JUDUL SKRIPSI : STRATEGI ALIANSI MANAJEMEN PADA BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM MENUNJANG PERKEMBANGAN BMT AHMAD YANI
A. PENDAHULUAN
Di era persaingan bebas
yang semakin ketat, dimana pengangguran terus bertambah, biaya pendidikan dan
biaya hidup terus naik yang tidak diimbangi dengan naiknya pendapatan
masyarakat, serta banyak usaha-usaha
mikro yang dijalankan, namun akhirnya mengalami kepailitan karena kesulitan
mendapatkan modal membuat negeri ini semakin miskin dan terpuruk. Sementara
itu, kehadiran rentenir dengan sistem bunga (dalam hal ini bank-bank
konvensional) yang menjerat rakyat, bukan menjadi solusi tapi menjadi bumerang
bagi perkembangan usaha mereka.
Dewasa ini bank syariah merupakan salah satu
sistem perbankan yang sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Bank syariah
diperkirakankan menjadi alternatif sistem perbankan di Indonesia. Sejak diterbitkannya
undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang kemudian direvisi
menjadi undang-undang No 10 tahun 1998, tentang industri perbankan di Indonesia
terbagi menjadi bank yang beroperasi berdasarkan bunga (yang disebut bank
konvesional) dan bank yang beroperasi berdasarkan bagi hasil (disebut dengan
Bank Syariah).
Hadirnya bank-bank
syariah di tengah badai yang melanda bangsa ini akibat dari krisis panjang,
tidak meyurutkan pertumbuhan bank-bank syariah dikarenakan sistem oprasional
bank syariah tidak mengenal prisip bunga dalam pengoprasiannya. Produk-produk
bank syariah yang bebas dari unsur riba pada dasarnya bersifat membangun jiwa
produktif masyarakat untuk menjadi mitra yang baik dalam membangun sebuah
usaha.
Berdasarkan data dari
Bank Indonesia (BI), aset bank syariah sampai dengan bulan Oktober 2006
mencapai Rp 25, 06 triliun. Hasil ini menunjukkan petumbuhan sebesar 33,8% dari
18,732 triliun pada Oktober 2005. Bila dibandingkan dengan total pasar
perbankan nasional, aset perbankan syariah masih sangatlah kecil, yaitu kurang
dari 2%. Untuk itu, penerapan strategi yang tepat dalam menciptakan pangsa
pasar yang lebih besar bagi perbankan syariah adalah hal yang perlu dilakukan.
BI sebagai regulator perbankan
memahami permasalahan ini. Karena itu, melalui kebijakan yang dikeluarkan, BI
ingin melakukan akselerasi pengembangan perbankan syariah. Salah satu dari
program itu adalah strategi aliansi (kemitraan) antara perbankan syariah dengan
bank konvensional, BMT, maupun institusi lain seperti misalnya kantor pos, agar
pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia bisa meningkat secara
signifikan dan berkesinambungan.
Aliansi merupakan salah
satu strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengembangkan
usahanya (Chandra dkk, 2004: 206).
Aliansi bisnis muncul
sebagai strategi dalam arti membangun jaringan dengan perusahaan lain yang
mempunyai kemampuan dan bisa dipercaya dalam menjalankan sebuah bisnis. Aliansi
sebagai bentuk kerjasama mengutamakan pro pasar dan pro peningkatan daya beli
lingkungan secara proporsional. Dengan melakukan strategi aliansi, maka suatu
perusahaan menyadari keterbatasan sumber daya manajerial
dan kompetensi teknologi untuk secara mandiri menghadapi peluang yang makin
terbuka. Suatu aliansi biasanya membawa berbagai sumber daya komplementer untuk
mampu mengerjakan suatu kegiatan dan menciptakan sesuatu yang bernilai yang
tidak dapat dihasilkan oleh satu perusahaan tunggal. Melalui aliansi, peranan
intermediasi bank juga lebih menjadi lebih professional.
Kerjasama (aliansi)
dalam Islam disebut syirkah, yaitu akad kerjasama pencampuran antara dua pihak atau lebih
untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan
kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan
resiko ditangung sesuai porsi kerjama (Zulkifli, 2007: 53).
Syirkah dalam membangun organisasi (perusahaan) sangatlah
dibutuhkan dalam aplikasi bisnis Islami. Mengingat kondisi bisnis yang ada saat
ini, dimana banyak perusahaan melakukan kerjama dengan perusahaan-perusahaan
lain untuk lebih mengembangkan usahanya dan tetap bertahan dalam peraingan
pasar, merupakan hal yang wajib diterapkan sehingga sejalan dengan
ajaran-ajaran al-qur’an dan ajaran Rasullah (Yusanto dan Widjajakusuma, 2003:
94).
Strategi aliansi
perbankan syariah seperti Bank Muamalat Indonesia dengan Baitul Mal Wat Tamwil
(BMT), dapat meningkatkan pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah secara
signifikan di seluruh Indonesia, serta dapat membantu pertumbuhan dan
eksistensi BMT. Dari konsep strategi aliansi yang saling menguntungkan dengan
memanfaatkan keunggulan partner,
maka akan bisa tercapai tujuan bersama yang diharapkan oleh kedua belah pihak.
Dorongan untuk melakukan
strategi aliansi yang dilakukan perusahaan maupun perbankan di Indonesia adalah
untuk mempertahankan diri dari persaingan bebas, serta dorongan untuk
meningkatkan efektifitas melalui peningkatan nilai tambah, dan proses belajar
dari mitra aliansi, sehingga ke depan dapat tumbuh dan
ekspansi secara lebih cepat dan efisien.
Dengan alasan yang komplit ini, maka BMT Ahmad Yani
memutuskan untuk melakukan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI).
Berdasarkan latar
belakang permasalahan tersebut maka peneliti berusaha mengangkat permasalahan tersebut dengan judul “Strategi
Aliansi Manajemen Pada Bank Muamalat Indonesia Dalam Menunjang
Perkembangan BMT Ahmad Yani”
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini dimaksudkan agar kegiatan
penelitian dapat terarah dan diharapkan dapat menunjang kualitas hasil
penelitian, maka tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Untuk mendiskripsikan
motivasi yang mendorong Bank Muamalat Indonesia melakukan aliansi
manajemen dengan BMT Ahmad Yani
b. Untuk mendiskripsikan
perkembangan BMT Ahmad Yani sebelum dan sesudah melakukan aliansi dengan Bank
Muamalat
C. METODE PENELITIAN
- Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bank Muamalat Indonesia Jl Kawi Atas 36A
Malang, dan di BMT Ahmad Yani, Jalan Kahuripan 12 Malang. Adapun
alasan pemilihan lokasi tersebut, atas dasar pertimbangan bahwa Bank Muamalat Indonesia merupakan bank syariah pertama di Indonesia
sekaligus bank yang melakukan strategi aliansi dengan BMT Ahmad Yani.
- Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dengan mengacu pada latar belakang dan
rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dalam penelitian ini,
jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Ada 5 (lima) ciri dalam penelitian kualitatif (Maleong, 1997:3), yaitu:
1. Penelitian kualitatif
mempunyai latar belakang alami dan peneliti
berperan sebagai instrumen inti
2. Penelitian kualitatif
bersifat deskriftif mengingat data yang dikumpulkan lebih banyak berupa
kata-kata dan gambar
3. Penelitian kualitatif
menekankan pada proses
4. Penelitian kualitatif
cenderung menganalisis data secara induktif
5. Penelitian kualitatif
lebih menekankan pada makna
Menurut Arikunto (1997:245)
memberikan definisi, bahwa pendekatan penelitian deskriptif merupakan
penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis. Lebih jauh dipaparkan pula oleh Arikunto (1997:12),
bahwa pendekatan penelitian deskriptif (to
describe) digunakan apabila saat terjadinya, ada variabel masa lalu dan
masa sekarang. Ini berarti, penelitian yang dilakukan dengan menggambarkan dan
menjelaskan atau membeberkan variabel masa lalu dan sekarang. Jadi yang
dimaksud variabel masa lalu dalam penelitian ini adalah kondisi BMT Ahmad Yani
sebelum melakukan aliansi dengan BMI, dan variabel masa sekarang adalah kondisi
BMT Ahmad Yani setelah melakukan aliansi dengan BMI.
- Sumber Data
Dalam penelitian, sumber
data dapat berupa benda atau orang yang dapat dicermati dan memberikan data
maupun informasi yang sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditentukan.
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari lapangan oleh
peneliti dari perusahaan yang menjadi obyek penelitian (Surachmad, 1985). Dalam penelitian ini data primer diperoleh dengan melakukan
observasi dan wawancara dengan pihak yang terkait yang berada di BMT Ahmad Yani yang secara
fungsional mempunyai tugas pokok dan fungsi yaitu menjalankan roda BMT (baik
itu manajer tapun karyawan), serta orang-orang yang ada
dalam Bank Muamalat cabang Malang.
2. Data sekunder adalah data
yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada
(Surachmad,
1985). Data
sekunder dalam penelitian ini di peroleh dari pencatatan dokumen-dokumen, serta
Laporan Pertanggung Jawaban Tahunan (LPJ) BMT Ahmad Yani dan data dari Bank
Muamalat cabang Malang.
- Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian ini sesuai dengan
sumber data di atas di antaranya:
1. Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan secara langsung ketempat penelitian. Dalam penelitian ini yaitu di
BMT Ahmad Yani Jl Kahuripan 12 Malang, serta di Bank Muamalat Jl Kawi Atas 36A
Malang, dengan melihat secara langsung kondisi di lapangan, serta melakukan
perkenalan dan pendekatan dengan orang-orang yang ada di BMT ahmad Yani dan
Bank muamalat.
2. Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data dengan cara melakukan
tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait (Manajer dan
karyawan BMT Ahmad Yani maupun Bank Muamalat) dengan objek yang diteliti untuk
mendapatkan data dan meyakinkan bahwa data-data yang diperoleh dapat di
pertanggung jawabkan secara objektif. Wawancara yang dil;akaukan dalam
penelitian ini adalah dengan mewawancarai account
manager Bank Muamalat Indonesia yaitu ibu Rosida Vignesvari, tentang
motivasi BMI melakukan aliansi dengan BMT Ahmad Yani, Diah M. Nugrahasiswi, SE
dan bapak Zainal Abidin (Accunting
BMT Ahmnad Yani) tentang baimana kondisi BMT Ahmad Yani sebelum dan setelah
melakukan aliansi dengan BMI.
3. Dokumentasi adalah suatu
cara pengumpulan data dengan melihat, mengumpulkan dan mempelajari dokumen
lapangan dan catatan maupun sumber tertulis lain yang terdapat di BMT Ahmad
Yani maupun Bank Muamalat. Seperti laporan pertanggung jawaban tahunan (LPJ)
dan photo nara
sumber.
- Analisis
Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
metode analisis data kualitatif deskriptif yaitu dengan melakukan perbandingan
kondisi BMT Ahmad Yani sebelum dan sesudah melakukan aliansi dengan Bank
Muamalat Indonesia (BMI). Untuk lebih mempermudah dalam interpretasi data, maka
harus diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu data kuantitatif yang
berbentuk angka-angka dan data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata atau
simbol. Data kualitatif sangat berguna untuk melengkapi gambaran yang diperoleh
dari analisis data kuantitatif (Arikunto, 2002: 213). Akan tetapi karena
penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka berlaku sebaliknya, yakni
keberadaan data kuantitatif hanya sebagai pendukung data kualitatif. Untuk itu
dalam penelitian ini dilakukan pemilihan data, yang mana keberadaan data akan
saling melengkapi dan saling mendukung satu sama lain.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data
yang tersedia dari berbagai sumber, seperti catatan lapangan, dokumen pribadi,
dokumen resmi dan sebagainya. Setelah dibaca dan dipelajari dan ditelaah,
langkah selajutnya dalah melakukan reduksi data yang dilakukan dengan jalan
melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti,
proses dan pernyatan-pernyatan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di
dalamnya. Langkah selanjutnya menyusun dalam satuan-satuan, yang kemudian
diklasifikasikan pada langkah berikutnya.
Analisis data kualitatif (Bogdan dan Bikline, 1982) adalah upaya
yang dilakuakan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari,
dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.
Sedangkan proses analisis data kualitatif menurut Seiddel, 1998
(dalam Moleong, 2004: 248)
1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan itu diberi
kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri
2. Mempelajari kata-kata kunci, memilah-milah, mengkelasifikasikan, mensistensiskan, membuat
iktisar dan membuat indeknya
3. Berfikir dengan jalan membuat agar katagori data itu mempunyai
makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan dan membuat
temuan-temuan umum


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
1. Hermawan (Brawijaya Malang) 2006
Penelitian yang dilakukan oleh
Hendra Hermawan dengan judul “Peranan Aliansi Terhadap Upaya Peningkatan
Nasabah, (Studi Kasus Pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah Bumi Rinjani
Batu)”, memghasilkan bahwa, aliansi yang dilakukan oleh BPR Syariah Bumi
Rinjani membuka akses pasar bagi BPR Syarih Bumi Rinjani. Ini terlihat dari
hasil aliansi, yaitu adanya peningkatan nasabah pada pembiayaan murabahah yaitu
sebesar 5,8% dari jumlah pembiayaan secara keseluruhan. Jadi aliansi yang
dilakukan mempunyai hubungan yang kuat dan positif terhadap jumlah nasabah BPR
syariah Bumi Rinjani.
2. Irsyad (Jurnal Bisnis
Dan Ekonomi, September 2007):
Dalam Jurnal ekonomi tentang “Aliansi Perbankan Dengan
Perusahaan Asurance”, oleh Moh Irsyad menunjukkan bahwa Bancassurance sebagai suatu produk
hasil kerjasama antara bank dan asuransi memiliki beberapa keuntungan yang
dapat diperoleh baik oleh bank, perusahaan asuransi, maupun bagi nasabahnya. Keuntungan bagi bank diantaranya: Memperkuat produk dan meningkatkan pangsa
pasar, Meningkatkan pendapatan, Meningkatkan efisiensi, dan Meningkatkan
loyalitas nasabah. Sedangkan keuntungan
bagi Asuransi adalah peningkatan
penjualan dan pangsa pasar, meningkatkan kualitas
produk, dan memanfaatkan database nasabah. Sedangkan keuntungan bagi nasabah adalah:
kemudahan dalam bertransaksi, dan meningkatkan
minat berasuransi
Tabel 2.1
PRODUK
BANK YANG ADA
ASURANSINYA
No
|
BANK
|
PRODUK BANK
|
PRODUK ASURANSI
|
ASURANSI
|
1
|
Bali
|
Si jempol
|
Asuransi jiwa
|
Prudential Bank Bali life
|
2
|
BNI
|
Taplus utama
Kartu kredit
|
Asuransi kecelakaan
Asuransi rawat inap, kecelakaan, kematian
|
Asuransi Niaga Cigna Life
|
3
|
Bukopin
|
Tabungan siaga pendidikan
|
Asuransi kecelakaan
|
Asuransi jasindo
|
4
|
Bumi Putera
|
Bunga hari
|
Asuransi rawat inap
|
AJB Bumi Putera 1912
|
5
|
Citibank
|
Kartu kredit
|
Asuransi kecelakaan
|
Panin Life, Astra Cmg Life, Aiu Indonesia
|
6
|
Danamon
|
Primadana
|
Tunjangan penghasil-an keluarga
|
Zurich Life Insurance Indonesia
|
7
|
Mega
|
Mega proteksi
|
Asuransi jiwa
|
Aetna Life Indonesia
|
8
|
Niaga
|
Niaga dolar
|
Asuransi kecelakaan, asuransi perjalanan, asuransi kesehatan
|
Asuransi Niaga Cigna Life
|
9
|
Standard Chartered
|
Savings plus
|
Asuransi jiwa, asu-ransi kecelakaan, tunjangan rawat inap
|
Asuransi Niaga Cigna Life
|
10
|
Syariah Mandiri
|
Tabungan mabrur
|
Asurandi jiwa dan kecelakaan
|
Asuransi Takaful
|
11
|
Unibank
|
Unisavings
Uniguard
|
Asuransi kecelakaan
Asuransi jiwa
|
Ace Ina Insurance
Asuransi Niaga Cigna Life
|
Sumber: Jurnal
Ekonomi dan Bisnis (2007)
Tabel 2.2
PRODUK ASURANSI YANG MELIBATKAN BANK
No
|
ASURANSI
|
PRODUK ASURANSI
|
CARA
PEMBAYAR-AN PRMI
|
BANK
|
1
|
Aig
Lippo
|
Asuransi
jiwa
|
|
Bank Lippo
|
2
|
Asuransi Jiwa Eka Life
|
Proteksi
|
Proteksi
|
Debit
rekening
Debit rekening
|
3
|
Asuransi
Niaga Cigna Life
|
Proteksi
|
1.
Niaga Premium Guard
2.
Niaga Hospital
Cash
|
Bank Niaga
|
Sumber: Jurnal
Ekonomi dan Bisnis (2007)
3. Zuhairo’ (UIN Malang) 2008
Penelitian yang akan dilakukan oleh Zuhairo’ dengan judul ‘Strategi Aliansi
Manajemen Pada Bank Muamalat Indonesia Dalam Menunjang Perkembangan BMT Ahmad Yani”. Penelitian
ini dilakukan di dua lokasi yaitu Bank Muamalat dan BMT Ahmad Yani. Adapun
jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Hasilnya menunjukkan bahwa:
motivasi yang mendorong BMI melakukan aliansi adalah ingin menjangkau pasar
mikro. Kondisi BMT sebelum
aliansi dilihat dari segi permodalan masih kurang, namun setelah adanya aliansi semakin membaik dilihat dari segi
produk, modal serta nasabah yang semakin meningkat.
Tabel 2.3
Penelitian terdahulu
No
|
Nama penulis
|
Judul
|
Lokasi
|
Metode analisis data
|
Hasil
|
1
|
Hermawan (UNIBRA)
|
Peranan Aliansi
Terhadap Upaya Peningkatan Nasabah
(2006)
|
Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) Syariah Bumi Rinjani Batu
|
Mengguna
kan metode kualitatif deskriptif untuk menjelas
kan peningkatan nasabah setelah melakukan aliansi.
|
Aliansi yang dilaku
kan oleh BPR Syariah Bumi Rinjani membu
ka akses pasar bagi
BPR Syarih Bumi Rinjani. Ini terlihat dari hasil aliansi, yaitu adanya
peningkatan nasabah pada pembiayaan murabahah yaitu sebesar 5,8% dari jumlah
pembiayaan secara keseluruhan.
|
2
|
Irsyad (Jurnal Bisnis dan Ekonomi)
|
Aliansi Perbank
an dengan Perusahaan
Asurance
(2007)
|
1.
Perbankan
2.
Perusaha
an
asurace
|
Mengguna
kan metode kualitatif deskriptif untuk menjelas
kan produk-produk yang dihasilkan setelah melakukan aliansi.
|
Banassurance sebagai suatu produk hasil kerjasa
ma antara bank dan
asuransi memiliki beberapa keuntu
ngan yang dapat
diperoleh baik oleh bank, perusa
haan asuransi, maupun
bagi nasabah
nya.
|
3
|
Zuhairo’ (UIN) Malang
|
Strategi Aliansi
Manajemen Pada Bank Muama
lat Indone
sia Dalam Menunjang
Perkem
bangan BMT Ahmad Yani (2008)
|
1. Bank Muamalat Indonesia
2. BMT Ahmad Yani
|
Mendiskrip
sikan tentang motivasi yang mendorong BMI melakukan aliansi
dengan BMT Ahmad Yani serta memberikan gambaran kondisi BMT sebelum dan
sesudah aliansi.
|
Motivasi BMI melakukan aliansi dengan BMT Ahmad Yani karena BMI ingin
menjang
kau pasar mikro. Sedang kondisi BMT sebelum aliansi dilihat dari segi
permodalan masih kurang, namun
setelah adanya aliansi semakin membaik dilihat dari segi produk, modal serta
nasabah yang semakin mening
kat.
|
Selain lokasi yang berbeda, perbedaan penelitian terdahulu dengan
penelitian sekarang adalah, penelitian terdahulu melihat keunggulan aliansi
dari segi peningkatan jumlah nasabah dalam pembiayaan khususnya pada pembiayaan
murabahah. Sedangkan dalam penelitian ini menekankan pada motivasi apa yang
mendorong BMI melakukan aliansi dengan BMI serta kondisi BMT Ahmad Yani BMT sebelum aliansi dilihat dari
segi permodalan masih kurang, namun
setelah adanya aliansi semakin membaik dlihat dari segi produk, modal serta
nasabah yang semakin meningkat. Adapun persamaannya adalah keduanya
menggunakan strategi aliansi dan menggunkan metode analisis kualitatif
deskriptif.
Sedangkan perbedaan dengan jurnal ekonomi dengan penelitin
sekarang adalah, aliansi bank dengan perusahaan asuransi dimana dalam jurnal
ekonomi dijelaskan produk-produk hasil dari aliansi antara bank dengan pihak
asuransi serta keuntungan setelah melakukan aliansi baik untuk pihak bank,
perusahaan asuransi serta nasabah. Adapun persamaannya dengan penelitian
sekarang adalah dengan adanya aliansi, tidak hanya menguntungkan salah satu
pihak tetapi kedua belah pihak yang melakukan aliansi memproleh keuntungan baik
dari segi perluasan pasar ataupun dari permodalan. Seperti halnya jurnal ini,
dalam penilitian yang sekarang juga mendapatkan keuntungan seperti apa yang
dapatkan oleh perusahaan asuransi ataupun pihak bank, setelah keduanya
melakukan aliansi.
B. Kajian Teori
1. Manajemen
a. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari bahasa Inggris (management) yang berarti mengurusi. Pengertian manajemen begitu
luas, sehigga dalam kenyataanya tidak ada yang digunakan secara konsisten.
Seperti yang dikemukankan oleh Stoner, 1986 (Handoko, 1984) sebagai berikut:
“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumber-sumber
daya organisasi lainnya, agar mencapai tujuan organiasi yang telah ditetapkan”.
Sedangkan Gulick (Handoko,
1984: 14) mendifinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistimatis
untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk
mencapai tujuan. Menurut Gulick manajemen telah memenuhi persyaratan untuk
disebut bidang ilmu pengetahuan (science)
karena telah dipelajari untuk waktu yang lama dan telah diorganisasi menjadi
suatu rangkaian teori.
Manajemen merupakan ilmu pengetahuan juga dalam artian bahwa,
manajemen memerlukan disiplin ilmu-ilmu pengetahuan lain dalam penerapannya;
seperti, ilmu ekonomi, statistik, akuntansi dan sebagianya (Handoko, 1984: 11).
Manajemen bukan hanya merupakan ilmu dan seni, tetapi kombinasi
dari keduanya. Kombinasi ini tidak dalam proporsi yang tetap tetapi dalam proporsi
yang bermacam-macam (Handoko, 1984: 12).
Dari beberapa pengertian di atas, yang dimaksud dengan manajemen adalah suatu seni yang menggambarkan keahlian
atau keterampilan didalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain atau
keahlian dalam menggerakkan orang lain untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
yang diharapkan.
Keberhasilan manajemen terletak
pada kemampuan berkomunikasi. Hal itu dapat dijelaskan dari sisi tugas pokok
seorang manajer. Tugas pokok seorang manajer adalah menggunakan semua potensi
yang tersedia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Salah satu potensi itu
berupa tenaga manusia. Menggunakan tenaga manusia memerlukan seni, yaitu seni berkomunikasi dengan
orang-orang baik internal maupun eksternal secara maksimal.
Manajemen merupakan segala sesuatu agar dilakukan dengan baik,
tepat, dan tuntas dan ini merupakan bagian dari ajaran Islam (Hafidhuddin,
2003:1). Ketika sesorang melakukan sesuatu dengan baik dan benar serta
terencana dan terorganisir secara rapi, maka akan terhindar dari keragu-raguan
dalam memutuskan sesuatu atau dalam melakukan suatu pekerjaan (Hafidhuddin,
2003: 2).
Sedangkan definisi manajemen dalam perspektif Islam menurut Sa’id
(2003: 8) mengatakan bahwa manajemen adalah serangkain proses akatifitas
manajemen islami, dan evaluasi keputusan-keputusan strategis organisasi yang
memungkinkan pencapain tujuan dimasa mendatang. Sebagai sebuah proses islami,
maka manajemen bagi suatu organisasi akan memiliki sejumlah karakter yang khas
yang membedakannya dengan manajemen konvensional seperti:
1.
Asas
2.
Motivasi
3.
Orientasi
4.
Strategi induk
5.
Strategi fungsional operasi
6.
Stategi fungsional keuangan
7.
Starategi fungsional pemasaran
8.
Strategi fungsional SDM
9.
Sumberdaya
Manajemen islami berupaya untuk mendudukkan ilmu manajemen dalam
perspektif Islam seutuhnya. Manajmen dalam pandangan Islam memiliki ciri khas
yang membedakan dengan pengertian manajemen secara umum. Dalam hal ini, Islam
membagi pengertian manajemen dalam dua pengertian yaitu sebagai ilmu dan
sebagai aktivitas (Widjajakusuma, 2002: 24).
Manajemen sebagai ilmu, dipandang sebagai salah satu yang bersifat
umum yang tidak berkaitan dengan nilai, peradaban, sehingga hukum
mempelajarinya adalah fardlu kifayah.
Sedangkan manajemen sebagi aktivitas, terikat pada ajaran-ajaran Islam, sehingga
manajemen islami berpijak pada aqidah Islam, dan aqidah Islam adalah dasar ilmu
pengetahuan.
b. Aplikasi-Aplikasi Yang
Berbeda Dari Istilah Manajemen
Ada empat aplikasi yang
berbeda dari istilah manajemen (Handoko, 1984: 15) di antaranya sebagai berikut:
a). Pengelompokan pekerjaan
Manajemen dapat berarti suatu kelompok atau orang yang
melaksanakan tugas-tugas atau fungsi-fungsi manajerial. Ini digunakan untuk
menyebut seluruh individu dalam kelompok tersebut secara kolektif.
b). Seorang individu
Individu yang melaksanakan fungsi-fungsi manajerial atau bagian
dari kelompok secara keseluruhan dapat disebut bagaian dari manajemen.
c). Suatu disiplin akademik
Manajemen adalah suatu bidang spesialisasi akademik, atau suatu
bidang studi.
d). Suatu proses
Manajemen juga merupakan suatu proses, karena mencakup pelaksanaan
suatu rangkain tipe-tipe khusus kegiatan atau fungsi.
2. Strategi
a. Pengertian strategi
Ada dua pendekatan untuk
mendefinisikan seterategi, yaitu: tradisional dan pendekatan baru, Hill dan Jones,
1998 (Supratikno, Hendrawan dkk, 2003: 3) dalam pendekatan tradisional,
strategi dipahami sebagai suatu rencana kedepan, bersifat antisifpatif (Forwad Looking). Sedangkan dalam
pendekatan yang baru, strategi lebih dipahami sebagai sautu pola dan bersifat
reflekstif (Backward-Looking).
Pengertian strategi menurut Henry Mintzberg (Hendrawan dkk, 2003:
3) ada lima:
1.
Plan (rencana) adalah Suatu
petunjuk, tuntutan atau tindakan yang akan dilakukan, yang memberi arah bagi
tidakan-tindakan di masa depan
2.
Pattern (pola) adalah perilaku
yang konsisten antar waktu
3.
Position (posisi) adalah Penentuan
posisi dalam konteks persaingan
4.
Perspecktive (perspektif) adalah
bagaimana suatu organisasi menjalankan kegiatannya
5.
Play (permainan) adalah kumpulan
maneuver untuk “menjinakkan” pihak
lawan, atau suatu cara yang dilakukan untuk mengecoh pesaing.
Strategi adalah ilmu dan seni menggunakan kemampuan bersama
sumber daya dan lingkungan secara efektif yang terbaik. Terdapat empat unsur
penting dalam pengertian strategi, yaitu: kemampuan, sumber daya, lingkungan,
dan tujuan. Empat unsur tersebut, sedemikian rupa disatukan secara rasional dan
indah sehingga muncul beberapa alternatif pilihan yang kemudian dievaluasi dan
diambil yang terbaik.
b. Tujuan Strategi
Tujuan strategi adalah kekuatan-kekuatan
sumber daya, kapabilitas, dan kompetensi inti internal untuk mencapai tujuan
perusahaan dalam lingkungan persaingan. Berkaitan dengan usaha untuk
memenangkan medan
tempur peperangan dan mendapatkan kepemimpinan global, tujuan strategi secara
tidak langsung berarti bertentangan dengan sumber daya, kapabilitas, dan
kompetensi inti organisasi. Ketika dibangun dengan efektif, tujuan strategis
dapat membuat orang melakukan hal-hal dengan cara-cara sebelumnya dianggap
tidak mungkin.
Tujuan strategi ada ketika
semua pegawai dan tingkatan perubahaan berkomitmen untuk mencapai kriteria
kinerja spesifik dan signifikan. Tujuan strategi telah terbentuk ketika
orang-orang percaya dengan semangat yang menyala-nyala terhadap produk dan
industri mereka dan ketika merka memusatkan perhatian sepenuhnya pada kemampuan
perusahaan untuk mengatasi para pesaingnya (Michael, dkk, 2001: 26).
c. Misi Strategi
Misi strategi mengalir dari
tujuan strategis. Fokus secara eksternal, misi strategis adalah pernyataan
tujuan unik perusahaan dan ruang lingkup operasinya dalam hal produk dan
syarat-syarat pasar. Suatu misi strategi memberikan keterangan umum tentang
produk-produk yang ingin diproduksi suatu perusahaan dan pasar yang akan
dilayani dengan menggunakan kompetensi inti internalnya.
Suatu misi strategi yang efektif
membangun individualitas perusahaan dan memberikan inspiratif, dan releven bagi
semua pemegang saham. Bersama-sama tujuan strategis dan misi strategis
menghasilkan wawasan yang diperlukan untuk memformulasi dan menerapkan
strategi-strategi perusahaan (Michael, dkk, 2001: 27).
d. Strategi
di Tingkat Korporasi
Strategi di tingkat korporasi menurut
Yusanto dan Widjajakusuma (2003: 55-67) adalah:
1). Strategi induk
Strategi induk merupakan strategi
jangka panjang yang spesifik bagi perusahaan. Berisi rumusan hilostik visi,
misi dan tujuan yang menerjemahkan orientasi strategi perusahaan. Strategi
induk pada dasarnya merupakan rencana strategis untuk melihat sisi organisasi
minimal untuk lima
tahun yang akan datang. Rencana jangka panjang ini sangat diperlukan sebagi
barometer atau penunjuk arah aksi organisasi yang dikaitkan dengan kemampuan
serta peluang yang ada. Itulah sebabnya penerapan syariah dalam manajemen
strategi nampak jelas pada strategi induk yang mencakup visi, misi dan tujuan
peusahaan.
2). Strategi generic
Strategi ini disebut sebagai gagasan
inti yang melandasi strategi induk berkaitan dengan upaya perusahaan agar dapat
bersaing sebaik-baiknya di pasar. Aplikasi strategi generic menuntut persyaratan adanya penataan organisasi, prosedur
pengendalian dan sistem insentif.
3). Strategi umum
Strategi umum menerapkan bagi tindakan
terkordinasi dan berkesinambungan yang diharapakan untuk mencapai orientasi
strategis perusahaan dan strategis induk. Bagian-bagian dari strategi umum
yaitu: strategi pertumbuhan, stabilitas (stability
strategy), penciutan (retrenchment
strategies) dan kombinasi.
3. Aliansi
a. Pengertian Aliansi
Aliansi adalah salah satu strategi
pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengembangkan usahanya (Chandra,
dkk 2004: 206).
Strategi ini dilakukan dengan membina
hubungan atau kerjasama yang erat dan saling sinergis dengan perusahaan lain
(pemasok, pelanggan atau produsen yang komplementer). Perusahaan yang terlibat
tidak saling memiliki hak kepemilikan di perusahaan mitranya. Stategi aliansi
masuk dalam katagori strategi pertumbuhan dimana strategi ini bagian dari
strategi umum.
Strategi ini memberi akses langsung dan
cepat ke pasar sasaran. Biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah dari pada membangun
jaring pasar sendiri. Bahkan jika aliansi dibentuk oleh perusahaan yang
berpengalaman dan agresif pemasarannya dalam pasar yang besar, mantap dan
sulit, maka potensi keuntungan dari aliansi sangat jelas (Sa’id, 2003:
71).
Aliansi bisnis muncul sebagai strategi dalam arti
membangun jaringan dengan perusahaan lain yang mempunyai kemampuan dan bisa
dipercaya dalam menjalankan sebuah bisnis. Aliansi sebagai bentuk kerjasama
mengutamakan pro pasar dan pro peningkatan daya beli lingkungan secara
proporsional.
Dengan melakukan strategi aliansi, maka suatu
perusahaan menyadari keterbatasan sumber daya manajerial
dan kompetensi teknologi untuk secara mandiri menghadapi peluang yang makin
terbuka. Suatu aliansi biasanya membawa berbagai sumber daya komplementer untuk
mampu mengerjakan suatu kegiatan dan menciptakan sesuatu yang bernilai yang
tidak dapat dihasilkan oleh satu perusahaan tunggal. Melalui aliansi, peranan
intermediasi bank juga lebih menjadi lebih profesional.
b. Teori- teori Aliansi
Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para pakar mengenai aliansi,
diantaranya dalah:
1. Market power theory
Teori ini bertitik tolak dari strategi perusahaan dalam
meningkatkan kesuksesan persaingannya dengan cara memperkuat posisi pasar
dengan menggunakan mitra kerja atau alainsi.
Secara umum menurut Child dan Fulkuner dalam Chandra, dkk (2004:
206) terdapat dua jenis koalisi yaitu: Offensivive
Coalition dan Devensive Coalition.
Offensivive coalition ditujukan untuk
mencapai keunggulan kompetitif perusahaan dan penguatan posisi perusahaan
tersebut dengan cara mengurangi pangsa pasar para pesaing atau juga membuat
pesaing mengalami kenaikan biaya produksi atau distribusi.
Sedangkan devensive
coalition ditunjukkan untuk mengamankan dan menstabilkan posisi perusahaan
agar dapat meningkatkan laba dengan cara membentuk hambatan masuk pasar.
Koalisi seperti ini sering kali digunakan oleh perusahaan yang sedang mengalami
posisi lemah di pasar untuk mengamankan diri dari perusahaan yang dominan.
Adapaun kelemahan dari teori ini menurut Chandra dkk (2004: 207) adalah
teori ini tidak memperhitungkan adanya faktor saling percaya yang biasa
terjalin di antara perusahaan-perusahaan yang melakukan kerjasama. Teori ini
tidak mengkombinasikan relationship
antar perusahaan yang bekerjasama yang dapat mengubah resionalitas dan strategic vision yang dianut para
pengambil keputusan. Oleh karena itu teori ini mengalami kesulitan dalam
menjelaskan proses yang terjadi selama perkembangan koorperative strategi sepanjang waktu.
2.
Increasing returns
theory
Teori ekonomi Law Of
Dimishing Retruns berasumsi bahwa setelah mencapai titik tertentu akan
terjadi penurunan terhadap faktor-faktor input. Faktor-faktor input mencakup intlektual capital, social capital, dan informasi selain dari faktor-faktor produksi.
Teori Increasing returns
ini, menjelaskan banyak fenomena yang terjadi dalam aliansi pada perusahaan
berteknologi tinggi. Dalam kondisi ini, perusahaan yang dapat menjangkau pasar
lebih awal, dapat mempertahankan konsumennya dan menjadi pemain yang dominan
tanpa harus mengalami penurunan. Kondisi Increasing
returns ini membuat perusahaan semakin perlu untuk membangun aliansi untuk
mencapai keritikal masa yang memadai
agar tetap menjadi pemain utama dan menjadi first
mover di pasar.
3.
Strategi managemen
theory
Teori ini menekankan pada pentingnya tujuan strategi yang ingin
dicapai aliansi melalui kebijakan, struktur, dan rencana yang dibuat untuk
mencapai tujuan tersebut. Perhatian ditujukan kepada pembentukan strategi yang
simetris antar perusahaan. Dalam hal misi perusahaan, sumberdaya, keterampilan
menejerial, dan lain-lain yang bersifat komplementaris dan dapat membangun
hubungan bisnis yang setara.
Berdasarkan tiga teori aliansi tersebut, dapat diketahui bahwa
aliansi digunakan untuk menambah kekuatan daya saing atau keunggulan kompetitif
perusahaan dalam rangka penguasan pasar.
Tujuan fundamental aliansi menurut Simamora (2000: 382) adalah
meningkatkan daya saing jangka panjang mitra-mitra strateginya. Dalam
peningkatan daya saing jangka panjang tersebut, aliansi diarahkan berdasarkan
keyakinan bahwa kedua belah pihak mempunyai sesuatu yang unik untuk dikontribusikan,
misalnya teknologi, kepiawaian manajerial, dan akses pasar.
Dalam pelaksanaanya, aliansi mempunyai tiga aspek fundamental dari
aliansi yaitu:
a. Aliansi harus memberikan
manfaat mitra di dalamnya. Aliansi merupakan sistem yang hidup yang tumbuh
secara progresif dalam kemungkinan-kemungkinan
b. Aliansi yang dianggap
berjaya bagi kedua pihak, lebih melibatkan kolaborasi dari pada sekedar
pertukaran belaka
c. Aliansi tidak dapat
dikendalikan oleh sistem formal, tetapi menuntut suatu koneksi antar peribadi
yang kental dan perasaan internal yang memperkaya proses belajar
Dengan memanfaatkan strategi aliansi, maka sangat memungkinkan
bagi perusahaan dalam mengembangkan kemampuan dan kapabilitas partner-nya untuk
meningkatkan performan dari nilai perusahaan. Perusahaan tidak lagi
berkompetisi secara individu, tetapi mereka berkompetisi sebagai sekelompok
perusahaan yang bekerjasama dalam memberikan nilai yang terbaik kepada
pelanggannya.
c. Alasan Melakukan Aliansi
Menurut
Preffer dan Noark
(1976) serta Porter Fuller (1986) dalam Chandra dkk (2004:213), motif perusahaan
melakukan aliansi adalah:
1.
Mencapai
sekala ekonomi dan pembelajaran bersama mitra aliansi
2.
Mendapatkan
akses ke asset perusahaan lain
3.
Memperkecil
resiko
4.
Membentuk
suatu pasar
5.
Keinginan
untuk memasuki pasar secara lebih cepat
6.
Perusahan
melakukan join venture karena
membutuhkan sumber daya , terutama dana, keahlian, dan tenaga ahli
Sedangkan alasan melakukan strategi aliansi yang dilakukan
perusahaan-perusahaan di Indonesia antara lain adalah:
1. Ingin mempertahankan
diri dari persaingan bebas di tingkat regional, dengan melindungi core compentencies melalui strategi yang
fleksibel
2. Dorongan untuk
meningkatkan efektifitas melalui peningkatan nilai tambah, serta proses belajar
dari mitra melalui benchmarking
d. Faktor-Faktor Penentu
Suksesnya Strategi Aliansi
Aliansi merupakan bentuk
penyempurnaan dari kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan oleh kelebihan-kelebihan
yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan lainnya. Membangun aliansi seperti
mendirikan suatu bangunan, yaitu mendirikan pondasi, dinding, dan atap
bangunan. Membangun aliansi yang kokoh sebagaimana bangunan yang kokoh
diperlukan kunci-kunci sukses. Menurut Chandra (2004: 222) faktor-faktor yang
mendukung suksesnya aliansi suatu perusahaan adalah komitmen, trust, kualitas komunikasi, kecocokn
mitra, hared vision and goals, saling ketergantungan dan
hubungan personal. Teori berikutnya yang menentukan faktor-faktor penentu
sukses di dalam menjalankan aliansi dikemukakan oleh Keegan (1999: 7) bahwa
dalam melakukan aliansi perlu dipertimbangkan enam faktor dasar yang dipandang
mempunyai dampak nyata terhadap keberhasilan aliansi, yaitu:
a. Misi: Aliansi yang
sukses akan menciptakan situasi menang-menang, dengan partisipan mengejar
tujuan dengan dasar kebutuhan atau keunggulan bersama
b. Strategi: Sebuah
perusahaan dapat mendirikan beberapa aliansi terpisah dengan mitra yang
berbeda-beda, strategi harus dipikirkan jauh sebelumnya untuk menghindari
konflik
c. Pengaturan: Diskusi dan
consensus harus merupakan suatu norma, semua mitra harus dipandang mempunyai
kedudukan yang sama
d. Budaya: Kepribadian orang-orang yang terlibat
penting, demikian juga keberhasilan mengembangkan seperangkat nilai yang
diyakini bersama
e. Organisasi: Struktur dan
rancangan inovatif mungkin diperlukan untuk meniadakan kompleksitas manajemen
antar perusahaan
f.
Manajemen: Aliansi pasti
melibatkan tipe pengambilan keputusan yang berbeda. Mengenali persoalan yang
mempuanyai potensi yang menimbulkan perpecahan, dan menetukan dengan jelas
kesepakatan garis wewenang yang akan menghasilkan komitmen oleh semua mitra
e. Bentuk-bentuk Aliansi
Alaiansi dalam oprasionalnya memiliki beberapa bentuk. Menurut
Chandra dkk (2004: 217) aliansi dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
Tabel 2.4
Bentuk-bentuk Aliansi
Kerjasama
|
Deskripsi
|
Bentuk kompensasi
|
Tingkat ketergantungan
|
Technical traning
|
Bantuan teknis, ditahap awal kemitraan. Durasinya singkat
|
Lump Sum Fee (sekali bayar)
|
Hampir tidak ada
|
Patent licenting
|
Hak paten hanya berlangsug satu kali
|
Royalty (%dari penjualan)
|
Hampir tidak ada
|
Production/Assembely/Buy Bacck Agreements
|
Bisa satu kali sampai beberapa kali
|
Mark Up (dari koponen yang dijual)
|
Rendah sekali
|
Franchising
|
Menjual sistem dan hak merk. Durasi minimal beberapa tahun
|
Mark Up dan royalty
|
Rendah
|
Know How licensing
|
Intraksi masalah teknis dan administrasi. Durasi minimal
beberapa tahun
|
Lump Sum Fee dan royalty
|
Rendah
|
Management/marketing/distribution Service Agreement
|
Jasa pemasaran. Durasi minimal beberapa tahun
|
Lump Sum Fee dan royalty
|
Rendah
|
Non Equity Coorperative Agreements dalam bentuk:
1.Exploration
2.Research Parthenership
3.Dvelopment/Coproduction
|
Proyek dana besar, terdiri dari banyak perusahaan
Kerjasama riset untuk pihak-pihak yang terlibat (misanya
perusahaan farmasi)
Kerjasama dalam memproduksi Equipment
monufaktur)
|
Laba PT Z=biaya dikalikan pendapat dari konsorsium
Laba Z= biaya dikalikan dengan pendapatan PT Z
Laba PT Z= biaya dikalikan dengan pendapatan patner yang domonan
|
Sedang
Sedang
Sedang
|
Equity Joint Venture
|
bentuk kepemilikan saham dalam jangka panjang
|
Pembagian saham/deviden
|
Tinggi
|
Sumber: Chandra dkk (2004: 217)
Sedangkan menurut Simamora dalam skripsi Hermawan (2006:15) bentuk aliansi dibagi
menjadi lima
bentuk, yaitu kemitraan pemasaran, perjanjian produksi, pemberian waralaba,
pemberian lisensi, dan usaha patungan.
f. Hambatan dan Kerugian Dalam Melakukan Aliansi
Strategi aliansi mempunyai berbagai hambatan karena mempertemukan
dua struktur, strategi dan budaya yang berbeda.
Adapun kerugian aliansi menurut Chandra, dkk (2004:220)
a. Penurunan pendapatan dari aliansi
1. Secara langsung, meliuti:
a. Menghalangi perusahaan
untuk melakukan ekspansi ke lain bisnis di masa depan
b. Patner menguras keuntungan dari potensi ekspansi bisnis
c. Patner menetapkan harga jual produk atau jasa dari kemitraan lebih
rendah dari harga jual sebelum bermitra
2. Secara tidak langsung, meliputi:
a. Keinginan patner untuk menjual ke luar negri
berkurang
b. Patner menjadi calon pesaing di masa depan
c. Patner hanya mau menerima tapi tidak mau berbagi pengetahuan dengan patner lain
b. Penurunan biaya dari aliansi
1. Secara langsung meliputi:
a. Biaya melakukan transfer
teknologi pada patner
b. Peningkatan biaya koordinasi
c. Tekanan patner
untuk membeli dari pemasok
d. Menanggung biaya
kekalahan yang dilakukan oleh patner
2. Secara tidak langsung
a. Biaya administrasi
meningkat
b. Menanggung oppertunity cost karena patner tidak melakukan tugasnya
Keuntungan dan kerugian aliansi bagi perusahaan ataupun lembaga
harus di perhitungkan sebaik mungkin, karena perusahaan akan mendapat imbas
dari akibatnya.
g. Keuntungan Aliansi
Adapaun keuntungan aliansi adalah:
1. Peningkatan Pendapatan dari Aliansi
Secara langsung, meliputi:
a. Mendapat akses pasar
dari fatner
b. Mendapat aset tidak
berwujud seperti, teknologi, hak paten, trademark
c. Mendapat akses
kepemerintah dan orang-orang penting
d. Berkurangnya suatu
pesaing sehingga pangsa pasar lebih besar
e. Masuk pasar lebih cepat,
sehingga meningkatkan NPV
f.
Membuka akses pasar yang selama ini tertutup
Secara tidak langsung, meliputi:
a. Membantu identifikasi
peluang bisnis saat ini maupun yang akan datang
b. Lini produk menjadi lebih
lengkap, sehingga dapat meningkatkan penjualan
c. Mendapatkan ide teknis
atau ide produk baru yang dipelajari dari fatner
dan ide menyebar kesemua bagian perusahaan
Selain itu, dengan
beraliansi perusahaan atau lembaga akan mendapat kemajuan yang pesat baik dari
segi permodalan maupun sumber daya yang ada (Chandra, dkk 2004 218). Jadi
perusahaan juga harus mempertimbangkan keuntungan melakukan aliansi untuk
kemajuan perusaan.
h. Kerjasama Dalam Perspektif Islam (Syirkah)
1). Pengertian Syirkah
Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il
mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri‘), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar);
artinya menjadi sekutu atau serikat (dalam kamus Al-Munawwir, hlm. 765).
Perseroan (syirkah) dari segi bahasa bermakna penggabungan dua bagian atau
lebih, sedemikian bergabungnya sehingga tidak bisa dibedakan lagi antara yang
satu bagian dengan bagian yanga lain. Sedangkan menurut syara’ perseroan adalah
transaksi atau akad antara dua orang atau lebih, yang dua-duanya sepakat untuk
melakukan kerja yang bersifat financial yang bertujuan untuk mencari keuntungan
(Yusanto dan Widjajakusuma, 2003: 94).
Makna etimologis, syirkah menurut Zulkifli (2007: 53) adalah akad kerjasama
pencampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu
yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan
sesuai nisbah yang disepakati dan resiko ditangung sesuai porsi kerjama.
2). Landasan Hukum dan Rukun Syirkah
Landasan hukum Syirkah (Zulkifli, 2007: 53) dalam al-Qur’an terdapat dalam Surat Shaad:
24
tA$s%
ôs)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0
y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZÏVx. z`ÏiB
Ïä!$sÜn=èø:$# Éóö6us9
öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ wÎ) tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
×@Î=s%ur
$¨B
öNèd 3 £`sßur ß¼ãr#y $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù
txÿøótGó$$sù ¼çm/u
§yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ÇËÍÈ
Artinya: Daud berkata:
Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya, dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan amat sedikitlah
mereka ini. Dan Daud mengetahui bahwa kami mengujinya, maka ia meminta ampun kepada
Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat (QS. Shaad: 24).
Sedangkan dalam hadis Nabi:
حَدَ
ثَنَا مُحَمَد بن سليمان المصيصى حَدَ ثَنَا مُحَمَد بن الز برقان عن ابى حيان
التيميى عن ابيهعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ قَالَ إِنَّ اللَّه يَقُولُ أنَا
ثَالِثُ الشَّرِيكَيْنِ مَ لَمْ يَخُنْ أَحَدُ هُمَا صَا حِبَهُ فإذا خانه خزجت من
بينهما(ابؤداؤد ۲۹۳٦)
Artinya: Dari Abi Hurairah Rasulullah bersabda bahwa “sesungguhnya
Allah azza wa jalla berfirman, Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat
selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya” (HR Abu Dawud no
2936, dalam kitab al-buyu, dan hakim dalam Antonio, 2001:91).
Rukun musyarakah (syirkah) (Zulkifli, 2007: 56) sebagai berikut:
a. Para pihak yang ber-syirkah
b. Porsi kerjasama
c. Proyek
d. Ijab qabul
e. Nisbah bagi hasil
Adapun syarat sah akad ada 2 (An-Nabhani, 1990: 146)
yaitu:
a. Obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan
harta dengan melakukan akad-akad, misalnya akad jual-beli
b. Obyek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara
para mitra usaha
Sedangkan menurut Jumhur ulama (dalam
Sa’id, 2003: 94) rukun syirkah ada
tiga yaitu:
a. Shigat (ijab dan qabul)
b. Pihak yang beraqad baik yang membawa modal (syirk al-mal) ataupun
pembawa keahlian dan tenaga (syrik
al-badn)
c. Usaha
Sedangkan syarat sah dan tidaknya akad syirkah tersebut tergantung kepada sesuatu
yang ditransaksikan, yaitu harus sesuatu yang dapat dikelola. Sesuatu yang
dapat dikelola, atau sesuatu yang ditransaksikan, atau transaksi perseroan ini
haruslah sesuatu yang bisa diwakilkan, sehingga sesuatu yang bisa dikelola
tersebut sama-sama mengikat mereka.
Hukumm syirkah adalah mubah, sebab ketika Nabi saw diutus, banyak orang
telah mempraktekkan jenis muamalah ini, dan Rasullah mengakui tindakan meraka.
Pengakukan Rasul terhadap tindakan banyak orang yang melakukan syirkah merupakan dalil syara’ tentang
diperbolehkannya syirkah.
Syirkah boleh dilakukan antara sesama muslim,
atau antara seorang muslim degan orang kafir. Imam Muslim meriwayatakan dari
Abdullah bin umara yang mengatakan, “Rasullah saw telah mempekerjakan penduduk
Khaibar (padahal mererka orang-orang Yahudi) dengan mendapat bagian dari hasil
panen buah dan tanaman. Rsullullah saw pernah membeli makanan dari orang
Yahidi, lalu beliau menggadaikan baju besi beliau kepada Yahudi tersebut”. (HR.
Imam Bukhari dengan sanad dari Aisyah).
Perseroan dianggap tidak sah bila yang
melakukan termasuk dalam kategori orang yang tidak boleh mengelola harta. Misalnya,
dilakukan oleh orang yang dikendalikan oleh orang lain (mahjur ‘alaihi).
3). Jenis-jenis (Musyarakah) Syirkah
Jenis-jenis (musyarakah) syirkah (Zulkifli, 2007: 56) adalah sebagai berikut:
a). Syirkah
al-‘inan
Syirkah al-‘inan adalah kerjsama antara
dua pihak atau lebih yang dengan porsi dana yang tidak mesti sama.
Skema 2.1
Skema ‘Inan

Sumber: Zulkifli (2007: 54)
b). Syirkah Abdan
Syirkah ‘abdan adalah kerjasama atau
percampuran tenaga atau profesionalisme antara dua pihak atau lebih (kerjasama
profesi).
Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau
keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan
pekerjaan halal. Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan
kesepakatan. Nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak
sama di antara mitra-mitra usaha.
Skema 2.2
Skema Abdan

Sumber: Zulkifli (2007: 55)
c) Syirkah al-Mudharabah
Syirkah al-Mudharabah adalah kerjasama atau percampuran dana dengan pihak lain yang memiliki
profesionalisme atau tenaga.
d). Syirkah
Wujuh
Syirkah wujûh adalah syirkah
antara dua pihak yang sama-sama memberikan konstribusi kerja (‘amal),
dengan pihak ketiga yang memberikan konstribusi modal.
Skema 2.3
Skema Wujuh
|
|
||||||||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||


Sumber: Zulkifli (2007: 55)
e). Syirkah Mufâwadhah
Adalah kerjasama atau percampuran dana antara dua pihak atau lebih dengan porsi
dana yang sama.
Skema 2.4
Skema Mufâwadhah
|
|
||||||||||||
![]() |
|||||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||||
|
|||||||||||||


Sumber: Zulkifli (2007: 54)
Dari kelima jenis syirkah tersebut an-Nabhani berpendapat
bahwa semua itu adalah syirkah yang dibenarkan syariah Islam, sepanjang
memenuhi syarat-syaratnya.
4). Pembubaran Syirkah
Syirkah menjadi batal karena meninggalnya salah seorang persero (syarik), atau
karena salah seorang diatara meraka gila (hilang ingatan) atau dikendalikan
oleh pihak lain karena al–mahjur atau
karena salah seorang diantara mereka membubarkannya.
Apaila syirkah tersebut
terdiri dari dua orang, sementara syirkah
adalah bentuk aqad yang mubah, maka
dengan adanya hal-hal semacam ini, akad
tersebut batal dengan sendirinya sebagaimana akad wakalah. Bila seorang syirk meninggal, dan mempunyai ahli
waris yang telah dewasa, maka ahli warinya bisa meneruskan syirkah tersebut dan dia juga bisa diberi izin dalam mengelola, di
samping dia berhak menuntut bagian keuntungan.
Jika salah seorang syarik menuntut
pembubaran, syirk yang lain harus
memenuhi tuntutan tersebut. Apabila syirkah
tersebut terdiri dari beberapa
syirk, lalu salah seorang diatara
mereka menuntut pembubaran, sementara yang lain tetap bersedia melanjutkan syirikah-nya itu, maka syirk yang lain setatusnya tetap sebagai syarik, dimana syirkah yang telah dijalankan sebelumnya telah rusak, kemudian
diperbaharui di antara syirik yang
masih bertahan untuk mengadkaan syirkah tersebut.
Ada perbedaan pembubaran dalam syirkah mudhaabah dengan syirkah
yang lain. Dimana dalam syirkah
mudharabah, apabila seseorang diantara mereka meenuntut dilakukan penjualan
dengan syirk yang lain menuntut
bagian keuntungan, maka tuntutan pengelola tersebut harus dipenuhi, sebab keuntungan tersebut merupakan
haknya, karena keuntungan terebut tidak terwujud selain dalam penjualan.
Adapun dalam bentuk syirkah
yang lain, apabila salah seorang diantara mereka menuntut bagian keuntungan, sementara
yang lain menuntut bagian penjualan, maka tuntutan bagian keuntungan tersebut
harus dipenuhi, sedangkan tuntutan penjualan tidak harus dipenuhi (Yusanto dan
Widjajakusuma, 2003: 100)
5). Aplikasi Syirkah dalam
Bisnis
Siddiqi (1996) (dalam Yusanto dan
Widjajakusuma, 2003: 100) menuliskan bahwa ketika Islam telah membolehkan semua
bentuk bisnis untuk dilaksanakan oleh satu orang individu, maka bisnis terebut
juga boleh (sah) jika dilakukan secara bersama-sama atau dengan mengambil
bagian di dalamnya.
Aplikasi bisnis seperti ini diataranya
adalah syirkah mudharabah untuk
industri, perdagangan dan perniagaan, muzra’ah
(pembagian hasil panen serta musqat
pertanian dalam bisnis pertanian.
4. Bank Muamalat
Indonesia
(BMI)
PT Bank
Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1991, diprakarsai oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan
operasinya pada bulan Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari
eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha
muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti
dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat
penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi
peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor,
diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal
senilai Rp 106 miliar.
Pada tanggal
27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil
menyandang predikat sebagai bank devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh
posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia
dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.
Dalam upaya
memperkuat permodalan, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan
ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS
tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank
Muamalat.
Tahun
1999-2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi
Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan
kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap para karyawan
Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha
yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni
(Lubis, 1999: 76).
Dasar
pemikiran berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) (Sumitro, 2004: 84-86)
adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat Indonesia
mayoritas agama Islam.
b. Meningkatkan kesadaran
umat Islam untuk menerapkan nilai-nilai dan ajaran agama.
c. Bank konvensional
dirasakan kurang berperan secara optimal dalam mengatasi kemiskinan.
d. Police pemerintah dibidang ekonomi khususnya perbankan sangat mendukung
beroperasinya bank tanpa bunga di Indonesia.
e. Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 pasal 1 butir 12 memberikan peluang beroprasinya bank dengan sistem
bagi hasil.
Konsep yang
melekat (build in concept) pada Bank
Muamalat Indonesia (BMI), sebagai salah satu wujud bank Islam sejalan dengan
kebutuhan dan orientasi.
5. Baitul Maal Wat Tamwil
(BMT)
a. Pengertian
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
secara konsepsi adalah suatu lembaga yang di dalamnya mencakup dua jenis
kegiatan sekaligus (Muhammad, 2000:106), yaitu:
1. Kegiatan mengumpulkan dana dari berbagai sumber seperti zakat,
infak dan sedekah dan lain-lain yang disalurkan kepada yang berhak
2. Kegiatan produktif dalam menciptakan nilai tambah baru dan
mendorong pertumbuhan ekonomi
BMT adalah lembaga pendukung peningkatan kualitas usaha ekonomi pengusaha mikro dan pengusaha
kecil berlandaskan sistem syariah.
b. Tujuan dan Peran BMT
Menurut PINBUK (1998: 44)
dalam Farida (2003:28) BMT bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta meningkatkan kekuatan dan posisi
pengusaha menengah kebawah dengan pelaku ekonomi yang lain. Dan peran BMT
adalah:
a. Motor penggerak perekonomian masyarakat bawah
b. Ujung tombak pelaksanaan sistem ekonomi syariah
c. Penghubung antara aghnia dan dhuafa atau mustadhlafin
c. Fungsi BMT
Menurut PINBUK (1998:44) dalam Farida (2003:28), fungsi BMT adalah:
a.
Mempertinggi kualitas sumber daya
insani anggota menjadi lebih profesional dan Islami sehingga semakin utuh dan
tangguh dalam beribadah
b.
Mengorganisir dana sehingga
berputar di masyarakat lapisan bawah
c.
Mengembangkan
kesempatan kerja
d.
Ikut
menata dan memadukan program pembangunan di masyarakat lapisan
bawah
e.
Memperkokoh
usaha anggota
d. Status dan Badan Hukum BMT
Sebagai organisasi informal dalam bentuk kelompok simpan pinjam
(KSP) atau kelompok swadaya masyarakat (KSM), BMT secara prinsip
memiliki sistem operasi yang tidak jauh dengan sistem operasi BPR
Syariah. Berkenaan dengan itu badan hukum yang dapat disandang oleh BMT adalah
(Muhammad, 2000:114):
a.
Koperasi
serba usaha atau koperasi simpan pinjam
b.
KSM
(Kelompok swadaya masyarakat) atau prakoperasi dalam program PHBK-BI (Proyek
Hubungan Bank dengan KSM Bank Indonesia)
c.
Lembaga
Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) tertentu untuk membina KSM
d.
LPSM itu
memberikan sertifikat pada KSM (dalam hal ini BMT) untuk beroperasi KSM disebut
juga sebagai prakoprasi.
e.
MUI,
ICMI, BMI, telah menyiapkan LPSM bernama PINBUK yang dalam kepengurusannya
mengikutsertakan unsur-unsur DMI, IPHI, pejabat tinggi negara yang terkait,
BUMN, dan lain-lain
C. Krangka Berfikir

Pengolahan OLAH SKRIPSI Penelitian, Pengolahan DAFTAR CONTOH SKRIPSI
Statistik, Olah SKRIPSI SARJANA, JASA Pengolahan SKRISPI LENGKAP Statistik, Jasa Pengolahan SKRIPSI EKONOMI
Skripsi, Jasa Pengolahan SPSS CONTOH SKRIPSI , Analisis JASA SKRIPSIA. PENDAHULUAN
Di era persaingan bebas yang semakin ketat, dimana pengangguran terus bertambah, biaya pendidikan dan biaya hidup terus naik yang tidak diimbangi dengan naiknya pendapatan masyarakat, serta banyak usaha-usaha mikro yang dijalankan, namun akhirnya mengalami kepailitan karena kesulitan mendapatkan modal membuat negeri ini semakin miskin dan terpuruk. Sementara itu, kehadiran rentenir dengan sistem bunga (dalam hal ini bank-bank konvensional) yang menjerat rakyat, bukan menjadi solusi tapi menjadi bumerang bagi perkembangan usaha mereka.
Dewasa ini bank syariah merupakan salah satu sistem perbankan yang sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Bank syariah diperkirakankan menjadi alternatif sistem perbankan di Indonesia. Sejak diterbitkannya undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang kemudian direvisi menjadi undang-undang No 10 tahun 1998, tentang industri perbankan di Indonesia terbagi menjadi bank yang beroperasi berdasarkan bunga (yang disebut bank konvesional) dan bank yang beroperasi berdasarkan bagi hasil (disebut dengan Bank Syariah).
Hadirnya bank-bank syariah di tengah badai yang melanda bangsa ini akibat dari krisis panjang, tidak meyurutkan pertumbuhan bank-bank syariah dikarenakan sistem oprasional bank syariah tidak mengenal prisip bunga dalam pengoprasiannya. Produk-produk bank syariah yang bebas dari unsur riba pada dasarnya bersifat membangun jiwa produktif masyarakat untuk menjadi mitra yang baik dalam membangun sebuah usaha.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), aset bank syariah sampai dengan bulan Oktober 2006 mencapai Rp 25, 06 triliun. Hasil ini menunjukkan petumbuhan sebesar 33,8% dari 18,732 triliun pada Oktober 2005. Bila dibandingkan dengan total pasar perbankan nasional, aset perbankan syariah masih sangatlah kecil, yaitu kurang dari 2%. Untuk itu, penerapan strategi yang tepat dalam menciptakan pangsa pasar yang lebih besar bagi perbankan syariah adalah hal yang perlu dilakukan.
BI sebagai regulator perbankan memahami permasalahan ini. Karena itu, melalui kebijakan yang dikeluarkan, BI ingin melakukan akselerasi pengembangan perbankan syariah. Salah satu dari program itu adalah strategi aliansi (kemitraan) antara perbankan syariah dengan bank konvensional, BMT, maupun institusi lain seperti misalnya kantor pos, agar pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia bisa meningkat secara signifikan dan berkesinambungan.
Aliansi merupakan salah satu strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengembangkan usahanya (Chandra dkk, 2004: 206).
Aliansi bisnis muncul sebagai strategi dalam arti membangun jaringan dengan perusahaan lain yang mempunyai kemampuan dan bisa dipercaya dalam menjalankan sebuah bisnis. Aliansi sebagai bentuk kerjasama mengutamakan pro pasar dan pro peningkatan daya beli lingkungan secara proporsional. Dengan melakukan strategi aliansi, maka suatu perusahaan menyadari keterbatasan sumber daya manajerial dan kompetensi teknologi untuk secara mandiri menghadapi peluang yang makin terbuka. Suatu aliansi biasanya membawa berbagai sumber daya komplementer untuk mampu mengerjakan suatu kegiatan dan menciptakan sesuatu yang bernilai yang tidak dapat dihasilkan oleh satu perusahaan tunggal. Melalui aliansi, peranan intermediasi bank juga lebih menjadi lebih professional.
Kerjasama (aliansi) dalam Islam disebut syirkah, yaitu akad kerjasama pencampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan resiko ditangung sesuai porsi kerjama (Zulkifli, 2007: 53).
Syirkah dalam membangun organisasi (perusahaan) sangatlah dibutuhkan dalam aplikasi bisnis Islami. Mengingat kondisi bisnis yang ada saat ini, dimana banyak perusahaan melakukan kerjama dengan perusahaan-perusahaan lain untuk lebih mengembangkan usahanya dan tetap bertahan dalam peraingan pasar, merupakan hal yang wajib diterapkan sehingga sejalan dengan ajaran-ajaran al-qur’an dan ajaran Rasullah (Yusanto dan Widjajakusuma, 2003: 94).
Strategi aliansi perbankan syariah seperti Bank Muamalat Indonesia dengan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), dapat meningkatkan pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah secara signifikan di seluruh Indonesia, serta dapat membantu pertumbuhan dan eksistensi BMT. Dari konsep strategi aliansi yang saling menguntungkan dengan memanfaatkan keunggulan partner, maka akan bisa tercapai tujuan bersama yang diharapkan oleh kedua belah pihak.
Dorongan untuk melakukan strategi aliansi yang dilakukan perusahaan maupun perbankan di Indonesia adalah untuk mempertahankan diri dari persaingan bebas, serta dorongan untuk meningkatkan efektifitas melalui peningkatan nilai tambah, dan proses belajar dari mitra aliansi, sehingga ke depan dapat tumbuh dan ekspansi secara lebih cepat dan efisien.
Dengan alasan yang komplit ini, maka BMT Ahmad Yani memutuskan untuk melakukan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI).
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka peneliti berusaha mengangkat permasalahan tersebut dengan judul “Strategi Aliansi Manajemen Pada Bank Muamalat Indonesia Dalam Menunjang Perkembangan BMT Ahmad Yani”
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini dimaksudkan agar kegiatan penelitian dapat terarah dan diharapkan dapat menunjang kualitas hasil penelitian, maka tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mendiskripsikan motivasi yang mendorong Bank Muamalat Indonesia melakukan aliansi manajemen dengan BMT Ahmad Yani
b. Untuk mendiskripsikan perkembangan BMT Ahmad Yani sebelum dan sesudah melakukan aliansi dengan Bank Muamalat
C. METODE PENELITIAN
- Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bank Muamalat Indonesia Jl Kawi Atas 36A Malang, dan di BMT Ahmad Yani, Jalan Kahuripan 12 Malang. Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut, atas dasar pertimbangan bahwa Bank Muamalat Indonesia merupakan bank syariah pertama di Indonesia sekaligus bank yang melakukan strategi aliansi dengan BMT Ahmad Yani.
- Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dengan mengacu pada latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Ada 5 (lima) ciri dalam penelitian kualitatif (Maleong, 1997:3), yaitu:
1. Penelitian kualitatif mempunyai latar belakang alami dan peneliti berperan sebagai instrumen inti
2. Penelitian kualitatif bersifat deskriftif mengingat data yang dikumpulkan lebih banyak berupa kata-kata dan gambar
3. Penelitian kualitatif menekankan pada proses
4. Penelitian kualitatif cenderung menganalisis data secara induktif
5. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna
Menurut Arikunto (1997:245) memberikan definisi, bahwa pendekatan penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis. Lebih jauh dipaparkan pula oleh Arikunto (1997:12), bahwa pendekatan penelitian deskriptif (to describe) digunakan apabila saat terjadinya, ada variabel masa lalu dan masa sekarang. Ini berarti, penelitian yang dilakukan dengan menggambarkan dan menjelaskan atau membeberkan variabel masa lalu dan sekarang. Jadi yang dimaksud variabel masa lalu dalam penelitian ini adalah kondisi BMT Ahmad Yani sebelum melakukan aliansi dengan BMI, dan variabel masa sekarang adalah kondisi BMT Ahmad Yani setelah melakukan aliansi dengan BMI.
- Sumber Data
Dalam penelitian, sumber data dapat berupa benda atau orang yang dapat dicermati dan memberikan data maupun informasi yang sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditentukan.
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari lapangan oleh peneliti dari perusahaan yang menjadi obyek penelitian (Surachmad, 1985). Dalam penelitian ini data primer diperoleh dengan melakukan observasi dan wawancara dengan pihak yang terkait yang berada di BMT Ahmad Yani yang secara fungsional mempunyai tugas pokok dan fungsi yaitu menjalankan roda BMT (baik itu manajer tapun karyawan), serta orang-orang yang ada dalam Bank Muamalat cabang Malang.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada (Surachmad, 1985). Data sekunder dalam penelitian ini di peroleh dari pencatatan dokumen-dokumen, serta Laporan Pertanggung Jawaban Tahunan (LPJ) BMT Ahmad Yani dan data dari Bank Muamalat cabang Malang.
- Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian ini sesuai dengan sumber data di atas di antaranya:
1. Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung ketempat penelitian. Dalam penelitian ini yaitu di BMT Ahmad Yani Jl Kahuripan 12 Malang, serta di Bank Muamalat Jl Kawi Atas 36A Malang, dengan melihat secara langsung kondisi di lapangan, serta melakukan perkenalan dan pendekatan dengan orang-orang yang ada di BMT ahmad Yani dan Bank muamalat.
2. Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait (Manajer dan karyawan BMT Ahmad Yani maupun Bank Muamalat) dengan objek yang diteliti untuk mendapatkan data dan meyakinkan bahwa data-data yang diperoleh dapat di pertanggung jawabkan secara objektif. Wawancara yang dil;akaukan dalam penelitian ini adalah dengan mewawancarai account manager Bank Muamalat Indonesia yaitu ibu Rosida Vignesvari, tentang motivasi BMI melakukan aliansi dengan BMT Ahmad Yani, Diah M. Nugrahasiswi, SE dan bapak Zainal Abidin (Accunting BMT Ahmnad Yani) tentang baimana kondisi BMT Ahmad Yani sebelum dan setelah melakukan aliansi dengan BMI.
3. Dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan melihat, mengumpulkan dan mempelajari dokumen lapangan dan catatan maupun sumber tertulis lain yang terdapat di BMT Ahmad Yani maupun Bank Muamalat. Seperti laporan pertanggung jawaban tahunan (LPJ) dan photo nara sumber.
- Analisis Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis data kualitatif deskriptif yaitu dengan melakukan perbandingan kondisi BMT Ahmad Yani sebelum dan sesudah melakukan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI). Untuk lebih mempermudah dalam interpretasi data, maka harus diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu data kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata atau simbol. Data kualitatif sangat berguna untuk melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kuantitatif (Arikunto, 2002: 213). Akan tetapi karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka berlaku sebaliknya, yakni keberadaan data kuantitatif hanya sebagai pendukung data kualitatif. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan pemilihan data, yang mana keberadaan data akan saling melengkapi dan saling mendukung satu sama lain.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, seperti catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi dan sebagainya. Setelah dibaca dan dipelajari dan ditelaah, langkah selajutnya dalah melakukan reduksi data yang dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyatan-pernyatan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya menyusun dalam satuan-satuan, yang kemudian diklasifikasikan pada langkah berikutnya.
Analisis data kualitatif (Bogdan dan Bikline, 1982) adalah upaya yang dilakuakan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.
Sedangkan proses analisis data kualitatif menurut Seiddel, 1998 (dalam Moleong, 2004: 248)
1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri
2. Mempelajari kata-kata kunci, memilah-milah, mengkelasifikasikan, mensistensiskan, membuat iktisar dan membuat indeknya
3. Berfikir dengan jalan membuat agar katagori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan umum
D. KAJIAN TEORI
1. Manajemen
a. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari bahasa Inggris (management) yang berarti mengurusi. Pengertian manajemen begitu luas, sehigga dalam kenyataanya tidak ada yang digunakan secara konsisten. Seperti yang dikemukankan oleh Stoner, 1986 (Handoko, 1984) sebagai berikut:
“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumber-sumber daya organisasi lainnya, agar mencapai tujuan organiasi yang telah ditetapkan”.
Sedangkan Gulick (Handoko, 1984: 14) mendifinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistimatis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan. Menurut Gulick manajemen telah memenuhi persyaratan untuk disebut bidang ilmu pengetahuan (science) karena telah dipelajari untuk waktu yang lama dan telah diorganisasi menjadi suatu rangkaian teori.
Manajemen merupakan ilmu pengetahuan juga dalam artian bahwa, manajemen memerlukan disiplin ilmu-ilmu pengetahuan lain dalam penerapannya; seperti, ilmu ekonomi, statistik, akuntansi dan sebagianya (Handoko, 1984: 11).
Sedangkan definisi manajemen dalam perspektif Islam menurut Sa’id (2003: 8) mengatakan bahwa manajemen adalah serangkain proses akatifitas manajemen islami, dan evaluasi keputusan-keputusan strategis organisasi yang memungkinkan pencapain tujuan dimasa mendatang.
2. Strategi
a. Pengertian strategi
Ada dua pendekatan untuk mendefinisikan seterategi, yaitu: tradisional dan pendekatan baru, Hill dan Jones, 1998 (Supratikno, Hendrawan dkk, 2003: 3) dalam pendekatan tradisional, strategi dipahami sebagai suatu rencana kedepan, bersifat antisifpatif (Forwad Looking). Sedangkan dalam pendekatan yang baru, strategi lebih dipahami sebagai sautu pola dan bersifat reflekstif (Backward-Looking).
b. Tujuan Strategi
Tujuan strategi adalah kekuatan-kekuatan sumber daya, kapabilitas, dan kompetensi inti internal untuk mencapai tujuan perusahaan dalam lingkungan persaingan. Berkaitan dengan usaha untuk memenangkan medan tempur peperangan dan mendapatkan kepemimpinan global, tujuan strategi secara tidak langsung berarti bertentangan dengan sumber daya, kapabilitas, dan kompetensi inti organisasi. Ketika dibangun dengan efektif, tujuan strategis dapat membuat orang melakukan hal-hal dengan cara-cara sebelumnya dianggap tidak mungkin.
Tujuan strategi ada ketika semua pegawai dan tingkatan perubahaan berkomitmen untuk mencapai kriteria kinerja spesifik dan signifikan. Tujuan strategi telah terbentuk ketika orang-orang percaya dengan semangat yang menyala-nyala terhadap produk dan industri mereka dan ketika merka memusatkan perhatian sepenuhnya pada kemampuan perusahaan untuk mengatasi para pesaingnya (Michael, dkk, 2001: 26).
c. Misi Strategi
Misi strategi mengalir dari tujuan strategis. Fokus secara eksternal, misi strategis adalah pernyataan tujuan unik perusahaan dan ruang lingkup operasinya dalam hal produk dan syarat-syarat pasar. Suatu misi strategi memberikan keterangan umum tentang produk-produk yang ingin diproduksi suatu perusahaan dan pasar yang akan dilayani dengan menggunakan kompetensi inti internalnya.
3. Aliansi
a. Pengertian Aliansi
Aliansi adalah salah satu strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengembangkan usahanya (Chandra, dkk 2004: 206).
Strategi ini memberi akses langsung dan cepat ke pasar sasaran. Biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah dari pada membangun jaring pasar sendiri. Bahkan jika aliansi dibentuk oleh perusahaan yang berpengalaman dan agresif pemasarannya dalam pasar yang besar, mantap dan sulit, maka potensi keuntungan dari aliansi sangat jelas (Sa’id, 2003: 71).
Dengan melakukan strategi aliansi, maka suatu perusahaan menyadari keterbatasan sumber daya manajerial dan kompetensi teknologi untuk secara mandiri menghadapi peluang yang makin terbuka. Suatu aliansi biasanya membawa berbagai sumber daya komplementer untuk mampu mengerjakan suatu kegiatan dan menciptakan sesuatu yang bernilai yang tidak dapat dihasilkan oleh satu perusahaan tunggal. Melalui aliansi, peranan intermediasi bank juga lebih menjadi lebih profesional.
b. Teori- teori Aliansi
Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para pakar mengenai aliansi, diantaranya dalah:
1. Market power theory
Teori ini bertitik tolak dari strategi perusahaan dalam meningkatkan kesuksesan persaingannya dengan cara memperkuat posisi pasar dengan menggunakan mitra kerja atau alainsi.
2. Increasing returns theory
Teori ekonomi Law Of Dimishing Retruns berasumsi bahwa setelah mencapai titik tertentu akan terjadi penurunan terhadap faktor-faktor input. Faktor-faktor input mencakup intlektual capital, social capital, dan informasi selain dari faktor-faktor produksi.
Teori Increasing returns ini, menjelaskan banyak fenomena yang terjadi dalam aliansi pada perusahaan berteknologi tinggi.
3. Strategi managemen theory
Teori ini menekankan pada pentingnya tujuan strategi yang ingin dicapai aliansi melalui kebijakan, struktur, dan rencana yang dibuat untuk mencapai tujuan tersebut. Perhatian ditujukan kepada pembentukan strategi yang simetris antar perusahaan. Dalam hal misi perusahaan, sumberdaya, keterampilan menejerial, dan lain-lain yang bersifat komplementaris dan dapat membangun hubungan bisnis yang setara.
c. Alasan Melakukan Aliansi
Menurut Preffer dan Noark (1976) serta Porter Fuller (1986) dalam Chandra dkk (2004:213), motif perusahaan melakukan aliansi adalah:
1. Mencapai sekala ekonomi dan pembelajaran bersama mitra aliansi
2. Mendapatkan akses ke asset perusahaan lain
3. Memperkecil resiko
4. Membentuk suatu pasar
5. Keinginan untuk memasuki pasar secara lebih cepat
6. Perusahan melakukan join venture karena membutuhkan sumber daya , terutama dana, keahlian, dan tenaga ahli
Sedangkan alasan melakukan strategi aliansi yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia antara lain adalah:
1. Ingin mempertahankan diri dari persaingan bebas di tingkat regional, dengan melindungi core compentencies melalui strategi yang fleksibel
2. Dorongan untuk meningkatkan efektifitas melalui peningkatan nilai tambah, serta proses belajar dari mitra melalui benchmarking
d. Faktor-Faktor Penentu Suksesnya Strategi Aliansi
Faktor-faktor penentu sukses di dalam menjalankan aliansi dikemukakan oleh Keegan (1999: 7) bahwa dalam melakukan aliansi perlu dipertimbangkan enam faktor dasar yang dipandang mempunyai dampak nyata terhadap keberhasilan aliansi, yaitu:
a. Misi: Aliansi yang sukses akan menciptakan situasi menang-menang, dengan partisipan mengejar tujuan dengan dasar kebutuhan atau keunggulan bersama
b. Strategi: Sebuah perusahaan dapat mendirikan beberapa aliansi terpisah dengan mitra yang berbeda-beda, strategi harus dipikirkan jauh sebelumnya untuk menghindari konflik
c. Pengaturan: Diskusi dan consensus harus merupakan suatu norma, semua mitra harus dipandang mempunyai kedudukan yang sama
d. Budaya: Kepribadian orang-orang yang terlibat penting, demikian juga keberhasilan mengembangkan seperangkat nilai yang diyakini bersama
e. Organisasi: Struktur dan rancangan inovatif mungkin diperlukan untuk meniadakan kompleksitas manajemen antar perusahaan
f. Manajemen: Aliansi pasti melibatkan tipe pengambilan keputusan yang berbeda. Mengenali persoalan yang mempuanyai potensi yang menimbulkan perpecahan, dan menetukan dengan jelas kesepakatan garis wewenang yang akan menghasilkan komitmen oleh semua mitra
e. Bentuk-bentuk Aliansi
Alaiansi dalam oprasionalnya memiliki beberapa bentuk, menurut Simamora dalam skripsi Hermawan (2006:15) bentuk aliansi dibagi menjadi lima bentuk, yaitu kemitraan pemasaran, perjanjian produksi, pemberian waralaba, pemberian lisensi, dan usaha patungan.
f. Hambatan dan Kerugian Dalam Melakukan Aliansi
Strategi aliansi mempunyai berbagai hambatan karena mempertemukan dua struktur, strategi dan budaya yang berbeda.
Adapun kerugian aliansi menurut Chandra, dkk (2004:220)
a. Penurunan pendapatan dari aliansi
b. Penurunan biaya dari aliansi
g. Keuntungan Aliansi
Adapaun keuntungan aliansi adalah:
1. Peningkatan Pendapatan dari Aliansi
Secara langsung, meliputi:
a. Mendapat akses pasar dari fatner
b. Mendapat aset tidak berwujud seperti, teknologi, hak paten, trademark
c. Mendapat akses kepemerintah dan orang-orang penting
d. Berkurangnya suatu pesaing sehingga pangsa pasar lebih besar
e. Masuk pasar lebih cepat, sehingga meningkatkan NPV
f. Membuka akses pasar yang selama ini tertutup
Secara tidak langsung, meliputi:
b. Membantu identifikasi peluang bisnis saat ini maupun yang akan datang
c. Lini produk menjadi lebih lengkap, sehingga dapat meningkatkan penjualan
d. Mendapatkan ide teknis atau ide produk baru yang dipelajari dari fatner dan ide menyebar kesemua bagian perusahaan
Selain itu, dengan beraliansi perusahaan atau lembaga akan mendapat kemajuan yang pesat baik dari segi permodalan maupun sumber daya yang ada (Chandra, dkk 2004 218). Jadi perusahaan juga harus mempertimbangkan keuntungan melakukan aliansi untuk kemajuan perusaan.
h. Kerjasama Dalam Perspektif Islam (Syirkah)
1). Pengertian Syirkah
Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri‘), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar); artinya menjadi sekutu atau serikat (dalam kamus Al-Munawwir, hlm. 765).
Perseroan (syirkah) dari segi bahasa bermakna penggabungan dua bagian atau lebih, sedemikian bergabungnya sehingga tidak bisa dibedakan lagi antara yang satu bagian dengan bagian yanga lain. Sedangkan menurut syara’ perseroan adalah transaksi atau akad antara dua orang atau lebih, yang dua-duanya sepakat untuk melakukan kerja yang bersifat financial yang bertujuan untuk mencari keuntungan (Yusanto dan Widjajakusuma, 2003: 94).
Makna etimologis, syirkah menurut Zulkifli (2007: 53) adalah akad kerjasama pencampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan resiko ditangung sesuai porsi kerjama.
2). Landasan Hukum dan Rukun Syirkah
Landasan hukum Syirkah (Zulkifli, 2007: 53) dalam al-Qur’an terdapat dalam Surat Shaad: 24
• • •
Artinya: Daud berkata: Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya, dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan amat sedikitlah mereka ini. Dan Daud mengetahui bahwa kami mengujinya, maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat (QS. Shaad: 24).
Rukun musyarakah (syirkah) (Zulkifli, 2007: 56) sebagai berikut:
a. Para pihak yang ber-syirkah
b. Porsi kerjasama
c. Proyek
d. Ijab qabul
e. Nisbah bagi hasil
Adapun syarat sah akad ada 2 (An-Nabhani, 1990: 146) yaitu:
a. Obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad, misalnya akad jual-beli
b. Obyek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para mitra usaha
3). Jenis-jenis (Musyarakah) Syirkah
Jenis-jenis (musyarakah) syirkah (Zulkifli, 2007: 56) adalah sebagai berikut:
a). Syirkah al-‘inan
b). Syirkah Abdan
c) Syirkah al-Mudharabah
d). Syirkah Wujuh
e). Syirkah Mufâwadhah
4. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai bank devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.
Dasar pemikiran berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) (Sumitro, 2004: 84-86) adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat Indonesia mayoritas agama Islam.
b. Meningkatkan kesadaran umat Islam untuk menerapkan nilai-nilai dan ajaran agama.
c. Bank konvensional dirasakan kurang berperan secara optimal dalam mengatasi kemiskinan.
d. Police pemerintah dibidang ekonomi khususnya perbankan sangat mendukung beroperasinya bank tanpa bunga di Indonesia.
e. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 pasal 1 butir 12 memberikan peluang beroprasinya bank dengan sistem bagi hasil.
Konsep yang melekat (build in concept) pada Bank Muamalat Indonesia (BMI), sebagai salah satu wujud bank Islam sejalan dengan kebutuhan dan orientasi.
5. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
a. Pengertian
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) secara konsepsi adalah suatu lembaga yang di dalamnya mencakup dua jenis kegiatan sekaligus (Muhammad, 2000:106), yaitu:
1. Kegiatan mengumpulkan dana dari berbagai sumber seperti zakat, infak dan sedekah dan lain-lain yang disalurkan kepada yang berhak
2. Kegiatan produktif dalam menciptakan nilai tambah baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi
BMT adalah lembaga pendukung peningkatan kualitas usaha ekonomi pengusaha mikro dan pengusaha kecil berlandaskan sistem syariah.
B. PEMBAHASAN DATA HASIL PENELITIAN
1. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
a. Tujuan Aliansi Bank Muamalat Indonesia dengan BMT Ahmad Yani
Melihat kondisi saat ini, dimana lembaga keuangan syariah terus bermunculan sehingga persaingan dalam mencari nasabah semakin ketat karena masyarakat memiliki banyak pilihan, membuat bank Muamalat merasa perlu melakukan kerjasama dengan pihak lain. Dengan adanya kerjasama tersebut diharapakan bank Muamalat memiliki akses yang lebih cepat kemasyarakat, sehingga produk bank Muamalat akan semakin terkenal di masyrakat.
Tujuan yang diharapkan oleh Bank Muamalat dalam melakukan aliansi dengan BMT Ahmad Yani sebenarnya tidak jauh beda dengan aliansi-aliansi perusahaan-perusahaan lain. Dimana tiap perusahaan yang beraliansi ingin melebarkan sayapnya, sehingga lebih mudah dikenal, lebih mudah dijangkau serta mendatangkan keuntungan yang lebih bagi perusahaan kerena memiliki banyak cenel. Seperti yang ada di BMI, setelah melakukan aliansi dengan BMT Ahmad Yani, BMI dalam memasarkan produknya tidak sendiri, tetapi dibantu oleh patner aliansi, dalam hal ini adalah BMT Ahmad Yani.
Secara umum tujuan aliansi BMI dengan BMT-BMT adalah:
1. Meningkatkan porsi pembiayaan koperasi Bank Muamalat dengan BMT
2. Membentuk Sahabat Muamalat (SM) yang berkemampuan setara account manager sehingga diharapkan mampu menjual berbagai produk retail BMI baik dari sisi asset dan liabilitas
3. Mendapatkan akses ke asset perusahaan lain seperti teknologi pasar modal, kapasitas produksi, produk atau tenaga kerja
4. Keinginan untuk dapat memasuki pasar secara cepat
Sedangkan tujuan aliansi bank Muamalat menurut wawancara dengan ibu Rosida Vignesvari (Account Manager bank Muamalat) tanggal 22 September 2008 jam 14.30 WIB, adalah: memperluas pasar karena bank Muamalat ingin menjangkau pasar mikro (pinjaman dibawah Rp. 50.0000.000,00) dimana pasar mikro ini tahan dengan krisis.
Hasil dari wawancara tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bank Mumalat ingin menjangkau usaha kecil menengah (UKM), karena industri perumahan atau usaha kecil menengah merupakan asset yang besar bagi negara dan UKM-UKM ini sangat tahan dengan krisis, dimana melihat kondisi prekonomian bangsa saat ini yang tidak stabil. Selain itu, UKM yang ada di Malang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan jumlah perusahaan-perusahaan besar. Dan ini merupakan peluang yang menjanjikan bagi bank Muamalat.
Aliansi yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia berlandaskan pada syariah Islam yang disebut syirkah. Dimana dalam aliansi ini bukan hanya bank Muamalat yang diuntungkan, tetapi juga BMT Ahmad Yani.
c. Hambatan-hambatan aliansi bagi bank muamalat Indonesia
Menurut hasil wawncara dengan ibu Rosida Vignesaavari Account Manager bank Muamalat pada tanggal 22 September 2008 pukul 14.00 WIB, tentang hambatan yang dialami BMI selama melakukan aliansi dengan BMT-BMT adalah: 1. Dari segi SDM yaitu adanya pegawai-pegawai BMT yang belum mengerti bagaiana mengelola BMT dengan sistem syariah, 2. Dari segi dana yaitu bank Muamalat membutuhkan dana yang besar untuk mensuplay BMT-BMT yang beraliansi dengan BMI dan yang terakhir adalah sewaktu-waktu BMT-BMT yang sudah merasa pinter mengelola sendiri dan tertarik dengan patner aliansi selain BMI, sehingga mereka bisa melepaskan diri.
Dari hasil wawancara tersebut dapat simpulkan bahwa:
Dalam proses aliansi, BMT-BMT yang beralinsi akan mendapatkan pengetahuan baru karena tujuan dari aliansi bukan hanya penggabungan hasil usaha, tetapi juga akan meningkat sumber daya manusia yang ada dalam BMT-BMT tersebut. Selain itu BMI tidak mengikat BMT-BMT yang menjadi patner alainsi untuk selamanya bekerjasama dengan BMI. Hal ini tidak menutup kemungkinan suatu saat BMT-BMT tersebut melepaskan diri dari BMI. Dan hal ini akan merugikan BMI sebagai patner aliansi.
2. BMT Ahmad Yani
a. Alasan BMT Ahmad Yani melakukan aliansi dengan Bank Mauamalat
Dari hasil wawancara dengan ibu Dyah M. Nugrahasiswi, SE (Accounting BMT Ahmad Yani) pada tanggal 10 Juli 2008 yaitu: BMT Ahmad Yani mengadakan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia pada bulan April 2007, dan BMT memiliki dua alasan mengadakan aliansi dengan bank Muamalat yaitu: BMT Ahmad Yani tidak ada lembaga yang menaungi dan sebagai bahan konseling yang dapat diajak sharing (bertukar pikiran) dalam pengelolaan BMT
Dari hasil wawan cara tersebut dapat disimpulkan bahwa:
Dengan bernaung di bawah bank Muamalat, BMT Ahmad Yani semakin lebih leluasa dalam oprasionalanya. Selain ada kekuatan hukum, BMT juga memiliki pengetahuan baru tentang bagaimana cara pengelolaan BMT yang profesional, karena BMT merupakan salah satu lembaga keuangan syariah yang megelola dana dari masyarakat. Selain itu BMT akan memiliki akases ke BI (Bank Indonesia) selaku induk dari bank.
Selain sebagai tempat bernaung, fungsi bank muamalat bagi BMT juga tempat megadu (sharing) segala permasalahan yang dihadapi oleh BMT, sehingga BMT memiliki pegangan jika suatu saat BMT mengalami keterpurukan, baik dari segi permodalan ataupun sumber daya.
Sedangkan dari hasil wawancara dengan bapak Zaenal Abidin pada tanggal 20 Juni 2008 pukul 11.00 tujuan melakukan aliansi bagi BMT adalah: untuk meningkatkan asset BMT serta agar BMT lebih dikenal di masyarakat, Meningkatkan porsi pembiayaan BMI, membentuk Sahabat Muamalat, mendapatkan akses asset perusahaan lain, keinginan untuk dapat memasuki pasar secara cepat, BMT mendapat kucuran dana dari BMI, meningkatkan kualitas SDM di BMT, produk BMT semakin bertambah.
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa:
Aliansi merupakan sebuah kerjasama untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari kedua belah pihak. Dengan adanya aliansi maka BMT akan semkin dikenal oleh masyarakat (sekaligus sebagai media promosi), hingga akhirnya kesempatan untuk memdapatkan nasabah akan semakin terbuka.
Meningkatkanya porsi pembiayaan bagi BMT akan mendatangkan keuntungan yang lebih bagi BMT. Memperoleh kesempatan untuk memasuki pasar secara cepat akibat beraliansi dengan BMI maka akan memudahkan BMT untuk mendapatkan informasi-informasi tentang kondisi pasar yang ada, seperti teknologi pasar modal dan sebagainya (seperti pada bab II mengenai keuntungan alainsi).
b. Kondisi BMT Ahmad Yani Setelah Aliansi
1. Dari segi produk
Dengan melakukan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI), Produk BMT Ahamad Yani mengalami defrensiasi produk, diantaranya:
a). Produk Share-E
Share-E adalah kartu berhubungan yang dapat dilakukan melalui ATM Muamalat, ATM BCA dan anggota ATM bersama yang dapat digunakan untuk penarikan tunai bebas dan dapat digunakan sebagai kartu debit di lebih dari 40.000 merchan. Share-E ini merupakan produk bank Muamalat yang pengelolaan dananya dilakukan secara Islami, hanya untuk usaha halal, disalurkan dari dana dengan cara yang halal, dan berbagi hasil yang halal setiap bulannya. Setiap rupiah dari dana yang tersimpan di share-E akan dikelola dan diinvestasikan melalui cara-cara yang anti “MAGHRIB” (maysir = transaksi bersifat spekulasi/ judi; gharar = transaksi yang tidak jelas; riba; bathil = perbuatan jahat).
Penetapan bagi hasil di bank Muamalat dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung HI-1000, yaitu angka yang menunjukkan hasil investasi yang diperoleh dari penyaluran setiap seribu rupiah dana yang diinvestasikan oleh bank.
b). Talangan Porsi Haji
Dalam produk Talangan Porsi Haji, BMT sebagai mujahid untuk mendapatkan orang-orang yang mau talangan haji. Pembiayaan ini juga merupakan pembiayaan yang baru ada di BMT Ahmad Yani di tahun 2007, hal ini dikarenakan talangan haji ini juga merupakan hasil kerja sama pihak BMT dengan Bank Muamalat. Dalam memberikan pembiayaan talangan ini, maksimal BMT memberi Rp. 19.000.000,00 dan biaya administrasi sebesar Rp. 600.000,00
c). Produk Kongsi Pemilikan Rumah (KPRS)
KPRS merupakan jasa peminjaman dana (pembiayaan) oleh bank Muamalat Indonesia untuk pembelian rumah, ruko, rusun, apartemen maupun renovasi rumah dengan akad musyarakah mutanaqishah yaitu bank memberikan dana 90% dan nasabah 10% dan pada akhirnya kepemilikan akan jatuh ditangan nasabah dan pembagian bagi hasilnya itu dari ujrah. Dan pihak BMT Ahmad Yani disini sebagai perantara antara pihak BMI dan masyarakat, dan BMT akan mendapatkan fee bila pembiayaan rumah disetujui.
Pembiayaan ini sistemnya sama halnya dengan BBA yaitu sewa beli. Pembiayaan ini merupakan pembiayaan yang baru ada di BMT Ahmad Yani di tahun 2007, hal ini dikarenakan produk ini merupakan hasil kerjasama antara BMT Ahamad Yani dengan bank Muamalat. Dalam memberikan pembiayaan ini, maksimal BMT memberikan Pembiayan sebesar Rp. 40.000.000,00. Sedangkan pembiayaan ini masih dalam proses pemasaran.
Melihat produk-produk yang ditawarkan oleh BMT setelah melakukan aliansi, maka pilihan bagi masyarakat untuk memilih BMT Ahmad Yani sebagai mitra dalam berusaha semakin besar, tanpa mereka perlu ke bank Muamalat. Disamping itu, dengan menjual produk dari bank Muamalat, maka keuntungan BMT semakin besar, diakibatkan oleh bagi hasil yang didaptkan oleh BMT dari bank Muamalat.
Tabel 4.1
Produk BMT Ahmad Yani sebelum dan sesudah aliansi
No Sebelum aliansi Setelah aliansi
1 Simpanan hikmah Simpanan hikmah
2 Simpanan Arafah Simpanan Arafah
3 Simpanan Fitrah Simpanan Fitrah
4 Simpanan Kurban Simpanan Kurban
5 Simpanan Kurban Simpanan Kurban
6 Waqaf Waqaf
7 - Shar-E
8 - Talangan Porsi Haji
9 - KPRS
Sumber: BMT Ahmad Yani 2007 (yang diolah oleh peneliti)
2. Jumlah Nasabah
Tabel 4.2
Jumlah nasabah BMT Ahmad Yani di tahun di tahun 2005
Nasabah
1 Nasabah anggota pembiayaan 91 orang
2 Nasabah anggota penabung 142 orang
Jumlah anggota nasabah 233 orang
Sumber: Rapat Anggota Tahunan BMT Ahmad Yani 2006
Tabel 4.3
Jumlah nasabah BMT Ahmad Yani di tahun di tahun 2006
Nasabah
1 Nasabah anggota pembiayaan 109 orang
2 Nasabah anggota penabung 172 orang
Jumlah anggota nasabah 281 orang
Sumber: Rapat Anggota Tahunan BMT Ahmad Yani 2007
Dari perbandingan jumlah anggota nasabah tahun 2005 (sebelum aliansi) dengan jumlah nasabah di tahun 2007 (setelah aliansi) jumlah nasabah anggota pembiayaan dan jumlah anggota nasabah penabung mengalami peningkatan sekitar 48 orang. Ini membuktikan dengan adanya aliansi maka BMT Ahmad Yani semakin dikenal oleh masyarakat luas.
3. Permodalan (dana)
Dana sebuah perusahaan berasal dari berbagai sumber yaitu dana pribadi (mereka yang memiliki perusahaan), dan pinjaman kepada pikah (perusahaan) lain. Setelah melakukan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia, kondisi permodalan BMT Ahmad Yani mengalami peningkatan yang sangat pesat. Selain karena nasabah yang terus bertambah, BMT juga mandapat suntikan (kucuran) dana dari Bank Muamalat Indonesia, sehingga permodalan BMT Ahmad Yani semakin kuat. Adapaun hal ini bisa dilihat dari data keuangan BMT Ahamad Yani sebelum dan sesudah melakukan aliansi (lampiran laporan keungan 2005-2007).
Melihat perbandingan neraca dan laporan laba rugi pada BMT Ahmad Yani sebelum dan sesudah melakukan aliansi dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI) priode 2005-2007, dapat dilihat bahwa neraca pada BMT Ahmad Yani setelah melakukan aliansi mencapai total sebesar Rp 1.030.681.419 naik sebesar Rp 304.188.428. Begitu juga dengan laporan laba rugi BMT Ahmad Yani mengalami peningkatan dari Rp 479,257 menjadi Rp 1.002.691,00. Ini membuktikan bahwa dampak aliansi membawa kemajuan bagi BMT Ahmad Yani.
Selain itu, dengan adanya aliansi dengan Bank Muamalat, dana pihak ketiga mengalami peningkatan dalam bentuk penyaluran pembiayaan sejumlah Rp 1.096.750.000
Pembiayaan diperuntukkan sebagai berikut:
a. Pembiayaan wirausaha dengan akad jual beli pengadaan bahan sebesar Rp 110.400.000
b. Pembiayaan barang dengan akad jual beli sebesar Rp 970.000.000
c. Pembiayaan konsumtif dengan akad kebijakan sebesar Rp 16.350.000
Sedangkan dana pihak ketiga dari calon anggota sebesar Rp 951.747.768 dan dana ZIS sebesar Rp 5.000.000.
c. Keuntungan Aliansi Bagi BMT Ahmad Yani
1) Dari segi produk: Jumlah produk pada BMT Ahmad Yani mengalami kemajuan, dimana produk yang ditawarkan (jual) bukan hanya produk BMT, tetapi produk dari bank Mumalat.
2) Dari segi keuangan: BMT mendapatkan kesempatan untuk memperoleh kucuran (suntikan) dana dari BMI yang akan diberikan kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan.
3) Dari segi SDM: kesempatan yang sangat bermanfaat karyawan-karyawati bagi BMT untuk menimba ilmu yaitu dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh BMI.
4) Dari segi pemasaran:. Semakin dikenal di masyarakat, karena mempunyai patner alinasi yang sudah mempunyai nama, yaitu bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia
5) Memiliki tempat untuk bernaung dalam menjalankan usahanya
Dari keuntungan-keuntungan yang didapatkan oleh BMT setelah beraliansi dengan BMI, maka kondisi BMT Ahmad Yani semakin kuat dalam menjalankan usaha.
d. Kelemahan Aliansi Bagi BMT Ahmad Yani
Aliansi bukan hanya mendatangkan dampak yang positif (keuntungan), tapi aliansi juga bisa menghasilkan dampak yang negatif (kerugian) bagi perusahaan (perbankan) yang melakukan aliansi.
Adapun kelemahan BMT Ahmad Yani dalam melakukan aliansi dengan BMI menurut hasil wawancara dengan ibu Dyah M. Nugrahasiswi, SE (Accounting) pada tanggal 10 Juli 2008 pukul 09.00 yaitu: tabungan-tabungan yang masuk di BMT semuanya akan dikelola oleh BMI dan tabungan deposito merupakan satu-satunya tabungan yang akan di kelola BMT.
Dai hasil wawan cara tersebut dapat disimpulkan bahwa:
Dengan dikelolanya tabungan-tabungan yang masuk ke BMT Ahmad Yani oleh BMI, maka secara tidak langsung tabungan-tabungan tersebut akan mendatangkan keuntungan tersendiri bagi BMI. Dan ini berarti BMT tidak secara bebas mengelola tabungan-tabungan yang masuk ke BMT, serta keuntungan yang diperoleh dari hasil tabungan mengalami penurunan.
Tabel 4.6
Ringkasan praktek strategi aliansi manajemen
pada BMI dengan BMT Ahmad Yani
BMI BMT Ahmad Yani Keterangan
Bentuk aliansi Kemitraan pemasaran: memberikan produk-produk tertentu yang ada di BMI untuk dipasarkan di BMT. Serta
memberikan suntikan dana pada BMT Pengelolaan pendanaan: tabungan yang masuk ke BMT di kelola oleh BMI kecuali tabungan deposito Produk BMI yang dipasdarkan di BMT ahmad yani berupa: Shar-E, Talangan porsi haji, dan KPRS. Sedangkan dana yang tabungan yang masuk di BMT akan dikelola oleh BMI dan ini akan mendatangkan keuntungan tersendiri bagi BMI
Identifikasi aliansi Dengan menjual produk BMI maka BMT akan mendapatkan vie bagi BMT Dengan mengelola tabungan yang masuk di BMT maka BMI akan menambah dana funding di BMI Akan mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak
Monotori aliasi Dai Muamalat Dai Muamalat Dai Muamalat adalah orang yang memahami syariah Islam dibidang ekonomi yang mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat dan di tunjuk oleh BMI. sebelum menjadi Dai Muamalat, seorang Dai Muamalat terlebih dahulu Menjadi Sahabat Muamalat. Dan Shabat Mauamalat dikordinir oleh BMT. Adapun tugas dari Dai Muamalat adalah:
1. Monitoring,
2. Mengevaluasi kinerja dan aktivitas BMT,
3. Mensosialisasikan konsep ekonomi dan perbankan syariah kepada masyarakat. Dll
KUNTA,
0 Komentar