JUDUL SKRIPSI : IMPLEMENTASI PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK DENGAN SISTEM BALANCED SCORECARD (Studi Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Madiun)
Key Words : Kinerja,
Sektor Publik, Balanced Scorecard
Balanced
Scorecard adalah suatu alat manajemen kinerja (performance
management
tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan
visi dan strategi ke
dalam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan
indikator finansial
dan non-finansial yang kesemuanya terjalin dalam
suatu hubungan sebab
akibat. Tolok ukur yang digunakan dalam metode
Balanced
Scorecard terdapat empat perspektif yang meliputi perspektif
finansial atau
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis
internal dan
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Balanced scorecard
bukan hanya digunakan
oleh organisasi bisnis akan tapi juga dapat
dipergunakan oleh
organisasi sektor publik, misalnya dalam penelitian ini
adalah PDAM, Balanced
Scorecard dapat membantu organisasi sektor
publik dalam
mengontrol keuangan dan mengukur kinerja organisasi
secara keseluruhan.
diskriptif. Analisis
data yang digunakan adalah metode Balanced scorecard
dengan mengukur
kinerja pemasaran, sehingga tolok ukur yang
digunakan adalah
perspektif pelanggan dan perspektif bisnis internal
bisnis. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara,
observasi, dan
dokumentasi, sedangkan metode analisis datanya
menggunakan analisis
deskriptif, karena pada penelitian ini penulis
mendiskripsikan
kinerja PDAM Kota Madiun.
Berdasarkan hasil
analisis, bahwa kinerja PDAM Kota Madiun
setelah menggunakan Balanced
Scorecard sebagai alat ukur, telah sesuai
dengan visi, misi dan
strategi yang telah ditetapkan. Sehingga Balanced
scorecard
dapat digunakan sabagai alat ukur kinerja di PDAM Kota
Madiun. Keunggulan
menggunakan Balanced Scorecard adalah
pengukuran kinerja
lebih terfokus kepada empat perspektif, sehingga
semua kegiatan
perusahaan dapat terukur.
Pengolahan OLAH SKRIPSI Penelitian, Pengolahan DAFTAR CONTOH SKRIPSI
Statistik, Olah SKRIPSI SARJANA, JASA Pengolahan SKRISPI LENGKAP Statistik, Jasa Pengolahan SKRIPSI EKONOMI
Skripsi, Jasa Pengolahan SPSS CONTOH SKRIPSI , Analisis JASA SKRIPSI Keywords : Performance, Public Sector, Balanced scorecard.
Balanced Scorecard is an appliance of management performance
(Management Performace Tool)which can assist organization to translate
strategy and vision into action by exploiting a group of financial and
noun-financial indicator wich all inter-twin in cause-effect inter-relation.
The standard used in Balanced Scorecard methode consist of four
perspective covering perspective of finance, custopmer/ client internal
business process, and growt and learning, Balanced Scorecard is not only
used by business organization but also public sector in controlling finance
and measuring organization s performace as a whole.
This type of study is qualitative research using discriptive
approach. Data analysis used is Balance Scorecard methode by measuring
market performance, so the standard used is customer perspective and
business-internal-business perspective. The data collections applied in this
study are interview, observation, and documentation. While the methode
of data analysis used is descriptive analysis, because at this study the
researcher explains the performance of PDAM Madiun.
Based on the result of analysis, performace of PDAM Madiun aftere
using Balanced Scorecard as a means of measurement, has matched with
vision, mission and strategy that has been set. As a result, Balanced
Scorecard can be used as a measurement of performance in PDAM
Madiun. The strength to use Balanced Scorecard is the measurement of
performance is more focused to four perspective, so that all activities of
company can be measured.
PDAM ) Balanced Scorecard
(
Balanced Scorecard
peformance management Balanced Scorecard
tool
Balanced Scorecard
Balanced Scorecard
Balanced Scorecard PDAM
Balanced Scorecard
PDAM
PDAM
Balanced Scorecard
PDAM Balanced Scorecard
Balanced Scoreced
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perusahaan sebagai suatu organisasi pasti mempunyai tujuan
yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Dan untuk mewujudkan
suatu tujuan maka setiap perusahaan pasti memiliki visi, misi dan
strategi sebagai sarana untuk mencapainya. Penilaian tentang apakah
tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai atau tidak, tidaklah mudah
untuk dilakukan karena berkaitan dengan pertimbangan terhadap
aspek manajemen dan lingkungannya. Salah satu cara untuk
mengetahui apakah suatu tujuan atau rencana yang telah ditetapkan
telah dilaksanakan dalam kegiatan operasi perusahaan adalah dengan
mengukur kinerja perusahaan tersebut.
Setiap perusahaan yang memiliki manajemen berbasis kinerja
pasti membutuhkan alat yang disebut pengukuran kinerja.
Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk melakukan
penilaian kinerja, yaitu untuk menilai sukses atau tidaknya suatu
organisasi, program, atau kegiatan. Dengan kata lain pengukuran
kinerja merupakan elemen pokok manajemen berbasis kinerja
(Mahmudi, 2007:6). Dan menurut Gaspersz (2002:68) bahwa
1
pengukuran memainkan peran yang sangat penting bagi peningkatan
suatu kemajuan (perubahan) ke arah yang lebih baik.
Fenomena yang sering terjadi pada kebanyakan dari manajer
suatu perusahaan yaitu mereka terlalu banyak menghabiskan
waktunya pada kegiatan operasional, tetapi sangat disayangkan bila
mereka tidak punya waktu sedikitpun untuk membahas strategi
perusahaan. Studi yang dilakukan oleh Kaplan dan Norton
membuktikan bahwa 85% dari pihak manajemen menghabiskan waktu
kurang dari satu jam per bulan untuk membahas strategi. Pembahasan
itu pun hanya berfokus pada hal-hal seperti keuangan, penjualan dan
inventori semata. Sering kali hal-hal intangible luput dari perhatiaan
dan pembicaraan mereka. Pada akhirnya pembahasan tersebut hanya
berfokus pada hasil atau capaian mereka (result oriented) dan tidak
memberi perhatian cukup terhadap proses (Luis, 2007:11).
Dalam menilai kinerja suatu perusahaan, ukuran-ukuran
keuangan saja dinilai kurang mewakili. Hal ini disebabkan karena
ukuran-ukuran keuangan memiliki beberapa kelemahan yaitu
(Mulyadi, 1997): Pendekatan finansial bersifat historis sehingga hanya
mampu memberikan indikator dari kinerja manajemen dan tidak
mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik.
Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan
kurang mengarah kepada manajemen strategis. Tidak mampu
mempresentasikan kinerja intangible assets yang merupakan bagian
struktur aset perusahaan.
Sesungguhnya ada perspektif non keuangan yang lebih
penting yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah tentang
kelemahan sistem pengukuran kinerja perusahaan yang berfokus pada
aspek keuangan saja, dan yang mana mengabaikan kinerja non
keuangan. Kenyataan inilah yang menjadi awal terciptanya konsep
Balanced Scorecard. Istilah Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata yaitu
balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Kata berimbang
(balanced) dapat diartikan dengan kinerja yang diukur secara
berimbang dari 2 sisi yaitu sisi keuangan dan non keuangan,
mencakup jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan bagian
internal dan eksternal, sedangkan pengertian kartu skor (scorecard)
adalah suatu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja
baik untuk kondisi sekarang ataupun untuk perencanaan di masa yang
akan datang.
Dengan demikian Balanced Scorecard adalah suatu alat
manajemen kinerja (performance management tool) yang dapat
membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam
aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan nonfinansial
yang kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab
akibat (Luis 2007).
Balanced Scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan
sistem manajemen stategi sekarang berbeda secara signifikan dengan
sistem manajemen dalam manajeman tradisional. Balanced Scorecard
menjadikan sistem manajemen kontemporer memiliki karakteristik
yang tidak dimiliki oleh sistem manajemen tradisional yaitu
karakteristik keterukuran dan keseimbangan. Balanced Scorecard
sebagai inti sistem manajemen strategi mempunyai keunggulan yaitu
memotivasi personel untuk berpikir dan bertindak strategi dalam
membawa perusahaan menuju masa depan, menghasilkan total
bussines plan yang komprehensif dan koheren, serta menghasilkan
sasaran-sasaran strategi yang terukur.
Kebanyakan perusahaan memerlukan pelanggan yang luas,
proses bisnis yang efisien, orang-orang yang sangat kompeten dan
budaya perusahaaan yang unggul untuk dapat mencapai kinerja yang
maksimum. Sementara fakor-faktor ini tidak tercatat dalam laporan
keuangan. Semua ini sangat signifikan dalam melaksanakan strategi
perusahaan dan mencapai visinya.
Balanced scorecard bukan hanya digunakan oleh organisasi
bisnis tapi juga oleh organisasi sektor publik. Balanced Scorecard dapat
membantu organisasi publik dalam mengontrol keuangan dan
mengukur kinerja organisasi. Organisasi publik adalah organisasi yang
didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Hal ini menyebabkan organisasi publik diukur keberhasilannya
melalui efektivitas dan efisisensi dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Berdasarkan karakteristiknya, organisasi publik
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pure nonprofit organizations dan
quasi non profit organizations. Pure nonprofit organizations adalah
organisasi publik yang menyediakan atau menjual barang dan/ atau
jasa dengan maksud untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Sedangkan quasi non profit organizations merupakan
organisasi publik yang menyediakan atau menjual barang dan/ atau
jasa dengan maksud untuk melayani masyarakat dan memperoleh
keuntungan (surplus).
Balanced Scorecard dapat diadopsi dan diadaptasi pada pure
nonprofit organizations maupun quasi non profit organizations.
Implementasi Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran kinerja tetapi
harus berpedoman pada tujuan organisasi. Pada jenis quasi non profit
organizations,tujuan organisasninya adalah kepuasan pelanggan dan
meningkatkan profitabilitas. Dengan demikian , Balanced Scorecard
dapat dimodifikasi dengan menempatkan perspektif finansial dan
pelanggan sejajar pada puncak dan diikuti oleh perspektif proses
internal dan selanjutnya perspektif inovasi dan pembelajaran (Mahsun,
2006, 164).
Dalam rangka pengadaan, pengelolaan dan pengembangan
air bersih maka pemerintah telah membentuk badan usaha yang sering
dikenal dengan nama Perusahaan Daerah Air Minum PDAM. PDAM
ini pengeloaannya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah
Tingkat II di masing-masing daerah. Sebagai perusahaan yang bersifat
monopolis, PDAM diharapkan disamping sebagai pelayanan
masyarakat, sekaligus juga dapat memberikan kontribusi bagi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara nyata.
Tolok ukur yang digunakan dalam metode Balanced Scorecard
terdapat empat perspektif yang meliputi perspektif finansial atau
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Akan tetapi dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan dua perspektif saja yaitu
perspektif pelanggan dan perspektif proses bisnis internal , supaya
dalam pengukuran lebih tertuju kepada kinerja pemasaran. Tujuan
pengukuran kinerja pada perspektif pelanggan guna mengetahui
kemampuan perusahaan dalam mempertahankan pelanggan, menarik
pelanggan dan kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada
pelanggan. Dan pada perspektif proses internal bisnis digunakan
untuk mengetahui kemapuan perusahaan dalam melakukan proses
kerja perusahaan.
Adapun alasan penulis memilih PDAM sebagai obyek
penelitian adalah berdasarkan penjajagan awal bahwa pengukuran
kinerja yang selama ini dilakukan PDAM Kota Madiun yaitu
berdasarkan pada keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 47 tahun
1999 yang terdiri dari aspek keuangan, aspek operasional dan aspek
administrasi. Oleh karena itu peneliti mencoba untuk mengaplikasikan
pengukuran dengan menggunakan metode Balenced Scorecard, supaya
di dalam pengukuran kinerja tersebut dapat berimbang antara kinerja
keuangan dan non keuangan, dan dapat mengukur apakah visi, misi
dan strategi yang dijalankan sudah terealisasi sesuai keinginan.
Selain dari alasan di atas, peneliti mengambil obyek penelitian
pada PDAM Kota Madiun, yaitu diharapkan dapat memberikan
pemahaman tentang bagaimana pengukuran kinerja perusahaan
dengan Balanced Scorecard dapat diterapkan secara nyata disesuaikan
dengan teori yang ada, sehingga apa yang dihasilkan peneliti dalam
penelitian ini dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan
maupun bagi peneliti dan dapat juga diaktivasikan oleh PDAM.
Menurut Bapak Siswanto selaku kepala bagian kepegawaian,
Selama ini PDAM Kota Madiun termasuk perusahaan yang
mempunyai kinerja positif dan menjadi perusahaan percontohan, hal
ini didukung dengan penghargaan-penghargaan yang diperoleh oleh
PDAM baik dalam skala propinsi maupun nasional. Sebagaimana
yang tertera dalam tabel berikut:
Tabel 1.1
Penghargaan yang telah diterima PDAM
Kota Madiun
No Waktu Penghargaan
1 2002 Penghargan sebagai instansi percontohan
pelayanan prima tingkat Propinsi Jawa Timur
2 2003 Penghargaan Pelayanan Prima tingkat
Propinsi Jatim
3 2004 Penghargaan Pelayanan Prima tingkat
Nasional
4 2004 Memperoleh Quality Sistem Certification ISO
9001-2000
5 2005 Mendapat penghargaan dari Departemen PU
sebagai penyelenggara air minum terbaik
kedua Tingkat Nasional kategori kota sedang
dan kota kecil
6 2007 Penghargaan sebagai juara 1 sebagai
penyelenggara air minum terbaik dari
Departemen PU
Sumber: Dokumen PDAM yang diolah
Berdasarkan alasan di atas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul IMPLEMENTASI PENGUKURAN
KINERJA SEKTOR PUBLIK DENGAN METODE BALANCED
SCORECARD (Studi Pada PDAM Kota Madiun)
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka
rumusan masalah yang diajukan adalah :
1. Bagaimanakah kinerja PDAM Kota Madiun jika diukur dengan
menggunakan Balanced Scorecard?
2. Apa keunggulan mengukur kinerja PDAM Kota Madiun
dengan menggunakan Balanced Scorecard?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah
1. Untuk mengetahui kinerja PDAM Kota Madiun jika diukur dengan
menggunakan sistem Balanced Scorecard.
2. Untuk mengetahui keunggulan mengukur kinerja PDAM dengan
menggunkan Balanced Scorecard?
D. BATASAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi fokus penelitian pada
pengukuran kinerja yang berhubungan dengan pemasaran.
Pengukuran tersebut berdasarkan pada dua perspektif, yaitu
perspektif pelanggan dan perspektif proses bisnis internal. Selain dari
pada itu tolok ukur yag digunakan juga dibatasi berdasarkan kinerja
yang ada di PDAM Kota Madiun.
Penelitian ini juga difokuskan pada periode tahun 2006
sampai 2008 dengan alasan periode tersebut adalah periode terdekat
dengan masa penelitian, selain itu tiga tahun dirasa cukup untuk
menggambarkan kinerja perusahaan.
E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak, antara lain :
1. Bagi Peneliti
a. Penerapan dari ilmu yang telah diperoleh peneliti selama
perkuliahan.
b. Memperluas wawasan, pengetahuan dan pengalaman penulis
untuk berfikir secara kritis dan sistematis dalam menghadapi
permasalahan yang terjadi.
2. Bagi Lembaga
a. Hasil ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan dan
Sebagai bahan masukan bagi fakultas untuk mengevaluasi
sejauh mana kurikulum yang diberikan mampu memenuhi
tuntutan perkembangan dunia bisnis.
b. Hasil ini juga diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan
referensi untuk pengembangan selanjutnya.
3. Bagi Perusahaan
a. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan andil
yang besar dalam memberikan kontribusi terhadap para
eksekutif perusahaan (manajemen) dalam menjalankan Balanced
Scorecard guna mengukur dan mengidentifikasi strategi, visi dan
misi perusahaan guna meningkatkan kinerja perusahaan secara
berkesinambungan.
b. Hasil ini juga diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan
referensi untuk pengembangan selanjutnya dan supaya dapat
digunakan sebagai alternatif alat pengukuran kinerja.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitia Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Metode
analisis
Tolok Ukur Hasil
1 Husnul
Mubarok
Penerapan
Balanced
Scorecard untuk
Mengukur
Kinerja
Perusahaan
(Studi Kasus
pada CV Indah
Cemerlang
Singosari
Malang
Analisis
Deskriptif
1. Perspektif Keuangan
Gros profit margin
Operating Profit
Margin
ROE dan ROI
Sales Growth
2. Perspektif
Pelanggan
Costumer Retention
Costumer Acquision
Costumer Complain
Costumer
Profitability
3. Perspektif Proses
Bisnis Internal
Manufacruring
Cycle Effectiveness
4. Perspektif
Pembelajaran dan
Pertumbuhan
Employee Retention
Employee Training
Employee
Absenteeism
Kondisi keuangannya
tidak terlalu
mengkhawatirkan
akan tetapi harus
lebih memperhatikan
pada rasio ROE dan
ROI
Kinerja perusahaan
mengalami
penurunan, akan
tetapi kinerjanya
masih bisa dikatakan
sedang dan cukup
Pada perspektif ini
menunjukkan adanya
peningkatan
Secara keseluruhan,
berdasarkan tolok
ukur, Perspektif ini
dikatakan baik
2. M. Ubadillah
Faqih
(2008)
Penerapan
Balanced
Scorecard
Sebagai Model
Pengukuran
Keseimbangan
Proposisi Nilai
Stakeholder
Pada PT. Citra
Utama Niaga
Kualitatif
Deskriptif
1. Perspektif
Keuangan
Growth Rate in
Revenue
2. Perspektif
Pelanggan
Customer
Acquisition
Customer Retention
Proposisi nilai
stakeholder PT. Citra
Utama Niaga
Nusantara telah
mencapai apa yang
telah menjadi sasaran
dan tujuan
perusahaan secara
efektif dan efisien.
Hal ini dapat kita
12
Nusantara
Surabaya
Customer
statisfaction
3. Perspektif Proses
Bisnis Internal
On Time Delivery
Market Segment
New Product
Introduction
Yield Rate
4. Perspektif
Pembelajaran dan
Pertumbuhan
Employee
Productivity
Employee Retention
Employee
statisfaction
lihat dari persentase
pertumbuhan
(growth) value
proposition pada
masing-masing
prespektif yang
cenderung
mengalami kenaikan
setiap tahunnya.
3. Rohmatul
Azizah
Cahyaningtiyas
(2008)
Implementasi
Pengukuran
Kinerja Sektor
Publik Dengan
Sistem Balanced
Scorecard (Studi
Pada
Perusahaan
Daerah air
Minum
(PDAM) Kota
Madiun)
Kualitatif
Deskriptif
1. Perspektif
Pelanggan
Customer
Acquisition
Customer Retention
Customer
statisfaction
2. Perspektif Proses
Bisnis Internal
Yield Rate
Manufacruring
Cycle Effectiveness
Layanan Purna
Jual
Dengan melihat tabel di atas, maka dapat terlihat persamaan dan
perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Adapun
persamaannya yaitu dalam hal judul pembahasan dan juga metode
penelitian. Balanced Scorecard merupakan salah satu pokok pembahasan
dalam penelitian sekarang maupun dalam penelitian terdahulu. Dan
metode yang digunakan dalam penelitian antara keduanya yaitu dengan
pendekatan kualitatif.
Perbedaan antara penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu
adalah pertama dalam hal obyek yang diteliti, pada penelitian terdahulu
peneliti menggunakan obyek perusahaan yang berorientasi pada profit
dan pada penelitian sekarang penelitian menggunakan sektor publik
sebagai obyek penelitian. Perbedaan yang kedua adalah tolok ukur yang
digunakan, dalam penelitian sekarang penelitian menggunakan tolok
ukur perspektif pelanggan dan perspektif bisnis internal, supaya dalam
pengukuran kinerja lebih terfokus dan mendetail pada kedua perspektif
tersebut dan dapat menggambarkan kinerja pemasaran pada perusahaan.
B. Kajian Teori
1. Kinerja dan Pengukuran Kinerja
Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi
yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja
sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan
individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika
individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria
keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa
tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada
tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat
diketahui karena tidak ada tolok ukurnya.
Kinerja menurut Tika (2006:121) merupakan hasil-hasil fungsi
pekerjaan/ kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi
yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi
dalam waktu tertentu.
Menurut Mahmudi (2007:6) kinerja mengacu pada sesuatu yang
terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini hasil yang
dicapai kerja tersebut. Kinerja merupakan suatu konstruk (construct) yang
bersifat multidimensional, pengukurannya juga bervariasi tergantung
pada kompleksitas faktor-faktor yang membentuk kinerja. Beberapa pihak
berpendapat bahwa kinerja mestinya didefinisikan sebagai hasil kerja itu
sendiri (outcomes of work), karena hasil kerja memberikan keterkaitan yang
kuat terhadap tujuan-tujuan strategi organisasi, kepuasan pelanggan, dan
kontribusi ekonomi.
Manajemen berbasis kinerja membutuhkan alat yang disebut
pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk
melakukan penilaian kinerja, yaitu untuk menilai sukses atau tidaknya
suatu organisasi, program, atau kegiatan. Dengan kata lain pengukuran
kinerja merupakan elemen pokok manajemen berbasis kinerja.
Menurut Mahsun (2006:25) pengukuran kinerja (performance
measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap
tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk
informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan
barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada
pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil
kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas
tindakan dalam mencapai tujuan.
Menurut Gaspersz (2005:68) bahwa pengukuran memainkan peran
yang sangat penting bagi peningkatan suatu kemajuan (perubahan) ke
arah yang lebih baik. Dalam manajemen modern, pengukuran terhadap
fakta-fakta akan menghasilkan data, yang kemudian apabila data ini
dianalisis secara tepat akan memberikan informasi yang akurat, yang
selanjutnya informasi itu akan berguna bagi peningkatan pengetahuan
para manajer dalam mengambil keputusan atau tindakan manajemen
untuk meningkatkan kinerja organisasi. Berkaitan dengan pengukuran
kinerja, pemilihan ukuran-ukuran kinerja yang tepat dan berkaitan
langsung dengan tujuan-tujuan strategis perusahaan adalah sangat
penting dan menentukan. Hal ini disebabkan karena banyak perusahaan
hanya sekedar melaksanakan pengukuran hal-hal yang tidak penting dan
tidak berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategis perusahaan.
2. Sektor Publik
2.1. Pengertian Sektor Publik
Sektor publik seringkali dipahami sebagai segala sesuatu yang
berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau
jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau Pendapatan Negara
lain yang diatur dengan hukum. Bidang kesehatan, pendidikan,
keamanan atau transportasi adalah contoh sektor publik. Oleh karena area
sektor publik sangat luas, maka dalam penyelenggaraannya sering
diserahkan ke pasar namun pemerintah tetap mengawasinya dengan
sejumlah regulasi. Bahkan beberapa bidang sektor publik dikelola dengan
menggunakan sumber pendanaan dari sumbangan atau dana amal.
Munculnya sektor publik ini tidak terlepas dari sejarah. Awalnya
sektor publik ini muncul karena ada kebutuhan masyarakat secara
bersama terhadap barang atau layanan tertentu. Untuk menghindari
alokasi dan distribusi atau layanan umum yang tidak adil maka
pengaturan pengalokasian dan pendistribusiannya diserahkan kepada
pihak (pengurus tertentu). Warga masyarakat akhirnya membayar
sejumlah pajak untuk mendukung pengaturan barang atau layanan
umum oleh pengurus tersebut.
Sektor publik eksis karena dibutuhkan. Jadi keberadaan sektor
publik di tengah masyarakat tidak bisa dihindari (inevitable). Masyarakat
membutuhkan regulasi yang mengatur pemakaian barang-barang publik
(public goods). Dalam perkembangannya, sektor publik sangat berperan
dalam pengaturan public goods tersebut sehingga dapat mendistribusikan
kepada segenap masyarakat secara adil dan merata. Menurut Jones (1993)
dari Mahsun (2006:8), peran utama sektor publik mencakup tiga hal yaitu:
1. Regulatory Role
Regulasi-regulasi sangat dibutuhkan masyarakat agar mereka
secara bersama-sama bisa mengkonsumsi dan menggunakan public
goods. Sektor publik sangat berperan menetapkan segala aturan yang
berkaitan dengan kepentingan umum. Tanpa ada aturan dari
organisasi-organisasi di lingkungan sektor publik maka ketimpangan
akan terjadi di masyarakat. Sebagian masyarakat akan dirugikan
karena tidak mampu memperoleh barang atau layanan yang
sebetulnya untuk umum.
2. Enabling Role
Tujuan akhir dari sebagian regulasi adalah memungkinnya
segala aktivitas masyarakat berjalan secara aman, tertib dan lancar.
Sektor publik memiliki peran yang cukup besar dalam memperlancar
aktivitas masyarakat yang beraneka ragam terebut.
3. Direct Provision of Goods and Services
Makna pure public goods (barang publik murni) ternyata dalam
prakteknya sulit untuk dipisahkan secara tegas dengan quasi public
goods. Selain itu semakin kompleks dan meluasnya area sektor
publik, maka sebagian sektor publik mulai dilakukan privatisasi.
Privatisasi mengharuskan sektor publik masuk dalam mekanisme
pasar. Sektor publik berperan dalam mengatur berbagai kegiatan
2.2. Tipe Barang atau Pelayanan
Katagorisasi tipe barang atau pelayanan yang dapat membedakan
dengan area sektor swasta antara lain:
1. Pure Public Goods
Pure Public Goods adalah barang-barang atau jasa kebutuhan
masyarakat yang manfaat barang atau jasa tersebut dinikmati oleh
seluruh masyarakat secara bersama-sama. Barang ini apabila
dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi
orang lain akan barang tersebut. Pure public goods harus disediakan
dalam jumlah dan kualitas yang sama terhadap seluruh anggota
masyarakat sehingga dapat dikonsumsi tanpa mengurangi tersedianya
bagi orang lain. Pure public goods dalam pengertian ini termasuk
layanan atau jasa yang diberikan untuk kepentingan masyarakat luas.
Ada 4 (empat) ciri utama pure public goods, yaitu :
a. Non-rivalry in consumption
Pure Public Goods merupakan konsumsi umum sehingga
konsumen tidak bersaing dalam mengkonsumsinya.
b. Non-exclusive
Penawaran atas pure public goods tidak hanya diperuntukkan
bagi seseorang dan mengabaikan yang lainnya sehingga tidak ada
yang ekslusif antar orang dalam masyarakat, semua mempunyai
hak yang sama dalam mengkonsumsinya.
c. Low Excludability
Penyedia atau konsumen suatu barang atau pelayanan tidak
bisa menghalangi (atau mengecualikan) orang lain untuk
menggunakan atau memperolah manfaat dari barang tersebut.
d. Low Competitive
Antar penyedia pure public goods tidak saling bersaing secara
ketat. Hal ini karena keberadaan barang ini tersedia dalam jumlah
dan kualitas yang sama.
Contoh pure public goods tersebut antara lain: layanan keamanan,
ketentraman dan keadilan. Pemerintah sebagai pemegang otoritas
harus mengatur pure public goods ini dengan fasilitas-fasilitas
tertentu, misalnya pertahanan nasional (defence), satuan kepolisian,
layanan pemadaman kebakaran serta layanan peradilan. Pure public
goods ini harus dibiayai oleh sektor publik, misalnya dari pajak.
2. Quasi Public Goods
Quasi public goods adalah barang-barang atau jasa kebutuhan
masyarakat yang manfaat barang atau jasa tersebut dinikmati oleh
seluruh masyarakat, namun apabila dikonsumsi oleh individu
tertentu akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut.
Barang atau jasa ini sebetulnya mempunyai daya saing tinggi, tetapi
non-excludable. Artinya, penyedia atau konsumen suatu barang atau
pelayanan ini tidak bisa menghalangi (atau mengecualikan) orang lain
untuk menggunakan atau memperoleh manfaat dari barang tersebut
meskipun konsumsi seseorang akan mengurangi keberadaan barang
atau jasa tersebut. Quasi public goods sering juga disebut dengan istilah
common pool goods. Contoh quasi public goods adalah layanan kesehatan,
pendidikan, pengendalian pencemaran, dan ekstrasi air tanah. Quasi
public goods sebagian besar dibiayai oleh sektor publik dan sebagian
oleh sektor swasta.
3. Quasi Private Goods
Quasi private goods adalah barang-barang atau jasa kebutuhan
masyarakat yang mana manfaat barang atau jasa tersebut hanya
dinikmati secara individual oleh yang membelinya walaupun
sebetulnya barang atau jasa tersebut dapat dinikmati oleh semua
masyarakat. Setiap konsumen yang menggunakannya harus
membayar. Quasi private goods bersifat excludable, tetapi daya saingnya
rendah. Artinya penyedia atau konsumen suatu barang atau
pelayanan bisa menghalangi (atau mengecualikan) orang lain untuk
menggunakan atau memperoleh manfaat dari barang tersebut
walaupun sebetulnya jika seseorang menggunakan suatu barang atau
pelayanan tersebut tidak dapat mengurangi ketersediannya bagi orang
lain. Quasi private goods sering disebut dengan istilah tool goods. Contoh
quasi private goods antara lain pelayanan jalan tol, tenaga listrik dan
PDAM. Biaya Quasi private goods adalah dari sektor publik dan swasta.
4. Pure Private Goods
Pure private goods adalah barang-barang atau jasa kebutuhan
masyarakat yang manfaat barang atau jasa tersebut hanya dinikmati
secara individual oeh yang membelinya dan yang tidak membelinya
tidak dapat menikmati barang atau jasa tersebut. Jadi barang privat
hanya dapat dikonsumsi pada waktu tertentu dan barang tersebut
akan mengurangi ketersediaannya bagi orang lain disamping sangat
mudah untuk memantau dan mengidentifikasikan biaya konsumsinya.
Termasuk dalam pengertian barang privat adalah layanan atau jasa
yang peruntukkannnya dibatasi hanya kepada konsumen dan
produsen, dimana harga pasar dengan mudah ditentukan oleh
konsumen dan produsen. Terdapat 4 (empat) ciri utama barang privat
yaitu:
a. Rivalry in consumption
Barang privat bukan merupakan konsumsi umum sehingga
terdapat persaingan antarpengguna dalam mengkonsumsinya (pure
private goods). Ketersediaan barang privat yang tidak sama baik
dalam jumlah maupun kualitas mengakibatkan para konsumen
saling bersaing untuk bisa mendapatkan jumlah dan kualitas yang
lebih baik.
b. Exclusive
Penawaran atas barang privat hanya diperuntukkan bagi
seseorang yang mampu menggantikan nilai barang yang
disediakan tersebut (bersifat ekslusif). Sementara seseorang yang
tidak memiliki sumber daya yang cukup, tidak bisa
mengkonsumsinya.
c. Excludability
Penyedia atau konsumen suatu barang atau pelayanan bisa
menghalangi (atau mengecualikan) orang lain untuk menggunakan
atau memperoleh manfaat dari barang tersebut.
d. High Competitive
Antar penyedia (produsen) barang privat saling bersaing secara
ketat. Akhirnya barang privat yang tersedia di pasar yang tersedia
di pasar sangat beraneka ragam baik jumlah maupun kualitasnya.
Mekanisme pasar akan menentukan siapa produsen yang dapat
memenangkan kompetisi.
Keberadaan barang-barang privat di arahkan kepada mekanisme
pasar. Pemerintah tidak banyak mengatur dan mengendalikan
pemerataan barang privat ini. Contoh barang-barang privat adalah
makanan, pakaian, hiburan, peralatan dan sebagainya. Biaya pure
private goods berasal dari sektor swasta.
2.3. Organisasi Sektor Publik
Di setiap Negara , cakupan organisasi sektor publik sering tidak
sama. Tidak ada definisi yang sering komprehensif dan lengkap bisa
digunakan untuk sistem pemerintah. Area organisasi sektor publik
bahkan berubah-ubah tergantung pada kejadian historis dan suasana
politik yang berkembang di suatu Negara. Di Indonesia, berbagai
organisasi termasuk dalam cakupan sektor publik antara lain pemerintah
pusat, pemerintah daerah, sejumlah perusahaan dimana pemerintah
mempunyai saham (BUMN dan BUMD), organisasi bidang pendidikan,
organisasi bidang kesehatan, dan organisasi-organisasi massa (Mahsun,
2006 : 13).
Organisasi sektor publik bukan semata-mata organisasi yang non
profit oriented. Banyak yang menganggap organisasi sektor publik pasti
non profit. Angapan ini kurang tepat, karena organisasi sektor publik ada
yang bertipe quasi non profit yaitu yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan motif surplus (laba) agar terjadi
keberlangsungan organisasi dan memberikan kontribusi pendapatan
negara atau daerah misalnya BUMN dan BUMD. Jadi perlu ditegaskan
bahwa organisasi sektor publik bukan hanya organisasi sosial, bukan
hanya organisasi non profit dan juga bukan hanya organisasi
pemerintahan. Organiasi sektor publik adalah organisasi yang
berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau
jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau Pendapatan Negara
lain yang diatur dengan hukum.
2.4. Tujuan Pengukuran Kinerja Di Sektor Publik
Pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses
pengendalian manajemen, baik orgisasi publik maupun swasta. Namun
Karena sifat dan karakteristik organisasi publik berbeda dengan sektor
swasta, penekanan dan orientasi pengukuran kinerjanya pun terdapat
perbedaan. Tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah
(Mahmudi, 2007:14):
1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
3. Memperbaiki kinerja periode berikutnya
4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan
keputusan pemberian reward dan punishment
5. Memotivasi pegawai
6. Menciptakan akuntabilitas publik
3. BALANCED SCORECARD
3.1. Konsep Umum Balanced Scorecard
Luis (2008:16) mendefinisikan Balanced Scorecard sebagai suatu alat
manajemen kinerja (performance management tool) yang dapat membatu
organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan
memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan non-finansial yang
kesemuanya terjalin suatu hubungan sebab akibat. Dari definisi tersebut,
jelaslah bahwa Balanced Scorecard sangat berperan sebagai penerjemah dan
pengubah (conferter) visi dan strategi organisasi menjadi aksi. Karena itu
Balanced Scorecard tidak berhenti pada saat strategi selesai dibangun,
tetapi terus memonitor proses eksekusinya.
Balanced Scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja
perusahaan dengan mempertimbangkan empat perspektif untuk
mengukur kinerja perusahaan yaitu: perspektif keuangan, pelanggan,
proses bisnis internal serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. Dari
keempat perspektif tersebut dapat dilihat bahwa Balanced Scorecard
menekankan perspektif keuangan dan non keuangan. Pendekatan
Balanced Scorecard dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pokok yaitu
(Kaplan dan Norton, 1996):
a. Bagaimana penampilan perusahaan dimata para pemegang saham?.
(perspektif keuangan).
b. Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan ?
(Perspektif pelanggan).
c. Apa yang menjadi keunggulan perusahaan? (Perspektif proses
internal).
d. Apa perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan dan
menciptakan nilai secara berkesinambungan? (Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan).
Dikatakan sebagai sistem pengukuran kinerja manajemen, Balanced
Scorecard secara fungsional digunakan untuk melihat kinerja menajemen
perusahaan saat ini dan di masa yang akan datang. Sedangkan sebagai
sistem manajemen strategis, Balanced Scorecard lebih dari sekadar
pengukuran operasional ataupun taktis. Ia memberikan arah dan
tuntunan kepada manajemen untuk membuat suatu kerangka kerja
strategis yang nantinya dapat ditransformasikan ke dalam suatu tindakan.
Pada umumnya, pengukuran kinerja perusahaan biasanya
dilakukan dengan menggunakan pengukuran tradisional. Namun,
pengukuran yang hanya mengandalkan pengukuran tradisional saja
dengan menggunakan alat ukur keuangan, ternyata tidak cukup mampu
meningkatkan kemampuan perusahaan ke arah peningkatan kinerja
secara berkesinambungan. Hal ini disebabkan, peningkatan kinerja
perusahaan agar mencapai nilai ekonomis masa depan, tidak hanya
ditentukan oleh kemampuan keuangan perusahaan, tetapi juga harus
didukung oleh faktor-faktor lain berupa kemampuan perusahaan
terhadap sesuatu yang lebih bersifat intangible (tidak berwujud), seperti
loyalitas konsumen, efisiensi proses internal, teknologi, inovasi,
produktivitas karyawan, kepuasan karyawan dan lain sebagainya.
Terlepas dari itu, penggunaan tolok ukur keuangan sebagai satusatunya
pengukur kinerja perusahaan memiliki banyak kelemahan, antara
lain :
a. Pamakaian kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu kinerja
perusahaan bisa mendorong manajer untuk mengambil tindakan
jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panajang.
Misal, untuk manaikkan profit atau ROI, seorang manajer bisa saja
mengurangi komitmennya terhadap pengembangan atau pelatihan
bagi karyawan, termasuk investasi-investasi dalam sistem dan
teknologi untuk kepentingan perusahaan masa depan. Dalam jangka
pendek kinerja keuangan meningkat, namun dalam jangka panjang
akan menurun;
b. Diabaikannya aspek pengukuran non-finansial dan intangible asset
pada umumnya, baik dari sumber internal maupun eksternal akan
memberikan suatu pandangan yang keliru bagi manajer mengenai
perusahaan di masa sekarang, terlebih lagi di masa datang;
c. Kinerja keuangan hanya bertumpu pada kinerja masa lalu dan
kurang sepenuhnya untuk menuntun perusahaan ke arah tujuan
perusahaan (Yuwono, dkk., 2006 : 28).
Oleh karena itu, proses pengukuran kinerja manajerial maupun
sistem manajemen strategis perusahaan perlu didukung oleh sistem tolok
ukur kinerja Balanced Scorecard dengan baik, yang tidak saja bertujuan
pada pencapaian hasil-hasil jangka pendek. Selain tetap memberikan
penekanan pada aspek finansial, ia juga mencakup semua pengukuran
dari empat perspektif secara komprehensif. Alasannya jelas, pengukuran
finansial tradisional tidak mengikutsertakan faktor-faktor intangible (tidak
berwujud). Sehingga, tidak dapat dijadikan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan perusahaan.
Dengan menggunakan Balanced Scorecard ini, para eksekutif
perusahaan dapat mengukur seberapa besar kemampuan mereka untuk
menciptakan value (nilai) di antara para stakeholder-nya secara seimbang
dan proporsional. Pada perspektif finansial misalnya, pengukuran
dilakukan dalam rangka menciptakan nilai tambah bagi pemegang
saham; perspektif pelanggan dilakukan dalam rangka menciptakan nilai
tambah bagi pelanggan; perspektif proses bisnis internal dilakukan dalam
rangka meningkatkan kualitas, efisiensi dan efektivitas proses; dan
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dilakukan dalam rangka
meningkatkan kompetensi dan produktivitas karyawan untuk melakukan
pembelajaran secara terus menerus, baik ke dalam organisasi maupun ke
luar organisasi.
Di dalam pengukurannya visi dan strategi menjadi dasar dalam
proses penyusunan Balanced Scorecard, sebagaimana visi dan strategi harus
mendasari setiap tindakan strategis yang akan dilakukan oleh
perusahaan. Visi dan strategi tersebut kemudian dikaitkan dengan
beberapa perspektif Balanced Scorecard, yang meliputi perspektif finansial,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran. Artinya, peningkatan kinerja ke arah
perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis
internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan harus disesuaikan
dengan visi dan strategi perusahaan.
Selanjutnya Vincent Garperz mendefinisikan visi, misi dan strategi
sebagai berikut :
1. Visi (vision) adalah suatu pernyataan menyeluruh tentang gambaran
ideal yang ingin dicapai oleh organisasi di masa yang akan datang :
a. Diciptakan melalui konsensus.
b. Cita-cita ideal di masa yang akan datang, yang mempengaruhi
mental orang-orang agar berhasrat mencapainya.
c. Menggambarkan sesuatu yang mungkin, tidak perlu harus dapat
diperkirakan.
d. Memberikan arah dan fokus.
e. Mempengaruhi orang-orang untuk menuju visi itu.
f. Tidak memiliki batas waktu.
2. Misi adalah adalah suatu pernyataan bisnis dari perusahaan. Di
dalamnya mengandung :
a. Alasan-alasan tentang keberadaan perusahaan itu.
b. Tidak menyatakan suatu hasil.
c. Tidak ada batas waktu atau pengukuran.
d. Memberikan bisnis untuk pembuatan keputusan tentang alokasi
sumber daya-sumber daya dan penetapan tujuan yang tepat.
e. Mendefinisikan bisnis sekarang dan yang akan datang dalam
bentuk produk skor, pelanggan, alasan-alasan dan pasar.
3. Strategi adalah suatu pernyataan tentang apa yang harus dilakukan
oleh organisasi untuk bertindak dari satu titik referensi ke titik
referensi yang lain.
3.2. Balanced Scorecard Untuk Organisasi Sektor Publik
Menurut Mahsun (2006:166) pada dasarnya Balanced Scorecard
merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba untuk mengubah
misi dan strategi organisasi menjadi tujuan-tujuan dan ukuran-ukuran
yang lebih berwujud. Ukuran finansial dan non finansial yang
dirumuskan dalam perspektif Balanced Scorecard sebenarnya adalah
derivasi (penurunan) dari visi dan strategi organisasi. Dengan demikian,
hasil pengukuran dengan Balanced Scorecard ini mampu menjawab
pertanyaan tentang seberapa besar tingkat pencapaian organisasi atas visi
dan strategi yang telah ditetapkan.
Pada awalnya Balanced Scorecard dibentuk untuk organiasi bisnis
yang bergerak di sektor swasta, akan tetapi pada perkembangannya
Balanced Scorecard dapat diterapkan pada organisasi sektor publik dan
organisasi sektor nonprofit lainnya. Perbedaan utama organisasi sektor
publik degan sektor swasta terutama adalah pada tujuannya (bottom line).
Sektor swasta (bisnis/ komersial) bertujuan untuk mencari laba (profit
maximization) sedangkan sektor publik adalah maksimisasi pelayanan
publik (public service maximization). Manajer pada sektor swasta berfokus
pada ukuran-ukuran kuantitatif-finansial, misalkan laba bersih (netincome)
laba perlembar saham, ROI dan sebagainya. Ukuran kinerja finansial
tersebut sebenarnya tepat digunakan ketika organisasi berada pada era
industri. Namun ketika organisasi tengah menghadapi era revolusi
teknologi informasi dan komunikasi serta era ekonomi berbasis
pengetahuan (knowledge-based economy), hanya mengandalkan ukuran
kinerja finansial akan menyababkan organisasi ketinggalan dan
kehilangan arah. Hal itu disebabkan ukuran kinerja finansial merupakan
ukuran kinerja masa lalu (lag indicator) yang didasarkan pada akuntansi
historis (Mahmudi 2007:134).
Menurut Mahsun dari Quinlivan, (2006:167) pada organisasi
penyedia layanan publik, tujuan utama pengukuran kinerjanya adalah
untuk mengevaluasi keefektifan layanan jasa yang diberikan kepada
masyarakat. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan menjadi lebih penting
dari pada sekedar keuntungan. Trend pengukuran kinerja organisasi
layanan publik sat ini adalah pengukuran kinerja berbasis outcome
daripada sekedar ukuran-ukuran proses. Artinya ukuran kinerja
organisasi publik ini sebenarnya bukan terletak pada proses mengolah
input menjadi output, tetapi justru penilaian terhadap seberapa
bermanfaat dan sesuai output tersebut memenuhi harapan dan kebutuhan
masyarakat. Bahkan auditing konvensioanal yang semula berfokus pada
ukuran proses mulai bergeser ke arah pengukuran outcome
Ada beberapa perbedaan organisasi bisnis dengan organisasi sektor
publik mengenai perspektif dalam Balanced Scorecard, yang terdapat dalam
tabel dibawah ini:
Tabel 2.2
Perbandingan rerangka Balanced Scorecard swasta dengan sektor
publik
PERSPEKTIF SEKTOR SWASTA SEKTOR PUBLIK
Pelanggan Bagaimana pelanggan
melihat kita?
Bagaimana masyarakat
pengguna pelayanan publik
melihat kita?
Keuangan Bagaimana kita melihat
pemegang saham
Bagaimana kita
meningkatkan pendapatan
dan mengurangi biaya?
Bagaimana kita melihat
pembayar pajak?
Proses Inernal Keunggulan apa yang
kita miliki
Bagaimana kita
membangun keunggulan?
Pertumbuhan
dan
Pembelajaran
Bagaimana kita terus
memperbaiki dan
menciptakan nilai
Bagaimana kita terus
melakukan perbaikan dan
menambah nilai bagi
pelanggan dan stakeholder?
Mahmudi, 2007:135
Sistem pengukuran kinerja diharapkan bisa digunakan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi. Adanya peningkatan
kinerja setidak-tidaknya bisa dilihat dari apakah aktivitas organisasi
mempunyai nilai tambah. Pada dasarnya manajemen kinerja dan
penilaian kualitas bukan ditujukan untuk memperbaiki pelayanan, tetapi
hanya membantu mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki sehingga
bisa lebih fokus. Balanced Scorecard digunakan sebagai alat pendukung
untuk komonikasi, motivasi dan mengevaluasi strategi organisasi utama.
Dengan Balanced Scorecard manajemen bisa lebih efektif, tetapi Balanced
Scorecard tidak menjamin manajemen efektif, hal ini bisa terjadi jika
manajemen tidak tepat men-derived visi dan strategi organisasi dalam
ukuran-ukuran kinerja Balanced Scorecard (Mahmudi, 2006).
Menurut Hendri (2003;33) keadilan adalah misi utama ajaran islam,
karenanya ia akan menjadi salah satu nilai dasar dalam perekonomian.
Hal itu dapat kita tangkap dalam pesan Al-Qur an yang menjadikan adil
sebagai akar prinsip dalam kegiatan perekonomian yang diterapkan pada
semua ajaran Islam dan peraturan-peraturannya, baik di dalam akidah,
syariat, atau etika, tak terkecuali sebagai konsep pengembangan
perekonomian dan pengukuran kinerja.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat asy-Syuura Ayat 17, yang
berbunyi :
Allah-lah yang menurunkan Kitab dengan (membawa) kebenaran dan
(menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari
kiamat itu (sudah) dekat? (QS. asy-Syuura : 17) (al-Qur an dan
Terjemahannya Al-Jumanatul Ali , 2005 : 486).
Dan sesungguhnya pilar penyangga kebebasan ekonomi yang
berdiri atas pemuliaan fitrah dan harkat manusia disempurnakan dan
ditentukan oleh pilar penyangga yang lain yaitu keadilan. Keadilan dalam
Islam bukanlah prinsip yang sekunder. Ia adalah cikal bakal dan pondasi
kokoh yang memasuki semua ajaran dan hukum (Qardhawi, 2001:385)
Balanced Scorecard merupakan pengukuran kinerja yang
mengutamakan keseimbangan dalam ekonomi atau keadilan dalam
syariat islam. Oleh karena itu dalam pengukuran kinerja, para manajer
perlu memperhatikan keseimbangan dalam menilai kinerja
perusahaannya. Antara keseimbangan dan keadilan bukanlah hal yang
berbeda dalan Islam. Allah memrintahkan manusia untuk berlaku adil
dalam segala hal, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-A raf ayat 29
Katakanlah: Tuhanku Menyuruh menjalankan keadilan. (Al-A raf:29)
Berdasarkan ayat Al-Quran di atas, jelas sekali bahwasannya
keadilan merupakan perintah Allah yang harus dijalankan. Keadilan
bukan hanya untuk perbuatan manusia akan tetapi juga dapat diterapkan
dalam pengukuran kinerja yaitu pengukuran kinerja dengan metode
Balanced scorecard.
4. Empat Perspektif Pengukuran Balanced Scorecard
a. Perspektif Finansial
Menurut Luis (2008:21) tidak bisa dipungkiri lagi bahwasannya
keuangan merupakan hal penting bagi setiap organisasi, terlepas apakah
organisasi itu diharapkan untuk menghasilkan laba atau tidak (nirlaba).
Keuangan adalah penting karena diperlukan keuangan yang baik untuk
mengelola suatu organisasi, apalagi organisasi yang memang bertujuan
untuk mengakumulasi laba. Dalam organisasi yang mencari laba, faktor
keuangan menjadi indikator terpenting.
Keuangan organisasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu
jangka pendek dan jangka panjang. Dalam pendekatan keuangan yang
bertujuan jangka pendek, strategi yang digunakan adalah strategi
peningkatan produktivitas, meliputi upaya-upaya yang dapat dilakukan
agar produktivitas dapat optimal. Strategi produktivitas ini dapat dicapai
dengan perbaikan struktur biaya dan pemaksimalan utilitas asset.
Pada pendekatan keuangan jangka panjang dilakukan strategi
khusus yang disebut strategi pertumbuhan. Strategi ini meliputi dua hal
utama yaitu peningkatan pendapatan dan peningkatan nilai bagi
pelanggan. Untuk hal yang pertama, organisasi akan mencari berbagai
peluang dan melakukan berbagai kegiatan, seperti meningkatkan sumber
atau mencari sumber baru, dengan tujuan untuk dapat meningkatkan
pendapatan. Sumber-sumber tersebut dapat berupa inovasi produk baru,
segmen pasar baru, atau rekanan bisnis yang baru. Sementara itu
peningkatan nilai bagi pelanggan dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan berbagai keuntungan atau manfaat yang akan didapatkan
oleh pelanggan dari produk atau jasa yang diberikan.
Menurut Gaspersz (2005:47) adapun pengukuran-pengukuran
Balanced Scorecard yang pada umumnya digunakan dalam perspektif
finansial, meliputi:
1) Rasio Profitabilitas (Profitability Ratios),
Yaitu rasio yang mengukur efektivitas manajemen yang
ditunjukkan melalui keuntungan (laba) yang dihasilkan terhadap
penjualan dan investasi perusahaan. Menurut Hanafi (2004:36) ada
tiga rasio yang digunakan, yaitu:
a. Profit Margin
Profit margin menghitung sejauh mana kemampuan
perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan
tertentu. Rasio ini bisa diinterpretasikan sebagai kemampuan
perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiansi) di
perusahaan pada periode tertentu. Profit margin yang tinggi
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang
tinggi pada tingkat penjualan tertentu. profit margin dirumuskan
sebagai berikut:
Laba Bersih
Profit margin =
Penjualan
b. Return On Asset (ROA)
Return On Asset (ROA) mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu.
ROA sering juga disebut ROI (Return On Investment). Rasio yang
tinggi menunjukkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan aset,
yang berarti semakin baik. Formula untuk ROA adalah :
Laba Bersih
Return On Asset = x 100%
Total Asset
c. Return On Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih berdasarkan modal tertentu. Rasio ini
merupakan ukuran profitabilitas dilihat dari sudut pandang
pemegang saham. Angka yang tertinggi untuk ROE
menunjukkan tingkat profitabilitas yang tinggi. ROE dirumuskan
sebagai berikut:
Laba bersih
Return On Equity = x 100%
Modal sendiri
2) Rasio Aktivitas (Activity Ratios),
Yaitu rasio yang mengukur efektivitas manajemen perusahaan
menggunakan semua sumber daya yang berada di bawah
pengendalian manajemen. Rasio aktivitas melibatkan perbandingan
antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis harta
(aset). Rasio aktivitas menganggap sebaiknya terdapat suatu
keseimbangan yang layak dari penjualan dengan berbagai sumber
asset, seperti : inventori, piutang, asset tetap dan asset lainnya. Ada
beberapa rasio aktivitas diantaranya yaitu:
a. Rata-rata Umur Piutang
Rata-rata umur piutang melihat berapa lama waktu yang
diperlukan untuk melunasi piutang yang dipunyai oleh
perusahaan (mengubah piutang menjadi kas). Semakin lama ratarata
umur piutang, berarti semakin besar dana yang tertanam
pada piutang.
Piutang dagang
Rata-rata umur piutang =
Penjualan/365
b. Rasio Perputaran Persediaan
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004:75) rasio ini
mengukur berapa lama rata-rata barang berada di gudang.
Pemikirannya adalah bahwa kenaikan persediaan disebabkan
oleh aktivitas, atau karena perubahan kebijakan persediaan. Jika
terjadi kenaikan persediaan yang tidak proporsional dengan
peningkatan aktivitas, maka berarti terjadi pemborosan dalam
pengelolaan persediaan. Rasionya dinyatakan sebagai berikut:
Harga Pokok Penjualan
Perputaran persediaan =
Total persediaan
c. Perputaran Aktiva Tetap
Rasio ini mengukur seberapa banyak penjualan bisa
diciptakan setiap rupiah aktiva yang dimiliki. Karena itu rasionya
adalah :
Penjualan
Perputaran aktiva tetap =
Total Aktiva
Semakin tinggi angka perputaran aktiva tetap, semakin
efektif perusahaan mengelola asetnya.
3) Rasio Utang (Debt Ratios),
Yaitu rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan dibiayai
oleh utang, artinya rasio ini mengukur kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak
solvabilitas adalah perusahaan yang total utangnya lebih besar
dibandingkan dengan total asetnya. Rasio ini memfokuskan pada sisi
kewajiban perusahaan. Ada beberapa macam rasio leverage yang bisa
dihitung yaitu:
a. Rasio Total Utang terhadap Total Aset (Debt to Equity Ratio)
Rasio yang tertinggi berarti perusahaan menggunakan
utang/finansial leverage yang tinggi. Penggunaan utang yang
tinggi akan meningkatkan profitabilitas, di lain pihak utang yang
tinggi juga akan meningkatkan resiko. Jika penjualan tinggi, maka
perusahaan bisa memperoleh keuntungan yang tinggi (karena
hanya membayar bunga yang sifatnya tetap). Sebaliknya
penjualan turun, perusahaan terpaksa bisa mengalami kerugian,
karena adanya beban bunga yang tetap harus dibayarkan.
Total Utang
Debt to Equity Ratio =
Total Aktiva
b. Rasio Times Interest Earned (TIE)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan membayar
utang dengan laba sebelum bunga dan pajak. Rasio tersebut
menghitung seberapa besar laba sebelum bunga dan pajak yang
tersedia untuk menutup beban tetapi bunga. Rasio yang tinggi
menunjukkan situasi yang aman, karena tersedia dana yang lebih
besar untuk menutup pembayaran bunga. Kalau TIE hanya
menggunakan beban bunga sebagai pembaginya, rasio fixed
charge coverage mengukur kemampuan perusahaan membayar
total beban tetap, yang biasanya mencakup biaya bunga dan
sewa. Angka yang tinggi untuk rasio fixed charge coverage
menunjukkan situasi yang lebih aman (resiko rendah), meskipun
dengan profitabilitas yang juga lebih rendah.
Laba sebelum bunga dan pajak
Times Interest Earned (TIE) =
Bunga
EBIT + Biaya sewa
fixed charge coverae =
bunga + Biaya sewa
4) Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios),
Yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi keuangan kewajiban (utang) jangka pendek perusahaan
dengan melihat besarnya aktiva lancar relatif terhadap utang
lancarnya. Ada beberapa jenis rasio likuiditas yaitu:
a. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi utang jangka pendeknya (jatuh tempo kurang dari 1
tahun) dengan menggunakan aktiva lancar. Rasio yang rendah
menunjukkan likuiditas jangka pendek yang rendah. Rasio lancar
yang tinggi menunjukkan kelebihan aktiva lancar (likuiditas
tinggi dan resiko rendah), tetapi mempunyai pengaruh yang
tidak baik terhadap profitabilitas perusahaan.
Aktiva lancar
Current Ratio =
Utang Lancar
b. Rasio Cepat (Quick Ratio)
Rasio cepat mengeluarkan persediaan dari komponen aktiva
lancar. Dari ketiga komponen aktiva lancar (kas, dagang, piutang
dagang, dan persediaan), persediaan biasanya aset yang paling
tidak likuid. Pada rasio cepat ini angka yang tinggi
mencerminkan likuiditas yang tinggi dan sebaliknya.
Aktiva Lancar - Persediaan
Quick Rasio = x 100%
Utang Lancar
Perspektif keuangan dalam organisasi sektor publik digunakan
untuk menjawab pertanyaan Bagaiamana kita meningkatkan pendapatan dan
mengurangi biaya? Dan Bagaimana kita melihat pembayar pajak? Mekipun
organisasi sektor publik tidak mengejar laba namun organisasi perlu
memikirkan bagaimana meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya
secara berkelanjutan. Dalam konsep Reinventing Goverment, organisasi
pemerintah diharapkan menghasilkan tidak sekedar membelanjakan
(earning rather than spending). Dalam organisasi sektor publik seringkali
timbul masalah suboptimasi. Suboptimasi merupakan fenomena yang
terjadi dimana unit kerja mengejar target kinerja baik untuk unit kinerja
tersebut akan tetapi berdampak kurang baik bagi kinerja organisasi secara
keseluruhan. Misalnya kenaikan layanan publik tertentu selalu diikuti
dengan kenaikan biaya.
Perspektif dalam organisasi sektor publik terkait dengan upaya
untuk meningkatkan kinerja keungan dengan cara meningkatkan
pendapatan dan sekaligus mengurangi biaya. Upaya untuk meningkatkan
pendapatan dan mengurangi biaya dimaksudkan untuk meningkatkan
kemandirian fiskal yang dapat digunakan untuk meningkatkan
pelayanan. Beberapa ukuran kinerja yang digunakan perspektif keuangan
misalnya pertumbuhan ekoniomi, pertumbuhan pajak, penghematan
anggaran, dan indikator lain yang terkait dengan kinerja keuangan
organisasi.
Menurut Muslich (2007:105) tuntunan ajaran Islam secara tegas
marekomendasikan bahwa transaksi yang dilakukan oleh bisnis harus
dicatat dan dibukukan dan terdokumentasikan dengan cara yang benar
sesuai dengan fakta agar data keuangan dan informasi keuangan itu baik
oleh internal sendiri maupun oleh pihak-pihak eksternal yang relavan
terkait dapat dipergunakan dengan akurat berdasar prinsip obyektivitas,
keadilan dan kebenaran, terutama pihak-pihak yang berkepentingan
dalam manajemen amanah dan memenuhi kepentingan informatif dari
semua pihak yang terkait secara relevan.
Pencatatan dalam Islam dapat dilihat dari peradaban Islam
pertama yaitu Baitul Maal, merupakan lembaga keuangan yang berfungsi
sebagai bendahara negara serta menjamin kesejahteraan sosial. Perintah
melakukan pencatatan dari seluruh transaksi telah dinyatakan dalam
Qur an Surat Al-Baqarah ayat 282, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan
benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, maka hendaknylah ia menulis..... (QS. Al-
Baqarah:282)
Dari ayat di atas Allah memerintahkan untuk memelihara tulisan
dari hasil transaksi muamalah. Karena dengan adanya pencatatan itu
merupakan pertanggungjawaban atau bukti transaksi.
b. Perspektif Pelanggan
Bagian ini merupakan sumber pendapatan perusahaan yang
merupakan salah satu komponen dari sasaran keuangan perusahaan.
Perspektif pelanggan menggambarkan tampilan perusahaan di mata
pelanggan. Hal ini merupakan konsekuensi usaha yang semakin ketat,
sehingga perusahaan dituntut memahami kebutuhan pelanggan. Banyak
perusahaan menawarkan produk dan jasa yang lebih baik sesuai dengan
preferensi pasar. Di samping itu untuk menciptakan keinginan dan
harapan pelanggan maka kualitas pelayanannya harus memuaskan dan
tidak hanya berfikir pada sisi penjualan produk yang dihasilkannya saja,
akan tetapi sisi kepuasan pelangganpun harus diperhatikan agar timbul
kepercayaan bagi pelanggan.
Sebelum menetapkan tolok ukur kinerja pelanggan, Kaplan dan
Norton (2005:55) menyarankan agar perusahaan menetapkan labih
dahulu, menentukan segmen pasar yang akan menjadi target/ sasaran
serta identifikasi keinginan dan kebutuhan para (calon) pelanggan yang
berada dalam segmen tersebut, sehingga tolok ukurnya dapat lebih
terfokus.
Menurut Yuwono, dkk., (2006:33-35), perspektif pelanggan
memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu :
1) Customer Core Measurement
Customer core measurement memiliki beberapa komponen
pengukuran, yaitu : market share, customer retention, customer
acquisition, customer statisfaction, dan customer profitability.
(a) Market share; pengukuran ini mencerminkan bagian yang
dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang
meliputi: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume
unit penjualan.
(b) Customer retention; mengukur tingkat di mana perusahaan
dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen. Dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Jumlah pelanggan
Costumer retention = x 100%
Jumlah pelanggan thn sebelumny
(c) Customer acquisition; mengukur tingkat di mana suatu unit
bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan
bisnis baru. Rumus yang digunakan untuk menghitung
akuisisi pelanggan adalah:
Kenaikan pelanggan
Customer Acquisition = x100%
Jml. Pelanggan thn sebelumnya
(d) Customer statisfaction; menaksir tingkat kepuasan pelanggan
terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition.
Jumlah pelanggan yang komplain
Customer Complain = x 100%
Jumlah nasabah
(e) Customer profitability; mengukur laba bersih dari seorang
pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus
diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.
2) Customer Value Propositions
Customer value propositions merupakan pemicu kinerja yang
terdapat pada core value proposition yang didasarkan pada atribut
sebagai berikut : product/service atributes, customer relationship, dan
image relationship.
Product/service atribute; meliputi fungsi dari produk atau jasa,
harga, dan kualitas. Pelanggan memiliki preferensi yang berbedabeda
atas produk yang ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi
dari produk, kualitas, atau harga yang murah. Perusahaan harus
mengidentifikasi apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang
ditawarkan. Selanjutnya, pengukuran kinerja ditetapkan berdasarkan
hal tersebut.
Customer relationship yaitu menyangkut perasaan pelanggan
terhadap proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan.
Perasaan konsumen ini sangat dipengaruhi oleh responsivitas dan
komitmen perusahaan terhadap pelanggan berkaitan dengan
masalah waktu penyampaian produk ke pelanggan. Konsumen
biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat dan tepat
waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasan mereka.
Image relationship yaitu menggambarkan faktor-faktor
intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan
dengan perusahaan. Membangun image dan reputasi dapat
dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
Dalam pengukuran kinerja dengan menggunakan metode Balanced
Scorecard haruslah memperhatian konsumen, keluhan konsumen dan pasti
tidak ada unsur penipuan dan manipulasi dalam bisnis. Hal ini sesuai
dengan firman Allah:
Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil,
kendatipun ia adalah kerabatmu dan penuhilah janji Allah (penuhilah
segala perintah-perintah-Nya). Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu ingat (QS. Al-An am:152).
Selain itu untuk menciptakan keinginan dan harapan pelanggan
maka kualitas pelayanannya harus memuaskan agar timbul kepercayaan
bagi pelanggan dan tidak merugikan pelanggan. Dan dalam melakukan
proses pelayanan hendaknya tidak mengecewakan pelanggan dan berlaku
baik dengan pelanggan, misalnya tutur katanya sopan dan lemah lembut,
supaya citra perusahaan baik di mata para konsumen. Hal ini sesuai
dengan Surat Ali-Imron ayat 159 dan Asy-Syu ra ayat 181-183
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu
(QS. Al-Imron :159).
c. Perspektif Poses Bisnis Internal
Dalam perspektif proses bisnis internal, perusahaan melakukan
identifikasi berbagai proses yang sangat penting, dimana perusahaan
harus melakukannya dengan sebaik-baiknya karena proses internal
tersebut memiliki nilai-nilai yang diinginkan pelanggan dan akan dapat
memberikan pengambilan yang diharapkan oleh pemegang saham.
Menurut Kaplan dan Norton (2000:83) pendekatan Balanced Scorecard
membagi pengukuran perspektif proses bisnis internal menjadi tiga
bagian yaitu: proses inovasi, proses operasi (membuat dan menjual
produk) dan proses purna jual. Dan Gaspersz membagi proses bisnis
internal tersebut ke dalam tiga komponen, yaitu :
1) Proses inovasi yang mengidentifikasi kebutuhan pelanggan masa
kini dan masa mendatang serta mengembangkan solusi baru untuk
kebutuhan pelanggan itu.
2) Proses operasional yang mengidentifikasi sumber-sumber
pemborosan dalam proses operasional serta mengembangkan
solusi masalah yang terdapat dalam proses operasional itu demi
meningkatkan efisiensi produksi, meningkatkan kualitas produk
dan proses, memperpendek waktu siklus (cycle time), sehingga
meningkatkan penyerahan produk berkualitas tepat waktu, dan
lain-lain.
Dalam pandangan Islam, segala sesuatu harus dilakukan
secara, rapi, benar, tertib dan teratur. Proses-prosesnya harus
diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan dengan asalasalan.
Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran islam.
Rosullullah bersabda, yang artinya:
Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan suatu
pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, terarah, jelas dan tuntas) (HR
Thabrani)
Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap dan caracara
mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan
yang dicintai Allah (Qardhawi, 2001:160).
3) Proses pelayanan berkaitan dengan pelayanan kepada pelanggan,
seperti pelayanan purna jual, menyelesaikan masalah yang timbul
pada pelanggan dalam kesempatan pertama secara cepat,
melakukan tindak lanjut secara proaktif dan tepat waktu,
memberikan sentuhan pribadi (personal touch), dan lain-lain
(Gaspersz , 2005 : 59).
Dalam Islam penipuan dalam berdagang adalah haram
hukumnya, sehingga alangkah baiknya jika ada produk yang cacat
tidak diperjual belikan kecuali menerangkan dan
memberitahukannya sebagaimana hadist di bawah ini:
Nabi SAW bersabda: "Jika kalian sedang melakukan jual beli maka tidak
boleh ada tipuan."
Hadist di atas menerangkan larangan melakukuan penipuan
dalam berbisnis. Berhubungan dengan layanan purna jual, penjual
sebelum menyerahkan barang atau jasa yang dijualnya harus
menjelaskan bagaimana kondisi barang atau jasa tersebut, supaya
tidak ada kekecewaan dan penyesalan dari dalam diri konsumen.
d. Perspektif Pembelajaran Dan Pertumbuhan
Perspektif keempat dalam Balanced Scorecard merupakan faktor
pengendali dan pendorong tujuan-tujuan perspektif sebelumnya tercapai.
Jika, tujuan-tujuan yang ditetapkan sebelumnya (perspektif finansial,
pelanggan, dan proses bisnis internal) ditujukan untuk mencapai
keberhasilan kinerja perusahaan dalam menciptakan loyalitas pelanggan,
efektifitas dan efisiensi proses yang nantinya dapat mendongkrak kinerja
keuangan perusahaan. Maka, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
memberikan sarana yang memungkinkan tujuan-tujuan ketiga perspektif
tersebut tercapai.
Menurut Muslich (2007:174) manusia dengan seluruh potensi yang
berbeda yang dipekerjakan di dalam suatu organisasi perlu
dikembangkan karena secara inklusif bahwa hal ini sesuai dengan
kebutuhan organisasi. Jika sumber daya manusia semakin meningkat
kemampuannya maka akan semakin besar kontribusinya bagi perusahaan
dan makin dapat dimanfaatkan potensi yang meningkat tersebut untuk
meningkatkan kinerja perusahaan.
Makin maju karier karyawan, dipastikan akan makin mendukung
untuk meningkatkan kinerja perusahaan lantaran karyawan memiliki
kemampuan dan ketrampilan yang makin baik.
Pengembangan ini dapat diarahkan pada pengembangan yang
bersifat technical know how, leadersip know how maupun psicholoogical know
how. Hal ini sesuai dengan kapasitas manusia yang berbeda-beda sesuai
minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing manusia
sebagai pekerja. Sebagaimana ditegaskan firman Allah Surat Al-
An am:122.
Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang)
dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dengan apa
yang mereka kerjakan. (QS. Al-An am:122)
Selain dari pada itu manfaat terpentinng dari pelaksanaan
penilaian prestasi kerja karyawan adalah untuk dapat menetapkan
keputusan-keputuan penempatan karyawan secara obyektif dan adil,
karena kesalahan dalam menempatkan karyawan akan menimbulkan
masalah-masalah yang besar bagi suatu perusahaan. Hal ini sesuai
dengan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari yang berbunyi:
jika suatu perkara diserahkan bukan pada ahlinya maka tunggulah
saatnya (kerusakan) .
Menurut Kaplan dan Norton (2000 : 110), terdapat tiga kategori
utama dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu :
1) Kapabilitas Pekerja
Salah satu perubahan yang paling dramatis dalam pemikiran
manajemen selama 15 tahun terakhir adalah pergeseran peran para
pekerja perusahaan. Saat ini pekerja dituntut untuk lebih kritis dan
melakukan evaluasi terhadap proses dan lingkungan, dan
memberikan usulan perbaikan bagi perusahaan di masa depan.
2) Kapablitas sistem Informasi
Motivasi dan keahlian pekerja saja tidak cukup dalam menunjang
pencapaian tujuan proses bisnis internal, tanpa adanya informasi
yang tepat waktu, cepat dan akurat sebagai umpan balik. Dengan
kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh
tingkatan manajemen dan pekerja atas informasi yang akurat dan
tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
3) Motivasi, Pemberdayaan dan Keselarasan
Pegawai yang memiliki informasi yang berlimpah tidak akan
memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha, apabila mereka
tidak mempunyai motivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan
perusahaan atau tidak diberi kebebasan dalam pengambilan
keputusan dalam bertindak.
Pengukuran yang digunakan dalam perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan adalah sebagai berikut :
Employee Productivity merupakan pengaruh yang agregat terhadap
pencapaian skill pegawai dan moral, inovasi, penyempurnaan
proses internal dan memuaskan pelanggan
Jumlah pendapatan (penjualan
Employee Productivity =
Jumlah Tenaga kerja
Employee Retention merupakan presentasi dari key staff turn over turn
over yang mengukur pegawai yang memberi nilai pada perusahaan
yaitu pegawai yang loyal, mempunyai pengetahuan dan sensitiv
terhadap keinginan pelangga, mempunyai minat jangka panjang
terhadap perusahaan akan ditahan dalam perusahaan agar
dilakukan investigasi untuk menghindari kehilangan intellectual
capital dari bisnis. Formula untuk employee retension adalah:
Jumlah karyawan yang keluar
Employee Retention = x 100%
Total karyawan
Employee satisfaction merupakan moral pegawai dan tingkat
kepuasannya secara keseluruhan.
Total Absen
Employee Absenteeism = x 100%
Total hari kerja efektif
C. Implementasi Balanced Scorecard
Adapun langkah-langkah penerapan Balanced Scorecard pada suatu
perusahaan adalah sebagai berikut (Yuwono, 2006:82):
1. Membangun Konsensus Atas Pentingnya Perubahan Manajemen
Untuk mendapatkan daya dorong yang memadai bagaimana
proses impementasi Balanced Scorecard akan mendapat hasil maksimal,
maka isu tentang perubahan manajemen harus ditempatkan di awal
proses. Tujuannya adalah agar Balanced Scorecard dipandang sebagai
sarana manajemen yang akan mengubah sistem dan proses
manajemen secara mendasar.
Perubahan atau merubah manajemen selalu menjadi tantangan
utama dalam menjabarkan sistem manajemen berbasis Balanced
Scorecard karena implementasi Balanced Scorecard akan menyentuh tiap
aktivitas penting dalam organisasi.
2. Pembentukan Tim Proyek
Proses pengembangan Balanced Scorecard merupakan salah satu
kekuatan besar dari semua pendekatan. Oleh karena itu sangat penting
untuk secara khusus membahas siapa yang berpartisipasi dan kapan.
Tim harus terdiri dari para manajemen level atas yang memahami
keseluruhan permasalahan perusahaan dimana masukan-masukannya
akan sangat berguna bagi proyek. Begitu tim terbentuk, buat
serangkaian rencana, tindak lanjuti penugasan untuk menyelesaikan
proyek. Jika diperlukan, seluruh tim harus ditraining ulang tentang
konsep Balanced Scorecard lebih mendalam dan bagaimana proses
pembuatan Balanced Scorecard dilakukan.
3. Mendefinisikan Industri, Menjelaskan Perkembangannya Dan Peran
Perusahaan
Tujuan tahap ini adalah untuk mengembangkan sebuah dasar
dalam menyusun konsensus berbagai karakteristik dan persyaratan
industri dan untuk sampai pada definisi yang jelas tentang posisi dan
peran perusahaan saat ini. Karena kita akan mencapai persetujuan
tentang bagaimana industri akan berkembang di masa datang, maka
kita juga akan menyusun platform yang bernilai dan dilanjutkan
dengan perluasan visi dan strategi masa depan kita. Bentuk yang
cocok untuk pekerjaan ini adalah wawancara individu, terutama
dengan manajemen tingkat atas dan para pemimpin yang
pemikirannya paling berpengaruh di perusahaan.
4. Menentukan Unit/SBU
Pada umumnya Balanced Scorecard diperlukan bagi unit bisnis
strategis yang memiliki pelanggan, saluran distribusi, fasilitas
produksi, dan tolok ukur keuangan yang terpisah. Sebelum SBU
didefinisikan dan dipilih, arsitek harus mempelajari hubungan antara
satu SBU dan SBU yang lain, devisi dan organisasi secara keseluruhan.
5. Mengevaluasi Sistem Pengukuran Yang Ada
Tahap berikutnya adalah mengevaluasi sistem pengukuran
yang digunakan organisasi atau perusahaan saat ini. Evaluasi sistem
pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan survei, yang
mencakup evaluasi terhadap berbagai tolok ukur dan sistem
pengukuran yang digunakan organisasi atau perusahaan saat ini.
6. Merumuskan/Mengkonfirmasikan Visi Perusahaan
Dalam praktiknya ada yang memisahkan pengertian visi dan
misi. Sebaliknya ada pula yang menganggapnya sama. Dalam hal
disamakan, maka baik visi maupun misi digambarkan sebagai rel yang
akan dicapai di masa mendatang oleh perusahaan. Karena model
Balanced Scorecard berdasarkan pada visi komprehensif bersama maka
penting untuk memastikan pada tingkat awal apakah visi dan misi
yang dilaksanakan bersama nyata-nyata eksis. Karena scoecard akan
memberi fokus yang lebih kuat kepada organiasi dibandingkan
sebelumnya, konsekuensi visi yang salah arah mungkin akan menjadi
permasalahan yang sangat serius. Dalam hal visi hilang, poin ini
memberikan kesempatan yang sangat bagus untuk mulai meletakkan
dasar bagi visi bersama.
7. Merumuskan Perspektif
Adapun Setelah visi komprehensif dan konsep bisnis
dirumuskan, kemudian perlu dipilih perspektif untuk membangun
scorecard finansial, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan
pertumbuhan.
8. Merinci Visi Berdasarkan Masing-Masing Perspektif Dan Merumuskan
Seluruh Tujuan Strategis
Model Balanced Scorecard utamanya merupakan suatu alat untuk
merumuskan dan mengimplementasikan strategi perusahaan. Model
tersebut harus dilihat sebagai suatu instrumen untuk menerjemahkan
visi dan strategi yang abstrak ke dalam tolok ukur dan sasaran yang
spesifik. Dengan kata lain Balanced Scorecard yang dirumuskan dengan
baik merupakan presentasi strategi perusahaan. Jadi tujuan langkah ini
untuk menerjemahkan visi ke dalam istilah nyata dari perspektif yang
telah disusun dan dengan demikian akan mencapai keseimbangan
keseluruhan yang merupakan ciri unik dari model dan metode ini.
9. Identifikasi Faktor-Faktor Penting Bagi Kesuksesan
Langkah ini berarti berpindah dari deskripsi dan strategistrategi
ke diskusi dan penetapan apa yang dibutuhkan visi untuk
berhasil dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh besar dalam
hasil. Dengan kata lain perusahaan sekarang harus menetukan faktorfaktor
apa saja yang paling penting bagi kesuksesan, lalu menyusun
prioritasnya.
10. Mengembangkan Tolok Ukur, Identifikasi Sebab Akibat, Dan
Menyusun Keseimbangan
Pada langkah ini, kita mengembangkan tolok ukur kunci yang
relevan bagi pemakaian akhir kerja kita. Seprti pada langkah-langkah
lainnya, kita harus memulai dengan beberapa bentuk brainstorming ,
dimana tidak ada ide yang ditolak dan semua pemikiran digunakan
dalam proses tersebut.
Tantangan terbesar adalah menemukan sebab akibat yang jelas
dan menciptkan keseimbangan di antara berbagai tolok ukur dalam
perspektif yang dipilih. Oleh karena itu perlu diadakan diskusi
tentang apakah keseimbangan dapat dicapai diantara tolok ukur yang
berbeda sehingga peningkatan-peningkatan jangka pendek tidak
bertentangan dengan sasaran jangka panjang. Tolok ukur dalam
perspektif yang berbeda-beda tidak boleh mengakibatkan terjadinya
suboptimasi, tetapi harus cocok dengan dan mendorong visi
komprehensif serta strategi keseluruhan.
11. Mengembangkan Top-level Scorecard
Langkah ini dilakukan jika langkah-langkah sebelumnya sudah
lengkap, scorecard tingkat tinggi diletakkan bersama-sama untuk
dipresentasikan dan mendapatkan persetujuan pihak-pihak terkait.
Untuk memfasilitasi implementasi, sebelum masuk ke dalam
pengembangan scorecard, semua orang di dalam organisasi perlu
berpola pikir efisien dalam beberapa hal yang dikerjakan dan
dipikirkan. Para perserta perlu mendapat pembagian dokumentasi
yang menyediakan teks penjelasan, pendekatan-pendekatan yang
mungkin dan saran-saran untuk kerja kelompok guna memfasilitasi
proses perincian scorecard.
12. Rincian Scorecard Dan Tolok Ukur Oleh Unit Organisasi
Berdasarkan tolok ukur perusahaan dan organisasi, scorecard
tingkat tinggi dan tolok ukur diuraikan dan dilaksanakan ke unti-unit
organisasi tingkat yang lebih rendah. Jika perusahaan ingin
memanfaatkan potensi maksimal Balanced Scorecard, scorecard sebagai
suatu metode, harus diuraikan. Perincian scorecard dalam fase-fase
awal kerjanya harus telah menentukan bentuk organisasi yang paling
cocok untuk pemanfaatan secara maksimal kompetensi internal dan
eksternal berdasarkan pengalaman yang telah lalu.
13. Merumuskan Tujuan-Tujuan
Tiap-tiap tolok ukur yang digunakan harus memiliki sasaran.
Suatu perusahaan membutuhkan sasaran jangka pendek dan panjang
sehingga ia akan memeriksa bagiannya secara kontinyu dan
mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan pada waktunya.
14. Mengembangkan Rencana Tindakan
Terakhir, untuk melengkapi scorecard, kita juga menspesifikasi
langkah-langkah yang akan diambil untuk mencapai sasaran dan visi
yang telah ditetapkan. Rencana tindakan ini harus mencakup orangorang
yang bertanggungjawab dan skedul untuk laporan sementara
dan terakhir.
15. Implementasi Scorecard
Scorecard penting juga digunakan dalam seluruh aspek
manajemen organisasi sehari-hari. Jika kemudian bisa menjadi dasar
bagi agenda msing-masing unit sehari-harinya, maka Balanced
Scorecard akan berfungsi secara alami dalam memberi laporan dan
pengawasan terhadap operasi sehari-hari.
Mengingat pentingnya scorecard, fase perkenalan tidak boleh
dilakukan secara serampangan. Hanya dengan scorecard, yang
dinamis, unit-unit fungsional perusahaan sehari-hari dapat
dipersiapkan dan akhirnya dilibatkan sehingga semua hal dapa diukur
dan dinilai.
Akibat munculnya berbagai paradigma baru dimana bisnis
harus digerakkan oleh costumer focused, suatu sistem pengukuran
kinerja yang efektif, paling tidak harus memiliki syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik
organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan.
b. Evaluasi atas berbagai aktivitas mengguanakan berbagai tolok
ukur kinerja yang costume-validated.
c. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang
mempengaruhi pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian
yang komprehensif.
d. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota
organisasi mengenai masalah-masalah yang ada serta
kemungkinan perbaikannya.
D. Kerangka Berfikir
Bagan 2.1. Kerangka Berfikir
Implementasi Pengukuran kinerja PDAM Kota Madiun dengan
Metode Balanced Scorecard
VISI, MISI
STRATEGI
PERUSAHAAN
PENGUKURAN
KINERJA
DENGAN
BALANCED
SCORECARD
Keterangan :
Dalam menjalankan aktivitas perusahaan, pastilah tidak akan
pernah luput dari visi, misi dan tujuan perusahaan apalagi perusahaan
besar seperti PDAM Kota Madiun. Visi adalah cita-cita yang ingin dan
didambakan untuk dicapai oleh suatu organisasi perusahaan. Cita-cita ini
dicetuskan dan biasa dinyatakan secara tertulis agar supaya lebih mudah
diingat untuk dijadikan sebagai landasan, haluan dan pedoman dalam
menjalankan setiap membuat strategi dan kebijakan serta pelaksanaannya
oleh setiap anggota organisasi perusahaan, mulai dari pucuk pimpinan
sampai pada karyawan atau pegawai dari yng paling bawah. Sedangkan
misi adalah merupakan penjabaran dalam visi yang dicita-citakan. Jadi
misi merupakan penjabaran dari visi yang diinginkan untuk dicapai. Misi
PERSPEKTIF
PELANGGAN
PERSPEKTIF
PROSES BISNIS
INTERNAL
HASIL
SARAN
KESIMPULAN
juga merupakan pernyataan atau statement tertulis yang harus dinyatakan
secara mudah difahami oleh seluruh anggota organisasi, baik secara
eksplisit maupun secara implisit. Dan untuk merealisasikan visi dan misi
suatu perusahaan, maka perusahaan itu harus memiliki strategi jangka
panjang maupun jangka pendek. Oleh karena itu perusahaan harus
memilih strategi yang cocok untuk pencapaian visi dan misi tersebut.
Visi, misi dan strategi perusahaan belum cukup bila belum ada
bukti adanya pencapaian. Oleh karena itu penting sekali dengan adanya
pengukuran kinerja yang berkaitan dengan visi, misi dan strategi, apakah
sudah terealisasi sesuai dengan keinginan atau belum, ada kemajuan atau
tidak.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mendiskripsikan pengukuran
kinerja, jika diukur dengan mengggunakan metode Balanced Scorecard
supaya dalam pengukuran kinerja tersebut berimbang antara perspektif
finansial dan non finansial, yang berhubungan dengan strategi PDAM.
Dalam penelitian ini tolok ukur yang digunakan adalah perspektif
pelanggan dan perspektif proses bisnis internal supaya lebih terfokus
pada kinerja pemasaran.
Setelah diadakan penelitian ini maka diharapkan akan menemukan
hasil yang diinginkan dan dapat digunakan sebagai alternatif pengukuran
kinerja di PDAM Kota Madiun. Dan dapat diketahui apa keuanggulan
dari menggunakan metode Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja
perusahaan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PDAM Kota Madiun, Jl. Raya
Sulawesi No 40 bergerak dalam bidang penyediaan air minum sehat
dan bersih untuk mencukupi kebutuhan air minum penduduk Kota
Madiun.
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan
pendekatan diskriptif. Penelitian kualitatif berusaha mengungkapkan
gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks (holistic
kontekstual) melalui pengumpulan data dari latar alami dengan
memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci (UM, 2000:20).
Menurut Moleong dari pendapat Bogdan dan Taylor (2002:3),
metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati. Menurut mereka, pendekatan ini
diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi,
dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke
dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai
bagian dari suatu keutuhan.
Adapun metode analisis dalam penelitian ini menggunakan
analisis deskiptif, dimana pengertian deskriptif adalah suatu metode
dalam pencarian fakta status kelompok manusia, suatu obyek, suatu
kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa sekarang
pada masa sekarang dengan interpretasi yang tepat (Sedarmayanti dan
Hidayat, 2002:33).
Suryabrata (2005:75) mengemukakan bahwa penelitian
deskriptif yaitu untuk membuat pecandraan secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta dan sifat-sifat populasi. Tujuan dari
penelitian deskriptif ini adalah untuk mendeskripsikan,
menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai suatu
fenomena yang diteliti.
67
C. Data dan Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana saja data dapat diperoleh
(Arikunto, 2002:107). Lebih lanjut dikatakan bahwa, secara garis besar ada
tiga jenis sumber data yang biasanya disingkat dengan 3p, yaitu:
a. Person (orang): tempat peneliti bertanya mengenai variabel yang
diteliti.
b. Paper (kertas): dokumen ,arsip, pedoman surat keputusan (SK) dan
lain sebagainya, tempat penelitian membaca dan mempelajari
sesuatu yang berhubungan dengan data penelitian.
c. Place (tempat): ruang laboratorium (yang berisi perlengkapan),
bengkel kelas dan sebagainya tempat berlangsungnya suatu
kegiatan yang berhubungan dengan penelitian.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data
primer dan data sekunder, yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung dari
sumber penelitian yakni dari sumber asli (tidak melalui perantara)
yang secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab
pertanyaan penelitian (Indriantoro, 2001;147). Data primer dalam
penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan
Kasubag Keuangan, Kasubag Langganan dan Pemasaran, dan
Kasubag Personalia dari PDAM Kota Madiun
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui perantara, umumnya berupa
bukti atau catatan-catatan (Indriantoro, 2002;248). Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini seperti: mengambil dan mengolah data
yang sudah ada, yakni dokumen-dokumen yang dimiliki oleh
organisasi seperti halnya struktur organisasi, data mengenai
pelanggan dan data mengenai produksi perusahaan. Selain itu data
sekunder dapat diperolah dari data internet, majalah yang berkaitan
dengan Balanced Scorecard dan PDAM. Data ini digunakan untuk
mendukung data primer.
D. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara merupakan suatu cara pengumpulan data dengan
sebuah dialog yang dilakukan oleh peneliti langsung kepada
informan atau pihak yang berkompeten dalam suatu permasalahan
(Arikunto,2002;130).
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan pihak
manajemen PDAM Kota Madiun yaitu dengan Kasubag Pemasaran
dan Langganan dan untuk mempertegas pernyataan, maka
wawancara juga dilakukan pada Kasubag Keuangan, dan Kasubag
Personalia.
b. Observasi
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejalagejala
yang diselidiki (Narbuko dan Achmadi, 2007 : 70). Dalam
hal ini, penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan secara langsung terhadap fenomena atau gejala yang
diteliti.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karyakarya
monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk
tulisan, misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories),
cerita, biografi, peraturan, dan kebijakan. Dokumen yang
berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain
lain. Dokumen yang berbentuk karya, misalnya karya seni, yang
dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain (Sugiyono, 2005 :
270). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dokumentasi
sebagai sarana untuk mendapatkan data tentang: sejarah
berdirinya PDAM Kota Madiun, struktur organisasi, visi, misi dan
sebagainya.
E. Model Analisis Data
Model analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis diskriptif dengan menggunakan metode Balanced
Scorecard.
Balanced Scorecard adalah suatu sistem manajemen, pengukuran
dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif
memberikan pemahaman tentang performance bisnis dengan
menyeimbangkan empat perspektif pengukuran.
Tolok ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan
metode Balanced Scorecard adalah sebagaimana tabel berikut ini:
Tabel 3.1
Tolok Ukur Pengukuran Kinerja Dengan
Menggunakan Balanced Scorecard
No Perspektif Tolok ukur
1 Perspektif pelanggan Customer Acquisition
Customer Retention
Customer
Satisfaction/Complain
2 Perspektif proses
internal bisnis
Yield Rate
Uncountabel Water Rate
Layanan purna jual
Sumber: data diolah (Sony Yuwono)
Peneliti memilih dua perspektif di atas supaya di dalam
pengukuran kinerja lebih terfokus pada kinerja pemasaran.
Pada proses analisis data dalam memerikasa keabsahaan data
peneliti menggunakan metode triangulasi, metode triangulasi yaitu
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain, di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu (Moleong 2006 : 330).
Adapun teknik triangulasi yang digunakan adalah:
1) Triangulasi Sumber
Menurut Moleong (2006:330) triangulasi dengan sumber adalah
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam penelitian kualitatif, mengecek data yang diperoleh dari
seorang informan (karyawan), kemudian data tersebut dicek
dengan bertanya pada informan lain (karyawan lain) secara terus
menerus sampai terjadi kejenuhan data artinya sampai tidak
ditemukan data baru lagi.
2) Triangulasi dengan Metode
Triangulasi dengan metode menurut Moleong dari pendapat
Patton (2005:331) adalah:
a) Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian
beberapa teknik pengumpulan data, peneliti mengecek data
atau informasi yang diperoleh melalui metode wawancara
kemudian data tersebut dicek melalui observasi (pengamatan)
atau dokumentasi, dan begitu juga sebaliknya.
b) Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data
dengan metode yang sama, peneliti mengecek data atau
informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan seorang
informan. Kemudian data yang diperoleh tersebut dicek pada
informan yang bersangkutan pada waktu yang berbeda.
3) Triangulasi dengan Teori
Triangulasi dengan teori menurut Lincoln dan Guba dalam
Moleong (2005:331) adalah berdasarkan anggapan bahwa fakta
fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan salah
satu teori.
BAB IV
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum PDAM Kota Madiun
1) Sejarah Singkat Berdirinya PDAM Kota Madiun
Kronologis perkembangan Perusahaan Daerah Air Minum
Kota Madiun sampai sekarang mengalami dua jaman, yaitu Jaman
Hindia Belanda dan Jaman Pemerintahan Republik Indonesia.
PDAM berdiri pertama kali pada tahun 1927 di Jaman Hindia
Belanda oleh Firma Siste en Lauzada. Pada 9 Januari 1932
Perusahaan Air Minum diresmikan oleh Burgemeester RA Scotman
dengan nama WATER LEIDING BERDRYFGEMEENTE
MADIUN .
Pada Jaman Pemerintahan Republik Indonesia WATER
LEIDING BERDRYFGEMEENTE MADIUN dikelola oleh
Pemerintah Daerah dengan nama URUSAN AIR MINUM
sebagai salah satu seksi di bawah Dinas Pekerja Umum. Tanggal 1
Oktober 1973, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah
Kotamadya Madiun Nomor : 600/ 13.B.5 tanggal 15 September 1973
tentang Urusan Air Minum menjadi urusan yang berdiri sendiri
dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Tanggal 21
Desember 1976, Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Madiun
mengajukan rancangan Nomor : HK.023.3/ 10283/ 1976 mengenai
Peraturan Daerah tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air
Minum kepada DPRD Kotamadya Daerah Tingkat II Madiun.
Tanggal 10 Maret 1977, PERDA KotamadyaDaerah Tingkat
II Madiun Nomor : 8 tahun 1977 tentang Pendirian Perusahaan
Daerah Air Minum mendapatkan Pengesahaan DPRD Kotamadya
Daerah Tingkat II Madiun. Tanggal 25 Mei 1977, berdasarkan
Nomor : 023.2.01585/ 1977 PERDA Nomor : 8 tahun 1977
dimintakan pengesahannya kepada Gubernur Kepala Daerah
Tingkat II Jawa Timur. Tanggal 29 April 1978, PERDA
diundangkan dalam lembaran Daerah Kotamadya Kepala Daerah
75
Tingkat II tanggal 8 September 1978 Nomor : HK.023.2/ 342/ SK
tentang menjalankan PERDA Nomor : 8 tahun 1977 dengan
ketentuan:
a. Melebur Urusan Air Minum menjadi Perusahaan Daerah Air
Minum.
b. Segala hak dan kewajiban perlengkapan dan kekayaan serta
usaha dari Urusan Air Minum Kodya Dati Ii Madiun beralih ke
Peusahaan Daerah Kodya Dati II Madiun.
2) Lokasi Perusahaan
Untuk lokasi kantor berada pada Jalan Sulawesi No. 18
Madiun sedangkan untuk lokasi yang digunakan sebagai tempat
produksi berada di Jalan Manggis No. 18 Madiun.
3) Tugas Pokok Dan Fungsi
Tugas pokok PDAM adalah menyelenggerakan pengelolaan
air minum di wilayah Kota Madiun untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang mencakup aspek sosial, kesehatan
dan pelayanan umum.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya, PDAM melakukan
fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan umum/jasa
b. Menyelenggarakan kemanfaatan
c. Memupuk Pendapatan
PDAM mempunyai fungsi sosial yaitu PDAM
mengusahakan penyediaan air minum yang sehat dan memenuhi
syarat-syarat kesehatan bagi masyarakat sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dengan harga yang relatif murah sehingga bisa
dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Di sisi lain PDAM juga
mempunyai fungsi ekonomi yaitu mempunyai kewajiban untuk
memupuk pendapatan dan memberikan sebagian penghasilan
untuk PAD.
4) Struktur Organisasi
Struktur organisasi PDAM Kota Madiun dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Walikota Madiun Nomor 21 Tahun
2002 tanggal 9 September 2002 tentang Susunan Organisasi dan tata
Kerja Perusahaan Daerah Air Minum Kota Madiun dengan
susunan direksi per 31 Desember 2008 adalah sebagai berikut:
Direktur Utama : Sutopo, SH, M. Hum
NPP : 60 00 03
SK Walikota Nomor : 821.22-401.022/131/2004 tangal 30
Desember 2004, periode Desember
2008
Dan dilantik kembali oleh Walikota
Madiun dengan Keputusan Walikota
Madiun Nomor: 821.22-
401.022/ 124/ 2008 tanggal 30
Desember 2008 dengan masa bakti 31
Desember 2012
Direktur Bidang Umum : Dra. Rachmawati Widiastuti, MM
NPP : 63 00 73
SK Walikota Nomor : 821.22-401.022/53/2007 tanggal 30 April
2007, periode April 2007 sampai
dengan April 2011
Direktur Bidang Teknik : Ir. Hadi Muhdi
NPP : 59 00 27
SK Walikota Nomor : 821.22-401.022/ 54/ 2007 tanggal 30 April
2007, periode April 2007 sampai
dengan April 2011
Badan Pengawas PDAM Kota Madiun untuk periode 2008
sampai 2011 dengan susunan sebagai berikut:
Pada tangal 28 Desember 2007 ditetapkan dengan keputusan
Walikota Madiun Nomor 821-401.022/ 748/ 2007 dan mulai berlaku
ketetapan tersebut tanggal 1 Januari 2008 dengan susunan sebagai
berikut:
Ketua (merangkap anggota) : Asisten II Bidang Administrasi
Umum Pemerintah Daerah Kota
Madiun dengan masa jabatan 1
Januari 2008 sampai dengan 31
januari 2009
Sekretaris Badan Pengawas : Seketaris Badan Pengawas merangkap
anggota Sdr. M. Juli Pudjiono, SH,
M. Hum untuk masa jabatan sampai
dengan 10 Oktober 2008
Dan diperpanjang lagi dengan
Keputusan Walikota Madiun Nomor
821-401.022/ 601/ 2008 tanggal 10
Oktober 2008 masa bakti tahun 2008
sampai dengan 2011
Anggota : Setyohadi dengan masa jabatan
mulai 1 januari 2008 sampai dengan
31 Desember 2009
Sekretariat Badan Pengawas : Sekretariat Badan Pengawas PDAM
Kota Madiun untuk periode 2006
sampai dengan 2008 ditetapkan
dengan keputusan Walikota Madiun
Nomor 821-401.022/746/2006
tanggal 11 Oktober 2006 dan
diperpanjang lagi dengan Keputusan
Walikota Madiun Nomor 821-
401.022/ 602/ 2008 tanggal 10
Oktober 2008 dengan masa bakti
tahun 2008 sampai dengan 2011
dengan susunan keanggotaan
sebagai berikut:
- Drs. Jeri Ilyas, Kepala Bagian
Kepegawaian Kota Madiun
- Siswanto, SE., Kabubag
Personalia Pada PDAM Kota
Madiun
Sistem kepegawaian PDAM Kota Madiun terdiri dari
Pegawai Perusahaan, Pegawai Kontrak, dan Satpam. Jumlah
pegawai tahun 2007 dan 2008 terdapat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1.
Pegawai PDAM Menurut Jabatan
Jabatan 2008 2007
Direksi
Kepala Bagian
Ketua SPI
Kepala Litbang
Sub Bidang Teknik
Sub Bidang Umum
Kepala Sub Bagian
Staf Administrasi Umum
Staf Teknik
3
6
1
1
2
2
18
65
56
3
6
1
1
2
2
18
58
55
Jumlah 154 146
Sumber : Dokumentasi PDAM
Tabel 4.2.
Pegawai PDAM Berdasar Jenjang Pendidikan
Pendidikan 2008 2007
Sarjana/S1/S2
Sarjana Muda
SLTA
SLTP
SD
32
2
101
16
3
32
2
93
16
3
Jumlah 154 146
Sumber: Dokumentasi PDAM Kota Madiun
Berdasarkan ungkapan Kasubag Personalia, untuk
meningkatkan tingkat kualitas SDM, maka pegawai yang jenjang
pendidikannya rendah dianjurkan untuk sekolah lagi. Selain itu
dari pihak PDAM sendiri juga mengadakan program pelatihanpelatihan.
Pelatihan tersebut meliputi pelatihan internal dan
eksternal, pelatihan internal yaitu pelatihan computer yang
diadakan oleh PDAM Kota Madiun yang dianjurkan untuk seluruh
pegawai PDAM setempat. Dan pelatihan eksternal yaitu pelatihan
yang diadakan oleh instansi lain, misalnya undangan training dari
luar kota.
5) Aspek Produksi
Sumber air baku yang digunakan berupa air tanah dalam
yang tersebar di sepuluh lokasi di wilayah Kota Madiun. Instalasi
produksi Ngrowo merupakan instalasi produksi dengan kapasitas
terbesar dan dilengkapi dengan ground reservoir dan menara air.
Satu menara air juga berada di instalasi produksi Kapuas yang
merupakan peninggalan Belanda lengkap dengan sistem aerasi
filtrasi, namun sistem aerasi filtrasi tersebut sudah lama tidak dapat
dimanfaatkan. Adapun lokasi sumur PDAM Kota Madiun terdapat
pada lampiran.
Oleh karena kualitas air baku yang ada sudah memenuhi
standar sebagai air minum maka proses pengolahan air baku hanya
menggunakan proses disinfeksi yang menggunakan gas chlor sebagai
disinfektan
6) Cakupan Pelayanan
Jumlah pelanggan di PDAM kota Madiun dari tahun 2006
sampai dengan tahun 2008 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3.
Jumlah Pelanggan PDAM Kota Madiun
Periode tahun 2006,2007, 2008
No Uraian 2006 2007 2008
1
2
3
4
Jumlah pelanggan
Jumlah penduduk terlayani
Jumlah penduduk (jiwa)
Cakupan pelayanan
27.214
136.945
197.674
67,25%
28.257
141.460
200.500
70,55%
29.448
148.570
201.501
73,73%
Sumber: data diolah (2008)
Dari data tabel di atas dapat disimpulkan bahwa setiap
tahun cakupan pelayanannya mengalami kenaikan, jika saja
cakupan pelayanan dari tahun ke tahun ke depannya selalu
meningkat lebih banyak, maka kemungkinan besar PDAM Kota
Madiun akan dapat mencapai target yang telah direncanakan yaitu
pada tahun 2015 cakupan pelayanan mencapai 80% dari seluruh
penduduk Kota Madiun.
B. Penerjemahan Visi, Misi dan Strategi PDAM Kota Madiun
Sebagaimana model utamanya, Balanced Scorecard merupakan
suatu alat untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi
perusahaan. Model tersebut harus dilihat sebagai suatu instrumen
untuk menerjemahkan visi dan strategi yang abstrak ke dalam tolok
ukur dan sasaran yang spesifik. Dengan kata lain Balanced scorecard
yang dirumuskan dengan baik merupakan presentasi strategi
perusahaan. Jadi tujuan langkah ini untuk menerjemahkan visi ke
dalam istilah nyata dari perspektif yang telah disusun dan dengan
demikian akan mencapai keseimbangan keseluruhan yang merupakan
cirri unik dari model dan metode ini.
Visi : Sehat, Mandiri, Prima dalam Pelayanan
Misi :
1. Meningkatkan kualitas dan cakupan air
bersih
2. Meningkatkan efisiensi dan pendapatan
3. Meningkatkan profesionalisme
Strategi :
1. Peningkatan pendapatan
2. Effisiensi biaya
3. Perbaiakan struktur finansial
4. Meningkatkan cakupan pelayanan hingga
80% dari total penduduk
5. Peningkatan kualitas pelayanan dan
Pemberdayaan pelanggan
Kemudian misi dan strategi di atas diterjemahkan ke dalam keempat
perspektif dalam balanced scorecard. Dengan kata lain misi dan strategi
tersebut dilihat dari sudut pandang atau perspektif, dan hasilnya
yaitu:
a. Perspektif keuangan, yang ditranformasikan dengan
meningkatkan efisiensi dan pendapatan
b. Perspektif pelanggan, yang ditransformasikan dengan
meningkatkan kualitas pelayanan, meningkatakan cakupan
pelayanan hingga 80% dari jumlah penduduk dan target
peningkatan pelanggan baru sebanyak 1000 sambungan per
tahun.
c. Perspektif bisnis internal, yang ditansformasikan dengan
pemberdayaan pelanggan, meningkatkan efisiensi dan efektifitas
dalam berproduksi
d. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yang
ditransformasikan dengan meningkatkan profesionalisme.
Dalam meningkatkan kinerja perusahaan, PDAM hingga
sekarang telah melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Peningkatan Sumber Daya Manusia
Menurut Bapak Siswanto selaku Kasubag Hukum dan
Kepegawaian, dalam tahun 2008 PDAM Kota Madiun
memberikan kesempatan kepada seluruh karyawan dan
karyawati untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan kilat yang
diadakan oleh PDAM maupun oleh instansi terkait yang
kesemuanya itu bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
Sumber Daya Manusia yang dimiliki Kota Madiun
2. Peningkatan pelayanan sebagai Aparatur Pemerintah
Sebagai aparatur pemerintah yang bertugas menyediakan dan
memenuhi kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat Kota
Madiun, PDAM Kota Madiun tidak pernah berhenti dan selalu
berusaha memberikan pelayanan terbaik sesuai tuntunan
masyarakat dengan upaya-upaya yang telah ditempuh, antara
lain :
a. Memberikan pelayanan gratis untuk pelanggan pada
tempat-tempat ibadah dalam acara insidentil
b. Memberikan pelayanan cepat dan tepat pada penanganan
pengaduan atau gangguan
c. Layanan lewat SMS (Short Massege Service) tentang tagihan
rekening dan pengaduan pelanggan
d. Menyediakan sarana dan prasarana pembayaran atau
pengaduan yang representative
e. Tersedianya layanan loket pembayaran rekening di
berbagai tempat (On Line). Lokasi pembayaran tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Kantor PDAM Kota Madiun Jl. Sulawesi 18 Madiun
2. Kantor PDAM Kota Madiun Jl. Pasangrahan V Madiun
3. Pasar Sleko Jl. Musi Madiun
4. Perumnas Manisrejo 1 Jl. Tirta Manis Madiun
5. Ruko Pasar Sri Jaya Jl. Diponegoro Timur Madiun
6. Bank Jatim Jl. Jawa Madiun
7. Bank BTPN Jl. Salak Madiun
C. Pembahasan Hasil Penelitian
C.1. Pengukuran kinerja PDAM Kota Madiun dengan menggunakan
Balanced Scorecard
1) Perspektif Pelanggan
Perspektif yang paling menjadi perhatian dalam pengukuran
kinerja dengan menggunakan metode Balanced scorecard adalah kinerja
yang berkaitan dengan bagaimana menciptakan persepsi yang baik
dari pelanggan. Tujuan dari perspektif ini adalah untuk meningkatkan
kepercayaan dan kepuasan pelanggan terhadap perusahaan.
Berhubungan dengan perspektif pelanggan, Bapak Sandi
Kunaryanto selaku Kasubag Pelayanan dan Pemasaran
menyatakan strategi yang digunakan dalam hal
mempertahankan pelanggan dan meningkatkan jumlah
pelanggan adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan,
menyediakan jaringan On Line 24 jam untuk masalah
gangguan, pengaduan pelanggan dan memberikan
kemudahan kepada palanggan misalnya dengan sms,
pelanggan dapat mengetahui tarif yang harus dibayar (dengan
tujuan pelanggan puas dan pelanggan dapat
mempromosikannya kepada masyarakat yang belum
bergabung) dan tanggap terhadap setiap pengaduan
pelanggan. Target yang ingin dicapai adalah pada tahun 2015
perusahaan dapat meningkatkan jumlah pelanggan hingga
cakupan layanan mencapai 80% dari seluruh penduduk yang
ada di Kota Madiun, meminimalisir kebocoran hingga di
bawah 20%.
Tolok ukur yang digunakan dalam perpektif pelanggan adalah
sebagai berikut:
a. Costumer Retention
Perusahaan dapat mengggunakan ukuran costumer
retention untuk mengukur tingkat dimana perusahaan dapat
mempertahankan hubungan dengan pelanggan. Apabila costumer
retention menunjukkan nilai 100% berarti perusahaan dapat
mempertahankan semua pelanggan lama. Berikut ini adalah hasil
perhitungan dari costumer retention PDAM Kota Madiun periode
tahun 2006 hingga 2008 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4.
Costumer Retention pada PDAM Kota Madiun
Keterangan 2006 2007 2008
Jumlah pelanggan 27.214 28.257 29.448
Jumlah pelanggan lama (t-1) 26.593 27.214 28.257
Costumer retention 100% 100% 100%
Target
Skor
100%
5
Sumber : Data Diolah
Dari tabel di atas persentase customer retention PDAM Kota
Madiun menunjukkan angka pertumbuhan dari tahun 2006
hingga 2008 stabil, yaitu tahun 2006 sebesar 100%, itu artinya
perusahaan dapat mempertahankan semua pelanggannya,
bahkan telah berhasil menarik pelanggan baru. Hal ini dibuktikan
dengan meningkatnya jumlah pelanggan setiap tahunnya dan
kemampuan perusahaan dalam mempertahankan hubungan
dengan pelangannya.
Berdasarkan survei yang dilakukan PDAM Kota Madiun,
pelanggan bersedia bertahan dikarenakan kualitas pelayanan dan
kemudahan yang diberikan perusahaan. Peningkatan kualitas
pelayanan berupa pegawai yang tanggap dengan keluhan
pelanggan dan cepat dalam menyelesaikan keluhan. Dan
kemudahan berupa pelayanan On Line yang diberikan
perusahaan kepada pelanggan.
b. Customer Acquisition
Customer Acquisition dalam perspektif pelanggan
dipergunakan untuk mengukur tingkat kemampuan perusahaan
dalam memperoleh tambahan pelanggan baru, selain pelangga
lama. Hal ini dapat dilihat dari persentase tambahan pelanggan
baru yang telh berhasil diperoleh PDAM Kota Madiun.
Adapun persentase customer acquisition pada PDAM Kota
Madiun dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.5.
Customer Acquisition pada PDAM Kota Madiun
Keterangan 2006 2007 2008
Pelanggan baru 621 1043 1191
Jumlah pelanggan 27.214 28.257 29.448
Customer Acquisition 2,28% 3,69% 4,04%
Pertumbuhan (0,52%) 1,47
Target 1000 plggn
Skor 5
Sumber : Data Diolah
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa customer acquisition
PDAM Kota Madiun mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Hal ini menunjukkan bahwa kinerja PDAM Kota Madiun berhasil
menarik pelanggan baru.
Berdasarkan pengungkapan Bapak Sandi peningkatan
tersebut dikarenakan:
1. Pelayanan PDAM Kota Madiun yang memuaskan,
sehingga pelanggan memberikan informasi kepada
masyarakat yang belum bergabung dengan PDAM
Kota Madiun.
2. Adanya pameran dan bazar yang diadakan oleh
PDAM Kota madiun dengan Tema Peduli Air Bersih
pada pertengahan tahun 2007.
Di bawah ini terdapat tabel perbandingan cakupan
pelayanan dari tahun 2006 hingga 2008 yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.6.
Cakupan Pelayanan PDAM Kota Madiun
No Uraian 2006 2007 2008
1
2
3
Jumlah pelanggan
Jumlah penduduk terlayani
Jumlah penduduk (jiwa)
27.214
136.945
197.674
28.257
141.460
200.500
29.448
148.570
201.501
Cakupan Pelayanan 67,25% 70,55% 73,73%
Terget 80%
Skor 4
Sumbeer :data diolah
Tabel di atas merupakan cakupan pelayanan di PDAM
Kota Madiun dan juga target yang diinginkan. Dati tabel di atas
dapat dilihat bahwasanya target yang ditetapkan oleh PDAM
Kota Madiun adalah 80% dari jumlah keseluruhan penduduk
untuk setiap tahunnya , akan tetapi realisasinya PDAM masih
belum berhasil dalam memenuhi targetnya.
Berdasarkan ungkapan Bapak Siswanto selaku Kasubag
Kepegawaian, hal ini terjadi karena :
1)Penduduk / masyarakan Kota Madiun masih banyak
memakai sumur dangkal untuk memenuhi kebutuhan
air sehari-harinya
2)Terdapat masyarakat yang belum mampu untuk
membayar biaya pemasangan sambungan meter air
pelanggan dengan tarif dan syarat pembayaran yang
telah ditetapkan perusahaan
Dan saat ini strategi yang sedang dijalankan oleh
PDAM untuk mengupayakan perluasan atau
peningkatan pelanggan secara optimal adalah dengan
melalui pemberian keringanan pembayaran
pemasangan sambungan baru dan juga peningkatan
kegiatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai
pentingnya pemakaian air bersih.
c. Customer Statisfaction
Indikator ini digunakan untuk mengukur tingkat
kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kepuasan
pelanggan. Untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan,
indikator yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan
number of customer complaint. Semakin kecil tingkat komplain atau
keluhan yang dilakukan pelanggan terhadap perusahaan, maka
semakin besar kepuasan pelanggan.
Number of complaint pada PDAM Kota Madiun ditunjukkan
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.7.
Customer Statisfaction pada PDAM Kota Madiun
Keterangan 2006 2007 2008
Rata-rata keluhan
per bulan
6.913 2.814 4.044
Jumlah pelanggan
terlayani
136.945 141.460 148.570
Number of complaint 61% 24% 33%
Pertumbuhan (37%) 9%
Target -
Skor 2
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwasanya pada
tahun 2006 perusahaan tidak mampu memenuhi kepuasan
pelanggan dengan baik, hal ini dibuktikan dengan adanya
prosentase kepuasan pelanggan yang berada di atas 50%. Akan
tetapi pada tahun 2007 mengalami penurunan persentase Number
of complaint, yang artinya PDAM Kota Madiun sudah mampu
memenuhi kepuasan pelanggan, dan pada tahun 2008 keluhan
pelanggan meningkat lagi menjadi 4.044 atau 33%. Adapun
keluhan pelanggan tersebut antara lain :
1. Adanya water meter pelanggan yang rusak
2. Adanya jaringan instalasi distribusi yang rusak, karena
usianya yang sudah cukup lama
3. Adanya pencurian air
4. Kesalahan administrasi
5. Adanya galian dari instansi lain yang mengakibatkan
kerusakan pada perpipaan
Hasil kinerja PDAM Kota Madiun dalam pemenuhan
kepuasan dinilai kurang, sehingga mendapat skor 2, karena
perusahaan masih banyak menerima komplain dari pelanggan.
Dalam hal penyelesaian masalah keluhan pelanggan Bapak
Siswanto mengungkapkan bahwa keluhan pelanggan tersebut di
atas dapat ditangani secara keseluruhan dan paling lama
penyelesaiannya adalah selam 5 hari.
2) Perspektif Bisnis Internal
Kinerja selanjutnya yang menjadi perhatian Balanced Scorecard
adalah kinerja yang berhubungan dengan proses internal, misalnya
seringnya kehilangan air, kebocoran, kualitas air,
ketrampilan/ kemampuan pegawai dan produktivitas. Tujuan dari
perspektif ini untuk memberikan kepuasan pelanggan dan pemilik
modal melalui efektivitas waktu dan biaya kinerja produksi, serta
kinerja operasional. Tolok ukur yang digunakan adalah:
a. Uncountabel Water Rate
Uncountabel Water Rate merupakan seringnya perusahaan
mengalami kehilangan air di dalam mendistribusikan kepada
konsumen. Semakin tinggi persentase Uncountabel Water Rate
maka akan tinggi pula tingkat kehilangan air yang digunakan
perusahaan.
Uncountabel Water Rate pada PDAM Kota Madiun
ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.8.
Uncountabel Water Rate pada PDAM Kota Madiun
Keterangan 2006 2007 2008
Total kehilangan air
(dlm m3)
2.467.000 2.605.298 2.316.102
Total Produksi(dlm m3) 8.588.582 9.356.961 9.418.401
Uncountabel Water Rate 29% 28% 25%
Pertumbuhan (1%) (3%)
Target 20%
Skor 1
Sumber : Data Diolah
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa persentase
kehilangan atau kebocoran air di PDAM Kota Madiun mengalami
penurunan, artinya PDAM Kota Madiun mampu menangani
masalah kehilangan air. Pada tahun 2006 total kehilangan air
mencapai 2.467.000 m3 atau sebesar 29%, tahun 2007 total
kehilangan air meningkat 138.298 m3 menjadi 2.605.298 m3 atau
sebesar 28%, dan pada tahun 2008 total kehilangan air mengalami
penurunan sebesar 289.196 m3 menjadi 2.316.102 m3 atau sebesar
25%. Hal ini menunjukkan PDAM mampu mengatasi masalah
kebocoran atau kehilangan air.
PDAM Kota Madiun menetapkan target untuk masalah
kehilangan air atau kebocoran di bawah 20% setiap tahunnya,
akan tetapi hingga saat ini PDAM Kota Madiun masih belum
berhasil dalam menjalankan strateginya.
Terkait dengan masalah kebocoran atau kehilangan air, Bapak
Siswanto menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan
kebocoran, yaitu antara lain:
a) Adanya water meter pelanggan yang rusak
b) Adanya jaringan instalasi distribusi yang rusak, karena
usianya yang sudah cukup lama
c) Adanya pencurian air
d) Kesalahan administrasi
e) Adanya galian dari instansi lain yang mengakibatkan
kerusakan pada perpipaan
Akibatnya tingkat kehilangan air yang melebihi batas toleransi
(yaitu 20% tiap bulannya) merupakan pemborosan/ inefisiensi
yang merugikan perusahaan dan akan memperbesar biaya
operasi PDAM Kota Madiun
Akan tetapi masalah kehilangan air atau kebocoran 100% dapat
ditangani dengan teori antrian 24 jam On line pelayanan.
Terhadap kondisi di atas, cara yang digunakan untuk
menekan tingkat kehilangan atau kebocoran air tersebut serendah
mungkin yaitu dengan jalan:
1. Mengganti water meter pelanggan dan memperbaiki
jaringan distribusi yang rusak secara bertahap
2. Meningkatkan pelaksanaan operasi penertiban pelanggan
3. Koordinasi dengan instansi untuk menghindari kegiatan
galian tanah atau jalan yang dapat merusak pipa air
PDAM
b. Yield Rate
Tolok ukur ini digunakan untuk mengukur tingkat
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan produk sesuai
dengan kapasitas yang ada. Yield rate diperoleh dengan cara
membandingkan jumlah produksi aktual dengan kapasitas
produksi maksimal. Semakin tinggi tingkat yield rate, semakin
tinggi pula tingkat efisiensi dan efektifitas perusahaan dalam
menggunakan kepasitas yang ada dalam berproduksi.
Adapun persentase yield rate pada PDAM Kota Madiun
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.9.
Persentase Yield Rate pada PDAM Kota Madiun
Keterangan 2006 2007 2008
Kapasitas produksi
aktual (dlm m3)
8.588.582 9.356.961 9.418.401
Kapasitas produksi
maksimal (dlm m3)
9.056.000 12.624.492 9.541.153
Yield Rate 95% 74% 99%
Pertumbuhan (21%) 25%
Target -
Skor 5
Sumber : Data Diolah
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa persentase yield rate
pada PDAM Kota Madiun mengalami fluktuasi setiap tahunnya.
Hal ini ditunjukkan pada tahun 2006 persentase yield rate sebesar
95% dan pada tahun 2007 mengalami penurunan yang cukup
banyak yaitu 74% dan pada tahun 2008 mengalami kenaikan yang
cukup drastis yaitu sebesar 99%. Hal ini menunjukkan bahwa
PDAM Kota Madiun mampu menciptakan nilai perusahaan
dengan meningkatkan konsistensi kualitas operasional
perusahaan dalam kegiatan produksi sesuai dengan kapasitas
yang ada, baik terhadap proses input maupun output secara
efektif dan efisien.
c. Layanan Purna Jual
Tolok ukur ini dipergunakan untuk mengukur tingkat
kemampuan perusahaan dalam menangani keluhan dan
memuaskan pelanggan. Semakin besar kemampuan perusahaan
untuk menangani keluhan pelanggan maka semakin besar
kepuasan pelanggan.
Adapun persentase kemampuan perusahaan dalam
menangani keluhan pada PDAM Kota Madiun dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.10.
Persentase Layanan Purna Jual
PDAM Kota Madiun
Keterangan 2006 2007 2008
Total pengaduan selesai
ditangani
6.913 2.814 4.044
Total seluruh pengaduan 6.913 2.814 4.044
Layanan Purna Jual 100% 100% 100%
Pertumbuhan 0% 0%
Target 100%
Skor 5
Sumber : Data diolah (2009)
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa PDAM
Kota Madiun memiliki kemampuan dalam menangani masalah
pengaduan. Hal itu dibuktikan dengan adanya persentase
kemampuan menangani pengaduan diatas. Dari tahun 2006
hingga 2007 memperoleh hasil yang stabil yaitu 100%, ini artinya
PDAM Kota Madiun mampu menangani masalah pengaduan
secara keseluruhan. Dan juga hal ini menunjukkan bahwa PDAM
mampu memuaskan pelanggan dengan menyelesaikan keluhan
mereka. Menurut ungkapan Bapak Sandi penanganan masalah
keluhan maksimal penyelesaiannya adalah 5 hari dari
penyampaian keluhan. Dan hingga saat ini PDAM mampu
mengatasi hal itu.
Secara keseluruhan, hasil pengukuran dari keempat perspektif
dalam Balanced scorecard dalam menilai kinerja PDAM Kota Madiun
dapat dilihat pada tabel 4.11. di bawah ini:
Tabel 4.11.
Hasil Kinerja PDAM Kota Madiun Dengan Pendekatan Balanced Scorecard Tahun 2006 2008
Realisasi Pertumbuhan
Perspektif
Tolok ukur Target
2006 2007 2008 2006 2007 2008
Skor
Pelanggan 1. Costumer
retention
2. Customer
Acquisition
3. Customer
Statisfaction
100%
1000
pelanggan
-
100%
621
61%
100%
1043
24%
100%
1191
33%
0%
0%
37%
0%
0%
(9%)
5
5
2
Proses Bisnis
Internal
1. Uncountabel
Water Rate
2. Yield Rate
3. Layanan
Purna Jual
20%
-
100%
29%
95%
100%
28%
74%
100%
25%
99%
100%
1%
21%
0
3%
25%
0
1
4
5
Total score
Total tolok ukur
Score akhir
kesimpulan
22
6
3,67
dibulatkan
menjadi 4
Baik
Sumber : data diolah
Keterangan :
1. Sangat buruk
2. Buruk
3. Cukup baik
4. Baik
5. Sangat baik
Dari hasil Penilaian di atas, menunjukkan bahwa perusahaan
berada pada skor 4. Artinya, perusahaan mempunyai kinerja yang
baik dan berjalan sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Berdasarkan wawancara dan analisis penelitian di atas dapat
disimpulkan :
1. Pada perspektif pelanggan, visi, misi yang berkaitan dengan
peningkatan pelanggan dan kemampuan mempertahankan
pelanggan mengalami peningkatan, artinya perusahaan
telah berhasil pada perspektif ini kecuali pada peningkatan
kualitas pelayanan. Diharapkan untuk tahun ke depan
perusahaan lebih memperhatikan keluhan pelanggan
sehingga keluhan-keluhan berkurang.
2. Pada perpektif bisnis internal yang berhubungan dengan
operasional perusahaan, kinerja perusahaan masih kurang
baik karena masih belum bisa meminimalisir masalah
kebocoran atau kehilangan air karena selami 3 tahun ini
kehilangan air selalu berada jauh di bawah batas toleransi.
Akan tetapi untuk masalah layanan purna jual dan produksi
memiliki kinerja yang baik
C.2. Keunggulan dalam Mengunakan Balanced Scorecard
Ada beberapa keunggulan dalam mengukur kinerja perusahaan
dengan menggunakan Balanced scorecard diantaranya adalah sebagai
berikut (Riri Satria) :
1. Secara eksplisit memaksa para pimpinan organisasi berpikir secara
kuantitatif, karena ada indikator kinerja (key performance indicator
atau KPI) yang harus didefinisikan secara kuantitatif. Ini mengubah
pola pikir para pimpinan organisasi yang terbiasa dengan pola
pikir secara umum dan tidak operasional, atau sangat filosofis
menjadi kuantitatif dan operasional.
2. Secara eksplisit memaksa para pimpinan organisasi berpikir secara
sistematik, karena ada hubungan sebab-akibat (cause-effect
relationships) yang harus dibangun untuk setiap strategi dan
program kerja organisasi. Hal ini mengubah pola berpikir para
pimpinan organisasi yang terbiasa dengan pola pikir yang tidak
berkait, tidak bisa melihat dampak dari sebuah tindakan terhadap
unit lain, menjadi lebih sistemik dan integratif.
3. Memaksa para pimpinan organisasi berpikir secara komprehensif,
karena harus melihat kinerja organisasi dari berbagai perspektif
sudut pandang, tidak hanya satu sudut pandang. Ini mengubah
pola berpikir para pimpinan organisasi yang terbiasa dengan pola
pikir yang parsial, hanya satu atau dua perspektif, menjadi lebih
komprehensif atau mampu melihat organisasi sebagai satu
kesatuan yang utuh dan terukur.
4. Sebagai sebuah metode manajemen strategi, balanced scorecard
dikenal sangat simpel dan mudah untuk dipahami. Metode ini
tidak rumit dan membutuhkan suatu keahlian khusus yang
spesifik. Umumnya orang membutuhkan waktu yang tidak lama
untuk memahami metode ini, bahkan menjadi pengguna metode
ini. Karena simpel, maka metode ini bisa dipahami oleh berbagai
lapisan di dalam organisasi, dengan demikian manajemen strategi
organisasi menjadi sangat baik, karena strategi dipahami oleh
semua lapisan.
5. Sebagai sebuah metode manajemen strategi, balanced scorecard
dikenal sangat fleksibel, bisa dimodifikasi sesuai dengan
kebutuhan organisasi. Misalnya, untuk organisasi bisnis komersial
maka tentu perspektif finansial menjadi sasaran akhir organisasi,
tetapi untuk organisasi pemerintahan yang sifatnya melayani
masyarakat, hal ini tentu tidak tepat. Maka, kita dapat dengan
mudah memodifikasi balanced scorecard untuk disesuaikan dengan
kebutuhan organisasi.
6. Sebagai sebuah metode manajemen strategi, balanced scorecard dapat
diintegrasikan atau digabungkan dengan berbagai metode
manajemen lainnya, seperti SWOT, six sigma, manajemen risiko,
dan sebagainya. Menurut penciptanya, metode balanced scorecard
dikembangkan tidak dimaksudkan untuk menggantikan metode
manajemen yang sudah ada, melainkan melengkapinya, dan
bahkan juga dimaksudkan untuk perangkai (integrator) dari
metode-metode manajemen yang sudah ada saat ini.
Berikut ini adalah wawancara yang dilakukan peneliti
dengan Bapak Siswanto dan Bapak Pudjiono mengenai keunggulan
Balanced Scorecard
1. Menurut Bapak Siswanto selaku Kaubag Kepegawaian,
mengukur kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard
ternyata lebih terfokus dan perusahaan dapat mengetahui
strategi perusahaan sudah dapat dijalankan atau belum, selain
itu visi dan misi perusahaan yang telah ditetapkan telah
tercapai atau belum. Dengan begini kami akan mengusulkan
kepada dewan direksi supaya menggunakan Balanced
Scorecard sebagai alat ukur kinerja kami selain alat ukur yang
telah ditetapkan oleh Mendagri.
2. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Pudjiono mengenai
keunggulan , beliau mengungkapkan bahwa pengukuran
kinerja yang dilakukan dengan metode Balanced scorecard
ternyata lebih terperinci, karena di PDAM Kota Madiun ketiga
perspektif selain perspektif financial dijadikan satu dan masuk
pada kinerja operasional. Selain itu juga dapat diukur dari
target yang telah ditetapkan dengan realisasinya.
3. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sandi, beliau
menyatakan bahwa mengukur kinerja pemasaran dengan
menggunakan metode Balanced Scorecard ternyata lebih
kelihatan kelemahan-kelemahan perusahaan, sehingga kita
dapat mengetahui apa yang harus kita lakukan untuk
mengadakan perbaikan, apalagi berdasarkan penelitian saudara
KUNTA,
0 Komentar