunakan untuk memotivasi para karyawan.
Faktor-faktor pemeliharaan sebagai faktor negatif (yang ekstrinsik) dapat
mengurangi dan menghilangkan ketidakpuasan kerja dan menghindari masalah,
tetapi tidak akan dapat digunakan untuk memotivasi bawahan, hanya faktor-faktor
positiflah “motivators” (yang instrinsik), yang dapat memotivasi para karyawan
untuk melaksanakan keinginan para manajer
3) Teori
Kebutuhan David C. McClelland
Konsep penting lain dari teori motivasi
yang didasarkan dari kekuatan yang ada pada diri manusia adalah motivasi
prestasi Mc Clelland. Seseorang dianggap mempunyai apabila dia mempunyai
keinginan berprestasi lebih baik daripada yang lain pada banyak situasi.
McClelland menguatkan pada tiga kebutuhan yaitu:
a) Kebutuhan
prestasi tercemin dari keinginan mengambil tugas yang dapat dipertanggungjawabkan
secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya. Ia menentukan tujuan yang wajar
dapat memperhitungkan resiko dan ia berusaha melakukan sesuatu secara kreatif
dan inovatif.
b) Kebutuhan
afiliasi, kebutuhan ini ditujukan dengan adanya bersahabat.
c) Kebutuhan
kekuasaan, kebutuhan ini tercemin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh
atas orang lain, dia peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dan dia
mencoba menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya dan membuat orang lain
terkesan kepadanya, serta selalu menjaga reputasi dan kedudukannya. (Sukanto
dan Handoko, 1986: 85).
Saran khusus yang diberikan oleh
McClelland adalah mengenai pengembangan kebutuhan akan kinerja yang positif
tinggi, saran yang diajukan adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Individu
mengatur tugas sedemikian rupa sehingga mereka menerima umpan balik secara
berkala atas hasil karyanya. Hal ini akan memberikan informasi untuk mengadakan
modifikasi atau koreksi
b) Individu
hendaknya mencari model kinerja yang baik, pahlawan kinerja, individu yang
berhasil, dan pemenang serta menggunakan mereka sebagai teladan.
c) Individu
hendaknya memodifikasi citra diri mereka sendiri.
d) Individu
hendaknya mengendalikan imajinasi, berpikir secara realitis dan positif
mengenai cara mereka merealisasikan tujuan yang diharapkan.
b. Teori
Proses (Process Theory)
1) Teori
Pengharapan
Teori ini berhubungan dengan motivasi,
dimana individu diperkirakan akan menjadi pelaksana dengan prestasi tinggi bila
karyawan melihat suatu kemungkinan tinggi bahwa usaha-usaha mereka akan
mengarah ke prestasi tinggi, suatu kemungkinan tinggi bahwa prestasi tinggi
akan mengarah ke hasil-hasil yang menguntungkan, dan bahwa hasil-hasil tersebut
akan menjadi penarik atau rangsangan efektif bagi mereka. (T. Hani Handoko, 1986:
262).
Menurut Victor Vroom yang dikutip dalam
T. Hani Handoko, 1986: 263, dikenal sebagai:
Teori
nilai – Pengharapan Vroom, orang dimotivasi untuk bekerja bila mereka
mengharapkan usaha-usaha yang ditingkatkan akan mengarahkan ke balas jasa
tertentu, dan menilai balas jasa sebagai hasil dari usaha-usahamereka.
Teori ini mengandung berbagai kesulitan
dalam penerapannya. Tetapi penemuan-penemuan sejenis lainnya menunjukkan
konsistensi dalam hal adanya pengaruh hubungan sebab-akibat antara penghargaan,
prestasi, dan penghargaan (balas jasa) ekstrensik seperti pengupahan atau
kenaikan pangkat.
2) Teori
Pembentukan Perilaku
Teori ini dikembangkan oleh B.F Skinner
yang mengemukakan pendekatan lain terhadap motivasi yang mempengaruhi dan
merubah perilaku kerja yaitu teori pembentukan perilaku (operant conditioning).
Pendekatan ini didasarkan terutama atas
hukum pengaruh, yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan
konsekuensi-konsekuensi pemuas cenderung diulang, sedangkan perilaku yang
diikuti konsekuensi-konsekuensi hukuman cenderung tidak diulang. Dengan
demikian perilaku individu di waktu mendatang dapat diperkirakan atau
dipelajari dari pengalaman di waktu yang lalu. (T. Hani Handoko, 1986: 264)
Gambar 1
Proses Pembentukan
Perilaku
|
|
|
|



Jadi, perilaku (tanggapan) individu
terhadap suatu situasi atau kejadian (stimulus) adalah penyebab konsekuensi
tertentu. Bila konsekuensi itu positif, individu akan memberikan tanggapan sama
terhadap situasi yang sama, tetapi bila konsekuensi tidak menyenangkan individu
akan cebderung merubah perilakuknya untuk menghindarkan dari konsekuensi
tersebut.
Ada
empat teknik yang dapat dipergunakan manajer untuk mengubah perilaku
bawahannya, yaitu:
a) Penguatan
Positif, bisa penguatan primer seperti minuman atau makanan yang memuaskan
kebutuhan-kebutuhan biologis, ataupun penguat sekunder seperti penghargaan
berujud hadiah, promosi dan uang.
b) Penguatan
negatif, dimana individu akan mempelajari perilaku yang membawa konsekuensi
tidak menyenangkan dan kemudian menghindari perilaku tersebut di masa
mendatang.
c) Pemadaman,
dilakukan dengan peniadaan penguatan.
d) Hukuman,
dilakukan melalui manajer mencoba untuk mengubah perilaku bawahan yang tidak
tepat dengan pemberian konsekuensi-konsekuensi negatif. (T. Hani Handoko, 1986:
265)
3) Teori
Porter – Lawler
Model Porter – lawler adalah teori
pengharapan dari motivasi dengan versi orientasi masa mendatang, dan juga
menekankan antisipasi tanggapan-tanggapan atau hasil-hasil. Para
manajer tergantung terutama pada pengharapan di masa yang akan mendatang, dan
bukan pengalaman biasa yang lalu. Atas dasar probabilitas usaha pengharapan
yang dirasakan usaha dijalankan, prestasi dicapai, penghargaan diterima,
kepuasan terjadi dan ini mengarahkan ke usaha di masa yang akan datang.
Adapun model motivasi Porter – Lawler,
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2
Model Motivasi Porter
and Lawler
![]() |
|





|

|
|





|
|









|

|
|

|


Sumber: T. Hani
Handoko, 1986: 268
Secara teoritik, model pengharapan ini
berjalan sebagai berikut: nilai penghargaan yang diharapkan karyawan
dikombinasikan dengan persepsi orang tersebut tentang usaha yang mencakup dan
probabilitas dari pencapaian penghargaan untuk menyebabkan atau menimbulkan
suatu tingkat usaha tertentu yang dikombinasikan dengan kemampuan, sifat
karyawan dan persepsinya mengenai kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk
mencapai tingkat prestasi yang diperlukan atau disyaratkan untuk menerima
penghargaan-penghargaan instrinsik yang melekat pada penyelesaian tugas dan
penghargan-penghargaan ekstrinsik dari manajemen bagi pencapaian prestasi yang
diinginkan. Persepsi individu mengenai keadilan dari penghargaan-penghargaan
ekstrinsik yang diterima, ditambah perasaan yang dihasilkan dari prestasinya,
menghasilkan tingkat kepuasan yang dialami oleh karyawan.
4) Teori
Keadilan
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan
selalu cenderung membandingkan antara:
a) Masukan-masukan
yang mereka berikan pada pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman,
latihan dan usaha.
b) Hasil-hasil
(penghargaan-penghargaan) yang mereka terima, seperti juga mereka membandingkan
balas jasa yang diterima karyawan lain dengan yang diterima dirinya untuk
pekerjaan yang sama.
4.
Jenis-jenis
Motivasi
Dalam perusahaan dalam hal ini yaitu
rumah sakit, motivasi mempunyai peranan yang penting, karena menyangkut
langsung pada unsur manusia dalam perusahaan. Motivasi yang tepat Akan mampu
memajukan dan mengembangkan perusahaan. Unsur manusia dalam perusahaan terdiri
dari dua kelompok orang yaitu orang yang memimpin (manajemen) dan orang yang dipimpin
(pegawai atau pekerja). Masalah motivasi dalam organisasi menjadi tanggung
jawab manajemen untuk menciptakan, mengatur, dan melaksanakannya. Oleh karena
itu sesuai dengan sifat motivasi yaitu bahwa ia adalah rangsangan bagi motif
perbuatan manusia, maka manajemen harus dapat menciptakan motivasi yang mampu
menumbuhkan motif orang-orang sehingga mau berbuat sesuai dengan kehendak
perusahaan.
Motivasi
dalam perusahaan ditinjau dengan perannya ada dua jenis motivasi yaitu:
a. Motivasi
positif
Motivasi yang
menimbulkan harapan yang sifatnya menguntungkan atau menggembirakan bagi
pegawai, misalnya gaji, tunjangan, fasilitas, karier, jaminan hari tua, jaminan
kesehatan, jaminan keselamatan dan semacamnya.
b. Motivasi
negatif
Motivasi yang
menimbulkan rasa takut, misalnya ancaman, tekanan, intimidasi dan sejenisnya.
Semua manajer
haruslah menggunakan kedua motivasi tersebut. Masalah utama dari kedua jenis
motivasi tersebut adalah proposi penggunaan dan kapan menggunakannya. Para pimpinan yang lebih percaya bahwa ketakutan akan
mengakibatkan seseorang segera bertindak, mereka akan lebih banyak menggunakan
motivasi negatif. Sebaliknya kalau pimpinan percaya kesenangan akan menjadi
dorongan bekerja ia banyak menggunakan motivasi postif. Walaupun demikian tidak
ada seorang pimpinan yang sama sekali tidak pernah menggunakan motivasi
negatif. Penggunaan masing-masing jenis motivasi ini dengan segala bentuknya
harus mempertimbangkan situasi dan orangnya, sebab pada hakikatnya setiap
individu adalah berada satu dengan yang lain. Suatu dorongan yang mungkin
efektif bagi seseorang, mungkin tidak efektif bagi orang lain.
Sedangkan
ditinjau dari segi perwujudannya motivasi dapat di bedakan menjadi dua bentuk
yaitu:
a.
Materiil
Misalnya uang, kertas berharga atau
barang atau benda apa saja yang dapat menjadi daya tarik. Barang-barang yang
bersifat fisik materiil seperti dalam bidang pembinaan kepegawaian disebut insentif (perangsang).
Diantara
jenis-jenis perangsang tersebut, uang menduduki tempat penting karena ia
menjadi insentif yang paling popular dalam bentuk misalnya gaji, upah, premi,
bonus, jasa produksi, tunjangan, dan sederetan nama lain yang wujudnya adalah
uang. Meskipun demikian uang bukanlah satu-satunya insentif dalam pekerjaan
bahkan dalam kehidupan pada umumnya, karena ada insentif yang lebih menarik
dalam suatu perusahaan, misalnya penyediaan makan siang, pemberian pakaian
kerja (terutama untuk pekerjaan lapangan), pemberian natura, penyediaan barang
keperluan sehari-hari di toko koperasi yang lebih murah.
b.
Non-materiil
Tidak
ada istilah lain, tetap memakai kata motivasi, seringkali motivasi non-materiil
mempunyai daya tarik lebih besar daripada beberapa jenis motivasi materiil atau
fisik, bagi orang-orang tertentu. Motivasi demikian misalnya motivasi atas
landasan agama atau keyakinan, sehingga tanpa berpikir keduniaan (pujian, balas
jasa, pemberian uang atau barang) orang berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi
orang bagi orang lain dengan ikhlas semata-mata karena dorongan agama atau
keyakinannya.
B.
Hasil
Penelitian yang Relevan
Langkah ini ditempuh agar penelitian ini
terfokus dan tidak mengulang daripada penelitian yang sudah ada. Penulis
menemukan sejenis penelitian. Penelitian yang lebih dahulu diteliti oleh Siti
Rochimah dengan judul penelitian “Pengaruh tingkat pendidikan, pengalaman kerja
dan tingkat upah terhadap produktifitas wartawan PT. Aksara Solopos di
Surakarta dengan variabel penelitian pendidikan, pengalaman kerja, tingkat
upah. Yang mana hasilnya tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap
produktifitas kerja sedang untuk upah tidak berpengaruh yang signifikan
terhadap produktifitas kerja.
Penelitian yang di kemukakan oleh
Suhirlan (UMS: 2000) yang meneliti masalah motivasi yang menggunakan analisis
regresi, analisis korelasi dan uji t bahwa terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara pemberian motivasi dengan semangat kerja karyawan.
Hasil penelitian Supriatno (2000),
meneliti tentang penerapan teori X dan teori Y dalam penilaian prestasi kerja
menyimpulkan bahwa semakin tinggi penilaian terhadap prestasi kerja seseorang
maka motivasi yang dimiliki juga tinggi. Penilaian prestasi kerja cukup besar
perannya dalam mendorong motivasi kerja pada karyawan di perusahaan.
Pelaksanaan penilaian prestasi kerja sebaiknya dilakukan oleh atasan. Alat
penilaian kinerja dibuat berdasarkan jabatan karyawan
Mencermati hasil tiga penelitian di atas
jelas bahwa setiap perusahaan berbeda variabel yang berpengaruh dominan
terhadap prestasi dan kepuasan kerja karena setiap orang mempunyai karakteristik
yang berbeda. Begitu juga dengan karyawan RSO. Prof DR Soeharso juga mempunyai
variabel yang berbeda dalam mempengaruhi prestasi dan kepuasan kerja. Penulis
menggaris bawahi bahwa faktor Motivasi yang terdiri dari gaji, tunjangan, dan
lingkungan kerja mempunyai hubungan dan pengaruh yang erat terhadap kepuasan
kerja karyawan, yang membedakan variabel penelitian skripsi diatas dari
penelitian yang penulis teliti.
C.
Kerangka
Berfikir
Untuk mempermudah pemahaman tentang
penelitian ini penulis menggunakan kerangka pemikiran sebagai landasan dalam
pembahasan masalah yang penulis teliti. Motivasi kerja merupakan sesuatu yang
menimbulkan produktivitas kerja. Tanpa adanya motivasi kerja bagi karyawan
tujuan yang ditetapkan perusahaan tidak akan tercapai sehingga kuat lemahnya
motivasi kerja ikut menentukan besar kecilnya kepuasan kerja. Motivasi kerja
dalam sebuah organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya gaji, tunjangan dan lingkungan kerja. Faktor-faktor motivasi
internal yang melekat pada diri seseorang meliputi kepuasan kerja disertai
dengan kebutuhan finansial seperti gaji, tunjangan, pemberian jasa produksi dan
jaminan sosial, sedangkan faktor eksternal berupa lingkungan kerja dimana
karyawan dalam melakukan pekerjaan (Sukanto dan Handoko, 1991: 257-258). Dalam
penelitian ini penulis ingin mengetahui hubungan antara faktor-faktor motivasi
yang terdiri dari gaji, tunjangan dan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja
Gambar 3
Hubungan
Motivasi kerja dengan Kepuasan Kerja
![]() |
|
|
![]() |
|

D.
Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu pernyataan
yang bersifat sementara atau dugaan saja (Muhammad, 2005: 42). Berdasarkan
uraian diatas, penulis mengemukakan bahwa hipotesis dalam penelitian ini yaitu
1.
Ho = Tidak ada hubungan yang
signifikan antara faktor motivasi yang terdiri dari gaji, tunjangan, dan
lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja
Ha = Ada hubungan yang signifikan antara faktor
motivasi yang terdiri dari gaji, tunjangan, dan lingkungan kerja terhadap
kepuasan kerja.
2.
Ho = Variabel gaji tidak
memiliki hubungan yang lebih dominan dengan kepuasan kerja dibanding variabel
tunjangan dan lingkungan kerja.
Ha =Variabel gaji berhubungan dominan
dengan kepuasan kerja dibanding variabel tunjangan dan lingkungan kerja.
0 Komentar