2. ANALISIS PERSEPSI BRAND ASSOCIATION MENURUT PELANGGAN SABUN MANDI CAIR LUX PADA PT UNILEVER INDONESIA, Tbk.
1.1
Latar
Belakang Masalah
Peranan merek bukan lagi
sekedar sebagai nama ataupun sebagai pembeda dengan produk-produk pesaing,
tetapi sudah menjadi faktor penentu untuk
dapat menjadi “trend setter” di bidang industri. Banyak perusahaan
yang berhasil karena memiliki reputasi merek, sehingga dapat membuka distribusi
di kota-kota lain bahkan negara-negara lain dengan menarik pelanggan sasaran
melalui kekuatan-kekuatan merek yang mereka miliki.
Sebuah merek yang telah
mencapai ekuitas tinggi merupakan asset yang berharga bagi perusahaan. Untuk
itu, mempertahankan dan meningkatkan ekuitas merek bukan pekerjaan mudah, karena yang dihadapi adalah
ekspektasi pelanggan. Konsumen akan merasa “familiar” dengan nama merek
yang pertama masuk ke pasar, sekalipun merek-merek yang masuk belakangan
berkinerja lebih baik. Ini akan mengarah
kepada terciptanya kesetiaan yang lebih besar pada merek pertama dan
produsen. Kesetiaan pelangaan menjadi kunci sukse tidak hanya dalam jangka
pendek tetapi keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Contohnya seperti sabun
kecantikan merek Lux, yang merupakan sabun kecantikan pertama yang masuk ke
pasaran di Indonesia. Sabun kecantikan merek Lux memperluas jenis produk sabun
mandinya, yang tidak hanya sabun mandi yang berupa batangan padat tetapi juga
berupa sabun mandi cair.
Merek perlu
dipersepsikan sebagai produk yang berkualitas tinggi, sehingga konsumen dapat
memahami sebuah produk hanya melalui eksistensi, fungsi, citra dan mutu. Kualitas di mata
konsumen lebih bersifat subyektiif, tergantung bagaimana persepsi konsumen
terhadap produk itu.
Ketika kemudian jumlah
merek yang dikenal konsumen semakin banyak, maka peranan merek dapat diperluas
sehingga mampu memberikan asosiasi tertentu dibenek konsumen. Seuah merek akan
sering dihubungkan dengan fungsi dan citra khusus. Nilai yang didasari merek
sering kali didasari pada asosiasi-asosiasi spesifik yang berkaitan dengannya.
Asosiasi merek (brand association)
diupayakan dengan slogan, atau posisi yang diinginkan, atau dengan strategi brand identity, yaitu menciptakan
atribut yang penting sebagai bahan yang dipersepsikan konsumen.
Asosiasi-asosiasi merek seperti Ronald McDonald bisa menciptakan sikap atau
perasaan positif yang berkaitan dengan suatu merek.
Jadi menurut Darmadi, dkk
(2001:4) brand association adalah:
Mencerminkan pencitraan suatu
merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya
hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, dan lain-lain.
Pengertian
asosiasi merek yang dikemukakan oleh Aaker (1996:106) dalam buku The Power of Brand, Freddy Rangkuti
(2002:43) adalah “segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek”.
Merek berperan sebagi
persepsi yang mempengaruhi keputusan membeli pelanggan. Nilai haruslah menjadi
landasan strategi dan taktik, karena nilai merupakan alasan mengapa konsumen
menggunakan produk dan tetap setia (loyal). Nilai suatu brand
yaitu menciptakan semakin banyak komsumen yang setia, konsumen yang setia (loyal)
adalah tujuan setiap pemasar. Kesetiaan pelanggan terhadap merek merupakan
salah satu aset merek. Hal in sangat mahal nilainya karena untuk membangunnya
banyak tantangan yang harus dihadapi serta membutuhkan waktu yang sangat lama.
Berdasarkan uraian di
atas, maka penulis tertari untuk membuat skripsi dengan mengangkat judul: Analisis
Persepsi Brand Association Menurut Pelanggan Sabun Mandi Cair Lux pada
PT Unilever Indonesia, Tbk.
1.2
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar
belakang penelitian, maka masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumen berkeinginan untuk membeli sabun mandi cair dalam persepsi brand
association?
2. Bagaimana persepsi brand association menurut
pelanggan sabun mandi cair?
3. Usaha manakah yang dilakukan oleh perusahaan
yang bergerak dibidang industri sabun mandi cair, agar mendapatkan respon yang
positif dari para konsumennya?
4. Stategi manakah yang perlu ditempuh oleah
perusahaan, agar meningkatkan daya saingnya dalam situasi pasar yang semakin
ketat?
1.3
Pembatasan
Masalah
Sehubungan
dengan banyaknya masalah yang ada dalam pemasaran yang khususnya promosi, maka
dalam penelitian ini adanya pembatasan masalah yang membahas tentang bagaimana
persepsi brand association menurut pelanggan sabun mandi cair Lux pada PT
Unilever Indonesia, Tbk pada minimarket Indomaret di daerah Gading Raya,
Jakarta Timur pada bulan Maret 2006 sampai dengan April 2006.
1.4
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, maka perlu adanya perumusan
masalah yang akan menentukan arah yang tepat bagi pembahasan masalah, oleh
karena itu penyusunan skripsi ini ingin mengangkat permasalahan tentang:
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen
berkeinginan untuk membeli sabun mandi cair Lux dalam persepsi brand
sssociation pada PT Unilever Indonesia, Tbk?
2. Bagaimana persepsi brand association menurut
pelanggan sabun cair Lux pada PT Unilever Indonesia, Tbk?
1.5
Tujuan
Penelitian
Tujuan
penelitian ini mengacu pada perumusan masalah, yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen untuk berkeinginan membeli
sabun mandi cair Lux dalam persepsi brand association pada PT Unilever Indonesia, Tbk
2. Untuk mengetahui bagaimana
persepsi brand association menurut pelanggan sabun mandi cair Lux pada
PT Unilever Indonesia, Tbk
1.6
Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu:
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini dapat memberikan masukan serta bahan pertimbangan
dalam kesetiaan konsumaen terhadap
merek dagang yang diharapkan dapat menjadi informasi bagi perusahaan yang
bersangkutan.
2. Bagi Penulis
Penulisan skripsi ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta
pengetahuan dan pengalaman dalam
penelitian, juga untuk menerapkan teori-teori yang telah di dapat selama
kuliah.
3. Bagi Masyarakat pada Umumnya
Penelitian ini dapat sebagai nilai tambah bagi mereka yang membacanya
serta akan menambahkan wawasan mereka di bidang manajemen pemasaran pada
umumnya.
1.7
Asumsi Dasar
Dengan diketahuinya persepsi menurut pelanggan atas brand
association, manajemen
perusahaan dapat mengunakan strategi pemasaran produk sabun mandi cair Lux pada
PT Unilever Indonesia, Tbk yang lebih tepat.
1.8
Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai tugas
akhir ini, maka berikut singkat garis besar pembahasan skripsi sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian tentang latar balakang, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan masalah, manfaat masalah, asumsi
dasar, serta sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN
TEORI
Bab ini berisi uraian tentang landasan teori yang menjadi acuan
penelitiann, kemudian dilanjutkan membahas tentang kerangka pemikiran.
BAB III METODOLOGI
PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang metodologi penelitian yang dilakukan,
mencakup proses penelitian yang dimulai dari tahap waktu dan tempat penelitian,
metodologi penelitian, sumber data, teknik pengambilan sampel, teknik
pengumpulan dan teknik analisis data.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini berisi uraian tentang analisis mengenai gambaran umum obyek penelitian
yang memuat hasil penelitian.
BAB V KESIMPULAN
DAN SARAN
Bab ini berisi uraian tentang kesimpulan yang penulisan dapat dari apa
yang telah diuraikan sebelumnya serta memberikan saran-saran atas masalah
maupun kendala.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Pemasaran
Pemasaran
umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan, dan
menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan perusahaan. Berikut ini
dikemukakan pengertian pemasaran oleh ahli di bidang pemasaran.
Menurut Kotler (2005:10) definisi
dari pemasaran adalah:
Sebagai suatu proses sosial yang didalamnya individual dan
kelompok mendapatkan apa yng mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,
menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak
lain.
Dari definisi pemasaran dapat
disimpulkan bahwa pemasaran mencangkup usaha perusahaan yang dimulai dengan
mengidentifikasikan kebutuhan konsumen yang perlu dipuaskan, menentukan produk
yang akan diproduksi, menentukan harga produk yang sesuai, menentukan cara-cara
promosi dan penyaluran atau penjualan produk tersebut untuk merencanakan dan
melaksanakan konsep, harga, promosi, dan distribusi terhadap gagasan produk dan
pelayanan yang dapat menciptakan perubahan untuk memuaskan kebutuhan individu
dan organisasi.
Konsep inti pemasaran diawali
dari adanya kebutuhan (needs) konsuman akan suatu produk. Proses
pertukaran yang terjadi antara konsumen dan produsen banyak memerlukan tenaga
dan keteranpilan. Manajemen pemasaran terjadi apabila setidaknya satu pihak
dalam pertukaran potensial memikirkan sasaran dan cara mendapatkan tanggapan
yang ia kehendaki dari pihak lain.
2.2
Konsep Pemasaran
Kotler (2005:22) menegaskan bahwa
kunci untuk mencapai tujuan organisasional yang ditetapkan adalah perusahaan
tersebut harus menjadi lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam
menciptakan, menyerahkan, mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar
sasaran yang terpilih.
Usaha untuk lebih mengefektifkan
pemasaran dapat diklasifikasikan ke dalam empat faktor konsep pemasaran
(Kotler, 2005: 22-27):
1. Pasar Sasaran
Perusahaan-perusahaan akan
berhasil secara gemilang bila mereka secara cermat memilih pasar-pasar
sasarannya dan mempersiapkan program-program pemasaran yang dirancang khusus
untuk pasar tersebut.
2. Kebutuhan Pelanggan
Menanggapi kebutuhan pelanggan,
berarti mempelajari kebutuhan pelanggan dan membuat produk yang cocok dengan
kebutuhan banyak orang itu. Namun beberapa perusahaan justru menanggapi
kebutuhan individual masing-masing pelanggan.
3. Pemasaran Terpadu
Tenaga penjualan, periklanan,
pelayanan pelanggan, manajemen produk, riset pemasaran harus bekerja sama dan
kedua pemasaran harus dirangkul oleh departemen-departemen lain.
4. Kemampuan Memperoleh Laba
Tujuan terakhir dari konsep
pemasaran adalah membuat organisasi mencapai tujuan mereka yaitu laba.
Perusahaan seharusnya tidak bertujuan meraup laba sebagai akibat dari
penciptaan nilai pelanggan yang unggul. Sebuah perusahaan menghasilkan uang
karena memenuhi kebutuhan pelanggan lebih baik dibandingkan persainganya.
2.3
Persepsi Konsumen
Persepsi merupaka salah satu
faktor psikologis selain motivasi pembelajaran dan kepercayaan serta sifat yang
dapat mempengaruhi individu dan organisasi dalam menentukan kepuasan pembelian
Menurut Kotler (2000:198)
definisi tentang persepsi adalah:
Proses yang digunakan seorang individu untuk memilih,
mengorganisasikan, dan menginterprstasi masukan-masukan informasi guna
menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya tergantung
pada rangsangan fisik, tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan
lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.
Menurut Lamb et. al. (2001: 224),
definisi persepsi adalah “proses dimana kita memilih, mengatur dan
menginterpretasikan rangsangan tersebut ke dalam gambaran yang memberikan makna
dan melekat”.
Sedangkan menurut Simamora (2004:102)
definisi persepsi adalah “sebagai suatu proses, dengan mana seseorang
menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterprestasi stimuli ke dalam suatu
gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh”.
Sementara menurut Boyd, dkk (2001:133)
definisi persepsi adalah “proses dengan apa seseorang memilih, mengatur dan
menginterprestasikan informasi”. Kunci terpenting dalam persepsi adalah bahwa
manusia menyimpan informasi dalam bentuk hubungan asosiatif, dan hubungan
asosiatif itu membantu manusia menginterpretasikan dunia disekitarnya.
Secara singkat persepsi adalah
cara kita memandang dunia di sekitar kita serta bagaimana kita dapat mengetahui
bahwa kita membutuhkan bantuan dalam membuat suatu keputusan pembelian
Definisi di atas menerangkan bahwa persepsi
merupakan proses dimana indivual terlebih dahulu mengenali objek-objek dan
fakta objektif disekitarnya. Seperti halnya dengan pengamatan, persepsi diawali
dengan kegiatan panca indera, selanjutnya akan terjadi proses psikologis.
Sehingga individual dapat mengorganisir dan menafsirkan informasi.
Panca indera kita terdiri dari lima yaitu:
penglihatan, penciuman, rasa, sentuhan, dan pendengaran. Kemudian dengan panca
indera tersebut kita akan menerima rangsangan berupa objek-objek dan fakta
objektif untuk diatur dan dinterprestasikan ke dalam pikiran kita terlebuh
dahulu. Di dalam proses tersebut kita menggunakan keterbukan yang selektif
untuk menentukan mana rangsangan yang harus diperhatikan dan mana yang harus
diabaikan.
Pengenalan akan suatu objek,
jelas, gerakan, intensitas (seperti: volume yang meningkat) dan aroma adalah
suatu petunjuk yang akan mempengaruhi persepsi. Konsumen menggunakan petunjuk
tersebut untuk mengidentifikasi produk dan merek. Bentuk kemasan sebuah produk
seperti bentuk luar sabun cair Lux misalnya akan dapat mempengaruhi persepsi.
Kemudian warna adalah suatu pertunjukan yang lain, dan warna memegang peran
kunci terhadap persepsi konsumen.
Apa yang diterima konsumen dapat
juga bergantung pada kemudahan rangsangan atau tarif yang mengejutkan (shock value). Peringatan grafis akan
bahayanya menggunakan sebuah produk akan diterima lebih cepat dan selalu
diingat bahkan lebih akurat dibandingkan peringatan yang kurang mudah atau
peringatan yang berupa teks tertulis.
Pada dasarnya kita dapat
membedakan menjadi 3 (tiga) faktor dalam persepsi yang biasa dilakukan manusia
terhadap rangsangan yaitu:
1. Keterbukaan yang Seleksi (Selective Exposure)
Merupakan proses dimana seorang
konsumen mendapatkan suatu rangsangan dan mengabaikan rangsangan yang lain. Hal
ini berarti para pemasar harus bekerja keras untuk menarik perhatian konsumen.
2. Distorsi seleksi (Selective Distortion)
Distro seleksi terjadi ketika
konsumen mengubah atau mengganti informasi yang bertentangan dengan perasaan
atau kepercayaan mereka, dalam hal ini konsumen mempunyai kecenderungan untuk
mengolah informasi menjadi suatu pengertian pribadi.
3. Ingatan yang Seleksi (Selective Retention)
Merupakan proses pada saat
seorang konsumen hanya mengingat informasi yang mendukung perasaan dan
kepercayaan pribadi seseorang. Konsumen akan meluapkan semua informasi yang
tidak konsisten yang pernah diterimanya.
2.3.1 Proses
Persepsi
Persepsi merupakan salah satu
dari berbagai faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk.
Biasanya konsumen yang termotivasi tentang suatu produk telah siap untuk
melakukan pembelian. Namun, bagaimana seseorang bertindak dipengaruhi oleh
persepsinya mengenai situasi tertentu.
Persepsi memegang peran penting
dalam konsep positioning karena manusia menafsirkan suatu produk atau merek,
yaitu hubungan-hubungan asosiatif yang disimpan melalui proses sensasi.
Proses persepsi merupakan
serangkaian kegiatan yang melalui beberapa tahapan terlebih dahulu. Berikut ini
sebuah model tahapan dari proses persepsi individu yang dikemukakan oleh
Sutisna (2002:62):
GAMBAR 2.1
Tahapan Proses Persepsi

Sumber: Sutisna
(2002:62)
Model ini menekankan bahwa
persepsi secara substansial bisa saja berbeda dengan realitas. Apakah persepsi
individu terhadap suatu situasi benar/tidaknya realitas yang mampu membuktikan
itu.
Tugas pemasar adalah mengetahui
proses terbentuknya persepsi dari tahap awal hingga tahap akhir. Adapun proses
terbentuknya persepsi tersebut, adalah:
1. Stimuli
Stimuli/stimulus adalah setiap
bentuk fisik, visual, atau komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi tanggapan
individu. Suatu stimuli pada hakikatnya merupakan satu unit input bagi salah
satu dari lima indra manusia. Ada dua stimuli penting yang dapat mempengaruhi
perilaku konsumen adalah pemasaran dan lingkungan (sosial dan budaya).
a. Stimuli Pemasaran
Adalah setiap komunikasi atau
stimuli fisik yang didesain untuk mempengaruhi konsumen. Stimuli pemasaran terdiri
atas dua komponen, yaitu stimuli utama dan stimuli tambahan:
1. Stimuli utama terdiri dari produk dan
komponennya seperti, kemasan, isi, dan ciri-ciri fisik.
2. Stimuli tambahan adalah komunikasi yang
didesain untuk mempengaruhi perilaku konsumen seperti, mempresentasikan produk
dalam kata-kata, gambar, simbol, atau melalui stimuli lain yang diasosiasikan
dengan produk seperti, harga, toko tempat jual, dan pengaruh sales.
b. Stimuli Lingkungan
Indera penerima terdiri dari
mata, telinga, hidung, mulut, dan jari yang menerima dan memberikan tanggapan
atas stimuli utama.
2. Indra Penerima
Indra penerima atau penerimaan
sensor (sensory receptors) yaitu yang
disebut sebagai organ manusia berupa panca indra (mata, telinga, hidung, mulut
dan kulit) yang menerima sensor input.
3. Perhatian
Perhatiaan yang dilakukan oleh
konsumen data terjadi secara sengaja atau tidak sengaja.
a. Perhatian secara sengaja (voluntary attention)
Terjadi ketika konsumen secara
aktif mencari informasi yang mempunyai relevansi pribadi. Persepsi selektif
terjadi ketika konsumen malakukan voluntary
attention. Persepsi selektif yang merupakan tafsiran secara selektif oleh
individu ada yang mereka saksikan berdasarkan kepentingan, latar belakang,
pengalaman, dan sikap terjadi ketika konsumen melakukan voluntary attention. Ketika konsumen memiliki keterlibatan yang
besar terhadap suatu produk, maka pada saat itu konsumen bisa disebut melakukan
proses perhatian selektif. Proses perhatian selektif terjadi karena dengan mempunyai keterlibatan
yang tinggi terhadap suatu merek produk berarti konsumen telah secara aktif
mencari informasi mengenai produk itu dari berbagai sumber. Jika dihubungkan
dengan teori pembelajaran, proses perhatian selektif ini identik dengan active learning.
b. Perhatian tidak sengaja (involuntary attention)
Terjadi ketika konsumen
dipaparkan sesuatu yang menarik, mengejutkan, menantang, atau sesuatu yang
tidak diperkirakan, yang tidak ada relenvasinya dengan tujuan atau kepentingan
konsumen. Stimuli dengan ciri-ciri diatas akan secara otomatis mendapat
tanggapan konsumen.
3. Interpretasi
Proses terakhir dari persepsi
adalah memberikan interpretasi atas stimuli yang diterima oleh konsumen. Setiap stimuli yang menarik
perhatian konsumen baik disadari atau tidak disadari, akan diinterpretasikan
oleh konsumen. Dalam proses interpretasi konsumen membuka kembali berbagai
informasi dalam memori yang telah tersimpan dalam waktu yang lama (long term memory) yang berhubungan
dengan stimuli yang diterima. Informasi dalam long term memory akan membentuk konsumen untuk menginterprestasikan
stimuli. Interprestasi itu didasarkan pengalaman-pengalaman pada masa lalu, dan
pengalaman itu tersimpan dalam memori jangka panjang konsumen.
Satu masalah yang dihadapi oleh
pemasar dari persepsi konsumen menginterpretasikan stimuli yang secara berbeda.
Sebagai contoh yang paling klasik adalah pemasaran lintas cultural, penggunaan suatu warna tertentu akan diinterpretasikan
secara berbeda pada tiap budaya.
Selain informasi yang tersimpan
dalam long term memory, apa yang
diharapkan konsumen juga mempengaruhi bagaimana suatu stimuli
diinterpretasikan. Harapan (expectation)
adalah keyakinan, kepercayaan, individual sebelumnya mengenai apa yang
seharusnya terjadi pada situasi tertentu.
4. Tanggapan
Setelah melalui tahapan akhir
dari proses persepsi maka, konsumen akan bereaksi terhadap informasi yang
diperolehnya tadi yang kemudian akan menghasilkan tanggapan. Tanggapan inilah
yang kemudian menghasilkan suatu keputusan pembelian.
2.3.2 Faktor yang
Mempengaruhi Persepsi
Bagaimana individu-individu
mungkin memandang satu benda yang sama dengan yang berbeda, faktor-faktor
berikut menjelaskan bahwa pihak pelaku persepsi (perceiver), dalam objeknya atau target yang dipersepsikan, atau
dalam konteks situasi di mana persepsi itu dilakukan akan dapat mempengaruhi
terbentuknya suatu persepsi. Seperti yang akan dijelaskan dibawah ini, menurut
Robbins (2006:89):
1. Pelaku Persepsi
Bila seorang individu memandang
pada satu obyek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu
sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari pribadi ke perilaku persepsi
individu itu. Diantara karakteristik pribadi yang lebih relevan yang
mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman
masa lalu, dan pengharapan (expectation).
2. Target dan Obyek
Karakteristik dari target yang
akan diamati dapat dipengaruhi apa yang dipersepsikan gerakan, bunyi, ukuran,
dan atribut-atribut lain dari target membentuk cara kita memandangnya. Karena
target tidak dipandang dalam keadaan tersolasi, hubungan suatu target dengan
latar belakangnya mempengaruhi persepsi, seperti kecenderungan kita untuk
mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau mirip.
3. Situasi
Penting bagi kita melihat konteks
obyek atau pariwisata. Unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi
kita. Waktu adalah di mana suatu obyek atau peristiwa itu dilihat agar dapat
mempengaruhi perhatian, seperti juga lokasi, cahaya, panas, atau setiap jumlah
faktor situasional.
Gambar 2.2
Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
![]() |
Sumber: Robbins (2006:89)
2.4 Merek (Brand)
Suatu produk dapat dibedakan dari
produk lainnya dari segi merek (brand).
Merek tersebut dapat dipakai sebagai alat untuk menciptakan pandangan tertentu
dari para pembeli, baik melalui periklanan maupun melalui kegiatan promosi yang
lain. Peranan merek tidak hanya sekedar pembeda suatu produk, namun tidak
mustahil pada kondisi tertentu akan berwujud aset yang bernilai ekonomis.
Menurut Kotler dan Amstrong (1999:245), merek adalah:
Brand is
name, term, sign, symbol, or design, or a combination of these intended to
identify the goods or services of one seller or group of seller and to
differentiate them from those of competitors.
Menurut Keegan et. Al (1996:318),
merek adalah:
Brand is a complex bundle of images and experiences in the
customer’s mind that communicates a promise about the benefits of a particular
product manufactured by a particular company.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau disain dari produk atau jasa
atau kombinasi keseluruhan yang dimaksud untuk mengidentifikasi barang dan jasa
dari seseorang atau kelompok penjual dan untuk membedakan dari produk pesaing.
Merek juga meninggalkan citra dan pengalaman dibenak konsumen mengenai
keuntungan dari produk yang diproduksi dari perusahaan.
Menurut Kotler (2005:82), merek
merupakan janji penjual untuk secara
konsisten memberikan tampilan, manfaat dan jasa tertentu pada pembeli.
Merek-merek terbaik memberikan mutu, tetapi merek lebih dari sekedar simbol.
Sementara definisi merek yang
dikemukakan oleh American Marketing
Association dalam buku The Power of
Brand, Freddy Rangkuti (2002:2) adalah: “nama, istilah, simbol atau
rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah
untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari
produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing.
Merek terbaik akan memberikan
jaminan kualitas. Namun pemberian nama atau merek pada suatu produk handaknya
tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek memiliki enam tingkat
pengertian:
1. Atribut Produk : Merek
mengingatkan pada atribut-atribut tertentu, seperti halnya kualitas, gengsi,
nilai jual kembali, desain dan lain-lain. Contohnya, Mercedes menyatakan
sesuatu yang mahal, produk yang dibuat dengan baik, terancang baik, tahan lama,
bergengsi tinggi, nilai jual kembali tinggi, cepat dan lain-lain. Perusahaan
dapat memberikan satu atau lebih atribut-atribut ini atau untuk mengiklankan
produknya.
2. Manfaat : Merek tidak hanya serangkaian atribut. Pelanggan tidak memberi
atribut, tetapi mereka membeli manfaat. Atribut diberikan untuk dikembangkan
menjadi manfaat fungsional atau emosional.
3. Nilai : Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Contohnya, Mercedes menyatakan produk
yang kinerja tinggi, aman, bergengsi, dan lain-lain. Dengan demikian produsen
Mercedes juga mendapat nilai tinggi di mata masyarakat. Maka, produsen harus
dapat mengetahui kelompok pembeli mobil yang mana mencari niai-nilai ini.
4. Budaya :
Merek juga mewakili budaya tertentu. Contohnya, Mercedes mencerminkan budaya
Jerman yang terorganisasi, konsisten, tingkat keseriusan tinggi, efesien, dan
berkualitas tinggi.
5. Kepribadian :
Merek juga mencerminkan kepribadian
tertentu. Sering kali produk tertentu mengunakan kepribadian orang yang
terkenal untuk mendongkrak atau menopang merek produkya.
6. Pemakai :
Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Kebayakan pemakai adalah
orang-orang yang menghargai nilai budaya dan kepribadian produk tersebut.
Misalnya Mercedes pada umumnya diasosikan dengan orang kaya, kalangan manajer
puncak, dan sebagainya.
Apabila
suatu perusahaan memperlakukan merek hanya sekedar suatu nama, maka perusahaan
tersebut tidak melihat tujuan mereka sebenarnya. Dengan enam tingkat pengertian
dari merek diatas, perusahaan harus menentukan tingkat mana akan ditetapkan
identitas merek. Merupakan satu kesalahan untuk mempromosikan hanya atribut
merek. Pertama, konsumen tidak begitu tertarik dengan atribut merek
dibandingkan dengan manfaat merek. Kedua, pesaing dapat dengan mudah meniru
atribut tersebut. Ketiga, atribut yang sekarang lama kelamaan akan menurun
artinya, sehingga merugikan merek yang terikat pada atribut tersebut.
Merek merupakan hal yang sangat
penting, baik bagi konsumen maupun produsen. Dari sisi konsumen, merek
mempermudah pembelian. Bila tidak ada merek, konsumen harus mengevaluasi semua
produk yang tidak memiliki merek setiap kali mereka akan melakukan pembelian.
Mereka juga membantu menyakinkan konsumen bahwa mereka akan mendapatkan
kualitas yang konsisten ketika mereka membeli produk tersebut. Dari sisi
produsen, merek dapat dipromosikan. Merek dapat dengan mudah diketahui ketika
diperhatikan atau ditempatkan dalam suatu display.
Selain itu, merek mempermudah
mengidentifikasikan suatu produk, merek juga bisa membuat konsumen yakin akan
memperoleh kualitas yang sama jika mereka membeli ulang. Maksudnya merek dapat
membantu konsumen agar tidak keliru dalam memilih produk yang diinginkan para
konsumen, yakni terhadap mutu dan harga. Merek mengurangi perbedaan harga,
karena konsumen akan mudah membandingkan harga dari suatu produk dengan merek
yang berbeda dan akhirnya bagi produsen dapat menambah prestasi. Karena merek
adalah salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam memandingkan produk-produk
sejenis.
Kotler (2005:90) berpendapat
bahwa merek memiliki peranan dilihat dari sudut pandang produsen, dimana merek
memiliki peranan serta kegunaan sebagai berikut:
1. Merek memudahkan penjual untuk
memproses pesanan dan menelusuri bila terjadi kesalahan. Di samping itu juga
lebih mudah bagi produsen untul menemukan kalau ada keluhan dari konsumen.
2. Merek memberikan kesempatan pada
penjual untuk menarik pelanggan yang setia dan menguntungkan. Kesetiaan merek
memberikan perlindungan terhadap produsen dari pesaing serta pengendalian yang
lebih besar dalam perencanan program pemasarannya.
3. Merek dan tanda dagang produsen
memberikan perlindungan hukum atas tampilan produk yang unik, yang tanpa itu
akan dapat ditiru oleh pesaing.
4. Merek membantu penjual melakukan
segmentasi pasar.
5. Merek yang baik membantu citra
perusahaan. Dengan membawa nama perusahaan, merek membantu mengiklankan mutu
dan ukuran perusahaan.
2.4.1 Brand
Association
Menurut Darmadi, dkk (2001:4) brand association adalah:
Mencerminkan
pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan
kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, dan
lain-lain.
Pengertian asosiasi merek yang
dikemukakan oleh Aaker (1996:106) dalam buku The Power of Brand, Freddy Rangkuti (2002:43) adalah “segala hal
yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek”. Asosiasi akan menjadi faktor
yang penting, jika merek yang produsen miliki mirip dalam hal atribut dengan
merek lainnya atau jika perusahaan merupakan hal penting untuk dilihat. Suatu
merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman untuk
mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai
sehingga membentuk citra tentang merek atau brand
image didalam benak konsumen. Secara sederhana, pengertian brand image adalah sekumpulan asosiasi
merek yang terbentuk dibenak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek
tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image atau hal ini disebut juga dengan kepribadian merek (brand personality).
Berikut ini adalah beberapa
contoh di mana tercipta brand association
:
1. “Merek ini dibuat oleh perusahaan yang saya percaya.”
Sebagai gambaran, jika orang mendengar tentang sebuah merek, misalnya Sabun
Kecantikan Lux, maka mereka akan langsung mengasosiasikannya dengan Unilever
atau ketika mereka mendengar So Klin, mereka akan ingat tentang Wings. Syarat
agar produsen dapat diingat adalah produsen tersebut harus sering diiklankan
dan harus membuat konsumen percaya akan produk yang dibuatnya.
2. “Saya kagum pada Perusahaan merek X.” Di sini
konsumen menyebutkan asosiasinya sebagai akibat dari kekagumannya pada merek
tersebut atau program dari merek tersebut.
3. “Saya akan bangga menjalin bisnis dengan
perusahan merek X,” atau Saya bangga menggunakan perusahaan merek X.” Misalnya
konsumen bangga, jika mengunakan produk Mercedes Benz atau BMW.
Citra merek merupakan persepsi
pelanggan terhadap sebuah merek yang mencerminkan pada serangkaian asosiasi
yang dikaitkan oleh pelanggan bersangkutan dengan nama merek tertentu dalam
memorinya. Dalam artikelnya yang dipublikasikan di journal of consumer marketing yang dikemukakan oleh del Rio,
Vazquez, dan Iglesias (2001) menganalisis asosiasi merek berdasarkan fungsi dan manfaat yang diasosiasikan konsumen dengan
merek tertentu. Ketiga pakar pemasaran ini mengukur fungsi dan manfaat merek
asosiasi (brand association) melalui
enam dimensi utama dalam buku Marketing
Scales, Tjiptono, dkk
(2004:239-242), yaitu:
1. Jaminan
Janji yang merupakan kewajiban
produsen atas produknya kepada konsumen, dimana para konsumen akan diberikan
ganti rugi bila ternyata produk tidak bisa berfungsi sebagaimana yang
diharapkan.
2
Identifikasi Pribadi
Merupakan semua pengetahuan yang
dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang objek,
atribut dan manfaat dari produk tersebut.
3. Identifikasi Sosial
Tingkah laku konsumen yang dipengaruhi
karena faktor-faktor seperti keluarga, kelompok kecil, serta peran dan status
sosial konsumen.
4. Status
Setiap produk yang membawa status
yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat, maka sering kali
konsumen memilih produk yang menunjukkan statusnya dalam masyarakat.
5. Kesediaan Menerima Perluasan Merek
Masyarakat menerima produk baru
yang ditawarkan oleh perusahaan dengan menggunakan merek lama yang terdapat
pada merek induknya.
6. Kesediaan untuk Merekomendasikan
Merek
Masyarakat bersedia menunjukkan
merek produk, yang dikonsumsinya ke orang lain.
Brand association tidak relevan untuk semua merek, dan pengukuran yang tidak
relevan dapat menyebabkan interprestasi yang salah. Pengukuran brand association juga kurang peka
karena mengubah citra perusahaan adalah sulit.
Unsur-unsur brand association adalah:
1. Orientasi pada
Masyarakat/Komunitas (Society/Community
Orientation)
Organisasi yang baik dapat
dibuktikan melalui banyak hal seperti peka terhadap lingkungan, mensposori
kegiatan amal, memperlakukan pekerja/karyawan dengan layak. Brand Association sangat diperlukan
dalam mengembangkan asosiasi yang berorientasi pada komunitas/masyarakat, tentu
saja mempertinggi loyalitas konsumen.
Walaupun sangat sulit untuk menyatakan besarnya loyalitas itu. Progam peduli lingkungan adalah cara lain untuk
menjadi perusahaan yang baik, seperti pengguna kemasan atau komposisi yang
dapat didaur ulang sehingga ramah lingkungan, kesan bahwa perusahaan peduli
terhadap lingkungan akan lebih sulit untuk ditiru, hal itu lebih dapat dilihat
dan dipercaya.
2. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Persepsi kualitas hampir selalu
manjadi pertimbangan pada setiap pilihan konsumen. Kualitas dapat
dikomunikasikan secara langsung dengan demonstrasi atau argumen bahwa sebuah
atribut produk lebih unggul dibandingkan yang dimiliki pesaing. Banyak
perusahaan berkomitmen pada kualitas atau ingin menjadi “yang terbaik”. Brand Association menjadi sarana yang
baik umtuk mengkomunikasikan kualitas yang dapat dipercaya an selanjutnya
membantu mengembangkan loyalitas.
3. Inovasi
Inovasi boleh jadi adalah
asosiasi merek kunci bagi perusahaan Jepang. Inovasi juga merupakan hal penting
bagi perusahaan barat, terutama persaingan di dalam kelas produk dimana
teknologi dan inovasi menjadi penting bagi konsumen, seperti Oral B
dikategorikan sikat gigi atau Intel dikategorikan sebagai mikroprosesor.
Inovasi juga dapat menjadi saran untuk membuat merek produk tampil lebih modern
dan up to date.
4. Perhatian pada Pelanggan (Concern for customers)
Banyak perusahaan selalu
menempatkan konsumen pada tempat pertama sebagai nilai inti. Beberapa merek
perusahaan melihat konsep “persahabatan” sebagai elemen identitas merek
perusahaan. Hal ini mengimplikasikan bahwa merek tersebut akan memberikan yang
diinginkan oleh konsumen, seperti kejujuran, perhatian, dapat dipercaya, dan
rasa hormat.
5. Keberadaan dan Keberhasilan
Berbisnis dengan perusahaan yang
mempunyai sumber daya yang mendukung produk dan sejarah panjang dalam berbisnis
dapat memberikan rasa aman. Sukses, yang diindikasikan dengan penjualan dan
atau pertumbuhan penjualan, juga menciptakan rasa percaya diri bagi konsumen
yang telah memilih merek tersebut.
6. Lokal vs Global
a. Menjadi Lokal
Satu pilihan strategi
diferensiasi adalah membuat satu merek dipersepsikan sebagai merek lokal dari
perusahaan lokal. Menjadi lokal terutama efektif bila program pemasaran pesaing
global tidak peka atau tidak sejalan (atau bahkan bertentangan) dengan selera
lokal. Usaha yang serius untuk berlaku lokal juga dapat menghasilkan pengertian
yang lebih baik mengenai kebutuhan dan kebiasan lokal.
b. Menjadi global
Pilihan identitas lain adalah
menjadi global. Sebuah merek global memberikan sinyal umur panjang, sumber daya
untuk investasi merek, dan komitmen terhadap masa depan merek. Sebuah
perusahaan global akan dianggap lebih maju secara teknologi, yaitu mampu
berinvestasi di R&D dan mendatangkan kemajuan di negara di mana merek
berkompetisi. Sebuah merek global juga mempunyai prestise karena ia mampu
berkompetisi secara sukses dalam pasar yang berbeda.
Selanjutnya
apabila para konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda
dari merek pesaing, citra merek tersebut akan melekat secara terus menerus
sehingga dapat membentuk kesetian terhadap merek tertentu, yang disebut dengan
loyalitas merek (brand loyalty).
Asosiasi
merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan pelanggan, karena dia
dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu
dari lain.
Terdapat lima keuntungan asosiasi
merek, yaitu:
1. Dapat membantu penyusunan
informasi. Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek, dapat membantu
mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah
dikenal oleh pelanggan.
2. Perbedaan merupakan suatu
asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan.
Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran yang sangat penting dalam
maembedakan satu merek dari merek yang lain.
3. Alasan untuk membeli, pada
umumnya asosiasi merek sangat membantu para konsumen dalam mengambil keputusan
untuk membeli produk tersebut atau tidak .
4. Penciptaan sikap atau perasaan
positif, asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada gilirannya
akan berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan.
5. Landasan untuk perluasan,
asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu
dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru.
2.5
Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen dalam sebuah
pamasaran mempunyai peranan yang sangat penting. Para ahli memiliki beberapa
pandangan mengenai definisi ini antara lain: Engel et al. (1995) dikutip oleh
Simamora (2004:1) mendefinisikan perilaku konsumen, yaitu:
Perilaku
konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan,
mengkonsumsi, dan menghasilkan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Menurut Peter (2003:6) definisi
perilaku konsumen adalah:
Consumer behavior
is the dynamic interaction of affect and cognition behavior, and the
environment by which human beings conduct the exchange aspects of their lives.
American marketing association (AMA) seperti dikutip oleh Peter
et al (2000:6) mendefinisikan perilaku konsumen (consumer behavior) sebagai “interaksi dinamis antara pengaruh dan
kongisi, perilaku, dan kejadiaan di sekitar kita di mana manusia melakukan
aspek pertukaran dalam hidup mereka”. Dari definisi yang diuraikan dapat
ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Perilaku konsumen menyoroti
perilaku individu dan rumah tangga.
2. Perilaku konsumen menyangkut
suatu proses keputusan sebelum pembeli serta tindakan memperoleh, memakai,
mengkonsumsi, dan menghasilkan produk.
3. Mengetaui perilaku konsumen
meliputi perilaku yang dapat diamati seperti jumlsh ysng dibelanjakan, kapan,
dengan siapa, oleh siapa, dan bagaimana barang yang sudah beli dikonsumsi, juga
termasuk variabel-variabel yang tidak diamati seperti nilai-nilai yang dimiliki
konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana mereka mengevaluasi
alternatif, dan apa yang mereka rasakan tentang kepemilikan dan penggunaan
produk yang bermacam-macam.
Dengan kata lain perilaku
konsumen yang akan dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan dan perasaan yang
timbul dari pengalaman orang tersebut dan kegiatan mereka dalam proses mengkonsumsi.
Paling tidak terdapat tiga ide
penting dalam definisi di atas yang dapat kita ketahui, yaitu:
1. Perilaku adalah Dinamis
Pertama definisi di atas
menekankan bahwa perilaku konsumen itu dinamis ini berarti seorang konsumen
atau kelompok konsumen, serta masyarakat luar selalu berubah dan bergerak
sepanjang waktu. Hal ini memiliki implikasi terhadap study perilaku konsumen, demikian pula pada pengembangan strategi
perusahaan. Dalam hal study perilaku
konsumen salah satu implikasinya adalh bahwa generalisasi perilaku konsumen
biasanya terbatas untuk jangka waktu tertentu, produk, dan individu atau
kelompok tertentu. Dengan semakin dinamisnya perilaku konsumen akan sangat
tergantung pada kegiatan atau proses perilaku tersebut.
2. Perilaku Konsumen Melibatkan
Interaksi
Hal kedua yang diterapkan dalam
definisi konsumen adalh keterlibatan interaksi antara pengaruh dan kognisi,
perilaku dan kegiatan di sekitar ini yang berartii bahwa untuk memahami apa
yang mereka pikirkan(kognisi) dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka
lakukan (perilaku), dan apa yang dipirkan, dirasa, dan dilakukan konsumen.
3. Perilaku Konsumen Melibatkan
Peraturan
Hal terakhir ditekankan dalam
perilaku konsumen adalah pertukaran diantara individu. Hal ini membuat definisi
perilaku konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini
juga menekankan pertukaran.
Dari pendapat-pendapat diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang
dilakukan perorangan untuk dapat menggunakan dan mengevaluasi suatu barang dan
jasa. Pada dasarnya konsumen menjadi pelaku sendiri di dalam ruang lingkup
pasar. Hal ini dapat kita lihat bahwa kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan
para konsumen itulah yang selalu ingin diketahui oleh perusahaan, perilaku konsumen
juga merupaka suatu proses. Hal ini kita lihat bahwa setiap manusia atau
perusahaan yang memberi atau menerima sesuatu yang bernilai merupakan suatu
bagian dari proses marketing,
perilaku konsumen juga dapat mempengaruhi banyak pelaku pasar yang berbeda-beda.
2.6
Kerangka Pemikiran
Menurut Kotler (2000:198)
definisi dari persepsi adalah “proses yang digunakan seorang individu untuk
memilih, mengorganisasikan, dan menginterprstasi masukan-masukan informasi guna
menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti”. Persepsi tidak hanya tergantung
pada rangsangan fisik, tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan
lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.
Dalam kondisi pasar yang
kompetitif, preferensi, dan loyalitas pelanggan adalah kunci sukses.
Terlebih pada kondisi sekanrang, pemasaran merupakan pertempuran persepsi
konsumen dan tidak lagi sekedar pertempuran produk. Beberapa produk dengan
kualitas, model, karakteristik tambahan (features),
serta kualitas yang relatif sama dapat memiliki kinerja yang berbeda di pasar
karena perbedaan persepsi dalam benak konsumen.
Pembentukan persepsi dapat
dilakukan melalui jalur merek. Pada uraian ini, suatu produk dengan ekuitas
merek yang kuat akan berkesempatan membentuk landasan merek yang kuat dan mampu
mengembangkan keberadaan merek dalam persaingan apa pun dalam waktu yang lama.
Citra merek merupakan persepsi
pelanggan terhadap sebuah merek yang mencerminkan pada serangkaian asosiasi
yang dikaitkan oleh pelanggan bersangkutan dengan nama merek tertentu dalam
memorinya. Dalam artikelnya yang dipublikasikan di journal of consumer marketing yang dikemukakan oleh del Rio,
Vazquez, dan Iglesias (2001) menganalisis asosiasi merek berdasarkan fungsi dan manfaat yang diasosiasikan konsumen dengan
merek tertentu. Ketiga pakar pemasaran ini mengukur fungsi dan manfaat merek
asosiasi (brand association) melalui
enam dimensi utama dalam buku Marketing
Scales, Tjiptono, dkk
(2004:239-242), yaitu:
1. Jaminan
Janji yang merupakan kewajiban
produsen atas produknya kepada konsumen, dimana para konsumen akan diberikan
ganti rugi bila ternyata produk tidak bisa berfungsi sebagaimana yang
diharapkan.
2.
Identifikasi Pribadi
Merupakan semua pengetahuan yang
dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang objek,
atribut dan manfaat dari produk tersebut.
3. Identifikasi Sosial
Tingkah laku konsumen yang
dipengaruhi karena faktor-faktor seperti keluarga, kelompok kecil, serta peran
dan status sosial konsumen.
4. Status
Setiap produk yang membawa status
yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat, maka sering kali
konsumen memilih produk yang menunjukkan statusnya dalam masyarakat.
5. Kesediaan Menerima Perluasan Merek
Masyarakat menerima produk baru
yang ditawarkan oleh perusahaan dengan menggunakan merek lama yang terdapat
pada merek induknya.
7. Kesediaan untuk Merekomendasikan
Merek
Masyarakat bersedia menunjukkan
merek produk, yang dikonsumsinya ke orang lain.
0 Komentar