Pengaruh Advertising terhadap pembentukan Brand Awareness serta dampaknya pada Keputusan Pembelian Produk Kecap ABC (Survey Pada Ibu-ibu PKK Pengguna Kecap ABC di Kelurahan Antapani Kecamatan Cicadas Kota Bandung
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Dewasa ini terdapat dua kekuatan besar
yang mendasari laju perubahan ekonomi dunia yaitu globalisasi dan kemajuan
teknologi. Kedua kekuatan ini telah menyebabkan persaingan diantara berbagai
perusahaan menjadi semakin ketat baik pada tingkat domestik maupun pada tingkat
internasional.
Era globalisasi telah menuntut adanya
perubahan paradigma lama dalam segala bidang, salah satunya adalah bidang
pemasaran. Semakin tingginya tingkat persaingan di bisnis lokal maupun global
dan kondisi ketidakpastian memaksa perusahaan untuk mencapai keunggulan
kompetitif (competitive advantage)
agar mampu memenangkan persaingan di bisnis global. Untuk mencapai hal itu
pemasar harus menerapkan konsep pemasaran modern yang berorientasi pasar atau
pelanggan karena mereka merupakan ujung tombak keberhasilan pemasaran.
Realitas tersebut pada tatanan
aktivitas bisnis telah merubah paradigma aspek pemasaran yang menjadi tolak
ukur saat ini tidak hanya 3 C (Corporates,
Competitors, Customers), tetapi terdapat satu aspek yang secara signifikan
harus diperhitungkan yaitu perubahan (Changes).
Dengan terjadinya perubahan maka strategi pemasaran tidak hanya berdasarkan
pada konsep pemasaran secara konvensional saja tetapi harus bersifat
fleksibilitas, serta visibilitas pada strategi pemasaran yang dilakukan pelaku
bisnis dengan mempertimbangkan setiap realitas yang terjadi, maupun fenomena
mendatang.
Seiring perkembangan tersebut
masyarakat dihadapkan pada berbagai pilihan dalam mengkonsumsi kebutuhannya
sehari-hari. Dengan perkembangan teknologi dan informasi, perkembangan industri
semakin tinggi dan kompleks. Salah satu industri yang mengalami perkembangan
cukup pesat adalah jenis industri makanan dan minuman.
Seiring
dengan munculnya pesaing-pesaing baru, persaingan diantara industri makanan dan
minuman menjadi sangat ketat. Ketatnya persaingan tersebut terlihat dalam Tabel
1.1 berikut ini:
TABEL 1.1
RATA-RATA INDEKS LOYALITAS KONSUMEN
INDONESIA
JENIS INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN
Industri
|
Rata-rata Tahun 2005
|
Rata-rata Tahun 2006
|
Minyak Goreng
|
70,1%
|
85,5 %
|
Kopi Bubuk
|
71,9%
|
73,4 %
|
Mie Instant
|
68,9%
|
72,9 %
|
Rokok Mild
|
74,1%
|
71,5 %
|
Saus Sambal
|
72,8%
|
69,1 %
|
Kecap
|
75,2%
|
69,0 %
|
Minuman Energi Cair
|
-
|
66,2 %
|
Rokok Kretek
|
75,7%
|
65,9 %
|
Minuman Tidak Bersoda
|
71,6%
|
62,9 %
|
Sumber: Majalah SWA 06/XXII/23 Maret – 5 April 2006
Secara keseluruhan, hasil indeks
loyalitas pelanggan kategori industri makanan dan minuman menurun. Loyalitas
industri makanan dan minuman tahun 2005 sebesar 72,8% lalu pada tahun 2006
turun menjadi 69,5%. Hasil tersebut diakibatkan loyalitas di dalam jenis
industri makanan dan minuman sendiri mengalami penurunan, salah satunya adalah
industri makanan dan minuman kategori kecap. Tahun lalu rata-rata loyalitas
pelanggan industri makanan dan minuman kategori kecap sebesar 75,2%, sekarang
turun menjadi 69,9%.
Gejala penurunan loyalitas pada
industri makanan dan minuman kategori kecap tersebut diakibatkan perubahan
situasi dan kondisi ekonomi yang berpengaruh pada harga jual. Konsumen menjadi
selektif dalam menentukan keputusan pembelian merek kecap yang dipilihnya. Persaingan
merek-merek kecap tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1.2 berikut ini:
TABEL 1.2
INDEKS LOYALITAS KONSUMEN INDONESIA
KATEGORI:
KECAP
Tahun 2005
|
Tahun 2006
|
|||||||||
No
|
MEREK
|
LOYALTY
BEHAVIO-UR INDEX
|
REFER-
RAL INDEX
|
CUS-
TOMER SATISFA-CTION
|
LOYALTY INDEX
|
MEREK
|
LOYALTY
BEHAVIO-UR INDEX
|
REFER-
RAL INDEX
|
CUS-
TOMER SATISFA-CTION
|
LOYALTY INDEX
|
1
|
Indofood
|
74, 0
|
61, 1
|
78, 7
|
78, 4
|
Bango
|
86, 8
|
52, 5
|
91, 4
|
76, 9
|
2
|
Cap
Bango
|
75, 9
|
60, 2
|
78, 6
|
78, 0
|
Indofood
|
84, 9
|
58, 5
|
87, 8
|
71, 7
|
3
|
ABC
|
72, 2
|
61, 5
|
76, 5
|
76, 3
|
ABC
|
79, 9
|
41, 5
|
84, 8
|
66, 0
|
Rata-rata
|
72, 9
|
59, 1
|
75, 9
|
75, 2
|
Rata-rata
|
81, 3
|
43, 9
|
86, 4
|
69, 0
|
Sumber: Majalah SWA
06/XXII/23 Maret – 5 April 2006
Pada
Tabel 1.2 Kecap ABC menempati urutan ketiga di bawah kecap Cap Bango dan
Indofood. Hal ini mengindikasikan bahwa kecap ABC memiliki loyalitas pelanggan
yang rendah bila dibandingkan kedua pesaingnya, yakni Cap Bango dan Indofood. Di
samping itu, kecap ABC mengalami penurunan loyalitas pelanggan dibanding tahun
sebelumnya, jika pada tahun 2005 loyalitas pelanggan kecap ABC sebesar 75,2%,
sekarang turun menjadi 69,9%. Turunnya
loyalitas pelanggan kecap ABC mengindikasikan bahwa pembelian konsumen kecap
ABC pun mengalami penurunan.
Penurunan pembelian kecap ABC secara
umum dapat digambarkan melalui market
share (pangsa pasar) kecap ABC pada tabel 1.3 berikut ini:
TABEL 1.3
MARKET SHARE KECAP ABC
Tahun
|
Market Share
|
2003
|
64,4 %
|
2004
|
54,7 %
|
2005
|
54,2 %
|
2006
|
52,8 %
|
Sumber:
Majalah SWA 06/XXII/23 Maret – 5 April
2006
Menurut
tabel 1.3 di atas dalam kurun waktu selama 4 tahun market share kecap ABC terus menerus mengalami penurunan, pada
tahun 2003 market share kecap ABC
sebesar 64,4%, lalu pada tahun 2004 turun menjadi 54,7%, kemudian pada tahun
2005 turun menjadi 54,2%, dan sekarang pada tahun 2006 market share kecap ABC turun lagi menjadi 52,8%. Penurunan market share tersebut menggambarkan
turunnya penjualan kecap ABC atau turunnya keputusan pembelian kecap ABC pada
konsumen.
Gambaran
mengenai rendahnya pembelian kecap ABC bukan hanya secara nasional, namun juga
terjadi pada tingkat Kelurahan di kota Bandung. Salah satunya adalah Kelurahan
Antapani yang memiliki karakteristik konsumen kecap yang beraneka ragam.
Konsumen kecap di Keluarahan Antapani sangat dipengaruhi oleh informasi yang
didapat melalui berbagai media.
Pada umumnya
ibu-ibu rumah tangga mempunyai peran besar dalam memutuskan kecap yang akan
dipilih dalam satu keluarga. Oleh karena itu, untuk mengetahui gambaran
konsumen kecap yang ada di Kelurahan Antapani, peneliti melakukan survei pendahuluan
yang dilakukan secara langsung melalui 30 ibu-ibu PKK di Kelurahan Antapani
secara acak, sehingga diperoleh data sebagai berikut:

Sumber:
Survei Pendahuluan terhadap 30 responden, Maret 2006
GAMBAR 1.1
KONSUMEN PEMBELI KECAP DI KELURAHAN ANTAPANI
Konsumen
pembeli kecap di Kelurahan Antapani yang ditunjukkan melalui Gambar 1.1 di atas
menyatakan bahwa konsumen pembeli atau pengguna kecap ABC hanya 37%, sisanya
sebanyak 63% merupakan konsumen pembeli atau pengguna kecap merek lain. Hal
tersebut menggambarkan bahwa penurunan penjualan kecap ABC bukan hanya secara
nasional namun juga pada tingkat kelurahan di kota Bandung, khususnya Kelurahan
Antapani.
Selain
penurunan penjualan, dalam peringkat kinerja merek, kecap ABC juga mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya. Kinerja merek merupakan salah satu tolok ukur
yang menggambarkan ekuitas merek tersebut dibanding dengan merek pesaing.
Indikator dari kinerja merek dapat dilihat melalui Brand Value (BV) produk tersebut. Adapun Brand Value (BV) kecap ABC dapat dilihat pada tabel 1.4 berikut:
TABEL 1.4
PERINGKAT KINERJA MEREK
KECAP ABC
|
|
Tahun
|
Brand Value
|
2003
|
370,9
|
2004
|
428,6
|
2005
|
216,6
|
Sumber : Majalah SWA
15/XXI/21 Juli – 3 Agustus 2005
Merek memiliki arti yang
sangat penting bagi perusahaan. Merek terkenal dipercaya dapat menghasilkan
lebih banyak uang bagi perusahaannya. Merek yang kuat adalah jalan untuk
mempertahankan penjualan di atas rata-rata. Brand
value (BV) Kecap ABC walaupun sempat mengalami kenaikan dari tahun 2002
hingga tahun 2003 namun menurun drastis dari tahun 2003 hingga tahun 2004. Selain itu dari sisi awareness, kecap ABC menunjukan kecenderungan menurun dari tahun ke
tahun. Seperti terlihat dalam Tabel 1.4 berikut ini:
TABEL
1.5
BRAND AWARENESS (top of
mind/TOM Ad)
KECAP ABC
|
|
Tahun
|
TOM Ad
|
2002
|
69, 2 %
|
2003
|
63, 2 %
|
2004
|
62, 5 %
|
2005
|
58, 7 %
|
Sumber: www.swa.co.id (12 Mei 2006)
Top OF Mind Awareness adalah tingkatan
tertinggi dalam piramida brand awareness yang
menggambarkan sampai sejauh mana tingkat ingatan konsumen terhadap merek suatu
produk. Tabel 1.5 di atas menggambarkan bahwa awareness (Top Of Mind/TOM Ad)
kecap ABC terus menurun dari tahun ke tahun. Hal ini sangat berbahaya apabila
kecap ABC tidak segera mengantisipasinya. Menanggapi
persaingan ketat diantara produsen kecap, diduga PT Heinz ABC Indonesia selaku
produsen kecap ABC, menata ulang kegiatan promosinya dalam upaya meningkatkan brand awareness dan penjualan.
Salah satu
kegiatan yang dilakukan Kecap ABC dalam promosi adalah advertising. Untuk mengkomunikasikan diferensiasi produk baru dari
kecap ABC dibutuhkan promosi berupa advertising
di berbagai media. Karena bila kecap ABC melakukan diferensiasi produk baru
namun tidak dapat mengkomunikasikan dengan baik kepada konsumen, maka produk
baru tersebut akan sulit untuk dijual. Oleh
karena itu dibutuhkan promosi berupa advertising
untuk membantu memperkenalkan produk baru kecap ABC kepada konsumen. Usaha
kecap ABC untuk meningkatkan brand
awareness dan penjualan produknya melalui promosi berupa advertising dapat dilihat dalam Tabel 1.5 berikut ini:
TABEL 1.5
ANGGARAN ADVERTISING PT.HEINZ ABC INDONESIA
Periode
|
Anggaran
|
Januari-Juni 2004
|
Rp.40,4 Miliar
|
Januari-Juni 2005
|
Rp.13,9 Miliar
|
Januari-Juni 2006
|
Rp.20,8 Miliar
|
Sumber:
Nielsen Media Research, 2006
Penurunan anggaran advertising kecap ABC dari Rp.40,4
Milyar pada tahun 2004 menjadi Rp.13,9 Milyar pada tahun 2005 dapat pula
dijadikan sebab yang mengakibatkan turunnya brand
awareness dan penjualan kecap ABC. Oleh karena itu dari data yang diberikan
oleh Nielsen Media Research: selama
Januari-Juni 2006, PT.Heinz ABC meningkatkan anggaran untuk advertising menjadi sekitar 20,8 Miliar.
Peningkatan anggaran advertising
kecap ABC untuk mengkomunikasikan produknya merupakan upaya yang dilakukan
kecap ABC untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi kecap ABC khususnya dalam
upaya meningkatkan brand awareness
dan penjualan produk kecap ABC yang mengalami penurunan dalam beberapa tahun
terakhir.
Bertitik tolak
dari uraian-uraian tersebut maka peneliti merasa perlu untuk melakukan
penelitian dengan judul: “Pengaruh Advertising Terhadap Pembentukan Brand Awareness Serta Dampaknya Pada
Keputusan Pembelian Produk Kecap ABC (Survey Pada Ibu-ibu PKK Pengguna Kecap ABC di
Kelurahan Antapani Kecamatan Cicadas Kota Bandung)”.
1.2 Identifikasi
dan Perumusan Masalah
1.2.1
Identifikasi Masalah
Dari latar belakang penelitian di
atas, maka penulis mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi oleh PT.Heinz
ABC Indonesia adalah rendahnya keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen
kecap untuk membeli kecap ABC. Ada beberapa hal yang mempengaruhi keputusan
pembelian kecap ABC, salah satunya adalah brand
awareness. Turunnya brand awareness kecap
ABC, merupakan salah satu penyebab
konsumen memutuskan untuk tidak membeli kecap ABC.
Salah satu hal yang membuat brand awareness kecap ABC menjadi turun
adalah akibat kurang maksimalnya kecap ABC dalam melakukan kegiatan promosi
terutama advertising. Oleh sebab itu,
untuk meningkatkan brand awareness dan
mempengaruhi konsumen dalam memutuskan untuk membeli kecap ABC, diduga advertising adalah strategi promosi yang
digunakan kecap ABC untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
1.2.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan
di atas maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut :
- Bagaimana tanggapan konsumen terhadap advertising kecap ABC.
- Bagaimana tanggapan konsumen terhadap brand awareness kecap ABC.
- Bagaimana tanggapan konsumen terhadap keputusan pembelian kecap ABC.
- Seberapa besar pengaruh advertising terhadap pembentukan brand awareness kecap ABC.
- Seberapa besar pengaruh advertising terhadap brand awareness kecap ABC.
- Seberapa besar pengaruh advertising terhadap keputusan pembelian kecap ABC.
1.3 Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tanggapan konsumen terhadap advertising kecap ABC.
2. Mengetahui tanggapan konsumen terhadap brand awareness kecap ABC.
3. Mengetahui tanggapan konsumen terhadap keputusan
pembelian kecap ABC.
4. Mengetahui seberapa besar pengaruh advertising terhadap pembentukan brand awareness kecap ABC.
5. Mengetahui seberapa besar pengaruh advertising terhadap brand awareness
kecap ABC.
6. Mengetahui seberapa besar pengaruh advertising terhadap keputusan pembelian
kecap ABC.
1.3.2
Kegunaan Penelitian
- Kegunaan Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memperluas salah satu kajian ilmu pemasaran yakni promosi, khususnya adverising yang meliputi televisi,
radio, dan majalah dalam kaitannya dengan brand
awareness serta dampaknya terhadap keputusan pembelian produk.
- Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi PT.Heinz ABC Indonesia dalam menggunakan advertising sebagai upaya untuk
meningkatkan brand awareness serta
keputusan pembelian konsumen dalam membeli kecap ABC.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian
Pustaka
2.1.1
Promosi
Definisi pemasaran menurut Kotler
(2005:10) adalah:
proses sosial yang dengan proses itu individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,
menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai
dengan pihak lain.
Tugas pemasar adalah menyusun program atau rencana
pemasaran untuk mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan. Program pemasaran
terdiri dari sejumlah keputusan tentang bauran alat-alat pemasaran yang
digunakan. Kotler (2005:17) mendefinisikan bauran pemasaran (marketing mix)
sebagai berikut:
Seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus
mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran, alat-alat itu diklasifikasikan
menadi empat kelompok yang luas yang terdiri dari empat P pemasaran: produk (product),
harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).
Keputusan bauran pemasaran harus
diambil untuk mempengaruhi saluran perdagangan dan dan juga konsumen akhir.
Perusahaan harus mempersiapkan bauran tawaran yang terdiri dari produk, servis,
harga, dan memanfaatkan bauran promosi.

![]() |
|||
|
Sumber: Philip Kotler (2005:18)
GAMBAR 2.1
EMPAT KOMPONEN P DALAM BAURAN PEMASARAN
Variabel
pemasaran tertentu dari masing-masing P ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Keputusan
bauran pemasaran harus diambil untuk mempengaruhi saluran perdagangan dan juga
konsumen.
Buchari Alma (2004:135) mendefinisikan
promosi adalah sejenis komunikasi yang memberi penjelasan yang meyakinkan calon
konsumen tentang barang dan jasa.
Tujuan
promosi ialah memperoleh perhatian, mendidik, mengingatkan, dan meyakinkan
calon konsumen. Pemasaran modern memerlukan lebih dari sekedar mengembangkan
produk yang baik, menawarkannya dengan harga menarik, dan membuatnya mudah
dijangkau. Perusahaan juga harus berkomunikasi dengan para stakeholder yang ada sekarang dan yang potensial, serta masyarakat
umum. Setiap perusahaan tidak dapat menghindari perannya sebagai komunikator
dan promotor. Bagi sebagian besar perusahaan, pertanyaannya bukan apakah akan
melakukan komunikasi tersebut atau tidak, tetapi lebih pada apa yang akan
dikomunikasikan, kepada siapa, dan seberapa sering.
Bauran
komunikasi pemasaran menurut Kotler (2005:600) terdiri atas lima cara
komunikasi utama:
1. Advertising: semua bentuk presentasi dan promosi non-personal
yang memerlukan biaya tentang gagasan, barang atau jasa oleh sponsor yang
jelas.
2. Personal
Selling: presentasi personal oleh
tenaga penjualan sebuah perusahaan dengan tujuan menghasilkan transaksi
penjualan dan membangun hunungan dengan pelanggan.
3. Sales
promotion: insentif-insentif
jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa.
4. Public
Relations: membangun hubungan
baik dengan berbagai publik perusahaan dengan sejumlah cara supaya memperoleh
publisitas yang menguntungkan, membangun citra perusahaan yang bagus, dan
menangani atau meluruskan rumor, cerita, serta event yang tidak menguntungkan.
5. Direct
Marketing: hubungan-hubungan
langsung dengan masing-masing pelanggan yang dibidik secara seksama dengan
tujuan baik untuk memperoleh tanggapan segera maupun untuk membina hubungan
dengan pelanggan yang langgeng (penggunaan telepon, surat, fax, e-mail,
internet, dan perangkat-perangkat lain untuk berkomunikasi secara langsung
dengan konsumen tertentu).
Komunikasi pemasaran adalah aspek
penting dalam keseluruhan misi pemasaran serta penentu suksesnya pemasaran.
Dalam dekade terakhir ini, komponen komunikasi pemasaran dalam bauran pemasaran
menjadi semakin penting. Semua organisasi modern, baik perusahaan bisnis maupun
nirlaba, menggunakan berbagai bentuk komunikasi pemasaran untuk mempromosikan
apa yang mereka tawarkan dan mencapai tujuan finansial dan non finansial.
Bentuk utama dari komunikasi pemasaran meliputi; iklan, tenaga penjualan, papan
nama toko, display, di tempat
pembelian, kemasan produk, direct-mail, sampel
produk gratis, kupon, publisitas, dan alat-alat komunikasi lainnya.
Secara kesuluruhan,
aktivitas-aktivitas yang disebutkan di atas merupakan
komponen
promosi dalam bauran pemasaran (marketing
mix).
2.1.2
Advertising
Advertising merupakan
salah satu bentuk promosi yang paling banyak digunakan perusahaan dalam
mempromosikan produknya. Sebagaimana dikemukakan oleh Uyung Sulaksana (2003:90)
bahwa “ Advertising adalah semua
bentuk presentasi non personal yang mempromosikan gagasan, barang, atau jasa
yang dibiayai pihak sponsor tertentu”. Karena definisi yang cukup longgar
tersebut, sponsor advertising tidak
terbatas pada perusahaan, namun juga meliputi semua pihak yang menyebarkan
pesannya pada publik sasaran termasuk sekolah, organisasi amal, dan lembaga
pemerintah.
Sedangkan Djaslim Saladin
(2003:183) mengemukakan bahwa “Advertising
adalah semua bentuk penyajian non personal, promosi ide-ide, promosi barang
atau jasa yang dilakukan oleh sponsor yang dibayar”. Advertising adalah bentuk komunikasi tidak langsung, yang
didasarkan pada informasi tentang keunggulan dan keuntungan suatu produk, yang
disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan
mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian.
Kotler (2005:658) mendefinisikan “advertising adalah segala bentuk
penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara non-personal yang dilakukan
oleh perusahaan sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran”.
Adapun AMA (American Marketing Association) dalam
Fandy Tjiptono (2001:226) mendefinisikan advertising
adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan advertising. Dari
pengertian-pengertian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa advertising adalah semua bentuk
penyajian non personal, promosi,
ide-ide, promosi barang atau jasa yang merupakan keseluruhan proses yang
meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan advertising.
Biasanya advertising ini meliputi penggunaan media seperti surat
kabar, televisi, radio, majalah, internet, billboard,
dan lain-lain. Selanjutnya Kotler menambahkan bahwa dalam mengembangkan program
advertising, manajer pemasaran harus
selalu mulai dengan mengidentifikasi pasar sasaran dan motif membeli. Kemudian
mengambil lima keputusan utama dalam pembuatan program advertising ini, yang dikenal dengan lima M (5M), yaitu:
a. Mission (misi), apakah tujuan advertising?
b. Money (uang), berapa banyak yang dapat dibelanjakan?
c. Message (pesan), pesan apa yang harus disampaikan?
d. Media, media apa yang akan digunakan?
e.
Meassurement (pengukuran), bagaimana mengevaluasi hasilnya? (Kotler, 2005:658)
Langkah pertama yang harus dilewati
dalam program advertising adalah
menentukan tujuan dari iklan. Tujuan itu harus didasarkan pada
keputusan-keputusan di masa lalu tentang pasar sasaran, positioning, dan bauran pemasaran, yang mendefinisikan pekerjaan
yang harus dilakukan oleh advertising
dalam kerangka program pemasaran kesluruhan. Tabel 2.1 di bawah ini mendaftar
contoh tiap-tiap tujuan itu.
TABEL 2.1
DAFTAR TIAP-TIAP TUJUAN ADVERTISING


Sumber: Philip Kotler (2005:640)
Advertising adalah tugas
komunikasi tertentu yang harus dilakukan terhadap khalayak sasaran tertentu
selama periode waktu tertentu. Tujuan advertising
dapat dikelompokkan berdasarkan tujuan utamanya, apakah tujuannya adalah
menginformasikan, membujuk, atau mengingatkan.
TABEL 2.2
TUJUAN ADVERTISING YANG MUNGKIN
Menginformasikan
|
|
Menceritakan kepada pasar tentang produk baru
Menganjurkan kegunaan baru produk tertentu
Menginformasikan pasar tentang perubahan harga
Menjelaskan cara harga produk
|
Menggambarkan layanan yang tersedia
Mengoreksi kesan yang salah
Menggurangi ketakutan pembeli
Menciptakan citra perusahaan
|
Membujuk
|
|
Menciptakan preferensi merek
Mendorong pergantian ke merek anda
Mengubah persepsi pelanggan tentang atribut
produk
|
Membujuk pelanggan membeli sekarng
Membujuk pelanggan untuk menerima kunjungan
tenaga penjualan
|
Mengingatkan
|
|
Mengingatkan pelanggan bahwa produk itu mungkin
diperlukan dalam waktu dekat
Mengingatkan pelanggan dimana membeli produk
tersebut
|
Mempertahankan produk tersebut tetap ada di
benak konsumen selama bukan musimnya
Mempertahankan kesadaran produk tertinggi (top of mind) di benak konsumen
|
Sumber: Philip Kotler (2005:641)
Advertising informatif
digunakan khususnya ketika memperkenalkan kategori produk baru. Dalam kasus
itu, tujuannya adalah menciptakan permintaan primer. Advertising persuasif menjadi lebih penting jika persaingan
meningkat. Di sini, tujuan perusahaan adalah menciptakan permintaan selektif.
Kotler (2005:641) mengemukakan bahwa “advertising yang mengingatkan penting
bagi produk yang sudah dewasa, advertising
itu membuat konsumen terus menerus memikirkan produk tersebut”.
Langkah berikutnya adalah memutuskan
anggaran periklanan. Menurut Lingga (2002:160), sedikitnya ada lima faktor
spesifik yang harus dipertimbangkan dalam membuat anggaran periklanan, yaitu:
a.
Tahap dalam
siklus hidup produk. Produk baru umumnya mendapat anggaran iklan yang besar
dengan tujuan membangun kesadaran dan agar pelanggan bersedia mencoba produk
tersebut. Merek yang sudah mapan biasanya didukung anggaran periklanan yang
lebih rendah.
b.
Pangsa pasar
dan basis konsumen. Merek dengan pangsa pasar yang tinggi biasanya membutuhkan
lebih sedikit biaya iklan karena biaya tersebut hanya untuk mempertahankan
pangsanya.
c.
Persaingan
dan gangguan. Dalam pasar banyak pesaing dan pengeluaran iklan yang tinggi,
suatu merek harus diiklankan agar terdengar di tengah-tengah kegaduhan pasar.
Bahkan gangguan sederhana dari iklan yang tidak bersaing secara langsung dengan
merek tersebut memerlukan periklanan yagng berdampak lebih besar.
d.
Frekuensi
periklanan. Jumlah pengulangan yang diperlukan untuk menyampaikan pesan ke
konsumen juga sangat mempengaruhi anggaran periklanan.
e. Kemungkinan substitusi produk. Merek-merek dalam
suatu kelas komoditas (misalnya rokok) memerlukan iklan besar-besaran untuk
membangun citra yang berbeda. Periklanan juga penting jika suatu merek dapat
memberikan manfaat atau tampilan fisik yang unik.
Langkah ketiga yang harus dilakukan
adalah memilih atau menetapkan pesan periklanan. Keputusan memilih pesan iklan
yang digunakan biasanya dipengaruhi oleh beberapa hal, termasuk tema, teknik
atau cara, serta sasaran yang akan dituju. Tema iklan itu sendiri harus
singkat, jelas, mudah dipahami, dan tepat sasaran.
Dalam memilih pesan periklanan harus
melalui empat tahap agar strategi yang dikembangkan menjadi kreatif, yaitu:
a.
Pembentukan
pesan. Pada prinsipnya pesan produk, manfaat utama yang ditawarkan merek, harus
diputuskan sebagai bagian dari pengembangan konsep produk.
b.
Evaluasi dan
pemilihan pesan. Pengiklan perlu mengevaluasi pesan-pesan alternatif. Iklan yang
baik biasanya berfokus pada usulan penjualan inti.
c.
Pelaksanaan
pesan. Pengaruh pesan tidak hanya tergantung pada apa yang dikatakan tetapi
juga pada bagaimana mengatakannya. Beberapa iklan mengarah pada penentuan
posisi rasional dan yang lain penentuan posisi emosional.
d. Tanggung jawab sosial. Pada saat yang sama
pengiklan dan bironya harus memastikan bahwa iklan kreatif mereka tidak
melanggar norma-norma sosial dan hukum. (Lingga, 2002:161)
Selanjutnya adalah keputusan tentang
media apa yang akan digunakan. Pemilihan media ini merupakan masalah bagaimana
mencari cara yang efektif dan efisien dalam menyampaikan sejumlah pesan yang
benar-benar dikehendaki konsumen sebagai sasaran.
Ada beberapa langkah dalam menentukan
media, yaitu:
a.
Mengukur
jangkauan, frekuensi, dan dampak iklan. Kesadaran masyarakat semakin tinggi
jika jangkauan frekuensi dan dampak pembeberan iklan semakin tinggi. Oleh
karena itu, para perencana media penting mengetahui pertukaran antara
jangkauan, frekuensi, dan dampak iklan.
b.
Pemilihan media.
Jenis media iklan terdiri atas iklan lini atas (above the line) dan iklan lini bawah (below the line). Iklan lini atas dikuasai oleh lima media yang
berhak mengatur pengakuan dan pembayaran komisi kepada biro-biro iklan, yaitu
pers (koran dan majalah), radio, televisi, lembaga jasa iklanluar ruang, dan
sinema atau bioskop.
c.
Penetapan
waktu pemasangan media.
d. Penetapan lokasi pemasangan media. (Djaslim
Saladin, 2003:187)
Berikut disajikan profil jenis-jenis
media utama serta keunggulan dan keterbatasannya:
TABEL 2.3
PROFIL JENIS-JENIS MEDIA UTAMA
Media
|
Keunggulan
|
Keterbatasan
|
Surat Kabar
|
Fleksibiltas;
ketepatan waktu; liputan pasar lokal yang baik; penerimaan luas; dipercayai.
|
Jangka waktu
pendek; kualitas reproduksi buruk; “penerusan” audiens kecil.
|
Televisi
|
Menggabungkan
gambar, suara, dan gerak; merangsang indera perhatian tinggi; jangkauan
tinggi.
|
Biaya absolut;
pengelompokan tinggi; paparan tidak terlihat; pilihan audiens kurang.
|
Radio
|
Penggunaan masal;
pilihan geografis dan demografis tinggi; biaya rendah.
|
Hanya penyajian
audio; perhatian lebih rendah daripada televisi; struktur harga tidak
standar; paparan sia-sia.
|
Majalah
|
Pilihan geografis
dan demografis tinggi; kredibilitas dan gengsi; kualitas reproduksi tinggi;
jangka waktu panjang; penerusan pembacaan baik.
|
Tenggang waktu
pembelian iklan panjang; peredaran yang sia-sia; tidak ada jaminan posisi.
|
Luar Ruang/Billboard
|
Fleksibilitas;
pengulangan paparan tinggi; biaya rendah; persaingan rendah.
|
Tidak ada pilihan
audiens; kreativitas terbatas.
|
Internet
|
Selektivitas
tinggi, kemungkinan interaktif, biaya relatif rendah
|
Media yang
relatif baru dengan jumlah pengguna yang rendah di beberapa negara
|
Sumber: Philip Kotler (2005:670)
Langkah selanjutnya menghitung biaya (budget) advertising. Biaya ini tentu harus dirancang seefektif mungkin.
Setiap alat promosi memiliki efektivitas biaya yang berbeda pada setiap tahapan
kesiapan pembeli. Advertising akan
sangat membantu perusahaan dalam memperkenalkan produk terutama pada tahapan
kesadaran (awareness) pembeli.
Alat-alat promosi juga memiliki
efektivitas biaya yang berbeda-beda pada berbagai tahap daur hidup produk.
Kotler memberikan gambaran bahwa pada tahap perkenalan, advertising dan publisitas memiliki tingkat efektivitas biaya yang
tertinggi. Ini disebabkan karena perusahaan mencoba menyadarkan pelanggan akan
keberadaan produk.
![]() |
|||
![]() |
Sumber: Philip
Kotler (2005:647)
GAMBAR 2.2
EFEKTIVITAS
BIAYA BERBAGAI ALAT PROMOSI PADA BERBAGAI TAHAP KESIAPAN PEMBELI
Evaluasi keberhasilan iklan pun perlu
dilakukan karena sangat berpengaruh terhadap volume penjualan. Walaupun sulit
untuk dilakukan tetapi hasilnya dapat membantu keputusan advertisng yang cocok diterapkan untuk periode berikutnya. Menurut
Djaslim Saladin (2003:188), sedikitnya ada tiga alternatif untuk mengukur
pengaruh advertising terhadap volume penjualan, yaitu:
a.
Metode
penentuan peringkat langsung (direct
rating method), yaitu metode yang membeberkan beberapa iklan alternatif
kepada panel konsumen dan meminta mereka menentukan peringkat masing-masing
dari iklan ini. Metode ini dapat mengevaluasi kekuatan sebuah iklan atas
kemampuannya memperoleh perhatian, mudah tidaknya dibaca dan dipahami, serta
kemampuan menggugah perasaan dan perilaku.
b.
Pengujian
portfolio (portfolio test), yaitu
metode yang dapat melihat atau mendengarkan sejumlah iklan alternatif tanpa
batasan waktu dan kemudian mereka diminta mengingat-ingat kembali semua iklan
beserta isinya, dengan atau tanpa bantuan pewawancara.
c. Pengujian laboratorium (laboratory test), yaitu untuk mengukur reaksi fisiologi konsumen,
bagaimana perhatian konsumen terhadap iklan tersebut.
2.1.3
Ekuitas Merek
Salah satu asset tak berwujud adalah
ekuitas yang dimiliki merek. Bagi banyak perusahaan, merek dan segala yang
diwakilinya merupakan asset yang paling penting karena sebagai dasar keunggulan
kompetitif dan sumber penghasilan masa depan.
Apabila
pelanggan dihadapkan pada pilihan seperti nama merek, harga, serta berbagai
atribut produk lainnya, ia akan cenderung memilih nama merek terlebih dahulu
setelah itu baru memikirkan harga (Freddy Rangkuti, 2002:21).
Ekuitas
merek menurut David Aaker (1991:22) adalah seperangkat asset dan liabilitas
merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya yang menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan
atau pelanggan perusahaan.
Sedangkan menurut Kotler (2005:350)
merek yang kuat mempunyai ekuitas merek yang tinggi, dan ekuitas merek yang
tinggi memberikan perusahaan berbagai keuntungan bersaing. Ekuitas merek
menurut Darmadi Durianto (2004:4) adalah sebagai berikut:
Ekuitas merek (Brand
Equity) adalah seperangkat asset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan
suatu merek, nama dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan
perusahaan.
Menurut E.Knapp (2001:2) Ekuitas merek
adalah totalitas dari persepsi merek, mencakup kualitas relatif dari produk dan
jasa, kinerja keuangan, loyalitas pelanggan, karyawan, dan semua stakeholder yang merasakan tentang
merek.

EKUITAS MEREK
Memberikan Nilai kepada Para pelanggan Dengan
Mempertinggi
![]() |
Interpretasi pemrosesan
Konfindensi dalam Keputusan Pembelian
Kepuasan Pelanggan
Sumber: The Bran Minset, Duane E.Knapp
(2001:11)
GAMBAR 2.3
NILAI EKUITAS MEREK BAGI PELANGGAN
Konsumen
bersedia membayar lebih tinggi suatu produk karena melekat merek, yang
merupakan jaminan kualitas dan nilai tertentu yang diyakini terkandung di
dalamnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Barwise pada tahun 1993 (dalam
Rangkuti, 2002), disebutkan bahwa banyak pemasar menggunakan istilah ekuitas
merek (brand equity). Freddy Rangkuti
(2002:63) mengemukakan bahwa:
Perusahaan yang memiliki basis pelanggan yang
mempunyai loyalitas merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran
perusahaan, karena biaya untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah
dibandingkan mendapatkan pelanggan baru. Keuntungan kedua, loyalitas merek yang
tinggi dapat meningkatkan perdagangan.
Mengelola
ekuitas merek dalam persaingan yang kompetitif semakin strategis, tidak hanya
sekedar nama ataupun simbol, bahkan tidak sekedar pembeda produk. Ekuitas merek
dapat meningkatkan preferensi konsumen terhadap sebuah merek, membentuk
loyalitas pelanggan dan dapat menjadi keunggulan bersaing bagi perusahaan. Oleh
karena merek memiliki arti sebagai suatu identitas perusahaan, maka merek yang
baik adalah yang dapat dengan mudah membedakannya dengan pesaing. Untuk itu
banyak merek memanfaatkan karakteristik manusia dalam produknya agar memudahkan
konsumen mengingat merek, sehingga pada akhirnya konsumen pada satu tataran
kesetiaan yang tinggi terhadap merek tersebut.
![]() |
||||||
|
|
|||||

Sumber:
David A. Aaker (1997:25)
GAMBAR 2.4
EKUITAS MEREK
Sementara
itu, David Aaker (1996:319) mengatakan bahwa untuk mengukur ekuitas merek harus
dilihat melalui lima dimensi yaitu brand
awareness, measure perceived quality, brand association, loyalty measure,
dan market behaviour measure.
Menurut David Aaker dalam Darmadi
Durianto (2004:4) mengatakan bahwa untuk mengukur ekuitas merek harus dilihat
melalui lima dimensi yaitu:
1. Brand
Awareness
(Kesadaran Merek): kesanggupan calon pembeli untuk mengenali,
mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu.
Masyarakat cenderung membeli merek yang sudah terkenal karena mereka merasa
aman dengan sesuatu yang dikenal.
2. Perceived
Quality
(Kesan Kualitas): sebuah merek akan dikaitkan oleh sebuah
persepsi kualitas tanpa perlu mendasarkan pengetahuan yang mendetail mengenai
spesifikasi. Persepsi kualitas mungkin berwujud sesuatu yang berbeda untuk
masing-masing tipe industri.
3. Brand
Association (Asosiasi Merek): mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu
kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut
produk, geografis, harga, pesaing, selebritis dan lain-lain.
4.
Brand Loyalty (Loyalitas Merek): mencerminkan tingkat
keterikatan konsumen dengan suatu merek produk. Bagi perusahaan adalah mahal
untuk mendapatkan konsumen baru. Sebaliknya, relatif tidak mahal untuk
memelihara konsumen yang sudah ada, terutama jika para konsumen itu sudah puas
dan bahkan menyukai merek tersebut.
5. Other
Proprietary Brand Assets: Aset-aset merek yang lainnya seperti paten, cap,
saluran hubungan dan lain-lain.
Ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri
konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu
dalam menggunakan produk tertentu.
Apabila konsumen tidak tertarik kepada merek dan
membeli karena karakteristik produknya, harga dan kenyamanannya dengan sedikit
mempedulikan merek, maka kemungkinan ekuitas mereknya kecil. Sebaliknya apabila
para pelanggan melanjutkan membeli merek tersebut walaupun dihadapkan pada para
kompetitor yang menawarkan karakteristik yang lebih unggul dari segi harga dan
kepastiannya, berarti terdapat nilai besar dalam merek tersebut.
2.1.4
Brand
Awareness (Kesadaran Merek)
Brand awareness merupakan
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa
suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu (Aaker, 1996:90).
Terence
A.Shimp (2003:11) mengemukakan bahwa brand
awareness merupakan kemampuan sebuah merek untuk muncul dalam benak
konsumen ketika mereka sedang memikirkan kategori produk tertentu dan seberapa
mudahnya nama tersevut dimunculkan.
Brand awareness membutuhkan
jangkauan kontinum dari perasaan yang tak pasti bahwa merek tertentu dikenal,
menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas
produk bersangkutan. Peran dan kesadaran merek atas ekuitas merek bergantung
pada konteks dan pada tingkat mana brand
awareness itu dicapai.
Menurut
Rhenald Kasali (1999:378) awareness
adalah:
Pengetahuan yang dimiliki konsumen tentang
keberadaan produk. Biasanya dinyatakan dengan pernyataan-pernyataan seperti:
Saya pernah mendengar, Saya pernah melihatnya, Saya pernah mencobanya, Saya
tahu apa gunanya.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa brand awareness adalah sampai sejauh mana konsumen dapat mengenali
dan menyadari tentang keberadaan suatu merek yang merupakan bagian dari
kategori produk tertentu. Tingkatan brand
awareness secara berurutan dapat digambarkan sebagai suatu piramida seperti
di bawah ini.

Top
of Mind

Brand Recall
![]() |
Brand
Recognition
![]() |
Unware of Brand
Sumber: David A.Aaker
(1997:92)
GAMBAR 2.5
PIRAMIDA BRAND AWARENESS
Penjelasan mengenai piramida brand
awareness dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah:
1. Unware of
brand merupakan tingkat yang
paling rendah dalam piramida kesadaran merek di mana konsumen tidak menyadari
akan adanya suatu merek.
2. Brand
recognition merupakan tingkat
minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih
suatu merek pada saat melakukan pembelian. Pengakuan merek, didasarkan suatu
tes pengingatan kembali lewat bantuan. Pengenalan merek adalah tingkat minimal
dari kesadaran merek, hal ini penting khususnya ketika seorang pembeli memilih
suatu merek pada saat pembelian.
3. Pada tingkat berikutnya adalah pengingatan kembali
merek (brand recall). Pengingatan
kembali merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek
tersebut dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan
kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak
perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut.
4. Top of
Mind merupakan tingkat tertinggi
dari kesadaran merek. Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi
bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang
paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata
lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di
dalam benak konsumen. Posisi pengingatan kembali yang lebih kuat dari kesadaran
puncak pikiran adalah merek dominan, yaitu merek yang menempati posisi sebagai
satu-satunya merek yang diingat kembali oleh responden dengan prosentase
tinggi.
Peran
brand awareness adalah bagaimana brand awareness tersebut menciptakan
suatu nilai. Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya
mendapatkan identitas nama dan menghubungkannya dengan kategori produk. Menurut
Darmadi Durianto (2004:57) agar brand
awareness dapat dicapai dan diperbaiki dapat ditempuh dengan beberapa cara
sebagai berikut:
1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan
atau tampil beda dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungan antara
merek dengan kategori produknya.
2. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu konsumen untuk mengingat
merek.
3. Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang
dipakai dapat dihubungkan dengan mereknya.
4. Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek
semakin banyak diingat pelanggan.
5. Brand
awareness dapat diperkuat dengan
memakai suatu isyarat yang sesuai dengan kategori produk, merek, atau keduanya.
Melakukan
pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit
dibandingkan dengan membentuk pengenalan.
2.1.5
Keputusan Pembelian
Tujuan pemasaran adalah memenuhi dan
memuaskan kebutuhan serta keinginan pelanggan sasaran. Bidang ilmu perilaku
konsumen mempelajari cara individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli,
memakai, serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka
memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka.
Konsumen membuat
sejumlah keputusan pembelian setiap hari. Hampir seluruh perusahaan meneliti
pengambilan keputusan pembelian konsumen secara mendetail untuk memperoleh
jawaban apa yang konsumen beli, dimana mereka membelinya, bagaimana caranya dan
seberapa banyak, kapan dan mengapa mereka membelinya.

Sumber: Philip Kotler (2005:203)
GAMBAR
2.6
MODEL PERILAKU PEMBELI
Titik
awalnya adalah model perilaku pembelian yang berupa rangsangan-tanggapan yang
disajikan pada Gambar 2.6 Gambar ini menunjukkan bahwa pemasaran dan rangsangan
lain akan masuk ke dalam “kotak hitam” konsumen dan menghasilkan tanggapan
tertentu. Pemasar harus mencari tahu apakah yang ada dalam kotak hitam pembeli.
Pembelian
konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial, pribadi, dan
psikologis. Sebagian besar dari faktor-faktor itu tidak dapat dikendalikan oleh
pemasar, namun mereka harus mempertimbangkannya.
Menurut Kotler
(2005:203) faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1.
Faktor
budaya memiliki pengaruh yang terluas dan terdalam dalam perilaku konsumen.
Pemasar perlu memahami peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya, dan kelas
sosial pembeli. Budaya adalah serangkaian nilai, persepsi, keinginan, dan
perilaku dasar yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan instansi
penting lain. Subbudaya adalah kelompok orang yang memiliki sistem lai yng sama
berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang serupa. Kelas sosial adalah
pembagian kelompok masyarakat yang relatif permanan dan relatif teratur dimana
anggota-anggotanya memiliki nilai, minat, dan perilaku yang serupa.
2.
Perilaku
konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga,
peran sosial, dan status yang melingkupi konsumen tersebut. Kelompok adalah dua
atau lebih sekelompok orang yang berinteraksi untuk memenuhi tujuan individu
atau tujuan bersama. Keluarga merupakan organisasi pembelian di masyarakat
tempat konsumen berada yang paling penting, dan keluarga telah diteliti secara
luas. Peran terdiri ata sejumlah aktivitas yang diharapkan untuk dilakukan
menurut orang-orang di sekitarnya.
3.
Keputusan
seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakeristik pribadi seperti umur dan
tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan
konsep diri. Sepanjang hidupnya, orang akan mengubah barang dan jasa yang
dibelinya. Pekerjaan akan mempengaruhi barang dan jasa yang dibeli. Situasi
ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk. Gaya hidup adalah pola
hidup seseorang yang tergambarkan pada aktivities,
interest, dan opinions (AIO)
orang tersebut. Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang membedakan
seseorang yang menghasilkan tanggapan secara konsisten dan terus menerus
terhadap lingkungannya.
4.
Pilihan
pembelian dipengaruhi empat faktor psikologi utama: motivasi, persepsi,
pembelajaran, serta kepercayaan dan sikap. Motivasi adalah kebutuhan yang
mendorong seseorang secara kuat mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut.
Persepsi adalah menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan informasi guna
membentuk gambaran yang berarti tentang dunia. Pembelajaran adalah perubahan
perilaku seseorang karena pengalaman. Keyakinan adalah pemikiran dekriptif yang
dipertahankan seseorang mengenai sesuatu. Sikap adalah evaluasi, perasaan, dan
kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidak sukanya seseorang terhadap
objek atau ide.
Keputusan yang lebih rumit biasanya
melibatkan lebih banyak pelaku dan lebih banyak awareness (kesadaran) pembeli. Gambar 2.7 menunjukkan tipe perilaku
pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembelian dan tingkat
perbedaan diantara merek.

Perbedaan yang
sangat besar
di antara merek
Perbedaan yang
kecil di
antara
merek
Sumber: Philip Kotler (2005:221)
GAMBAR 2.7
EMPAT
JENIS PERILAKU PEMBELIAN
Menurut Kotler (2005:221) tipe
perilaku pembelian dapat dibedakan menjadi empat tipe, yaitu:
- Perilaku pembelian kompleks: perilaku pembelian konsumen dalam situasi yang bercirikan adanya keterlibatan konsumen yang sangat tinggi dalam membeli dan adanya persepsi yang signifikan mengenai perbedaan diantara merek.
- Perilaku pembelian pengurangan disonansi: perilaku pembelian dalam situasi dimana pembeli mempunyai keterlibatan yang tinggi tetapi melihat hanya sedikit perbedaan merek.
- Perilaku pembelian kebiasaan: suatu situasi dimana konsumen mempunyai keterlibatan rendah dan perbedaan yang tidak jauh diantara merek.
- Perilaku pembelian pencarian variasi: perilaku pembelian konsumen dalam situasi dimana konsumen mempunyai tingkat keterlibatan yang rendah tetapi mempersepsikan adanya perbedaan merek yang signifikan.
0 Komentar