ANALISIS PERILAKU PERAWAT DALAM UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PASIEN (Studi pada Rumah Sakit Haji Batu)
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL …………………………………………………………….i
LEMBAR
PERSETUJUAN …………………………………………………......ii
LEMBAR
PENGESAHAN
.................................................................................iii
KATA
PENGANTAR..........................................................................................iv
DAFTAR
ISI
.........................................................................................................vi
ABSTRAK
...................
......................................................................................viii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang..........................................................................................
1
B.
Fokus
Masalah...........................................................................................4
C.
Tujuan Penelitian......................................................................................5
D.
Manfaat
Penelitian....................................................................................5
BAB
II KAJIAN PUSTAKA
A.
Penelitian Terdahulu................................................................................7
B.
Kajian
Teori................................................................................................8
1.
Pengertian Kecerdasan.......................................................................8
2.
Pengertian
Emosi..............................................................................13
3.
Kecerdasan
Emosi.............................................................................18
4.
Kecerdasan Emosi Dalam Islam......................................................30
5.
Perawat...............................................................................................32
6.
Pelayanan...........................................................................................36
BAB
III METODE PENELITIAN
A.
Lokasi
Penelitian.....................................................................................46
B.
Jenis dan Pendekatan
Penelitian.......................................................... 46
C.
Data dan Sumber
Data...........................................................................47
D.
Teknik Pengumpulan
Data...................................................................47
E.
Model Analisis Data...............................................................................49
6
BAB
IV PAPARAN DAN PEMBAHASAN DATA HASIL PENELITIAN
A.
Paparan Data Hasil Penelitian………………………………………...52
B.
Pembahasan Data Hasil Penelitian…………………………………...61
BAB
V PENUTUP
A.
Kesimpulan……………………………………………………………..83
B.
Saran……………………………………………………………………..84
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu upaya meningkatkan mutu dan
kunjungan pasien di rumah sakit adalah aspek pelayanan. Karena produk utama
rumah sakit adalah jasa pelayanan. Pelayanan yang dimaksud disini yaitu
pelayanan yang ramah, terampil dan peduli pada pasien. Usaha ke arah tersebut
hendaknya menjadi fokus perhatian pihak rumah sakit agar dapat menarik
pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan lama. Sepertinya hal tersebut
merupakan hal sepele, tetapi memberi dampak besar yang akan mencerminkan citra
rumah sakit.
Di sisi lain, perkembangan globalisasi
sekarang ini telah membawa pengaruh yang besar dalam dunia kesehatan, terutama
pada pelayanan rumah sakit terhadap pasiennya. Canggihnya teknologi saat ini
seperti internet, komputer, dan sebagainya sangat memudahkan pekerja rumah
sakit dalam menjalankan tugasnya sebagai tenaga kerja. Namun, teknologi yang
semakin berkembang tersebut bukanlah jaminan bagi rumah sakit memperoleh
kesuksesan dalam mencapai hasil yang maksimal. Salah satu faktor yang dapat
mendukung keberhasilan pekerja rumah sakit, khususnya perawat adalah sikap dan
mental dalam mengembangkan kepribadiannya. Kemampuan untuk mengembangkan
kepribadian pada masa sekarang ini dikenal dengan kecerdasan emosional.
Menurut Goleman (Charles: 2007, 64), kecerdasan emosi mengacu pada kapasitas untuk
mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri kita
sendiri, dan mengelola dengan baik emosi dalam diri kita sendiri dan dalam
hubungan kita. Jika dibandingkan, sesungguhnya peran kecerdasan intelektual
dalam keberhasilan dunia kerja hanya menempati posisi kedua setelah kecerdasan
emosi.
Perawat dalam institusi rumah sakit
merupakan suatu bagian dari seluruh proses pelayanan yang punya peranan sangat
besar. Untuk itu pengetahuan, kemampuan, dan kecerdasan emosi yang mereka
miliki merupakan sumber daya yang sangat penting artinya bagi rumah sakit.
Kecerdasan emosi yang tinggi akan berpengaruh terhadap pelayanan pada pasien
dan akan dapat mempercepat kesembuhan pasien. Tanpa adanya kecerdasan emosi
maka akan menghambat pemberian pelayanan perawat terhadap pasien.
Dewasa ini banyak masalah yang timbul
berkaitan dengan masalah pelayanan perawat kepada pasien. Diantaranya seperti
kurang puasnya pasien terhadap pelayanan perawat. Dan kurang optimalnya
pelayanan perawat terhadap pasien bisa disebabkan karena kurangnya kecerdasan
emosi yang dimiliki perawat. Dimana kecerdasan emosi perawat bisa menentukan
apakah perawat memberi pelayanan dengan baik, merasa direpotkan, bersikap tidak
menyenangkan, atau biasa-biasa saja. Semuanya tergantung pada kecerdasan emosi perawat ketika bekerja.
Kecerdasan emosi merupakan sebuah skill
yang sangat penting untuk dimiliki dalam usaha meraih kesuksesan personal dan
profesional seorang perawat. Karena pada hakikatnya ketika seorang perawat
bekerja di rumah sakit, dia harus menghasilkan jasa berupa pelayanan terhadap
pasien. Tidak seperti pekerja bagian produksi yang harus menghasilkan barang.
Sehingga kecerdasan emosi menjadi sesuatu yang harus dimiliki seorang perawat
rumah sakit.
Perawat rumah sakit merupakan salah satu
bagian dari tenaga kerja. Dari berbagai jenis faktor produksi, tenaga kerja
merupakan faktor produksi yang memegang peranan utama. Sebab pada dasarnya
produksi dan teknologi adalah hasil karya manusia juga.
Perawat adalah tenaga profesional di
bidang perawatan kesehatan yang terlibat dalam kegiatan perawatan. Perawat
bertanggung jawab untuk perawatan, perlindungan, dan pemulihan orang yang luka
atau pasien penderita penyakit akut atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang
sehat, dan penanganan keadaan darurat yang mengancam nyawa dalam berbagai jenis
perawatan kesehatan. Perawat juga dapat terlibat dalam riset medis dan
perawatan serta menjalankan beragam fungsi non klinis yang diperlukan untuk
perawatan kesehatan (http://www.wikipedia.org).
Rumah Sakit Haji Batu merupakan salah satu
rumah sakit Islam di Batu-Malang. Di mana keadaan rumah sakit ini disuasanakan
dengan keIslaman. Pelayanan terhadap pasien juga memperhatikan etika/ akhlak
dalam Islam. Petugas paramedis
beserta perawat perempuannya memakai busana yang menutup aurat dan berkerudung.
Selain itu, Rumah Sakit Haji Batu juga
mengutamakan keselamatan pasien sebagai kegiatan utamanya. Persoalan keuangan
menjadi permasalahan berikutnya setelah pasien mendapat pelayanan kesehatan.
Dan hal ini berbeda dengan Rumah Sakit lain, yang mengharuskan adanya jaminan
keuangan sebelum pasien mendapat pelayanan.
Perawat merupakan profesi kesehatan yang
berpeluang besar dalam memberikan pelayanan kesehatan berkualitas. Sehingga
seorang perawat harus memiliki kecerdasan emosi. Untuk itu peneliti merasa
tertarik meneliti permasalahan di atas dengan judul ANALISIS PERILAKU PERAWAT
DALAM UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PASIEN (Studi pada Rumah Sakit Haji Batu).
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar
belakang permasalahan di atas maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah:
”Bagaimanakah Peningkatan Kecerdasan Emosi Perawat Dalam Upaya Meningkatkan
Pelayanan Pasien pada Rumah Sakit Haji Batu”.
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana fokus penelitian di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui
program Rumah Sakit Haji Batu dalam meningkatkan kecerdasan emosi perawat.
2.
Untuk mengetahui
bagaimana proses peningkatan kecerdasan emosi perawat terhadap pelayanan pasien
pada Rumah Sakit Haji Batu.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Bagi Lembaga/
Instansi
·
Memberikan informasi
tentang konsep kecerdasan emosi sehingga tidak memunculkan masalah dalam
hubungan antara perawat dengan pasien.
·
Bisa memperbaiki
kinerja perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien, sehingga rumah sakit
menjadi semakin berkembang dan maju.
2. Bagi Dunia Akademis
Memberikan sumbangan pemikiran
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen sumber daya manusia
khususnya implementasi kecerdasan emosi.
3. Bagi Penulis
Sebagai sarana bagi penulis
dalam mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam bidang
manajemen sumber daya manusia, khususnya mengenai kecerdasan emosi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Adapun yang menjadi landasan penelitian
terdahulu dalam penelitian ini adalah penelitian dari Norma Ria Wardhana (2001)
dengan judul ”Pengaruh Kecerdasan Emosi Terhadap Kinerja Perawat Di Rumah Sakit
Daerah Kepanjen Malang” dimana dari
hasil penelitian didapatkan bahwa variabel mengenali emosi diri (X1) mempunyai
pengaruh yang sangat kuat terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Daerah
Kepanjen Malang, dan selanjutnya diikuti oleh variable yang lain.
Rohiat, Wurdjinem, dan Ari Sutisyana
(2004), telah melakukan penelitian tentang Implementasi Model Program Ekstra
Kurikuler Untuk Menumbuhkembangkan Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Menengah
Umum Di propinsi Bengkulu dengan metode mengutamakan aktivitas siswa untuk
merenungkan apa yang telah siswa perbuat dan merumuskan apa yang akan siswa
perbuat dengan mengacu pada aspek-aspek penumbungkembangan kecerdasan emosional
siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan ekstrakurikuler untuk
menumbuhkan kecerdasan emosional siswa SMU dapat memberikan pengetahuan,
melahirkan pemikiran, dan merencanakan perbaikan kecerdasan emosional siswa
secara nyata.
Ratna Eka Maslahah (2001), telah melakukan
penelitian tentang Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman
Akuntansi Dengan Percaya Diri Sebagai Variabel Pemoderasi dengan sampel
mahasiswa akuntansi tingkat akhir yang telah menempuh 120 SKS.pada beberapa
universitas di Yogyakarta dengan menggunakan alat analisis uji kualitas data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosi berpengaruh secara signifikan
positif terhadap tingkat pemahaman akuntansi.
B. Kajian Teori
1. Kecerdasan
1.1. Pengertian Kecerdasan
Sobur (2003: 155) mengatakan, apabila kita telusuri
asal-usulnya, kata ”inteligensi” erat sekali hubungannya dengan kata ”intelek”.
Hal itu bisa dimaklumi sebab keduanya berasal dari kata Latin yang sama, yaitu intellegere,
yang berarti memahami. Intellectus atau intelek adalah bentuk participium
perpectum (pasif) dari intellegere; sedangkan intellegens atau
inteligensi adalah bentuk participium praesens (aktif) dari kata yang
sama. Bentuk-bentuk kata ini memberikan indikasi kepada kita bahwa intelek
lebih bersifat pasif atau statis (being, potensi), sedangkan inteligensi
lebih bersifat aktif (becoming, aktualisasi). Berdasarkan pemahaman ini,
bisa kita simpulkan bahwa intelek adalah daya atau potensi untuk memahami,
sedangkan inteligensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan
dari daya atau potensi tersebut.
Suharnan (2005: 345) menyebutkan bahwa inteligensi adalah
salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual manusia. Inteligensi
merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada urutan yang lebih tinggi (higher
order cognition). Secara umum inteligensi sering disebut kecerdasan,
sehingga orang yang memiliki inteligensi tinggi sering disebut pula sebagai
orang cerdas atau jenius.
Shaleh (2005: 179) mengatakan bahwa inteligensi adalah
kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu
dengan cara tertentu. Inteligensi atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan
tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia.
William Stern (Shaleh: 2005, 181) mengemukakan
inteligensi adalah kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat
dan tepat dalam suatu situasi yang baru dengan menggunakan alat-alat berpikir
yang sesuai dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa inteligensi
sebagian besar tergantung dengan dasar turunan. Pendidikan atau lingkungan
tidak begitu berpengaruh kepada inteligensi seseorang.
Kecerdasan ialah istilah umum yang digunakan untuk
menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan
menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan,
menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat
kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan
dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes
IQ (http://www.wikipedia.org).
Sulistami (2006: 37) mengatakan bahwa dalam
pengertiannya, inteligensi disebut sebagai kecerdasan. Namun, sesungguhnya tidak
ada definisi tunggal perihal intelegensi. Jika merujuk Dictionary of
Psychology karya JP Chaplin, 1975, intelegensi adalah :
1)
Kemampuan beradaptasi
dan memenuhi tuntutan situasi (lingkungan) yang dihadapi dengan cepat dan
efektif.
2)
Kemampuan menggunakan
konsep-konsep abstrak secara efektif.
3)
Kemampuan memahami
hubungan dan mempelajarinya secara tepat.
Sedangkan S.C. Utami Munandar (Sobur:
2003, 156) mengatakan bahwa kecerdasan secara umum dapat dirumuskan sebagai
berikut :
a.
Kemampuan untuk berpikir
abstrak;
b.
Kemampuan untuk
menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar;
c.
Kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
Dari bermacam-macam pendapat tersebut
dapat ditarik suatu pendapat bahwa kecerdasan merupakan kemampuan pikiran/
intelektual manusia untuk dapat menyesuaikan diri dengan tepat terhadap situasi
yang dihadapinya.
1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inteligensi
Shaleh
(2005: 189) mengatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi
sehingga terdapat perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lain, adalah :
a. Pembawaan
Pembawaan
ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Batas
kesanggupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal. Pertama-tama
ditentukan oleh pembawaan kita, orang tua itu ada yang pintar dan ada yang
bodoh. Meskipun menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan-perbedaan
itu masih tetap ada.
b. Kematangan
Tiap
organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ
(fisik atau psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai
kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Anak-anak tak dapat memecahkan
soal-soal tertentu karena soal-soal itu masih terlampau sukar baginya.
Organ-organ tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang untuk
melakukan mengenai soal itu. Kematangan berhubungan erat dengan umur.
c. Pembentukan
Pembentukan
ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan
inteligensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di
sekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
d. Minat dan Pembawaan Khas
Minat
mengarahkan perbuatan pada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan
itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong
manusia untuk berinterasi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki
dunia luar (manipulate and exploring motives). Dari manipuasi dan eksplorasi
yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama-kelamaan timbullah minat terhadap
sesuatu. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat
dan lebih baik.
e. Kebebasan
Kebebasan
berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode. Metode yang tertentu dalam
memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan-kebebasan memilih
metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan
adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat
dalam perbuatan inteligensi.
1.3. Inteligensi sebagai Faktor Genetik atau Lingkungan
Plomin
dan Spinath (Suharnan: 2005, 369) menjelaskan bahwa pertanyaan mengenai apakah
inteligensi merupakan kemampuan genetik (faktor keturunan) atau faktor
lingkungan, sampai saat ini masih dalam perdebatan. Kecenderungan hasil-hasil
penelitian genetik menunjukkan bahwa baik faktor genetik atau keturunan
(heriditas) maupun lingkungan memberi andil terhadap inteligensi yang dimiliki
seseorang. Meski demikian, faktor genetik memberi andil yang lebih besar
(berkisar antara 50%-80%) terhadap inteligensi seseorang daripada faktor
lingkungan. Di dalam perspektif perkembangan, pengaruh terbesar dari lingkungan
terhadap inteligensi terjadi ketika masa anak-anak (chilhood), kemudian
mengalami penurunan setelah umur mereka bertambah dewasa. Sebaliknya, makin
bertambah dewasa usia anak maka faktor genetik makin besar pengaruhnya terhadap
inteligensi.
2. Emosi
Goleman (2004: 411) mengatakan bahwa emosi
merupakan istilah yang makna tepatnya masih membingungkan para ahli psikologi
selama lebih dari satu abad.
Selanjutnya James-Lange (Sobur: 2003)
mengatakan bahwa emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap berbagai
rangsangan yang datang dari luar. Jadi, jika seseorang, misalnya, melihat
harimau, reaksinya adalah peredaran darah makin cepat karena denyut jantung
makin cepat, paru-paru lebih lebih cepat memompa udara, dan sebagainya.
Respons-respons tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut.
Mengapa rasa takut timbul ? Ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses
belajar. Orang bersangkutan dari hasil pengalamannya telah mengetahui bahwa
harimau adalah makhluk yang berbahaya, karena itu debaran jantung dipersepsikan
sebagai takut.
Emosi, menurut kedua ahli ini, terjadi
karena adanya perubahan pada sistem vasomotor (otot-otot). Suatu peristiwa
dipersepsikan menimbulkan perubahan fisiologis dan perubahan psikologis yang
disebut emosi. Dengan kata lain, menurut James-Lange, seseorang bukan tertawa
karena senang, melainkan ia senang karena tertawa.
Sedangkan Goleman (Utami: 2007)
menjelaskan bahwa kata emosi (emotion) berasal dari kata motion, yang berarti
gerakan. Emosi adalah gejala manusia yang mengantar manusia untuk bergerak.
Manusia bergerak berdasarkan pikiran. Segala tingkah lakunya merujuk pada
pemahamannya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa emosi adalah bentuk perasaan yang mempengaruhi seseorang
dalam berfikir dan berbuat. Sebab seseorang dilihat tidak hanya berdasarkan
tingkat kecerdasan, tetapi juga berdasar dari seberapa baik seseorang mengelola
diri sendiri dan berhubungan dengan orang lain.
Emosi mempunyai peran penting dalam
kehidupan. Emosilah yang menyambungkan kesadaran diri dan kelangsungan diri
yang secara mendalam menghubungkan manusia dengan dirinya sendiri dan dengan
orang lain. Jika dia bermasalah dengan emosinya, dia juga bisa bermasalah dalam
berkomunikasi/ berhubungan dengan orang lain. Bahkan mungkin menimbulkan
kesulitan bagi orang di sekitarnya. Hal tersebut bisa disebabkan karena dia
tidak bisa mengendalikan emosi negatif dalam dirinya.
Goleman (2004: 8) mengatakan bahwa emosi
terbagi menjadi tujuh :
(1) Amarah, seperti mengamuk, bengis, benci, jengkel,
kesal hati, rasa terganggu, rasa pahit tersinggung, dsb. Bila darah amarah
mengalir ke tangan, mudahlah tangan menyambar senjata atau menghantam lawan;
detak jantung meningkat, dan banjir hormon seperti adrenalin membangkitkan
gelombang energi yang cukup kuat untuk bertindak dahsyat.
(2) Rasa takut, seperti cemas, takut, gugup, khawatir,
waspada, tidak senang,tidak tenang, was was, fobia, dan panik. Bila darah
ketakutan mengalir seperti ke kaki, kaki menjadi lebih mudah diajak mengambil
langkah seribu-dan wajah menjadi pucat. Pada waktu yang sama, tubuh membeku,
bila hanya sesaat, barangkali mencari tempat persembunyian adalah reaksi yang
lebih baik. Titik-titik di pusat-pusat emosi otak memicu terproduksinya
hormon-hormon yang membuat tubuh waspada, membuatnya awas dan siap bertindak,
dan perhatian tertuju pada ancaman yang dihadapi, agar reaksi yang muncul
semakin baik.
(3) Kebahagiaan, gembira, riang, puas, terhibur, bangga,
takjub, senang sekali, dsb. Perubahan-perubahan biologis utama akibat timbulnya
kebahagiaan adalah meningkatnya kegiatan di pusat otak yang menghambat perasaan
negatif dan meningkatkan energi yang ada, dan menenangkan perasaan yang
menimbulkan kerisauan.
(4) Cinta, seperti penerimaan, persahabatan, kepercayaan,
kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasih. Emosi ini merupakan respons
relaksasi yaitu serangkaian reaksi di seluruh tubuh yang membangkitkan keadaan
menenangkan dan puas, sehingga mempermudah kerja sama.
(5) Terkejut, takjub terpana dsb. Naiknya alis mata
sewaktu terkejut memungkinkan diterimanya bidang penglihatan yang lebih lebar
dan juga cahaya yang masuk ke retina. Reaksi ini membuka kemungkinan lebih
banyak informasi tentang peristiwa tak terduga, sehingga memudahkan memahami
apa yang sebenarnya terjadi dan menyusun rencana rancangan tindakan yang
terbaik.
(6) Jijik, hina, mual, benci, tidak suka, mau muntah dsb.
Di seluruh dunia, ungkapan jijik tampaknya sama: sesuatu yang menyengat rasa
atau baunya, atau secara metaforis demikian. Ungkapan ekspresinya wajah rasa
jijik-seperti bibir atas mengerut ke samping sewaktu hidung berkerut-seolah
menutup lubang hidung terhadap bau menusuk atau untuk meludahkan makanan
beracun.
(7) Salah satu fungsi pokok rasa sedih adalah untuk
menolong menyesuaikan diri akibat kehilangan yang menyedihkan, seperti kematian
sahabat atau kekecewaan besar. Kesedihan menurunkan energi dan semangat hidup
untuk melakukan kegiatan sehari-hari, terutama kegiatan perintang waktu dan
kesenangan. Dan bila kesedihan
itu semakin mendalam dan mendekati depresi, kesedihan akan memperlambat
metabolisme tubuh.
Emosi-emosi
yang ada didalam diri manusia merupakan hal yang penting untuk mempertahankan
kelangsunagan hidup manusia. Tanpa rasa marah, seseorang akan menjadi sasaran
keburukan orang lain. Tanpa rasa bahagia dan cinta, seseorang tidak akan bisa
menjalin hubungan yang baik dengan sesama, dst.
Ketika berhadapan/ berkomunikasi dengan
orang lain, manusia selalu melibatkan emosinya. Dimana emosi yang muncul
tersebut harus senantiasa dikelola. Yaitu manusia harus dapat mengendalikan
emosi negatif dan memunculkan emosi positif. Mengelola emosi merupakan salah satu keterampilan penting
menuju kecerdasan emosi.
Shaleh (2004: 170) mengatakan adanya
perubahan-perubahan pada tubuh saat terjadi emosi, antara lain :
a). Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila
terpesona.
b). Peredaran darah : bertambah cepat bila marah.
c). Denyut jantung : bertambah cepat bila terkejut.
d). Pernafasan : bernafas panjang bila kencang.
e). Pupil mata : membesar bila sakit atau marah.
f). Liur : mengering bila takut dan tegang.
g). Bulu roma : berdiri bila takut.
h). Percernaan :
mencret-mencret bila tegang.
i). Otot : ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot
menegang & bergetar (tremor).
j). Komposisi darah : komposisi darah akan cepat berubah
dalam keadaan emosional karena kelenjar-kelenjar lebih aktif.
3. Kecerdasan Emosi
3. 1. Pengertian Kecerdasan Emosi
Sudaryono
(2008) mengatakan bahwa dirinya sebagai direktur utama sebuah perusahaan
melihat para karyawannya merupakan modal utama dalam meningkatkan kinerja
karyawan. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa menurunnya prestasi kerja
berhubungan dengan banyak faktor. Faktor tersebut diantaranya adalah kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual. Kualitas emosional yang tertata dengan baik
akan menjadikan karyawan dapat menata dirinya dan dalam hubungan dengan orang
lain, sehingga dapat melaksanakan tugas pekerjaan dengan prestasi baik.
Demikian juga dengan karyawan yang
mempunyai kualitas hubungan dengan Tuhan, akan mendorongnya mencapai prestasi
kerja yang tinggi.
Sedangkan
Goleman (Suluh: 2007) menyodorkan fakta atau bukti bahwasanya dalam menjalani
kehidupan dan penghidupan di dunia ini (termasuk interaksi sosial dan lain
lain) merupakan sesuatu yang keliru jika menganggap bahwasanya kecerdasan
logika (kognitif) atau yang seiring disebut dengan Kecerdasan Berfikir (Intelligence
Quotient) merupakan faktor yang menentukan sukses tidaknya seseorang dalam
menjalani hidup. IQ yang telah menjadi suatu kriteria dari kecerdasan berfikir
seseorang dan sering kali merupakan sesuatu yang dijadikan indikator untuk
memprediksi sukses tidaknya seseorang di masa depan, ternyata menurut Goleman
hanya menyumbangkan sedikit sekali bagi sukses tidaknya seseorang tersebut
kelak. Ada faktor yang lebih berpengaruh dibandingkan dengan IQ tersebut ia
sebut sebagai EQ atau EI (Emotional Quotient atau Emotional Intelligence).
Goleman
meneliti bahwa keberhasilan orang-orang sukses lebih banyak ditentukan oleh
kecerdasan emosional yang mereka miliki yang mencapai 80 % sedangkan kecerdasan
intelektual hanya berperan 20 % dalam kesuksesan mereka.
Goleman membuktikan
bahwa tingkat emosional manusia lebih mampu memperlihatkan kesuksesan
seseorang. IQ tidak dapat berkembang. Jika seseorang terlahir dengan kondisi IQ
sedang, maka IQ-nya tidak pernah bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika
seseorang terlahir dengan kecerdasan intelektual yang cukup, percuma saja dia
mencoba dengan segala cara untuk mendapatkan IQ yang jenius, begitu pula
sebaliknya. Tetapi, kecerdasan emosi dapat dikembangkan seumur hidup dengan
belajar. Jika seseorang mempunyai IQ yang tinggi, ditambah dengan kecerdasan emosi
yang tinggi pula, orang tersebut akan lebih mampu menguasai keadaan, dan
merebut setiap peluang yang ada tanpa membuat masalah yang baru.
Untuk
mengukur apakah seseorang mempunyai kecerdasan emosional tinggi, jangan diukur
dengan titel kesarjanaan dan kepangkatannya, tetapi cari tahulah kepada mereka
yang selalu berhubungan dengannya, entah itu sopir, satpam, pembantu rumah
tangga, anak buah, keluarga maupun teman. Dari merekalah akan terpantul citra
kepribadian seorang pemimpin, terutama di saat-saat seseorang terkondisikan
untuk marah. Seberapa tinggi kecerdasan emosi seseorang mudah terlihat saat
kritis, ketika suasananya tidak menguntungkan, bahkan dalam posisi terancam.
Kemudian Saloney
dan Mayer (Hariwijaya: 2005, 10) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai
kemampuan memantau dan mengendalikan emosi sendiri dan orang lain, serta
menggunakan emosi-emosi itu untuk memandu pikiran dan tindakan.
Keterampilan
emosional mencakup identifikasi atau mengenali nama-nama orang; mengungkapkan
emosi, menilai intensitas emosi, menunda atau menahan saat sedih atau marah,
perasaan dan emosi, mengurangi stres atau tekanan lingkungan dan mengetahui
perbedaan emosi. Keterampilan kognitif antara lain kemampuan memahami sudut
pandang orang lain, mengenali isyarat dan aturan sosial atau sopan santun,
introspeksi atau evaluasi diri, berpikir positif, kesadaran diri dan
menyelesaikan masalah. Sementara keterampilan perilaku meliputi kemampuan non-verbal
(menyampaikan pesan atau emosi dengan bahasa atau isyarat tubuh) dan verbal
(berbicara).
Kecerdasan
emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi
dengan kecerdasan akademik. Banyak orang cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi
tidak mempunyai kecerdasan emosi, ternyata bekerja menjadi bawahan orang ber-IQ
lebih rendah tetapi unggul dalam keterampilan kecerdasan emosi. Kecerdasan
emosional tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal
dunia. Pertumbuhan kecerdasan emosi dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan
contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya. Kecerdasan
emosi yang dimiliki setiap orang berbeda. Ada orang yang memiliki kecerdasan
emosi rendah, namun ada pula yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi.
Goleman (Ansari:
2007) mengatakan
bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang untuk
memotivasi diri, ketahanan menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan
menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan tersebut,
seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan
dan mengatur suasana hati. Sementara Cooper dan Sawaf mengatakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang
manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar
mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya
dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan
sehari-hari. Selanjutnya Howes dan Herald mengatakan pada intinya, kecerdasaan
emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan
emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia berada diwilayah dari
perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila
diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih
mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Dari beberapa pendapat di atas
dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar
mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk
menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam
kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
Dan
sesungguhnya kecerdasan intelektual (seperti penguasaan terhadap ilmu)
merupakan sarana saja/ jembatan dalam membantu seseorang menuju kesuksesan.
Namun kecerdasan emosilah yang paling banyak berperan dalam kesuksesan
seseorang.
Keterampilan
kecerdasan emosi bekerja secara sinergi dengan kecerdasan intelektual;
orang-orang berprestasi tinggi memiliki keduanya. Makin kompleks pekerjaan,
makin penting kecerdasan emosi. Apabila kekurangan dalam kemampuan ini, orang
bisa terganggu dalam menggunakan kecerdasan intelektualnya. Dengan kata lain,
emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai menjadi kelihatan bodoh.
Sehingga diperlukanlah perpaduan antara pikiran dan perasaan yang selanjutnya
disebut dengan kecakapan emosi.
Gulo (2007) memaparkan
ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan emosional :
a. Tidak merasa bersalah
secara berlebihan.
b. Tidak mudah marah.
c. Tidak dengki, tidak iri
hati, tidak benci, dan tidak dendam kepada orang lain.
d. Tidak menyombongkan diri.
e. Tidak minder.
f. Tidak mencemaskan akan
sesuatu.
g. Mampu memahami diri orang
lain secara benar.
h. Memiliki jati diri.
i. Berkepribadian dewasa
mental.
j. Tidak mudah frustasi.
k. Memiliki pandangan dan
pedoman hidup yang jelas berdasarkan kitab suci agamanya.
Dari ciri-ciri orang yang
memiliki kecerdasan emosi di atas, menunjukkan bahwa orang yang memiliki
kecerdasan emosi senantiasa memikirkan perasaan orang lain dan tidak mudah
tersinggung dengan sikap orang lain. Sehingga orang yang cerdas emosi tersebut
mudah bergaul dengan orang lain, serta hidupnya dipenuhi dengan ketenangan.
Sebab dia senantiasa berpikiran positif terhadap orang lain.
Menurut Patricia Patton (Gulo:
2007), cara mengelola emosi sebagai berikut :
a). Belajar mengidentifikasikan apa yang biasa
memicu emosi kita dan respon apa yang kita berikan, dengan demikian kita
mengetahui apa yang seharusnya dirubah.
b). Belajar dari kesalahan
sehingga mengetahui yang mana yang mau diperbaiki.
c). Belajar membedakan segala
hal yang terjadi di sekitar kita maka diketahui mana yang memberikan pengaruh
dan mana yang tak berpengaruh sehingga batin kita tenang.
d). Belajar untuk
mempertanggungjawabkan setiap tindakan kita.
e). Belajar untuk mencari
kebenaran.
f). Belajar untuk memanfaatkan
waktu secara maksimal.
g). Belajar untuk menggunakan
kekuatan sekaligus kerendahan hati dan tidak merendahkan orang lain.
3. 2. Unsur-unsur Kecerdasan Emosi
Hariwijaya
(2005: 11) memaparkan bahwa kecerdasan emosi menyangkut banyak aspek penting,
yaitu :
·
Kemandirian
·
Kemampuan
menyesuaikan diri agar disukai
·
Kemampuan
memecahkan masalah antar pribadi
·
Ketekunan
·
Empati
(memahami orang lain secara mendalam)
·
Mengungkapkan
dan memahami emosi
·
Mengendalikan
amarah
·
Kesetiakawanan
·
Keramahan
·
Sikap
hormat
Sedangkan Goleman (1999: 58)
mengungkapkan 5 (lima) wilayah kecerdasan emosional:
a. Mengenali emosi diri
Kesadaran diri dalam mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional.
Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar
timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk
mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan
perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat
buruk bagi pengambilan keputusan masalah.
b. Mengelola emosi
Mengelola emosi berarti
menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini
merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan
berhasil dikelola apabila: mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat
melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang
timbul karena gagalnya keterampilan emosional dasar ini. bangkit kembali dengan
cepat dari semua itu. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi
akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada
hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri. Sementara mereka yang pintar
dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan
dalam kehidupan.
c. Memotivasi diri
Menata emosi sebagai alat
untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi
perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk
berkreasi. Kendali diri emosional─menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati─adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.
Dan mampu menyesuaikan diri dalam “flow” memungkinkan terwujudnya kinerja yang
tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini
cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka
kerjakan. Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal
sebagai berikut: a) cara mengendalikan dorongan hati; b) derajat kecemasan yang
berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; c) kekuatan berfikir positif; d)
optimisme; dan e) keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika
perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi,
pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri
yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif
dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.
d. Mengenali emosi orang lain
Empati atau mengenal emosi
orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka
pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca
perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan
emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang
lain. Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang
lain. Orang-orang seperti ini cocok untuk pekerjaan-pekerjaan keperawatan,
mengajar, penjualan, dan manajemen.
e. Membina hubungan dengan orang lain
Seni dalam membina hubungan dengan
orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam
pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan
mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Sesungguhnya karena tidak
dimilikinya keterampilan-keterampilan semacam inilah yang menyebabkan
seseorang seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan.
Membina hubungan merupakan keterampilan yang menunjang popularitas,
kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan
ini akan sukses dalam bidang apa pun yang mengandalkan pergaulan yang mulus
dengan orang lain; mereka adalah bintang-bintang pergaulan.
3.3. Langkah-langkah Mengembangkan Kecerdasan Emosi (Jumadi Asnawi : 2005):
- Membuka hati: ini adalah
langkah pertama karena hati adalah simbol pusat emosi. Hati kitalah yang merasa
damai saat kita berbahagia, hati kita merasa tidak nyaman ketika sakit, sedih,
marah atau patah hati. Kita mulai dengan membebaskan pusat perasaan kita dari
impuls dan pengaruh yang membatasi kita untuk menunjukkan cinta satu sama lain.
- Menjelajahi
dataran emosi: sekali kita telah membuka hati, kita dapat melihat kenyataan dan
menemukan peran emosi dalam kehidupan. Kita dapat berlatuh cara mengetahui apa
yang kita rasakan. Kita mengetahui emosi yang dialami orang lain. Singkatnya,
kita menjadi lebih baik dan bijak menanggapi perasaan kita dan perasaan orang
di sekitar kita.
- Mengambil
tanggung jawab: untuk memperbaiki dan mengubah kerusakan hubungan, kita harus
mengambil tanggung jawab. Kita dapat membuka hati kita dan memahami peta
dataran emosional orang di sekitar kita.
Jiil Daan (Gulo:
2007) menjelaskan cara mengembangkan diri agar menjadi efektif :
a. Pengaturan diri,
mengontrol impuls yang produktif, tenang, berpikir positif, tidak bingung
menghadapi masalah, mengelola emosi yang menyusahkan, mengurangi rasa cemas,
berpikir tenang dan fokus.
0 Komentar