SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TABUNGAN DAN INVESTASI SWASTA DI INDONESIA
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Dalam
perekonomian suatu negara, tabungan dan investasi merupakan indikator yang
dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di
negara-negara berkembang (developing countries) termasuk didalamnya
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, memiliki dana yang cukup besar. Tetapi
di sisi lain, usaha pengerahan sumber dana dalam negeri untuk membiayai
pembangunan menghadapi kendala dalam pembentukan modal baik yang bersumber dari penerimaan pemerintah
yaitu ekspor barang dan jasa ke luar negeri, ataupun penerimaan pemerintah
melalui instrumen pajak
Krisis ekonomi
yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 yang kemudian menjadi krisis
multidimensi berdampak kondisi Indonesia secara umum tidak hanya terhadap
sektor ekonomi saja. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi sangat tajam,
inflasi yang tinggi, menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di
Indonesia, merupakan beberapa akibat dari krisis ekonomi tersebut. Lambat laun,
dengan beberapa kali perubahan struktur politik dan penerapan
kebijakan-kebijakan oleh pemerintah, kondisi Indonesia menunjukan perubahan
yang lebih baik dan kondisi perekonomian yang stabil.
Di Indonesia,
untuk membiayai pembangunan nasional yang mencakup investasi domestik, sumber
dananya dapat bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar negeri. Namun,
karena terbatasnya jumlah dana serta pinjaman yang diperoleh dari luar negeri,
maka diperlukan tabungan nasional yang lebih tinggi sebagai sumber dana yang utama.
Perlunya tabungan
nasional ini dibuktikan dengan adanya saving-investment gap yang semakin
melebar dari tahun ke tahun yang menandakan bahwa pertumbuhan investasi
domestik melebihi kemampuan dalam mengakumulasi tabungan nasional. Secara umum, usaha pengerahan modal dari
masyarakat dapat berupa pengerahan modal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri. Pengklasifikasian ini didasarkan pada sumber modal yang dapat digunakan
dalam pembangunan. Pengerahan modal yang bersumber dari dalam negeri berasal
dari 3 sumber utama[1],
yaitu : pertama, tabungan sukarela masyarakat. Kedua, tabungan pemerintah, dan
ketiga tabungan paksa (forced saving or involuntary saving). Sedangkan
modal yang berasal dari luar negeri yaitu melalui pinjaman resmi pemerinyah
kepada lembaga-lembaga keuangan internasional seperti International Monetary Fund (IMF), Asian
Development Bank (ADB), World Bank, maupun pinjaman resmi bilateral dan
multilateral, juga melalui foreign direct investment (FDI).
Hollis Chenery
dan beberapa penulis lainnya telah mengenalkan pendekatan ‘dua-jurang’ pada
pembangunan ekonomi. Dasar pemikirannya, ‘jurang tabungan’ dan ‘jurang devisa’
merupakan dua kendala yang terpisah dan berdiri sendiri pada pencapaian target
tingkat pertumbuhan di negara kurang maju. Chenery melihat bantuan luar negeri
sebagai suatu cara untuk menutup kedua jurang tersebut dalam rangka mencapai
laju pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan[2]. Sumitro
(1994:44) menjelaskan bahwa kekurangan didalam perimbangan antara tabungan
nasional dan investasi harus ditutup dengan pemasukan modal dari luar yang
berasal dari tabungan oleh kalangan luar negeri.
Pada negara
berkembang dan miskin, kondisi yang paling menonjol adalah belum terciptanya
kondisi yang mendorong pada iklim dimana kegairahan untuk menabung dan
penanaman modal menunjukan tingkat yang menggembirakan. Sistem produksi untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat masih menggunakan pola tradisional. Masih
terbatasnya sektor modern dan belum berfungsinya secara efektif dan efisien
institusi-institusi keuangan yang disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang
masih tradisional menyebabkan pengerahan dana dari masyarakat mengalami
kesulitan.
Dengan latar
belakang ditetapkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih dikenal
dengan “PAKTO 88”, yang pokok-pokok kebijakannya berisi antara lain untuk
mengerahkan dana dari masyarakat dengan cara memudahkan pembukaan kantor cabang
baru, pendirian bank swasta baru, keleluasaan penyelenggaraan tabungan, dan
perluasan kantor cabang bank. Setelah adanya “PAKTO 88” ini, semakin mudahlah
bank didirikan dan semakin bervariasi juga bentuk-bentuk tabungan yang
ditawarkan oleh bank-bank yang sudah terbentuk baik swasta maupun pemerintah.
Semenjak saat itu, tabungan nasional mulai meningkat drastis. Dalam tahun-tahun
sebelumnya tampak adanya kecenderungan persaingan antar berbagai negara untuk
memperbesar arus investasi baik asing maupun domestik. Persaingan terutama
terjadi karena kebutuhan dana yang sangat besar dan mendesak untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi terutama di negara-negara berkembang.
Indonesia terbuka
secara resmi dan efektif terhadap penanaman modal sejak tahun 1967 ketika
pemerintah orde baru memberlakukan undang-undang Penanaman Modal Asing yang
diikuti dengan undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri tahun 1968.
Selanjutnya, Indonesia mengalami periode pasang surut dalam penerimaan arus
modal investasi, kebijakan devaluasi rupiah tahun 1983 mempengaruhi tingkat
pertumbuhan investasi secara total maupun sektoral. Tahun 1991 ketika terjadi gebrakan
Sumarlin II (tight money policy) yaitu kebijakan yang dimaksudkan untuk
mengontrol tingkat inflasi, menjaga defisit neraca transaksi berjalan agar
tidak melebihi batas yang masih bisa diterima, mengawasi uang luar negeri,
serta menjaga performance Indonesia dimata investor. Gebrakan ini secara
tidak langsung menurunkan investasi.
Sukses tidaknya
suatu negara dalam menarik arus dana investasi tidak terlepas dari berbagai
faktor ekonomi dan non ekonomi. Pada dasarnya pemberian fasilitas yang sifatnya
mendorong investor untuk berinvestasi seperti pembebasan pajak (tax holiday)
dan kemudahan untuk mengakses bahan baku akan sangat efektif bila didukung oleh[3] :
-
Negara
tujuan investasi memiliki keunggulan komparatif ekonomi yang berkaitan dengan
faktor-faktor produksi seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
terampil dan murah.
-
Nilai
tukar yang relatif stabil, terutama untuk investor yang berorientasi pasar luar
negeri
-
Peraturan
devisa di negara bersangkutan tidak menghalangi penanam modal untuk memindahkan
kekayaan dan keuntungannya ke luar negeri.
-
Iklim
politik dan keamanan negara cukup menjamin ketentraman hidup dan keamanan usaha
serta kekayaan investor.
-
Iklim
usaha yang menunjang dan mendorong penanaman modal.
-
Infrastruktur
yang menunjang dan memadai.
Investasi
memegang peranan penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan sebagai
salah satu komponen yang berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi.
Dari paparan latar belakang diatas dan
berdasarkan fenomena yang terjadi di Indonesia, maka penulis berkeinginan untuk
melakukan penelitian dengan judul :
“ Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Tabungan
dan Investasi Swasta di Indonesia
Periode 1984-2003”.
[1] Sadono Sukirno. 1985.
Ekonomi Pembangunan, Jakarta, hlm. 234.
[3] M.N. Salam. 1995. Analisis
Investasi Jepang di Indonesia, Buletin Litbang Perdagangan, Departemen
Perdagangan,.
0 Komentar