6. TINJAUAN ATAS PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK BANDUNG TEGALLEGA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Negara Republik
Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap masyarakat. Oleh karena
itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan salah satu kewajiban
kenegaraan dalam rangka kegotong royongan nasional sebagai peran serta aktif
masyarakat dalam membiayai pembangunan.

Dalam
peningkatan dana dalam negeri, Pajak merupakan alternatif yang sangat
potensial. Masalah Perpajakan bukan hanya masalah pemerintah saja dan
pihak-pihak yang terkait didalamnya akan tetapi masyarakat juga sangat
mempunyai kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah Perpajakan di
Indonesia.
Saat ini di
Indonesia berlaku Undang-undang Perpajakan yang baru sebagai penyempurna
Undang-undang yang sebelumnya :
·
Undang-undang No. 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan di sempurnakan menjadi
Undang-undang No. 16 tahun 2000.
·
Pajak Penghasilan (PPh)
dipungut berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1994 tentang perubahan atas
Undang-undang No. 7 tahun 1983. Jo Undang-undang No. 17 tahun 2000
·
Pajak Pertambahan Nilai barang
dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) dipungut
berdasarkan Undang-undang No.11 tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-undang
No. 8 tahun 1983. Jo Undang-undang No. 18 tahun 2000.
·
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dipungut
berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1994 tentang perubahan Undang-undang No.
12 tahun 1985.
·
Bea Materai dipungut
berdasarkan Undang-undang No. 13 tahun 1985 yang ditetapkan tanggal 27 Desember
1985.
Sebagai salah
satu sumber penerimaan negara yang sangat potensial, sektor Pajak merupakan
pilihan yang sangat tepat, selain karena jumlahnya yang relatif stabil tetapi
juga merupakan cerminan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai
pembangunan. Untuk meningkatkan peran pajak sebagai sumber penerimaan negara,
Pemerintah telah melakukan reformasi pajak “tax reform” yang mulai
dicanangkan sejak tahun 1984.
Dalam rangka
mengantisipasi adanya perubahan dan tantangan yang timbul dimasa yang akan
datang, pemerintah melakukan penyempurnaan kembali terhadap “tax reform”
menjadi Undang-undang yang diberlakukan sejak tahun 1995. Perubahan
Undang-undang yang baru khususnya Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), diharapkan lebih memberikan kepastian hukum
melalui perluasan basis pajak dan penyederhanaan sistem perpajakan. Oleh karena
itu, pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting dalam rangka menuju
pembiayaan pembangunan yang mandiri. Sehingga diharapkan dapat mengurangi
ketergantungan bangsa Indonesia dari sumber dana yang berasal dari pinjaman
luar negeri.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena
digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam
menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan
jasa.
Tarif Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak maupun
jasa kena pajak adalah tarif tunggal
sehingga mudah dalam pelaksanaannya tidak ada penggolongan dengan tarif yang
berbeda.
Pembukuan yang
benar dan lengkap merupakan syarat mutlak pelaksanaan sistem perpajakan di
Indonesia yang berdasarkan “Self assessment” yakni pemerintah memberikan
kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri besarnya Pajak Pertambahan
Nilai terhutangnya, menyetorkannya ke Bank persepsi dan kemudian melaporkan
secara teratur ke Kantor Pelayanan Pajak dalam bentuk Surat Pemberitahuan
(SPT).
Dari uraian
tersebut diatas, penulis menyadari betapa pentingnya pemahaman atas Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), untuk itu penulis tertarik untuk mengambil judul:
“ TINJAUAN ATAS PENERIMAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) BANDUNG TEGALLEGA “.
1.2
Identifikasi Masalah
Masalah adalah suatu penyimpangan
dari ketidak seimbangan antara apa yang diinginkan dan yang seharusnya terjadi dengan yang sebenarnya
terjadi.
Dalam penyusunan laporan Tugas
Akhir ini, maka penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang terjadi pada
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bandung Tegallega adalah sebagai berikut :
1.
Target dan realisasi dari
penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Bandung Tegallega.
2.
Hambatan-hambatan
tercapainya realisasi dari target
penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Bandung Tegallega.
3.
Upaya-upaya peningkatan
penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Bandung Tegallega.
1.3
Pembatasan Masalah
Mengingat
keterbatasan waktu yang ada dalam laporan tugas akhir ini maka penulis
membatasi masalah pada penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Bandung Tegallega.
1.4
Maksud dan Tujuan
Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka,
maksud dari penelitian dilakukan adalah:
·
Untuk mendapatkan data-data
yang objektif dan mengkaji mengenai penerimaan atas Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bandung
Tegallega.
·
Untuk mengumpulkan data dan
informasi yang di perlukan guna mendapatkan penyelesaian dari masalah
penerimaan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Bandung Tegallega.
Tujuan dari
penelitian ini dilakukan adalah :
1.
Sebagai salah satu persyaratan
yang harus dipenuhi dalam dalam rangka penulisan laporan Tugas akhir.
2.
Mengetahui tingkat kepatuhan
wajib pajak terhadap Undang-undang perpajakan.
3.
Menambah keahlian di bidang
perpajakan khususnya yang berkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
1.5
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Praktis
Bagi penulis, merupakan tambahan pengetahuan mengenai segala
aktivitas Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Bandung Tegallega khususnya yang berkaitan dengan penerimaan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), serta merupakan syarat untuk menempuh ujian Diploma pada Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi STAN-IM Bandung.
Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bandung Tegallega dimana penulis
melakukan penelitian, diharapkan dapat
dijadikan sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan serta
tindakan-tindakan selanjutnya yang berhubungan dengan Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
Bagi pihak lain, diharapkan menjadi tambahan bahan bacaan dan dapat
di gunakan sebagai bahan masukan atau media informasi bagi mereka yang
memerlukannya.
b.
Manfaat Teoritis
Dapat melakukan perbandingan antara teori yang penulis peroleh dari
buku maupun dari perkuliahan dengan aplikasinya pada Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Bandung Tegallega tempat
penulis melakukan penelitian.
1.6
Lokasi dan Waktu
Penelitian
Lokasi
penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tegallega yang beralamat
di Jalan Soekarno-Hatta No.216 Bandung 40223.
Waktu penelitian dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Bandung Tegallega, tanggal 4 Juni 2007
sampai dengan 29 Juni 2007.
1.7
Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Bandung Tegallega
Pada masa
penjajahan Belanda Kantor Pelayanan Pajak pada awalnya bernama inspeksi
keuangan, dengan perkembangan zaman dan bertambahnya penduduk serta
berkembangnya tingkat ekonomi masyarakat, inspeksi keuangan diubah menjadi
Inspeksi Pajak. Dengan surat Menteri Keuangan No. 270/KMK/1989, terhitung mulai
1 April 1989 seluruh kantor inspeksi pajak di Indonesia diganti namanya menjadi
“ Kantor Pelayanan Pajak “. Dan di Bandung sendiri terdapat empat Kantor
Pelayanan Pajak, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Bandung timur yang beralamat di Jalan
Kiaracondong No. 372 Bandung.
2. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tengah yang beralamat di
Jalan
Purnawarman No. 21
3. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Barat yang beralamat di Jalan
Soekarno-Hatta Bandung.
4. Kantor Pelayanan Pajak
Bandung Cimahi yang beralamat di Jalan Raya Barat Cimahi.
Berdasarkan
Surat Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia No. 443/KMK.01/2001 tanggal
23 Juli 2002, terhitung mulai 1 Februari 2002 Kantor Pelayanan Pajak Bandung
dibagi lagi menjadi:
1.
Kantor Pelayanan Pajak Cimahi
yang beralamat di Jalan Raya Barat Cimahi
2.
Kantor Pelayanan Pajak Bandung
Tegallega yang beralamat di Jalan Soekarno-Hatta No.216 Bandung.
3.
Kantor Pelayanan Pajak
Cibeunying yang beralamat di Jalan Purnawarman No.21 Bandung.
4.
Kantor Pelayanan Pajak Bandung
Karees yang beralamat di Jalan Kiaracondong No.372 Bandung.
5.
Kantor Pelayanan Pajak Bandung
Cicadas yang beralamat di Jalan Soekarno-Hatta No.781 Bandung.
Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tegallega
dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang bertugas mengamankan, menerima pajak
di wilayahnya dan juga membina karyawan yang ada di wilayah kekuasaannya. Dalam
melaksanakan tugasnya Kepala Kantor dibantu oleh beberapa Kepala Seksi dan
Koordinator Pelaksana yang ada dibawahnya dan bertanggung jawab langsung
kepadanya.
Adapun sturuktur
dan uraian tugas Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tegallega adalah sebagai
berikut :
1. Sub Bagian Umum
Sub bagian
umum mempunyai tugas melakukan urusan tata-usaha kepegawaian, keuangan, dan
rumah tangga yang membawahi:
a. Urusan Kepegawaian, yang
mempunyai tugas melakukan tata usaha dan kepegawaian.
b. Urusan Keuangan, yang mempunyai tugas melakukan urusan keuangan.
c.
Urusan rumah tangga yang
mempunyai tugas melakukan urusan perlengkapan, sarana dan prasarana.
2. Seksi Pengolahan data dan informasi
Seksi pengolahan data dan informasi mempunyai tugas melakukan
pengolahan data dan penyajian informasi serta penggalian potensi perpajakan,
dan mempunyai beberapa Koordinator pelaksana (Korlak):
a. Korlak data masukan dan data keluaran, yang mempunyai tugas
melakukan urusan tata usaha data masukan dan keluaran serta mengecek
kelengkapan formal data masukan dan keluaran.
b. Korlak pengolahan data dan informasi, yang mempunyai tugas
melakukan urusan pengolahan data dan penyajian data.
c. Korlak penggalian potensi Pajak dan ekstensi pajak, yang
mempunyai tugas melakukan urusan penggalian potensi pajak dan mencari data
untuk ekstensifikasi pajak serta menyusun monogami pajak.
3. Seksi tata usaha Perpajakan
Seksi tata usaha pajak mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha
wajib pajak, penerimaan dan pengecekan SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan pajak
serta penertiban Surat Ketetapan Pajak, yang mempunyai beberapa koordinator
pelaksana (Korlak):
a. Korlak pendaftaran Wajib pajak, yang bertugas melakukan urusan
pendaftaran Wajib pajak dan penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan
Pajak.
b. Korlak Ketetapan kearsipan pajak, yang bertugas melakukan urusan
penertiban Surat Ketetapan Pajak, kearsipan berkas wajib pajak.
c. Korlak SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan, yang bertugas melakukan
urusan penerimaan dan pengecekan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan Pajak.
4. Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi mempunyai tugas melakukan
urusan penata usahaan, pengecekan SPT (Surat Pemberitahuan) Masa, memantau dan
menyusun laporan pembayaran masa serta melakukan pemeriksaan atas SPT (Surat
Pemberitahuan) Masa dan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi, yang mempunyai
beberapa Kordinator Pelaksana Korlak:
a. Korlak Pajak Penghasilan Orang Pribadi I, yang mempunyai tugas melakukan penata usahaan
dan pengecekan SPT (Surat Pemberitahuan) Masa, memantau dan menyusun laporan
efektifitas pembayaran masa Pajak Penghasilan Orang Pribadi.
b. Korlak Pajak Penghasilan Orang Pribadi II, yang mempunyai tugas
melakukan pemeriksaan atas SPT (Surat Pemberitahuan) Masa dan tahunan Pajak
Penghasilan Orang Pribadi, Wajib Pajak yang tidak memasukan SPT (Surat
Pemberitahuan).
5. Seksi Pajak Penghasilan badan
Seksi Pajak Penghasilan badan Mempunyai tugas melakukan urusan
pembayaran Masa serta melakukan verifikasi atas SPT (Surat Pemberitahuan) Masa
dan Tahun Pajak Penghasilan Badan, yang mempunyai beberapa Korlak:
a. Korlak Pajak Penghasilan Badan I, mempunyai tugas melakukan
urusan pemantauan, penatausahaan, pembayaran masa serta menerima dan mengecek
SPT (Surat Pemberitahuan) masa Pajak Penghasilan Badan.
b. Korlak Pajak Penghasilan Badan II, mempunyai tugas melakukan
urusan verifikasi atas SPT (Surat Pemberitahuan) Masa dan Tahunan pajak.
6. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak tidak langsung lainnya.
Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak tidak langsung lainnya
mempunyai tugas melakukan penata usahaan dan mengecek SPT (Surat Pemberitahuan)
Masa, memantau dan menyusun laporan perkembangan Pengusaha kena pajak,
kepatuhan SPT (Surat Pemberitahuan) Masa Pajak Pertambahan Nilai, pajak
penjualan atas barang mewah, dan pajak tidak langsung lainnya, yang mempunyai
beberapa Koordinator Pelaksana (Korlak):
a. Korlak Pajak Pertambahan Nilai Industri, mempunyai tugas melakukan
urusan penerimaan, penatausahaan dan pengecekan SPT (Surat Pemberitahuan) Masa,
menelaah dan menyusun laporan perkembangan Pengusaha Kena Pajak dan Kepatuhan
SPT (Surat Pemberitahuan) Masa serta melakukan konfirmasi faktur pada sektor
Industri.
b. Korlak Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, mempunyai tugas
melakukan urusan penerimaan, penata usahaan,
dan pengecekan SPT (Surat Pemberitahuan) Masa, menelaah dan menyusun
laporan perkembangan Pengusaha Kena Pajak dan Kepatuhan SPT (Surat
Pemberitahuan) Masa serta melakukan konfirmasi faktur pada sektor perdagangan.
c. Korlak Jasa dan pajak tidak langsung lainnya, mempunyai tugas
melakukan urusan penerimaan, penata usahaan, dan pengecekan SPT (Surat
Pemberitahuan) Masa, menelaah dan menyusun laporan perkembangan Pengusaha Kena
Pajak dan Kepatuhan SPT Masa serta melakukan konfirmasi faktur pada sektor Jasa
dan pajak tidak langsung lainnya.
d. Korlak Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai dan pajak tidak
langsung lainnya, mempunyai tugas melakukan urusan pemeriksaan atas SPT (Surat
Pemberitahuan) Masa dan Tahunan Pajak Pajak Pertambahan Nilai dan pajak tidak
langsung lainnya, Wajib pajak yang tidak memasukan SPT Masa.
7. Seksi Pemotongan Dan pemungutan Pajak Pajak Penghasilan
Seksi pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan mempunyai tugas
melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan SPT Masa, memantau dan menyusun
laporan pembayaran masa serta melakukan verifikasi atas SPT (Surat
Pemberitahuan) Masa dan Tahunan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan,
yang mempunyai beberapa Koodinator pelaksana (Korlak):
a. Korlak Pengawasan pembayaran masa pemotongan dan pemungutan pajak
penghasilan, mempunyai tugas menata usahakan pembayaran masa, menelaah,
menyusun laporan efektifitas pembayaran masa, penerimaan dan pengecekan SPT
(Surat Pemberitahuan) Pajak Penghasilan karyawan, rekanan, sewa bunga, deviden
dan royalti.
b. Korlak Pemeriksaan dan Pemotongan dan Pemungutan Pajak
Penghasilan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan atas SPT (Surat
Pemberitahuan) Masa Tahunan Pajak Penghasilan karyawan, rekanan, sewa bunga,
deviden dan royalti wajib pajak yang tidak terdaftar dan tidak memasukan SPT
(Surat Pemberitahuan).
8. Seksi Penagihan
Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan menyelesaikan
piutang pajak dan penagihan agar dapat dicairkan tepat pada waktunya, yang
mempunyai Koordinator Pelaksanan (Korlak) :
a. Korlak tata usaha piutang pajak, mempunyai tugas melakukan urusan
tata usaha piutang dan tunggakan.
b. Korlak Penagihan, mempunyai tugas melakukan teguran dan melakukan
penagihan paksa
9.
Seksi Penerimaan
Seksi Penerimaan mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha penerimaan restitusi, penyelesaian keberatan
perselisihan pajak dan rekonsiliasi pembayaran pajak, yang mempunyai beberapa
Koordinator Pelaksana (Korlak):
a. Korlak Rekonsiliasi, mempunyai tugas melakukan urusan
rekonsiliasi penerimaan pajak, pengolahan dan penyaluran SSP (Surat Setoran
Pajak) serta Penghitungan pajak.
b. Korlak Tata Usaha penerimaan pajak dan restitusi, mempunyai tugas
melakukan urusan tata usaha, penyusunan laporan pajak, perubahan restitusi,
membuat register pemindah bukuan, mengolah dan menata usaha bermacam-macam
penerimaan pajak serta mempersiapkan Surat Ketetapan Pajak, pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dan pemerintah membayar kelebihan pajak.
c. Korlak Keberatan Pajak Penghasilan, mempunyai tugas melakukan
penyelesaian keberatan dan penyelisihan Pajak Penghasilan sub seksi keberatan Pajak Pertambahan Nilai
dan pajak tidak langsung lainnya, mempunyai tugas melakukan urusan penyelesaian
keberatan dan perselisihan Pertambahan
Nilai dan pajak tidak langsung lainnya.
- Kantor Penyuluhan Pajak
Kantor Penyuluhan Pajak mempunyai tugas melakukan penyuluhan dan
konsultasi bagi wajib pajak yang belum mengerti tentang perpajakan kepada masyarakat,
yang mempunyai beberapa Korlak:
a. Korlak tata Usaha, mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha,
kepegawaian, keuangan dan rumah tangga.
b. Kelompok tenaga fungsional, mempunyai tugas melakukan urusan
penyuluhan serta pelayanan konsultasi di bidang perpajakan sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan bagi Wajib pajak yang
belum mengetahui tentang pajak dan kegunaannya.
c. Kantor Pelayanan Pajak juga mempunyai tugas melakukan kegiatan
operasi di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, pajak tidak
langsung lainnya, berdasarkan teknik yang diterapkan Dirjen Pajak.
d. Kelompok tenaga fungsional sertifikasi pajak
e. Tenaga fungsional pajak mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan
pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Kelompok tenaga
fungsional pejabat sita pajak negara.
g. Kelompok tenaga fungsional pejabat sita pajak negara, mempunyai
tugas melaksanakan urusan penagihan pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Aktivitas yang di jalankan oleh Kantor Pelayanan Pajak
Bandung Tegallega meliputi:
1. Aktivitas pelaksanaan kegiatan
operasional pelayanan perpajakan di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai, pajak tidak langsung lainnya dalam daerah wewenangnya berdasarkan
kebijakan teknis yang diterapkan oleh Dirjen Pajak.
2. Aktivitas pengecekan SPT (Surat
Pemberitahuan) Masa dan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan, serta memantau dan
menyusun laporan pembayaran masa pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan
pajak tidak langsung lainnya.
3. Pelayanan terhadap wajib pajak
dalam pelaksanaan kewajibannya, melalui prosedur yang mudah, sederhana, dan
cepat.
4. Penyuluhan kepada masyarakat
dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib pajak dalam menjalankan
kewajiban perpajakannya.
1.8
Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, pengumpulan data yang
akurat sebagai pelengkap dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, penulis
memperoleh data dengan menggunakan beberapa metode, yaitu
1.
Penelitian Lapangan (Field
Research)
Yaitu teknik pengumpulan data dengan melihat langsung ke instansi
perusahaan yang berhubungan guna untuk mendapatkan data primer yang dilakukan
dengan cara:
a.
Metode Wawancara (Interview)
Mengadakan
wawancara langsung dalam bentuk tanya jawab dalam pihak- pihak yang berwenang
mengenai masalah yang ada hubungannya dengan masalah yang akan di teliti dalam
penyusunan laporan tugas akhir ini.
b. Metode Pengamatan atau Peninjauan (Observation)
Pengamatan langsung terhadap objek penelitian dengan maksud
melengkapi data serta informasi yang di perlukan oleh penulis.
Dari hasil pengumpulan data di atas maka akan di peroleh data yang
di perlukan untuk penelitian ini :
Ø Data kuantitatif adalah data yang berupa angka yang sesuai dengan
permasalahan yang penulis perlukan seperti :
·
Laporan
·
Dasar atau kebijakan Instansi
Ø Data kualitatif adalah data-data yang tidak berbentuk angka dengan
permasalahan yang penulis teliti seperti :
·
Struktur organisasi (Organization
Chart)
·
Uraian tugas (Job
Description)
·
Sejarah singkat perusahaan (Firm
Historica)
·
Aktivitas perusahaan (Firm
Activity)
2.
Penelitian Kepustakaan
Penelitian ini di maksudkan untuk mendapat data sekunder yang akan
mendukung penelitian. Data ini di pergunakan untuk memperoleh hasil yang
berguna di Instansi perusahaan. Teori-teori dan landasan bagi penganalisaan
data primer serta untuk menunjang dan memperkuat dugaan dalam pembahasan
masalah.
1.9
Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan
laporan tugas akhir ini, penulis
membahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian, yang
terdiri dari empat bab yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini
membahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini
diuraikan pengertian pajak, Pajak Pertambahan Nilai, Subjek pajak Pertambahan
Nilai, Objek Pajak Pertambahan Nilai, tarif Pajak Pertambahan Nilai, cara
menghitung Pajak Pertambahan Nilai, dan lainnya yang berkaitan dengan Pajak
Pertambahan Nilai.
BAB III PEMBAHASAN
Dalam bab
ini penulis akan mencoba untuk menguraikan kondisi yang terjadi di tempat
penelitian sesuai dengan masalah yang terjadi yang dikembangkan lebih lanjut
agar dapat ditarik kesimpulan secara tepat dan saran-saran yang baik.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini
penulis akan mencoba memberikan kesimpulan dan saran sebagai hasil dari
pembahasan bab-bab sebelumnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pajak
Definisi Pajak
menurut Prof. DR. Rohcmat Soemitro, SH :
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara
berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa
timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran-pengeluaran
umum. (Mardiasmo, 2003:1)
Dari definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur:
- Iuran dari rakyat kepada negara.
- Berdasarkan undang-undang.
- Tanpa jasa timbal balik dari negara secara langsung yang dapat ditunjuk.
digunakan untuk membiayai
rumah tangga negara.
2.2
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Pajak
Pertambahan Nilai adalah pajak yang
dikenakan atas konsumsi di dalam negeri, baik konsumsi barang maupun
konsumsi jasa. Oleh karena itu, atas barang yang tidak di didalam daerah pabean
(diekspor), dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen). Sebaliknya, atas
impor barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi dalam negeri. Sesuai
dengan pertimbangan keadaan ekonomi, sosial, budaya, tidak semua jenis barang
dan jasa yang dikenakan pajak. (Waluyo dan Wirawan Ilyas, 2000:263)
2.3
Dasar Hukum Pajak pertambahan Nilai
Dasar hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai barang dan
jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah Undang-undang Nomor 18 Tahun
2000 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
(Waluyo, 2003:274).
2.4
Objek Pajak Pertambahan
Nilai
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
1.
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam
daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. (Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2000, Pasal 4 huruf f)
Barang Kena pajak adalah barang
berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau
tidak bergerak dan barang yang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
(Waluyo, 2003:278). Sedangkan yang
termasuk barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
a.
Barang hasil pertambangan atau
hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya.
b.
Barang-barang kebutuhan pokok
yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
c.
Makanan dan minuman yang
disajikan di hotel, restoran, rumah tangga, warung dan sejenisnya.
d.
Uang, emas batangan, dan
surat-surat berharga. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 144 Tahun
2000, Pasal 1)
Kegiatan Penyerahan Barang Kena
Pajak yang dilakukan oleh pengusaha meliputi pengusaha yaang sudah dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak. Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.
Barang berwujud yang diserahkan
merupakan Barang Kena Pajak .
b.
Barang tidak berwujud yang
diserahkan merupakan Barang Kena Pajak yang tidak berwujud.
c.
Penyerahan dilakukan di Daerah
Pabean, dan
d.
Penyerahan dilakukan dilakukan
dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaaannya.
2.
Impor Barang Kena Pajak
Pajak terjadi pada saat impor
barang. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jendral Bea Cukai. Berbeda
dengan penyerahan Barang Kena Pajak tersebut pada butir 1, maka siapapun yang
memasukan Barang Kena Pajak kedalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak,
tetap dikenakan pajak.Demikian juga atas impor barang kena Pajak yang
berdasarkan ketentuan perundang-undangan Pabean dibebaskan dari pungutan bea
masuk, Pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan. (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, Pasal 4 huruf
b)
3.
Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di
dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. (Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, Pasal 4 huruf c)
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi
syarat sebagai berikut :
a.
Jasa yang diserahkan merupakan
Jasa Kena Pajak.
b.
Penyerahan dilakukan di dalam
Daerah Pabean.
c.
Penyerahan dilakukan dalam
kegiatan usahaa atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan.
4.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. (Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, Pasal 4 huruf d)
5.
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean, atau terhadap jasa yang berasal dari luar Daerah
Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean
dikenakan pajak menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai.
(Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, Pasal 4 huruf e)
6.
Ekspor Barang Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak.
Atas penyerahan barang Kena Pajak
dari dalam Daerah Pabean keluar Daerah Pabean dikenakan pajak menurut
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha yang melakukan ekspor Barang
Kena Pajak adalah Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
(Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, Pasal 4 huruf f)
7.
Kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pribadi atau badan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 16 C
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 2000 dan Pajak Atas Penjualan
Barang Mewah. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri
yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain yang
batasan tata caranya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
8.
Penyerahan aktiva oleh
Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjual belikan.
Sesuai dengan ketentuan pasal 16 D
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2000 dan Pajak Atas Penjualan
Barang Mewah, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh
Pengusaha Kena Pajak yang tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjualbelikan sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat
perolehannya dapat dikreditkan.
2.5
Sifat, Tipe, dan Prinsip
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
2.5.1 Sifat-sifat Pemungutan
Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai mempunyai beberapa sifat
Pemungutan, yaitu:
1.
Pajak Pertambahan Nilai sebagai
Objektif
Artinya, pungutan Pajak Pertambahan Nilai ini mendasarkan objeknya tanpa
memperhatikan diri Wajib Pajak.
2.
Pajak Pertambahan Nilai sebagai
Pajak tidak Langsung
Sifat ini menjelaskan bahwa secara
ekonomis beban Pajak Pertambahan Nilai dapat dialihkan kepada pihak lain. Namun
dari segi yuridis tanggung jawab penyetoran pajak tidak berada penanggung jawab
(pemikul beban).
3.
Pemungutan Pajak Pertambahan
Nilai Multi Stage Tax
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan pada setiap mata rantai
jalur produksi maupun jalur distribusi dari pabrikan, pedagang besar, sampai
dengan pengecer.
4.
Pajak Pertambahan Nilai
dipungut dengan menggunakan alat bukti faktur pajak
Credit method sebagai metode yang digunakan dengan konsekuensi
Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan
Pajak Pertambahan Nilai.
5.
Pajak Pertambahan Nilai
bersifat netral
Netralitas ini dapat dibentuk
karena adanya 2 (dua) faktor:
a.
Pajak Pertambahan Nilai
dikenakan atas konsumsi barang atau Jasa.
b.
Pajak Pertambahan Nilai
dipungut menggunakan prinsip tempat
tujuan.
6.
Pajak Pertambahan Nilai tidak
menimbulkan pajak ganda.
7.
Pajak Pertambahan Nilai sebagai
Pajak atas konsumsi dalam negeri penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
dilakukan Atas Konsumsi dalam negeri.
2.5.2
Tipe Pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai
Memperhatikan tipe pemungutan atau perlakuan perolehan
barang modal, dapat diklarifikasikan dalam:
1.
Consumption Type Value Added
Tax
Pada tipe ini semua pembelian yang
digunakan untuk produksi termasuk barang modal dikurangkan dari nilai tambahnya
sehingga memberikan sifat netral Pajak Pertambahan Nilai atas pola produksi.
2.
Net Income Type Value Added Tax
Pada tipe ini tidak dimungkinkan
adanya pengurangan pembelian barang modal dari dasar pengenaan. Pengurangan
tersebut diperkenankan hanya sebesar penyusutan yang ditentukan pada saat
menghitung Net Income dalam rangka penghitungan PPh. Cara ini berakibat
pengenaan Pajak dua kali atas barang.
3.
Gross Product Type Value Added
Tax
Tipe ini menyatakan bahwa
pembelian barang modal tidak diperkenankan sama sekali untuk dikurangkan dari
dasar pengenaan pajak. Akibatnya sama saja yaitu barang modal dikenakan pajak
dua kali pada saat pembelian dan dilakukan melalui hasil produksi yang dijual
pada konsumen.
2.5.3
Prinsip Pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai
Dari mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai,
terdapat 2 (dua) prisip pemungutan, yaitu:
1.
Prinsip Tempat Tujuan (destination)
Pada prinsip ini bahwa Pajak
Pertambahan Nilai dipungut ditempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi.
2.
Prinsip Tempat Asal (Origin
Principle)
Pada prinsip ini tempat asal
diartikan Pajak Pertambahan Nilai dipungut ditempat asal barang atau jasa yang
akan dikonsumsi.
2.6
Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai
Badan-badan tertentu dan bendaharawan yang ditunjuk untuk memungut
dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) yang melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak adalah:
1.
Kantor Bendaharawan Pemerintah.
2.
Bendaharawan Pemerintah Pusat
dan daerah baik tingkat I maupun Tingkat II
3.
Pertamina.
4.
Kontraktor bagi hasil dan
Kontrak Karya dibidang Minyak dan Gas Bumi dan pertambangan umum lainnya.
5.
Bank Pemerintah dan Bank
Pembangunan Daerah.
2.7
Dasar Pengenaan Pajak ,
Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai
2.7. 1 Dasar Pengenaan Pajak
Untuk menghitung besarnya pajak diperlukan yang
terutang, diperlukan adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pajak yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual atau
nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan
kepututusan Menteri Keuangan, atau yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung pajak terhutang. Selanjutnya yang
dimaksud dengan Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, dan Nilai Impor adalah
sebagai berikut:
- Harga Jual
0 Komentar