JUDUL SKRIPSI ANALISIS PENGARUH RISIKO SISTEMATIS TERHADAP JAKARTA ISLAMIC INDEX DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2005-2007 (LENGKAP SAMPAI DAFTAR PUSTAKA)
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perkembangan pasar modal syariah di
Indonesia secara umum ditandai oleh berbagai indikator diantaranya adalah
semakin maraknya para pelaku pasar modal syariah yang mengeluarkan efek-efek
syariah selain saham-saham dalam Jakarta Islamic Index (JII). Efek syariah
tersebut salah satunya adalah Saham Syariah.
Dalam perjalanannya perkembangan pasar
modal syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan, sebagai gambaran bahwa
setidaknya terdapat beberapa perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang
patut dicatat hingga tahun 2004, diantaranya adalah telah diterbitkan 6 (enam)
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan
dengan industri pasar modal. Adapun ke enam fatwa dimaksud adalah :
1.
No.05/DSN-MUI/IV/2000
tentang Jual Beli Saham;
2.
No.20/DSN-MUI/IX/2000
tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah;
3.
No.32/DSN-MUI/IX/2002
tentang Obligasi Syariah;
4.
No.33/DSN-MUI/IX/2002
tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
5.
No.40/DSN-MUI/IX/2003
tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar
Modal;
6.
No.41/DSN-MUI/III/2004
tentang Obligasi Syariah Ijarah;
Dengan diterbitkannya fatwa-fatwa yang
berkaitan dengan pasar modal, telah memberikan dorongan untuk mengembangkan
alternatif sumber pembiayaan yang sekaligus menambah alternatif instrumen
investasi halal.
Kinerja saham syariah yang terdaftar dalam
JII mengalami perkembangan yang cukup mengembirakan. Hal ini terlihat dari
kenaikan JII sebesar 38,60% jika dibandingkan dengan akhir tahun 2003.
Kapitalisasi pasar saham syariah yang terdaftar dalam JII juga meningkat
signifikan, yaitu sebesar 46,06% dari Rp.177,78 triliun menjadi Rp.259,66
triliun pada akhir Desember 2004. (Setiawan, 2005)
Tabel:
1.1
Perkembangan
Saham JII
No
|
Tahun
|
Index Syariah Jakarta Islamic
Index
|
1
|
2003
|
Rp. 177,78 T
|
2
|
2004
|
Rp. 259,66 T
|
Sumber: Bloomberg, 2008
Investasi melalui pasar modal selain
memberikan hasil atau keuntungan, investor juga harus memperhatikan adanya
resiko yang berkaitan dengan kepemilikan suatu saham. Dalam dunia nyata, tidak
ada suatu investasi yang tidak
mengandung resiko, hal tersebut memberikan implikasi kepada investor untuk
menilai dan membandingkan antara risiko dengan harga saham pada suatu
perusahaan tertentu. Dengan mengasumsikan bahwa investor bersifat risk averse (investor yang tidak
menyukai risiko) dan rasional, maka investor hanya akan memilih Risiko
terkecil, jika dihadapkan pada dua atau lebih investasi yang memberikan tingkat
pengembalian yang sama. (Halim, 2005: 42)
Risiko saham dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu: (1) risiko tidak sistematis dan (2) risiko sistematis, risiko
tidak sistematis adalah risiko yang bersifat spesifik bagi masing-masing
perusahaan. Sehingga risiko tidak sistematis dapat dihilangkan dengan cara
diversifikasi saham, sedangkan risiko sistematis adalah suatu risiko yang tidak
dapat dideversifikasi melalui kombinasi saham dalam suatu portofolio, risiko
ini dipengaruhi kejadian-kejadian diluar kegiatan perusahaan, seperti inflasi
tingkat suku bunga, kurs mata uang rupiah terhadap dolar AS, resesi, dan
politik. (Jogiyanto, 2003: 170-171)
PT Bursa Efek Indonesia (BEI), merupakan
suatu sarana untuk investasi tidak langsung yang bertujuan menunjang program
pemerintah dibidang pasar modal, yaitu sebagai sarana menghimpun dana
masyarakat, disamping itu diharapkan dengan adanya Bursa Efek Indonesia (BEI)
pengusaha Indonesia bisa mendapatkan tambahan modal yang lebih mudah dan murah
untuk jangka panjang. (Hayinah, 2004: 3)
Tingkat suku bunga SBI dalam 3 tahun
terakhir terlihat mengalami penurunan, dimana tingkat suku bunga SBI pada tahun
Desember 2005 adalah sebesar 12.75 % yang menurun menjadi sebesar 9.75 % di
tahun 2006, dan kembali menurun sebesar 8.00 % di tahun 2007.
Semakin menurunnya tingkat suku bunga SBI
ini ada indikasi dipicu oleh tingginya aktivitas perdagangan valuta asing dalam
hal ini dolar Amerika, sehingga ada kecenderungan banyak investor yang lebih
memilih menginvestasikan dananya di sektor perdagangan valuta asing. Nilai
fluktuasi perdagangan valuta asing dalam hal ini rupiah dan dolar AS dalam tiga tahun terakhir mengalami fluktuasi
dimana pada bulan Januari 2005 nilai kurs rupiah terhadap Dolar AS adalah Rp. 9,665.00 dan ditutup pada akhir Desember 2005 adalah
sebesar Rp. 10,330.00. Pada bulan Januari 2006
nilai kurs Rupiah adalah sebesar Rp. 9,895.00 dan ditutup pada akhir Desember 2006 adalah sebesar Rp. 9,520.00, dan pada tahun 2007 nilai kurs rupiah
terhadap Dolar pada bulan Januari 2007 adalah sebesar Rp. 9,590.00 dan ditutup pada
Desember 2007 sebesar Rp. 9,919.00.
Dari sisi tingkat inflasi seperti kita
ketahui bersama semenjak krisis moneter yang melanda Indonesia dimana mana
harga barang dan jasa secara keseluruhan naik, sehingga mengakibatkan nilai
uang turun. Hal ini ternyata tidak mempengaruhi tingkat inflasi yang mana pada
tiga tahun terakhir menunjukkan tingkat inflasi yang semakin menurun dari tahun
ke tahun dimana tingkat inflasi pada akhir Desember 2005 adalah sebesar
17.11 %, kemudian pada akhir Desember 2006 turun menjadi sebesar
6.60 % dan menurun pada akhir Desember tahun 2007 menjadi sebesar
6.59 %. (www.kadin-indonesia.or.id)
Secara jelas perubahan nilai SBI, nilai
kurs dan inflasi pada tahun 2005-2007 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel: 2
Perubahan
nilai SBI, nilai kurs dan inflasi pada tahun 2005-2007
No
|
Tahun
|
SBI
|
Inflasi
|
Nilai Kurs
|
1
|
2005
|
12.75%
|
17.11 %
|
10,330.00
|
2
|
2006
|
9.75%
|
6.60 %
|
9,520.00
|
3
|
2007
|
8.25%
|
6.59 %
|
9,919.00
|
Sumber: www.kadin-indonesia.or.id
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga
saham berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarwono (2003)
disebutkan bahwa variabel rate of return on total assets, devidend payout
ratio, financial leverage dan tingkat suku bunga merupakan variabel yang mempunyai
pengaruh terhadap harga saham. Begitu pula dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Okty, (2002) yang menyebutkan bahwa faktor ekstern yang
mempunyai pengaruh besar terhadap harga saham adalah tingkat suku bunga dan
inflasi. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Robiatul Auliyah dan Ardi Hamzah (2006)
variabel-variabel karakteristik perusahaan, industri dan ekonomi makro yang
mempunyai pengaruh signifikan terhadap beta saham adalah cyclicality,
kurs rupiah terhadap dolar dan Produk Domestik Bruto (PDB).
Dengan adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi harga saham seperti yang tersebut di atas, penelitian ini akan
difokuskan terhadap obyek penelitian bagaimana pengaruh Risiko Sistematis
(nilai tingkat bunga SBI, nilai kurs dollar AS, dan tingkat inflasi) terhadap
Jakarta Islamic Index (JII).
Dipilihnya risiko sistematis yang
berpengaruh terhadap indeks harga saham ini mengingat kondisi situasi
perekonomian Indonesia yang mulai membaik setelah terjadinya krisis moneter
yaitu dengan menurunnya nilai inflasi maupun suku bunga dalam tiga tahun
terakhir. (Bappenas: 2007)
Dari penjelasan diatas, maka peneliti
mengambil judul “Analisis Pengaruh Risiko Sistematis Terhadap Jakarta Islamic
Index di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2007”
0 Komentar