Salah
satu aktivitas BMT adalah menyalurkan dana kepada
anggota
melalui berbagai macam pembiayaan, diantaranya murabahah, bai’
bitsamanil
ajil, qardul hasan (jual beli), mudharabah, musyarakah. Dalam
penyaluran
dana BMT, sangat diperlukan penerapan-penerapan yang
mencerminkan
keadilan, amanah, jujur dan profesional untuk melakukan
sistem
bagi hasil. Untuk menghitung bagi hasil dari dana yang diberikan
oleh
BMT didasarkan pada nisbah keuntungan yang disepakati antara
pihak
BMT dengan anggota.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif.
Yang bertujuan untuk mendiskripsikan penerapan mudharabah
dan
musyarakah (bagi hasil), serta bentuk perhitungannya. Disamping itu
menganalisa
adanya masalah dalam ketimpangan jumlah aset
pembiayaan
bagi hasil serta memberikan solusi dan alternatif pemecahan
masalah
yang dihadapi. Teknik analisis data yang digunakan adalah
analisis
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa penerapan akad
mudharabah
musyarakah (sistem bagi hasil) di BMT-MMU Sidogiri dapat
mewujudkan
visi- misi BMT yaitu terwujudnya budaya ta’awun dalam
kebaikan
dibidang sosial ekonomi dan dapat menanamkan pemahaman
bahwa
sistem bagi hasil adalah adil. Meskipun masih banyak dari anggota
yang
kurang berminat untuk melakukan pembiayaan musyarakah, hal ini
disebabkan
anggota dituntut untuk melakukan penyertaan modal.
Masyarakat lebih memilih pembiayaan mudharabah karena tidak ada
penyertaan
modal, anggota masih banyak memulai usahanya sehingga
anggota
bisa melakukan usaha tanpa harus menunggu modal sendiri,
selain
itu dapat memberikan motivasi bagi anggota untuk bekerja keras
agar
bisa mendapatkan keuntungan sesuai dengan nisbah yang
disepakati.
Untuk itulah BMT-MMU Sidogiri melakukan upaya dalam
pelaksanaan
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Adapun bentuk
perhitungan
bagi hasil adalah didasarkan nisbah keuntungan dengan
bentuk
prosentase dan angka besarnya nisbah ini muncul sebagai hasil
tawar-menawar
dari kedua belah pihak. Dan keuntungan dipengaruhi
oleh
besar kecilnya pembiayaan, produktifitas usaha. Metode bagi hasil
yang
diterapkan adalah profit sharing (bagi hasil).
Pengolahan OLAH SKRIPSI Penelitian, Pengolahan DAFTAR CONTOH SKRIPSI
Statistik, Olah SKRIPSI SARJANA, JASA Pengolahan SKRISPI LENGKAP Statistik, Jasa Pengolahan SKRIPSI EKONOMI
Skripsi, Jasa Pengolahan SPSS CONTOH SKRIPSI , Analisis JASA SKRIPSI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi Islam identik dengan berkembanganya
lembaga keuangan syariah. Salah satu filosofi dasar ajaran Islam dalam
kegiatan ekonomi dan bisnis, yaitu larangan untuk berbuat curang dan
dzalim. Semua transaksi yang dilakukan oleh seorang muslim haruslah
berdasarkan prinsip rela sama rela (an taraddin minkum), dan tidak boleh
ada pihak yang mendhalimi atau didhalimi. Prinsip dasar ini mempunyai
implikasi yang sangat luas dalam bidang ekonomi dan bisnis, termasuk
dalam praktek perbankan.
Salah satu kritik Islam terhadap praktek perbankan konvensional
adalah dilanggarnya prinsip al kharaj bi al dhaman (hasil usaha muncul
bersama biaya) dan prinsip al ghunmu bi al ghurmi (untung muncul
bersama resiko). Dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga
deposito, tabungan dan giro, bank konvensional memberikan pinjaman
dengan mensyaratkan pembayaran bunga yang besarnya tetap dan
ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi (fixed and predetermined
rate).
Sedangkan nasabah yang mendapatkan pinjaman tidak mendapatkan
keuntungan yang fixed and predetermined juga, karena dalam bisnis selalu
20
ada kemungkinan rugi, impas atau untung yang besarnya tidak dapat
ditentukan dari awal (Karim, 2006: 37-38).
Lembaga Keuangan atau yang lebih khusus lagi disebut sebagai
aturan yang menyangkut aspek keuangan dalam sistem mekanisme
keuangan suatu negara, telah menjadi instrumen penting dalam
memperlancar jalannya pembangunan suatu bangsa. Indonesia, yang
mayoritas penduduk Islam tentu saja menuntut adanya sistem baku yang
mengatur dalam kegiatan kehidupannya. Termasuk di antaranya kegiatan
keuangan yang dijalankan oleh setiap umat.
Suatu kemajuan yang cukup menggembirakan, menjelang abad XX
terjadi kebangkitan umat Islam dalam segala aspek. Dalam sistem
keuangan, berkembang pemikiran-pemikiran yang mengarah pada
orientasi sistem keuangan, yaitu dengan menghapus instrument
utamanya: Bunga. Usaha tersebut dilakukan dengan tujuan mencapai
kesesuaian dalam melaksanakan prinsip-prinsip ajaran Islam yang
mengandung dasar-dasar keadilan, kejujuran dan kebajikan (Muhammad,
2005: 15).
Sebagai sebuah alternatif dalam menghapus bunga, bank (lembaga
keuangan) syariah telah memformulasikan sistem interaksi kerja yang
dapat menghindari aspek-aspek negatif dari sistem bunga, yaitu dengan
menerapkan beberapa sistem, dimana harus diciptakan bank (lembaga
keuangan) syariah yang tidak bekerja atas dasar bunga melainkan atas
21
sistem bagi hasil, antara lain yang kita kenal dalam fiqih muamalah
sebagai transaksi mudharabah dan musyarakah.
Secara umum devinisi berbagai madzhab, mudharabah merupakan
suatu akad yang memuat penyerahan modal khusus atau semaknanya
tertentu dalam jumlah, jenis dan karakternya (sifatnya) dari orang yang
diperbolehkan mengelola harta (jaiz attashruf) kepada orang lain yang
‘aqil, mumayyiz dan bijaksana, yang ia pergunakan untuk berdagang atau
di buat untuk menambah modal usahanya, seperti pertanian, kerajinan,
dll, dengan mendapatkan bagian tertentu dari keuntungannya menurut
nisbah pembagiannya dalam kesepakatan (Muhammad, 2004: 38-39).
Nisbah keuntungan harus dibagi untuk kedua pihak. Salah satu
pihak tidak diperkenankan mengambil seluruh keuntungan tanpa
membagi kepada pihak yang lain, selain itu proporsi keuntungan
masingmasing
pihak harus diketahui pada waktu akad dan proporsi tersebut
harus dari keuntungan.
Terdapat jenis lembaga keuangan lain di luar perbankan. Lembaga
ini sama-sama memiliki misi keutamaan yang jelas. Sistem operasionalnya
menggunakan syari’ah Islam. Diantara lembaga tersebut yang terkait
langsung dengan upaya pengentasan kemiskinan adalah Baitul Maal Wat
Tamwil (BMT).
BMT merupakan sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi
bisnis tetapi juga sosial. Juga lembaga yang tidak melakukan pemusatan
22
kekayaan pada sebagian kecil orang pemilik modal (pendiri) dengan
penghisapan pada meyoritas orang, tetapi lembaga yang kekayaannya
terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga yang terlahir dari
kesadaran
umat dan “ditakdirkan” untuk menolong kelompok mayoritas yakni
pengusaha kecil, untuk membangun kebersamaan untuk mencapai
kemakmuran bersama. Lembaga tersebut adalah Baitul Maal Wa Tamwil.
BMT sebagai lembaga keuangan yang ditumbuhkan dari peran
masyarakat secara luas, tidak ada batasan ekonomi, sosial bahkan agama.
Semua komponen masyarakat dapat berperan aktif dalam membangun
sebuah sistem keuangan yang lebih adil dan yang lebih penting mampu
menjangkau lapisan pengusaha yang terkecil sekalipun (Ridwan, 2004:
73).
BMT berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota
masyarakat. Selama ini BMT dalam kaitannya membantu anggota
masyarakat diantaranya melakukan beberapa kegiatan, yaitu menabung
dan meminjamkan dana (uang).
Menurut PP RI No. 9 tahun 1995, tentang pelaksanaan kegiatan
usaha simpan pinjam oleh koperasi, pengertian pinjaman adalah:
“Penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjammeminjam
antara koperasi dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan disertai pembayaran
sejumlah imbalan” (UU No. 9 Tahun 1995. Tentang
perkoperasian).
23
Dengan dapat pinjaman modal dari koperasi masyarakat bisa
mengembangkan usahanya sehingga masyarakat merasa dirinya terbantu
dengan adanya koperasi.
Salah satu contoh lembaga keuangan syari’ah non bank adalah
Koperasi BMT-MMU Sidogiri Pasuruan yang merupakan kantor pusat
sehingga cukup ramai oleh nasabah (anggota koperasi). Kantor pusat
yang lokasinya dekat dengan pasar juga anggotanya dari kalangan para
santri sidogiri yang jumlahnya ribuan orang, hal inilah yang membedakan
kantor pusat dengan cabang-cabang yang lainnya.
Sebagai mediator antara masyarakat yang kekurangan dana, maka
BMT-MMU menawarkan berbagai macam produk pembiayaan dengan
prinsip bagi hasil kepada masyarakat sebagai bentuk pelayanan BMTMMU
dalam meningkatkan produktifitas masyarakat. Pelayanan pertama,
Mudharabah, dan yang kedua, Musyarakah.
Mudharabah merupakan akad kerjasama antara dua orang atau
lebih, dalam hal ini pihak BMT-MMU 100% sebagai penyedia modal
(Shahibul Maal), sedangkan pengusaha disebut dengan mudharib.
Musyarakah, adalah kerjasama dalam suatu usaha oleh dua pihak antar
BMT-MMU dengan seorang anggotanya atau kerjasama dengan golongan
(lembaga), dalam hal ini semua modal disatukan sesuai dengan
kesepakatan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola
bersama-sama.
24
Sebetulnya kedua akad ini hampir sama satu sama lain, dan dalam
prakteknya di BMT-MMU perbedaan hanya terletak pada komposisi
permodalan usaha.
Dari hasil penelitian terdahulu (Abdul Karim, 2005: 98),
kesimpulan penelitiannya menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
masyarakat melakukan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil di BMTMMU
Sidogiri Pasuruan adalah faktor budaya yang mempunyai dua
komponen yaitu faktor agama dan faktor bagi hasil sebagai bentuk
penghindaran dari unsur riba.
Akan tetapi, tidak semua pembiayaan bagi hasil yang ditawarkan
kepada anggota, pihak BMT-MMU mendapat asset yang besar. Mayoritas
anggota koperasi lebih memilih pembiayaan mudharabah dengan alasan
anggota diberi kewenangan penuh atas modal usaha yang dilakukan
selama tidak melanggar syari’ah dan juga pihak BMT-MMU memberi
kemudahan dalam proses administrasi. Sedangkan untuk musyarakah,
anggota BMT-MMU kurang tertarik.
Menurut data laporan keuangan BMT-MMU Sidogiri Pasuruan,
tercatat jumlah aset pembiayaan bagi hasil selama lima tahun terkhir
sebagai berikut:
25
Tabel 1.1
Jumlah Aset Pembiayaan Bagi Hasil
Periode 2003-2007
Tahun Mudharabah Musyarakah
2003 216.557.828 -
2004 237.951.586 -
2005 626.769.501 350.000
2006 900.392.394 1.950.000
2007 823.531.156 400.000
Jumlah 2.805.202.465 2.700.000
Total 2.807.902.465
Prosentase 99,9% 0,1%
Sumber: RAT BMT-MMU dari tahun 2003-2007
Dengan melihat jumlah aset pembiayaan bagi hasil dari tabel di
atas, dari kedua jenis pembiayaan bagi hasil tersebut, yang paling
diminati oleh anggota koperasi adalah pembiayaan mudarabah ini terlihat
dari jumlah prosentasenya yang mencapai 99,9% . Dari wawancara yang
kami terima dari pihak manajer dan pihak devisi simpan pinjam yang
menjadi alasan beliau terjadinya ketimpangan antara pembiayaan
mudharabah dan musyarakah karena pada pembiayaan mudharabah pihak
anggota yang tidak mempunyai modal bisa melakukan usaha tanpa harus
menunggu modal sendiri, dan juga mayoritas yang mengajukan
pembiayaan di BMT-MMU dilakukan secara individu, selain itu akad
mudharabah memberikan motivasi bagi anggota untuk bekerja keras
sehingga pihak anggota berusaha untuk mendapatkan keuntungan sesuai
dengan nisbah yang disepakati.
26
Sedangkan untuk pembiayaan musyarakah jumlah asset yang
dicapai hanya 0,1%, hal ini karena anggota koperasi kurang tertarik,
alasan yang kami peroleh dari pihak BMT-MMU kurangnya minat dari
anggota koperasi disebabkan pembiayaan musyarakah terjadi pada dua
orang atau lebih dengan suatu modal yang diberikan oleh masing-masing
dari mereka dan bisa dilakukan bersama-sama dalam mengelola dana,
dengan hal ini pihak anggota dituntut untuk mempunyai modal agar bisa
melakukan akad pembiyaan musyarakah, sedangkan anggota mayoritas
dari kalangan bawah, selain itu mayoritas masyarakat Sidogiri masih
taraf pembelajaran dari sisi perhitungan, dan juga masyarakat
beranggapan pembiayaan musyarakah lebih sulit dalam penerapannya.
Pembiayaan musyarakah bisa juga di lakukan pihak BMT-MMU
dengan anggota per-individu atau kerjasama BMT-MMU dengan
lembaga atau kelompok.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pembiayaan Dengan
Akad Mudharbah dan Musyrakah Pada Baitul Maal Wa Tamwil
Maslahah Mursalah Lil Ummah (BMT-MMU) Sidogiri Pasurun”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
27
1. Bagaimana penerapan pembiayaan dengan akad mudharabah dan
musyarakah di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan?
2. Bagaimana bentuk perhitungan pembiayaan mudharabah dan
musyarakah di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendiskripsikan penerapan pembiayaan dengan akad
mudharabah dan musyarakah di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
2. Untuk mendiskripsikan bentuk perhitungan pembiayaan mudharabah
dan musyarakah di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman dalam bidang ilmu
ekonomi khususnya mengenai masalah lembaga pembiayaan yang
berbasis syari’ah
2. Bagi Lembaga Akademis
Dapat menjadi bahan referensi dalam mempelajari penerapan ekonomi
syari’ah dalam teori dan praktek.
3. Bagi Masyarakat
28
Menambah wawasan dan pemahaman masyarakat tentang keuangan
syari’ah khususnya Baitul Mal Wa Tamwil. Sebagai alternatif dalam
mensosialisasikan produk dan mekanisme transaksi keuangan
syari’ah.
29
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh
beberapa peneliti terdahulu yang mengkaji antara lain:
Emi Suhariyati dengan judul “Sistem Perhitungan Bagi Hasil
Pembiayaan Mudharabah Pada PT. Bank Syari’ah Mandiri Cabang
Malang” Jenis penelitian yakni kualitatif deskriptif. Hasil analisisnya
adalah penentuan besarnya pembiayaan, menghitung Expectasibagi hasil
dengan cara jangka waktu pembiayaan dibagi 12, menghitung nisbah bagi
hasil, Metode distribusi bagi hasil yang diterapkan adalah revenue
sharing
(bagi penerimaan).
Adi Nur Azizah dengan judul “Prinsip-prinsip Syari’ah
Pembiayaan Mudharabah pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) (Studi di
BMT-MMU Sidogiri Pasuruan)”. Jenis penelitiannya, penelitian kualitatif
dengan metode deskriptif. Hasil analisisnya adalah Pembiayaan
mudharabah yang diberikan oleh BMT-MMU terhadap nasabah
menghasilkan keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan. Bila
terjadi kerugian dalam bentuk uang maka ditanggung pihak BMT-MMU ,
sedang nasabah menanggung kerugian dalam bentuk kehilangan usaha.
30
Esy Nur Aisyah dengan judul “Penerapan SOP dan Sistem Bagi
Hasil Pada Produk Tabungan Mudharabah (Studi Pada BMT-MMU
Cabang Wonorejo)”. Penelitiannya, penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif. Hasil analisisnya adalah Standar operasional Prosedur yang
diterapkan oleh BMT-MMU Cabang wonorejo menggambarkan bahwa
dalam prosedur menabung, BMT memberikan kemudahan kepada
anggota koperasi. Adapun sistem bagi hasil yang diterapkan adalah
dengan prinsip profit sharing. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
besar kecilnya bagi hasil di BMT yaitu jumlah dana yang diinvestasikan
oleh anggota, penetapan nisbah, pendapatan yang diperoleh BMT, serta
kebijakan accounting.
Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu
N
o
Nama Judul Jenis
penelitian
Hasil
1. Emi
suhariyati,
Mahasiswi
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Islam
Negeri
Malang
Sistem
Perhitungan
Bagi Hasil
Pembiayaan
Mudharabah
Pada PT.
Bank
Syari’ah
Mandiri
Cabang
Malang,
2005
Penelitian
Kualitatif
dengan
metode
deskriptif,
alat
peneltian
dengan
observasi,
dokumenta
si,
wawancara
Bahwa sistem perhitungan bagi hasil
pembiayaan mudharabah yang
diterapkan oleh PT. Bank Syari’ah
Mandiri Cabang Malang melalui
beberapa tahapan:
a.Penentuan besarnya pembiayaan,
rencana penerimaan usaha, jangka
waktu pembiayaan Expectasi rate
(Keuntungan yang di harapkan).
b. Menghitung Expectasi bagi hasil,
dengan cara jangka waktu
pembiayaan di bagi 12 dikalikan
expectasi bagi hasil dibagi rencana
penerimaan usaha.
c. Menghitung nisbah bagi hasil, dengan
cara expectasi bagi hasil di bagi
31
rencana penerimaan usaha
d. Mendistribusikan pendapatan
masing-masing sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati bersama.
Metode distribusi bagi hasil yang
diterapkan adalah revenue sharing (bagi
penerimaan) bukan profit sharing (bagi
untung) maupun profit loss sharing (bagi
untung dan rugi).
2.
Adi Nur
Azizah,
Universitas
Merdeka
Malang.
Prinsipprinsip
Syari’ah
Pembiayaan
Mudharabah
pada Baitul
Maal Wat
Tamwil
(BMT) (Studi
di BMTMMU
Sidogiri
Pasuruan),
2005
Penelitian
kualitatif,
metode
deskriptif,
alat
penelitian
dengan
wawancara
,dokument
asi,
observasi.
Pembiayaan mudharabah yang diberikan
oleh BMT-MMU terhadap nasabah
menghasilkan keuntungan akan dibagi
sesuai dengan kesepakatan. Bila terjadi
kerugian dalam bentuk uang maka
ditanggung pihak BMT-MMU , sedang
nasabah menanggung kerugian dalam
bentuk kehilangan usaha.
3 Esy Nur
Aisyah,
Mahasiswi
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Islam
Negeri
Malang
Penerapan
SOP dan
Sistem Bagi
Hasil Pada
Produk
Tabungan
Mudharabah
(Studi Pada
BMT-MMU
Cabang
Wonorejo),
2008
Kualitatif
dengan
pendekata
n
deskriptif,
alat
penelitian
dengan
wawancara
,dokument
asi,
observasi.
Standar operasional Prosedur yang
diterapkan oleh BMT-MMU Cabang
wonorejo menggambarkan bahwa
dalam prosedur menabung, BMT
memberikan kemudahan kepada
anggota koperasi. Adapun sistem bagi
hasil yang diterapkan adalah dengan
prinsip profit sharing. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terhadap besar kecilnya
bagi hasil di BMT yaitu jumlah dana
yang diinvestasikan oleh anggota,
penetapan nisbah, pendapatan yang
diperoleh BMT, serta kebijakan
accounting.
4. Khoirul
Bakdiah,
Mahasiswi
Fakultas
Ekonomi
Penerapan
Pembiayaan
Dengan
Akad
Mudhrabah
Kualitatif
dengan
metode
Deskriptif,
alat
Prinsip pembiayaan mudharabah lebih
diminati masyarakat BMT karena tidak
ada penyertaan modal, anggota masih
banyak memulai usahanya tanpa
menunggu modal sendiri, dapat
32
Universitas
Islam
Negeri
Malang
dan
Musyarakah
pada Baitul
Maal Wa
Tamwil
Maslahah
Mursalah Lil
Ummah
(BMT-MMU)
Sidogiri
Pasuruan
penelitian
dengan
wawancara
,dokument
asi,
observasi
memberikan motivasi anggota untuk
bekerja. Berbeda dengan pembiayaan
musyarakah , akad ini kurang diminati
karena anggota dituntut untuk
melakukan penyertaan modal. Bentuk
perhitungan akad mudharabah dan
musyarakah adalah didasarkan nisbah
keuntungan dengan bentuk prosentase,
dan keuntungan dipengaruhi oleh besar
kecilnya pembiayaan, produktifitas
usaha. Metode bagi hasil yang
diterapkan adalah profit sharing .
Sumber: Data diolah oleh peneliti
B. Perbedaan Penelitian Terdahulu
Dengan melihat tabel 2.1, maka dapat terlihat persamaan dan
perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Adapun
persamaanya yaitu dalam metode penelitian, dan metode yang digunakan
dalam empat penelitian ini dengan pendekatan kualitatif. Selain itu
keempat
judul di atas sama- sama membahas tentang pembiayaan
mudharabah.
Sedangkan yang membedakan antara penelitian sekarang dengan
penelitian terdahulu yaitu dalam penelitian Emi Suhariyati metode
perhitungannya menggunakan revenue sharing, terfokus kepada
pembiayaan mudharabah saja sedangkan study kasusnya di Bank Syari’ah
Malang. Dan penelitian sekarang metode perhitungannya menggunakan
profit sharing, penerapannya mudharabah dan musyarakah, selain itu
lokasinya di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
33
Adi Nur Azizah, penerapan prinsip syariahnya hanya terfokus
pada musyarakah dan bagi hasil dihitung berdasarkan pendapatan.
Penelitian sekarang, Mengkaji pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
(Mudharabah dan Musyarakah) sehingga keduanya bisa dibandingkan
dan dapat diketahui penyebabnya, dan Model perhitungan bagi hasil
menggunakan profit sharing
Esy Nur Aisyah, dimana penelitiannya tentang tabungan
mudharabah, sangat tampak sekali perbedaanya dalam tehnik
perhitungannya yaitu Keuntungan x nisbah x saldo rata-rata – rata dana
di bank : saldo rata-rata tabungan harian
Tabel 2. 2
Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu
No Aspek Emi Suhariyati Khoirul Bakdiah
1. Metode perhitungan
bagi hasil
Model perhitungan bagi
hasil menggunakan
revenue sharing (bagi hasil
yang akan didistribusikan
dihitung dari total
pendapatan bank sebelum
dikurangi dengan biayabiaya
bank.
Model perhitungan bagi
hasil menggunakan profit
sharing (Bagi hasil dihitung
pendapatan netto setelah
dikurangi biaya-biaya.
2. Penerapan
pembiayaan bagi
hasil
Terfokus pada
pembiayaan mudharabah
di PT. Bank Syari’ah
Malang
Terfokus pada semua
pembiayaan bagi hasil
(Mudharabah,
Musyarakah) di BMTMMU
No Aspek Adi Nur Azizah Khoirul Bakdiah
1. Penerapan prinsipprinsip
syari’ah
Mengkaji pembiayaan
mudharabah di BMTMMU
dengan prinsip
syari’ah
Mengkaji pembiayaan
dengan prinsip bagi hasil
(Mudharabah dan
Musyarakah) dengan
34
prinsip syariah
2. Tata cara
perhitungan bagi
hasil
Bagi hasil dihitung
berdasarkan pendapatan
(hasil usaha) nasabah,
bukan keuntungan yang
diperoleh nasabah
Model perhitungan bagi
hasil menggunakan profit
sharing (Bagi hasil dihitung
pendapatan netto setelah
dikurangi biaya-biaya.
3. Jumlah aset
pembiayaan bagi
hasil
Aset mudharabah (tidak
ada perbandingan
pembiayaan bagi hasil
dengan yang lain).
Aset mudharabah dan
musyarakah, asset
pembiayaan ini bisa
dibandingkan sehingga
dapat di ketahui penyebab
kurangnya minat dari
anggota koperasi dari sisi
pembiayaan musyarakah.
No Aspek Esy Nur Aisyah Khoirul Bakdiah
1. Bagi Hasil Tabungan Pembiayaan
2. Perhitungan bagi
hasil
Keuntungan x nisbah x
saldo rata-rata – rata dana
di bank : saldo rata-rata
tabungan harian
Model perhitungan bagi
hasil menggunakan profit
sharing (Bagi hasil dihitung
pendapatan netto setelah
dikurangi biaya-biaya.
Sumber: Data diolah oleh peneliti
C. Kajian Teoritis
1. Prinsip Bagi Hasil
a. Mudharabah
1). Pengertian Mudharabah
Di dalam perbankan syari’ah, prinsip bagi hasil dapat dilakukan
dengan empat akad utama, diantaranya adalah al-mudharabah, almusyarakah,
al- muzaro’ah dan al-musaqah. Akan tetapi prinsip yang paling
banyak digunakan dalam perbankan syari’ah yaitu al-mudharabah, dan al35
musyarakah. Sedangkan al-muzara’ah dal al-musaqah khusus untuk
pembiayaan pertaian, itupun hanya beberapa bank Islam saja yang
mempergunakan kedua prinsip tersebut.
Secara etimologi (bahasa) al-mudharabah berasal dari kata dharb
artinya memukul atau lebih tepatnya proses seseorang memukulkan
kakinya dalam perjalanan usaha.
Sedangkan secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan
seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola
(Antonio, 2001: 95).
Dalam fiqih muamalah, secara terminologi kata mudharabah
diungkap secara bermacam-macam oleh beberapa ulama’ madzhab,
diantaranya adalah:
Madzhab Hanafi mendefinisikan mudharabah adalah suatu
perjanjian untuk berkongsi di dalam keuntungan dengan modal dari salah
satu pihak dan kerja (usaha) dari pihak lain.
Madzhab Maliki menamai mudharabah sebagai penyerahan uang
dimuka oleh pemilik modal dalam jumlah uang yang ditentukan kepada
seorang yang menjalankan usaha dengan uang itu dengan imbalan
sebagian dari keuntungannya.
Madzhab Syafi’i mendifinisikan mudharabah bahwa pemilik modal
menyerahkan sejumlah uang kepada pengusaha untuk dijalankan dalam
36
suatu usaha dagang dengan keuntungan menjadi milik bersama antara
keduanya.
Dan menurut madzhab Hambali, mudharabah adalah penyerahan
suatu barang atau sejenisnya dalam jumlah yang jelas dan tertentu kepada
orang yang mengusahakannya dengan mendapatkan bagian tertentu dari
keuntungannya (Muhammad, 2005 : 51)
Rohman dalam bukunya Doktrin Ekonomi Islam 4 menjelaskan
bahwa:
Mudharabah adalah suatu usaha kemitraan (patnership) yang
berdasarkan pada prinsip pembagian hasil dengan cara seseorang
memberikan modalnya kepada orang lain untuk melakukan bisnis dan
kedua belah pihak membagi keuntungan atau memikul beban kerugian
berdasarkan isi perjanjian bersama. Pihak pertama, suplier atau pemilik
modal, disebut mudharib dan pihak kedua, pemakai atau pengelola atau
pengusaha disebut dhorib. (1996: 380).
Dari beberapa definisi tersebut di atas maka dapat disimpulkan
bahwa mudharabah adalah suatu kerjasama antara pemilik modal dengan
pengelola atau yang mengelola usaha, dimana pembagian keuntungan
berdasarkan kesepakatan bersama.
2). Dasar Hukum Mudharabah
1. Al-Qur’an
37
Secara umum, landasan syari’ah al-mudharabah lebih mencerminkan
anjuran untuk melakukan usaha. Adapun dasar hukum mudharabah di
dalam al-Qur’an adalah:
............ tβρãyz#uuρ tβθç/Î.ôØt ( ٢٠ %_g__ ا)...... ≪!$# È≅ôÒsù
ÏΒ tβθäótGö6tƒ ÇÚö‘F{$# ’Îû ƒ
Artinya:
“………dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari
sebagian karunia Allah SWT……….” (QS. Al-Muzammil:20) (Depag
RI, 2006: 575).
#sOEÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äο4θn=¢Á9$# (#ρãϱtFΡ$$sù ’Îû ÇÚö‘F{$# (#θäótGö/$#uρ
ÏΒ È≅ôÒs ( : ١٠ S____ ا)........ ≪!$# ù
Artinya:
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebrkanlah kamu dimuka bumi
dan carilah karunia Allah SWT……”(QS. Al-Jumu’ah:10). (Depag RI,
2006: 554).
Mudharabah bukanlah merupakan perintah dan juga tidak dilarang
baik dalam al-Qur’an maupun sunnah. Kegiatan semacam itu juga banyak
dilakukan di Arabia sebelum kehadiran Nabi Muhammad SAW. Bersamasama
dengan para sahabat beliau melakukan kegiatan tersebut. Karena
mudharabah merupakan kegiatan yang bermanfat dan menguntungkan
sesuai dengan ajaran pokok syari’ah, maka tetap dipertahankan dalam
ekonomi Islam.
2. Al-Hadits
Dasar mudharabah di dalam bukunya Al- Hafizh Ibnu Hajar Al-
‘Asqalani pada terjemahan Bulughul Maram Jilid 2, sebagai berikut
38
و ع ن حكِيمِ بنِ حِزامٍ رضِىَاللهُ عنه، َأنُة َ كا َ ن
ي شترِ ُ ط عَلى الر جلِ، إَِذا َأ ع َ طه ما ً لا مَقَا ر
ضًة، َأ ْ ن
َ لات جع َ ل مالِ ي فِ ي َ كبِدٍ ر ْ طبةٍ، و َ لات
حمَِله فِ ي ب حرٍ، و َ لاتنزِ َ ل بِهِ فِ ي ب ْ طنٍ
مسِيلٍ، َفإِ ْ ن َفعْل ت شيًأ مِ ن
َذالِ ك، َفَق د ضمِن ت ماِْلي، ر واه ال دا رُق ْ طنِ
ي، ورِ جاُله ثَِقا ت. وَقا َ ل مالِ ك فِي اْل م وطَّاءْ
عنِ اْلع َ لاءِ بنِ
عبدِالر ح منِ بنِ ي عُق و ب، ع ن َأبِيهِ ع ن ج
دهِ: َأنه عمِ َ ل فِ ي مالٍ لِعْث ما َ ن، عَلى َأنَّ
الربحِ بين ه ما. و ه و
م وُق و ف صحِيحٍ
Artinya:
“Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu’anhu bahwa jika ia memberikan
modal kepada seseorang (untuk berdagang) dengan cara bagi hasil, maka
ia mensyaratkan kepada orang itu dengan mengatakan kepadanya,
“Janganlah engkau menggunakan modalku untuk barang yang bernyawa,
janganlah engkau membawanya ke laut, dan janganlah engkau
membawanya di tengah air yang mengalir. Jika engkau melakukannya,
maka engkau bertanggung jawab terhadap barang daganganku itu (jika
terjadi kerusakan). HR. Ad-Daroquthni (Al- Hafizh, 2003: 67-68).
ح دَثنا ا َ لح س ن علِ ى اْل حَلا ُ ل ح دَثنا ب
شرب ن َثابِت اْلبز ر ح دَثنا ن صرب ن اْلَقاسِمِ ع
ن عبدِ اْلر ح منِ
دا ود. ع ن صالِحِ بنِ ص هيبٍ ع ن َأبِيهِ َقا َ ل ر
س و ُ ل اللهِ صلَّى اللهُ عَليهِ و سلَّ م َثَلا ٌ ث
فِيهِ ن اْلبر ََ كُة
اْلبي ع إَِلى َأ جلِ واْل مَقا ر ضُة وَأ حَلا ُ ط
ْالْبربِال شعِيرِلِْلبيتِ َلا لِْلبيعِ.
Artinya:
“Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal
yang ada di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh,
muqharadah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung
untuk keperluan rumah, bukan untuk di jual” (HR. Ibnu Majah No:
2280).
Agar hadist ini mudah untuk dipahami, peneliti mencoba untuk
menjelaskan dari sisi makna, maudhu’ul hadist, dll dengan berbentuk
tabel sebagai berikut:
39
Tabel 2.3
Keterangan dari Hadist Ibnu Majah No. 2280
معانى البر : القمح
معلومات عن النص حديث شريف مرفوع للنبى صلى الله عليه وسلم
١. مسروعية البيع وفضله: المعاملات
٢. القرض إلى أجل مسمى: المعاملات
موضوع الحديث
أطراف الحديث لايوجد للحديث مكررات
تخريج الحديث إنفرد به إبن ماجة
جامع المتن إنفرد به إبن ماجة
شرح الحديث شرح سنن إبن ماجة لسندي
Sumber: Hadist Digital Ibnu Majah No. 2280
Para ulama menjadikan hadist di atas sebagai landasan keabsahan
mudharabah. Menurutnya, segala sesuatu yang dilakukan dan dibiyarkan
oleh Nabi SAW, merupakan sunnah taqririyah yang dapat menjadi
sumber hukum Islam. Bahkan ada beberapa pendapat mengatakan bahwa
praktek mudharabah telah dilakukan oleh beliau ketika bermitra dengan
Khadijah pada masa pra-kenabian.
Salah satu acuan tertulis yang umumnya dijadikan dasar hukum
yang tidak kalah tegasnya oleh mereka adalah sebuah hadits di atas yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yang mengalakan bahwa terdapat tiga
jenis usaha yang mendapat barakah, yaitu menjual dengan kredit,
muqaradhah, (mudharabah) dan mencampur terigu dengan gandum untuk
kalangan sendiri bukan untuk di jual. Namun Ibnu Hazm menolak hal
itu: “Setiap bagian dalam fiqh mempunyai dasar acuan dalam al-Qur’an
40
dan hadist kecuali mudharabah. Kita tidak menemukan dasar hukum
apapun dalam hal ini”. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa keabsahan
mudharabah sebagai dasar hukum lebih mengarah pada konsensus (ijma’)
para ulama yang menilai mudharabah sebagai kerjasama yang
mengandung banyak kemaslahatan bagi masyarakat (Muhammad, 2005:
49-50).
Perdebatan mengenai dasar hukum senantiasa menjadi wacana
yang membutuhkan pencarian yang lebih serius. Namun sebagai bukti
yang kuat bagi dasar hukum mudharabah adalah kenyataan bahwa
mudharabah merupakan kegiatan ekonomi yang paling sering dipraktekan
oleh masyarakat jahiliyah dimana mata pencahariannya berorientasi pada
sektor perdagangan. Oleh karena itu pengaruhnya sangat kental pada
masa Rasulullah, sehingga sulit dipahami ketidakterlibatan kaum
muslimin dalam menggunakan jenis usaha ini. Termasuk juga Nabi SAW
dan para sahabatnya. Disamping itu watak kerjasama ini mengandung
nilai solidaritas yang tinggi yang dapat memberikan kemaslahatan bagi
masyarakat (Muhammad, 2005: 50).
3). Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu
mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
a. Mudharabah Muthlaqah
41
Akad kerja antara dua orang atau lebih, atau antara shahibul maal
dengan mudharib selaku pengusaha yang berlaku secara luas. Artinya
dalam akad tersebut tidak ada batasan tertentu, baik dalam jenis
usaha, daerah bisnia, waktu usaha maupun yang lain. Intinya
pengusaha memiliki kewenangan penuh untuk menjalankan
usahanya. Dalam hal ini pemilik dana memberikan keleluasaan penuh
kepada pengelola untuk menggunakan dana tersebut dalam usaha
yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Pengelola bertanggung
jawab untuk mengelola usaha sesuai dengan praktek kebiasaan usaha
normal yang sehat (uruf).
b. Mudharabah Muqayyadah
Kerja sama dua orang atau lebih atau antara shahibul maal dengan
mudharib, shahibul maal memberi batasan-batasan tertentu baik dalam
jenis usaha, waktu maupun tempat. Persyaratan tidak boleh dilanggar
oleh pengusaha (Muhammad, 2004: 98-99).
4). Syarat-syarat Mudharabah
Di dalam buku Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari’ah,
Muhammad menjelaskan bahwa syarat-syarat mudharabah adalah:
a. Modal
1. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, seandainya modal
berbentuk barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan
harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
42
2. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan hutang.
3. Modal harus diserahkan kepada mudharib, untuk
memungkinkannya melakukan usaha.
b. Keuntungan
1. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam prosentase dari
keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti.
2. Kesepakatan rasio prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan
dituangkan dalam kontrak.
3. Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib
mengembalikan seluruh (sebagian) modal kepada Rab al’amal
(2000: 17).
Dalam bukunya yang lain yang berjudul Teknik Penghitungan Bagi
Hasil dan profir margin pada Bank Syari’ah, Muhammad menjelaskan
bahwa syarat-syarat sahnya mudharabah adalah:
a. Barang yang diserahkan adalah mata uang.
Tidak sah menyerahkan harta benda atau emas perak yang masih
dicampur atau masih berbentuk perhiasan.
b. Melafatkan ijab dari yang punya modal, dan qabul dari yang
menjalankannya.
c. Ditetapkan dengan jelas bagi hasil bagian pemilik modal dan bagian
mudharib.
43
d. Dibedakan dengan jelas antara modal dan hasil yang akan dibagi
hasilkan dengan kesepakatan (2004: 73).
5). Rukun Mudharabah
a. Malik atau shahibul maal ialah yang mempunyai modal/ pemodal.
b. Amil atau mudharib ialah yang akan menjalankan modal/ pengelola.
c. Amal ialah usahanya.
d. Maal, harta pokok atau modal
e. Shighat atau perintah atau usaha dari yang menyuruh usaha
f. Hasil atau nisbah keuntungan (Muhammad, 2004: 72)
6). Fungsi Pengusaha/ Pelaksana dalam Akad Mudharabah
Di dalam akad pelaksanaan mudharabah, Muhammad
menjelaskan beberapa kriteria atau persyaratan, antara lain:
a. Mudharib
Adalah pengelola dana, melakukan dhorb ialah perjalanan dan
pengola usaha. Dhorb ini dapat diangap sebagai saham penyertaannya.
b. Pemegang Amanah
Adalah mudharib menjaga dan mengusahakannya dalam investasi dan
mengembalikannya sesuai dengan akad dan kesepakatan bersama.
c. Wakil
Adalah mewakili shahibul maal untuk melakukan kegiatan usaha.
44
d. Syarik
Adalah sebagai partner penyerta yang berhak menerima kauntungan
dengan yang telah disepakati bersama (2004: 73).
7). Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 07/ DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
Pertama : Ketentuan Pembiayaan:
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh
LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana)
membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan
pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola
usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
(LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah
disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut
serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai
hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk
tunai dan bukan piutang.
45
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan
yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,
namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat
meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya
dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran
terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian
keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau
melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak
mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan:
1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap
hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan
tujuan kontrak (akad).
46
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh
penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat
sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal
diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada
waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan
kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai
dengan kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai
kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh
disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui
dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam
bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan.
Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
47
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian
apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian,
atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan
(muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur
tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan
pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola
sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan
mudharabah, yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam
tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus
mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di
masa depan yang belum tentu terjadi.
48
3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada
dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari
kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah (http://www.tazkiaonline.com).
b. Musyarakah
1. Pengertian Musyarakah
Musyarakah menurut para ahli fikih adalah sebagai akad antara
orang-orang yang berserikat dalam modal maupun keuntungan. Hasil
keuntungan dibagihasilkan sesuai dengan kesepakatan bersama di awal
sebelum melakukan usaha. Sedang kerugian ditanggung secara
proporsional sampai batas modal masing-masing. Secara umum dapat
diartikan pembagian modal usaha dengan bagi hasil menurut
kesepakatan. (Muhammad, 2004: 79-80).
Di dalam buku Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek, Antonio
menjelaskan bahwa:
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan
49
dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (2001:
90)..
Dalam hal ini pihak bank menyediakan sebagian dana dari
pembiayaan bagi usaha/ kegiatan tertentu. Sebagian lagi disediakan oleh
mitra usaha lain. Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk
bank
dan lembaga keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan
modal mereka untuk membentuk sebuah perusahaan (Syirkah al-man).
Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai dengan
kontribusi modal mereka dan mempunyai hak mengawasi perusahan
sesuai dengan proporsinya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak
menerima bagian keuntungan secara proporsional dengan kontribusi
modal msing-masing atau sesuai dengan kesepakatan yang telah
ditentukan sebelumnya. Bila perusahaan merugi, maka kerugian itu juga
dibebankan secara proporsional kepada masing-msing pemberi modal.
2. Dasar Hukum Musyarakah
1. Al-Qur’an
Konsep syirkah (musyarakah) dikembangkan dalam Islam ke dalam
bentuk-bentuk kerjasama berusaha dalam suatu praktek tertentu. Konsep
ini dikembangkan dengan berdasarkan pada prinsip bagi hasil. Dasar
hukum yang mendasari konsep ini adalah (Muhammad, 2005: 31).
50
4 ........ βÎ*sù (#þθçΡ%Ÿ2 u.sYò2 r& ÏΒ y7Ï9≡sOE ôΜßγ sù â!%Ÿ2 u 4
Ï]è=›W9$# ’Îû .à°
Artinya:
“ ………Maka mereka berserikat pada sepertiga…….” (QS. An-Nisa’: 12)
(Depag RI, 2006: 79).
( ......... ¨βÎ)uρ #Z.ÏVx. zÏiΒ Ï!$sÜn=èƒø:$# ‘Éóö6u‹s9 öΝåκÝÕ÷èt/ 4’
n?tã CÙ÷èt/ āωÎ) tÏ%©!$# (#θãΖ tΒ#u (#θè=Ïϑ t
ãu
ρ
ÏM≈ ysÎ=≈¢Á9$# ×≅‹Î= s
% u
∩⊄⊆∪ ........ öΝèδ $¨Β ρ
Artinya:
“…….Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat
itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali
orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh…….” (QS. As-
Shaad:24) (Depag RI, 2006: 454).
Kedua ayat diatas menunjukkan berkenan dan pengakuan Allah
SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. hanya saja
dalam surat An-Nisa’: 12, pengkongsian terjadi secara otomatis (jabr)
karena waris, sedangkan dalam surah As-Shaad: 24 atas dasar aqad.
2. Al-Hadits
Dasar syari’ah tentang musyarakah dalam hadistnya yaitu:
ع ن ََأبِ ى هريرَة رضِ ى اللهُ عنه َقا َ ل: َقا َ ل
ر س و ُ ل اللهِ صلَّى اللهُ عَليهِ و سلَّ م: َقا َ ل
الَله تعاَلى : َانا َثالِ ُ ث
ال شرِي َ كينِ مِا َ لم ي خ ن َأ ح د ه ما صاحِبته،
فَإَِذا خا َ ن خ ر ج ت مِ ن بينِهِ ما، (رواه ابو داود
وصححه
الجاكم)
Artinya:
“Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW. Bersabda “Allah SAW
berfirman: “Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang berserikat,
selama seorang diantara mereka tidak khianat pada temannya. Apabila ada
yang berkhianat, maka aku keluar dari mereka: (HR. Abu Dawud No.
2936)
51
Tabel 2.4
Hadist qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada
hamba-hambanya yang melakukan perkongsian selama saling
menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi penghianatan
(Antonio, 2001: 91).
Berdasarkan hukum yang diuraikan di atas, maka secara tegas
dapat dikatakan bahwa kegiatan syirkah dalam usaha diperbolehkan
dalam Islam, sebagai dasar hukumnya telah jelas dan tegas walaupun
terdapat perbedaan pendapat dikalangan umat Islam sendiri tentang jenis
syirkah.
3. Jenis-jenis Musyarakah
Konsep syirkah (musyarakah) di dalam Fiqh Muamalah Islam dapat
dilukiskan sebagaimana gambar 2.1 di bawah ini:
52
Gambar 2.1
Konsep Syirkah
(Muhammad, 2005: 32)
Musyarakah ada dua jenis, yaitu musyarakah pemilikan (amlak) dan
musyarakah akad (uqud). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan
wasiat atau kondisi lainnya yang berakibat pemilikan oleh dua orang atau
lebih. Sedangkan musyarakah akad tercipta dengan kesepakatan dimana
dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan
modal musyarakah dan berbagi keuntungan dan kerugian. (Sudarsono,
2004: 67)
Bentuk syirkah Amlak ini terbagi menjadi Jabr dan Amlak Ikhtiar.
a. Amlak Jabr
Syirkah
Uqud
Mudharabah
Abdan
Wujuh
Mufawadah
Inan
Jabr
Amlak
Ikhtiar
53
Terjadinya suatu pengkongsian secara otomatis dan paksa. Otomatis
berarti tidak memerlukan kontak untuk membentukny. Paksa tidak
ada alternatif untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam proses waris
mewaris, manakala dua saudara atau lebih menerima warisan dari
orang tua mereka.
b. Amlak Ikhtiar
Terjadinya suatu pengkongsian secara otomatis tetapi bebas. Otomatis
seperti pengertian di atas. Bebas berarti adanya pilihan/ option untuk
menolak. Contoh dari jenis pengkongsian ini dapat dilihat apabila dua
orang atau lebih mendapatkan hadiah atau wasiat bersama dari pihak
ke tiga.
Kedua syirkah di atas mempunyai karakter yang agak berbeda dari
syirkah-syirkah lainnya karena dalam kedua syirkah ini masing-masing
anggota tidak mempunyai (hak untuk mewakilkan dan mewakili)
terhadap partnernya (Muhammad, 2005: 33).
Sedangkan menurut Antonio dalam bukunya yang berjudul Bank
Syari’ah Dari Teori ke Praktek, Syirkah Uqud dibagi menjadi 5 bagian:
a. Syirkah Al-Inan
Adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan
suatu porsi dari keseluruhan dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua
belah pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana
yang disepakati diantara mereka. Namun porsi masing-masing pihak
54
lain dalam dana maupun kerja atau bagi hasil tidak harus sama dan
identik sesuai dengan kesepkatan mereka.
b. Syirkah Muwafadah
Adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih dimana setiap
pihak memeberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpartisipasi dalam kerja setiap pihak mebagi keuntungan dan
kerugian secara sama. Dengan demikian syarat utama dari jenis
almusyarakah
ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung
jawab dan beban hutang dibagi oleh masing-masing pihak.
c. Syirkah Amal Abdan
Adalah kontrak antara dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan
secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjan itu. Misalnya,
kerjasama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek atau
kerjasama atau kerjasama dua orang penjahit untuk menerima order
pembuatan sebuah kantor. Musyarakah ini kadang-kadang disebut
musyarakah Abdan.
d. Syirkah Wujuh
Adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi
dan prestise baik, serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang
secara kredit dari suatu perusahaan, dan menjual barang tersebut
secara tunai. Mereka membagi dalam keuntungan dan kerugian
berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap
55
mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian
secara kredit tersebut. Maka kontrak inipun lazim disebut sebagai
musyarakah piutang.
e. Syirkah Al-Mudharabah
Para ulama berbeda pendapat tentang syirkah al-Mudharbah ini. Ada
yang mengatakan bahwa jenis al-mudharabah ini termasuk kategori
almusyarakah
akad (kontrak). Dan ada juga yang menganggap al-
Mudhrabah tidak termasuk sebagai al-Musyarakah (2001: 92-93).
4. Syarat-syarat Al-Musyarakah
a. Melafatkan/ ucapan
Kata-kata yang menunjukkan izin yang akan mengendalikan harta.
Maksudnya tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah ia dapat
berbentuk pengucapan yang menunjukkan tujuan, berakad dianggap
sah jika diucapkan secara verbal atau ditulis. Dan kontrak musyarakah
dicatat dan disaksikan.
b. Anggota syarikat percaya mempercayai.
Disyaratkan bahwa mitra harus kompeten dalam memberikan atau
diberikan kekusaan perwakilan.
c. Obyek Kontrak/ mencampurkan harta yang akan diserikatkan
(Muhammad, 2004: 80).
56
Pertama adalah dana, modal yang diberikan harus uang tunai,
emas, perak atau yang bernilai sama. Kedua adalah kerja, partisipasi
para mitra dalam pekerjaan musyarakah adalah ketentuan dasar. Tidak
dibenarkan bila salah seorang diantara mereka menyatakan tidak akan
ikut serta menangani pekerjaan dalam kerjasama itu. Namun, tidak
ada keharusan mereka menanggung beban kerja secara sama. Salah
satu pihak boleh menangani pekerjaan lebih banyak dari yang lain,
dan berhak menuntut pembagian keuntungan lebih darinya.
5. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 08/ DSN-MUI/IV/2000
Tentang Pembiayaan Musyarakah
Pertama : Beberapa Ketentuan:
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan caracara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan
hal-hal berikut:
57
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap
mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi
wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan
memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian
dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a. Modal
i. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang
nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan,
seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal
berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan
disepakati oleh para mitra.
58
ii. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,
menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah
kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
iii. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada
jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan,
LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja
i. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar
pelaksanaan
musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah
merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja
lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh
menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
ii. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama
pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing
dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c. Keuntungan
i. Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk
menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi
keuntungan atau penghentian musyarakah.
59
ii. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional
atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang
ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
iii. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan
melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu
diberikan kepadanya.
iv. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas
dalam akad.
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional
menurut saham masingmasing dalam modal.
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah asetelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah (http://www.tazkiaonline.com).
2. Penerapan Prinsip Bagi Hasil
a. Pendanaan Mudharabah
Pada sisi penghimpunan dana mudharabah biasanya diterapkan
pada berbagai macam produk, diantaranya yaitu:
60
a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan
khusus, seperti haji, tabungan qurban, dan sebagainya.
b. Deposito biasa
c. Deposito spesial (Special invesment), dimana dana yang dititipkan
nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau
ijarah saja.
b. Pembiayaan Mudharabah
Sedangkan pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal perdagangan dan jasa.
b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber
dana khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shohibul
maal. (Antonio: 2001: 97)
Muhammad menjelaskan dalam bukunya yang berjudul
Manajemen Bank Syari’ah bahwa aplikasi al-mudharabah dalam
perbankan syari’ah itu dapat dilakukan dengan pemisahan dan
pencampuran dana al-mudharabah, diantaranya:
a. Pemisahan total antara dana al-mudharabah dan harta-harta lainnya,
termasuk harta mudhrib. Tikhnik ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan tekhnik ini adalah bahwa pendapatan dan
biaya dapat dipisahkan dan masing-masing dana dan dapat dihitung
dengan akurat.
61
b. Dana al-mudharabah dicampur dan disatukan dengan sumber-sumber
lainnya. Sistem ini menghilangkan munculnya masalah etika dan
moral. Namun dalam sistem ini, pendapatan dan biaya al-mudharabah
tercampur dengan pemdapatan dana dan biaya lainnya. Hal ini
menimbulkan sedikit kesulitan akuntansi dalam memproses alokasi
keuntungan atau kerugian antara pemegang saham dan pemegang
rekening (2002: 104-105).
c. Pembiayaan Musyarakah
Di dalam bukunya Antonio yang berjudul Bank Syari’ah dari Teori
ke Praktek di jelaskan bahwa musyarakah biasanya ditetapkan pada:
a. Pembiayaan Proyek
Al-Musyarakah biasanya diaplisikan untuk pembiayaan proyek dimana
nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai
proyek tersebut. Setelah selesai, nasabah mengembalikan dana
tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b. Modal Ventura
Pada lembaga keuangan dibolehkan melakukan investasi dalam
kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema
modal venture. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu
tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian
sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap (2001: 93).
62
3. Prinsip-Prinsip Pembiayaan Syari’ah
a. Prinsip Ekonomi Islam
Komitmen Ekonomi Syariah yakni pertumbuhan, kontinuitas,
menyeluruh dan keberkahan. Kendati ekonomi Syariah tidak mengenal
bunga, namun metodenya tidak merugikan. Bank syari’ah, misalnya
berpraktek dengan akad mudharabah (bagi hasil), musyarakah. Lembaga
keuangan Islam bukan semata mengejar keuntungan. Karena dianjurkan
mencari nafkah diseluruh plosok tanah dibawah langit, asal jangan
mendhalimi orang lain. Dipersilahkan berbisnis, dengan catatan tidak
merusak ekologi. Semua tindak pernigan mutlak tunduk pada
keharmonisan serta kompromi kebaikan. Sebab, aspek yang hendak
dicapai adalah stbilitas kesetaraan.
Sedangkan pada prinsip ekonomi Islam sendiri juga menekankan
pda kekayaan merupkan amanah dari Allah dan tidak dapat dimiliki
sacara mutlak, manusia diberi kebebasan untuk bermuamalah selama
tidak melnggar ketentuan syari’ah manusia merupakan khalifah dan
pemakmur di muka bumi, penghapusn prktek riba, dn penolkan terhdap
monopoli.
b. Prinsip Muamalah
Prinsip Muamalah Islam, mendorong dan menjiwai BMT dalam:
a. Melaksanakan segala kegiatan ekonomi dangan pola syari’ah
63
b. Berbagi hasil baik dalam kegiatan usaha maupun dalam kegiatan
intern lembaga.
c. Berbagi laba usaha dan balas jasa sebanding dengan partisipasi modal
dan kegiatan usahanya.
d. Pengembangan Sumber Daya Insani (SDI)
e. Pengembangan Sistem dan jaringan kerja sama, kelembagn dan
manajemen (Ridwan, 2006: 9).
c. Prinsip Pembiayaan Baitul Maal Wa Tamwil
Seperti hanya bank, BMT sebagai pemberi dan (shahibul mal/ pemilik
dana), dalam melakukan penilaian permohonan pembiayn akan
memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi
secara keseluruhan calon peminjam (mudharib). Prinsip ini dikenal dengan
prinsip 5C, yaitu:
1) Character
Artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman.
2) Capacity
Artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan
mengembalikan pinjaman yang diambil.
3) Capital
Artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam.
4) Collateral
64
Artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada
bank.
5) Condition
Artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak.
Prinsip 5 C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1 C, yaitu
Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu
proses usaha. (Muhammad, 2005: 60). Dalam menganalisis pembiayaan
juga terdapat 7 P diantaranya adalah sebagai berikut:
d. Prinsip 7P
a. Personally
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakuya
sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap,
emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu
masalah. Personality hampir sama dengan chracter dari 5C.
b. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau
golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta
karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan
tertentu dan akan mendapatkan fasilitas kredit yang berbeda pula dari
bank. Kredit untuk pengusaha lemah sangat berbeda dengan kredit
65
untuk pengusaha yang kuat modalnya, baik dari segi jumlah, bunga
dan persyaratan lainnya.
c. Perpose
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit,
termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan
kredit dapat bermacam-macam apakah tujuan untuk konsumtif atau
untuk tujuan produktif atau untuk tujuan perdagangan.
d. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah
menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai
prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas
kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank
yang rugi akan tetapi juga nasabah.
e. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nsabah mengembalikan kredit
yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk
pengembalian kredit yang diperolehnya. Semakin banyak sumber
penghasilan debitur maka akan semakin baik. Sehingga jika salah satu
usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.
f. Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari
laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap
66
sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit
yang akan diperolehnya dari bank.
g. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga kredit yang dikucurkan oleh
bank namun melalui suatu perlindungan. Perlindungan dapat berupa
jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi (Kasmir, 2006: 119-
120).
4. Bentuk Perhitungan Bagi Hasil
a. Pengertian Bagi Hasil
Bagi hasil biasa dikenal juga dengan istilah profit sharing. Menurut
kamus ekonomi profit sharing berarti pembagian laba. Namun secara
istilah profit sharing merupakan distribusi beberapa bagian laba pada
para
pegawai dari suatu perusahaan. Bentuk-bentuk distribusi ini dapat berupa
pembagian laba akhir tahun, bonus prestasi, dll.
Dalam mekanisme keuangan syari’ah model bagi hasil ini
berhubungan dengan usaha pengumpulan dana (funding) maupun
pelemparan dana/ pembiayaan (finaning). Terutama yang berkaitan
dengan produk penyertaan atau kerjasama usaha. Di dalam
pengembangan produknya, dikenal dengan istilah shahibul maal dan
mudharib. Shahibul maal merupakan pemilik dana yang mempercayakan
dananya pada lembaga keuangan syari’ah (bank dan BMT) untuk dikelola
67
sesuai dengan perjanjian. Sedangkan mudharib merupakan kelompok
orang atau badan yang memperoleh dana untuk dijadikan usaha atau
investasi.
Dalam sistem ini, BMT akan memerankan fungsi ganda. Pada
tahap funding, Ia akan berperan sebagai mudharib dan kepercayaan dana
yang terkumpul harus dikelola secara optimal. Namun funding, BMT
berperan selaku shahibul maal dan karenanya ia harus menginvestasikan
dananya pada usaha-usaha yang halal dan menguntungkan.
Kerjasama para pihak dengan sistem bagi hasil ini harus dijalankan
secara transparan dan adil. Karena untuk mengetahui tingkat bagi hasil
pada periode tertentu itu tidak dapat dijalankan kecuali harus ada
laporan
keuangan atau pengakuan yang terpercaya. Pada tahap perjanjian
kerjasama ini disetujui oleh para pihak, maka semua aspek yang berkaitan
dengan usaha harus disepakati dalam kontrak, agar antar pihak dapat
saling mengingatkan (Ridwan, 2004: 120).
b. Prinsip Operasional Pembiayaan
BMT memakai prinsip-prinsip operasional sebagaimana yang
digunakan oleh Lembaga Perbankan Islam, yaitu :
a. Prinsip Bagi Hasil
Prinsip ini merupakan sistem yang meliputi tatacara pembagian
hasil usaha antara pemilik dana (shahibul Maal) dengan pengelola dana
68
(mudharib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara BMT dengan
anggota/ mitra. Bentuk produk berdasarkan prinsip ini adalah akad
mudharabah atau musyarakah.
Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara
proporsional antara shohibul maal dengan mudharib. Dengan demikian,
semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudharabah,
bukan untuk kepentingan pribadi mudharib, dapat dimasukan ke
dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi antara
shahibul maal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati
sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal.
Tidak ada pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan
ekuiti shahibul maal telah dibayar kembali (Muhammad, 2004: 19).
b. Prinsip Non Profit
Prinsip ini merupakan pembiayaan kebajikan, lebih bersifat
sosial dan tidak profit oriented. Lebih dirasakan sebagai pinjaman
lunak bagi ‘bisnis usaha kecil’ (BUK) yang benar-benar kekurangan
modal. Anggota tidak perlu membagi keuntungan kepada BMT,
kecuali hanya membayar biaya riil yang tidak dapat dihindari untuk
terjadinya suatu kontrak, misalnya biaya administrasi pembiayaan.
c. Nisbah
Untuk menentukan tingkat pembagian hasilnya, BMT akan
menghitung setiap bulan atau setiap periode tertentu sesuai dengan
69
periode perhitungan pandapatan usaha. Berapapun tingkat pendapatan
usaha, itulah yang kemudian didistribusikan kepada para nasabah atau
anggota. Oleh karenanya, nasabah perlu mengetahui tingkat nisbah
masing-masing produk. Nisbah merupakan proporsi pembagian hasil.
Begitu pula dalam pembiayaan bagi hasil, sehingga dapat diketahui nilai
bagi hasilnya.
Nisbah ini akan ditetapkan dalam akad atau perjanjian. Sebelum
akad ditandatangani, nasabah atau anggota dapat menawar sampai pada
tahap kesepakatan. Hal ini tentunya berbeda dengan sistem bunga, yakni
nasabah selalu pada posisi pasif dan dikalahkan, karena pada umumnya
bunga menjadi kewenangan pihak bank. Kesepakatan tentang nisbah ini
selanjutnya tertuang dalam akad. Atas dasar laporan dari nasabah/
anggota, manajemen BMT akan membuat perhitungan bagi hasilnya
sesuai dengan nisbah tertentu.
Dalam sistem keuangan syari’ah dan BMT, model bagi hasil hanya
berlaku untuk akad penyertaan usaha atau kerjasama usaha. Akad ini
diterapkan dalam empat produk yakni: mudharabah, musyarakah,
muzara’ah/ mukhabarah dan musaqah (Ridwan, 2004: 121).
Dalam konsep bagi hasil besarnya nisbah tidak harus sama setiap
bulannya selama masa pembiayaan. Dapat dilakukan akad dengan
multinisbah,
selama hal ini ditetapkan dengan jelas di awal, misalnya dalam
akad disepakati :
70
Nisbah bulan ke 1-2 adalah 60 : 40
Nisbah bulan ke 3-4 adalah 65 : 35 prosentase dari keuntungan nasabah
Nisbah bulan ke 5-6 adalah 70 : 30
(Muhammad, 2004: 82). Misalkan kedua belah pihak (shahibul maal dan
mudharib) bersepakat yang 60% untuk shahibul maal dan 40% untuk
mudharib. Maka prosentase keuntungan 60 : 40 dengan asumsi yang telah
disepakati misalnya, karena dana yang diperoleh 100% dari shahibul maal
atau dikarnakan produktifitasnya rendah, sebaliknya 40% pihak shahibul
maal dan 60% pihak mudharib dengan alasan karena pihak shahibul maal
sangat mengerti untuk mendapat keuntungan butuh kerja keras dari
pihak mudharib, atau mudharib melihat tingginya produktifitasnya.
Begitu pula dengan bulan berikutnya, nisbah 65% : 35% dan
70%:30% hal ini sesuai dengan kesepakatan, dengan asumsi dari kedua
belah pihak misalnya, untuk nisbah bulan ke 5-6 pihak shahibul maal
lebih memilih 30% dengan melihat dari tingginya produktifitas.
Dari penjelasan dia atas, penentuan nisbah diserahkan pada
kerelaan kedua belah pihak. Dapat saja terjadi nisbah BMT lebih besar
atau lebih kecil dari anggota/ mitra, hal itu lebih merupakan kebijakan
bisnis BMT tersebut. Hal ini bisa di diperjelas dengan adanya gambar 2.3
di bawah ini:
71
Gambar 2.2
Prinsip Mudharabah
5. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
a. Pengertian BMT
BMT merupakan kependekan dari Baitul Maal wat Tamwil yang
secara harfiah atau lughowi baitul maal berarti rumah dana dan rumah
usaha. Jadi dapat dikatakan bahwa BMT adalah lembaga keuangan yang
kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial). Peran sosial
BMT akan terlihat pada definisi baitul maal, sedangkan peran bisnis BMT
akan terlihat dari baitul tamwil. Sebagai lembaga sosial, baitul maal
yang
memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan lembaga amil zakat (LAZ),
oleh karena itu, baitul maal ini harus didorong agar mampu berperan
secara profesional sebagai LAZ yang mapan. Fungsi tersebut paling tidak
Tijarah
Perniagaan
Keuntungan
MODAL
Keuntungan40%
MUDHARIB SHAHIBUL
MAAL
Pengembalian Modal
100%
Keut.60
MODAL (100%)
Sumber: Wiroso, 2005: 35
72
meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf dan
sumber dana-dana sosial yang lain.
b. Visi dan Misi BMT
1. Visi
Visi BMT harus mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT
menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota
(ibadah dalam arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai
wakilpengabdi
Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya.
Titik tekan perumusan visi BMT adalah mewujudkan lembaga
yang professional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah. Ibadah harus
difahami dalam arti yang luas, yakni tidak saja mencakup aspek ritual
peribadatan seperti shalat misalnya, tetapi lebih luas mencakup segala
aspek kehidupan. Sehingga setiap kegiatan BMT harus berorientasi pada
upaya mewujudkan ekonomi yang adil dan makmur.
Masing-masing BMT dapat saja merumuskan visinya sendiri.
Karena visi sangat dipengaruhi oleh lingkungan bisnisnya, latar belakang
masyarakat serta visi para pendirinya. Namun demikian, prinsip
perumusan visi sifatnya harus sama dan tetap dipegang teguh. Karena
visi sifatnya jangka panjang, maka perumusannya harus dilakukan
73
dengan sungguh-sungguh. Pendirian tidak dapat begitu saja mengabaikan
aspek ini. (Ridwan, 2004: 127).
2. Misi
Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan
perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil
berkemakmuran-berkemajuan, serta makmur-maju berkeadilan
berlandaskan Syari’ah dan ridho Allah SWT.
Dari pengertian tersebut diatas, dapat dipahami bahwa misi BMT
bukan semata-mata mencari keuntungan dan penumpukan laba-modal
pada segolongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada
pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip
ekonomi Islam. Masyarakat ekonomi kelas bawah-mikro harus didorong
untuk berpartisipasi dalam modal melalui simpanan penyertaan modal,
sehingga mereka dapat menikmati hasil-hasil BMT. (Ridwan, 2004 : 128)
c. Tujuan dan Sifat BMT
1. Tujuan
a) Meningkatkan kesejahteraan umat Islam terutama masyarakat
ekonomi lemah.
b) Meningkatkan kualitas usaha anggota dan masyarakat.
c) Meningkatkan pendapatan perkapita.
74
d) Menambah lapangan pekerjaan terutama di kecamatan-kecamatan.
e) Mengurangi urbanisasi.
f) Membina ukhuwah Islamiah melalui kegiatan-kegiatan ekonomi.
2. Sifat BMT
BMT bersifat usaha bisnis, mandiri ditumbuhkembangkan secara
swadaya dan dikelola secara professional. Aspek Baitul Maal,
dikembangkan untuk kesejahteraan anggota terutama dengan
penggalangan dana ZISWA (zakat, infaq, sedekah, waqaf dll) seiring
dengan penguatan kelembagaan BMT.
Sifat usaha BMT yang berorientasi pada bisnis dimaksudkan
supaya pengelolaan BMT dapat dijalankan secara professional, sehingga
mencapai tingkat efisiensi tertinggi. Aspek bisnis BMT menjadi kunci
sukses mengembangkan BMT. Dari sinilah BMT akan mampu
memberikan bagi hasil yang kompetitif kepada para deposannya serta
mampu meningkatkan kesejahtaraan para pengelolaannya sejajar dengan
lembaga lain.
Sedangkan aspek sosial BMT berorientasi pada peningkatan
kehidupan anggota yang tidak mungkin dijangkau dengan prinsip bisnis.
Pada tahap awal, kelompok anggota ini, diberdayakan dengan stimulant
dana zakat, infaq, dan sedekah, kemudian setelah dinilai mampu harus
dikembangkan usahanya dengan dana bisnis atau komersial. Dana zakat
75
hanya bersifat sementara. Dengan pola ini, penerima manfaat dana zakat
akan terus bertambah.
d. Organisasi dan Sistem BMT
BMT adalah lembaga pendukung peningkatan kualitas usaha
ekonomi pengusaha mikro dan pengusaha kecil bawah berlandaskan
sistem syariah. BMT adalah lembaga yang terdiri atas dua lembaga, yaitu:
Baitul Maal Dan Baitul Tamwil
•Bitul Maal adalah lembaga yang kegiatannya menerima dan
menyalurkan dana zakat, infak dan shadaqah.
•Baitul Tamwil adalah lembaga yang kegiatannya mengembangkan
usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas
usaha ekonomi pengusaha kecil bawah dan mikro dengan antara lain
mendorong kegiatan menabung dan pembiayaan usaha ekonom.
e. Status, Ciri-ciri BMT
a) Status dan Badan Hukum
Badan hukum yang disandang oleh BMT (berkembang sampai
dengan) sebagai:
•Koperasi Serba Usaha atau Koperasi Simpan Pinjam
KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) atau Prakoperasi Dalam
program PHBK-BI (Proyek Hubungan Bank dengan KSM :
76
Kelompok Swadaya Masyarakat Bank Indonesia) BI memberikan
izin kepada LPSM (Lembaga Pengembangan Swadaya
Masyarakat) tertentu untuk membina KSM.
LPSM itu memberikan sertifikat pada KSM (dalam hal ini
Baitutamwil) untuk beroperasi KSM disebut juga sebagai
prakoperasi.
MUI, ICMI, BMI telah menyiapkan LPSM bernama PINBUK yang
dalam kepengurusannya mengikutsertakan unsur-unsur DMI,
IPHI, pejabat tinggi negara yang terkait, BUMN, dan lain-lain.
b) Ciri-ciri
1. Modal awal lebih kurang Rp. 5 s.d Rp. 10 juta
2. Memberikan pembiayaan kepada anggota relatif lebih kecil,
tergantung perkembangan besarnya modal.
3. Menerima titipan zakat, infak dan shadakah dari Baziz.
4. Calon pengelola atau manajer dipilih yang beraqidah, komitmen
tinggi pada pengembangan ekonomi umat, amanah, dan jujur,
jika mungkin minimal lulusan D3, S1.
5. Dalam operasi menggiatkan dan menjemput berbagai jenis
simpanan mudharabah, demikian pula terhadap nasabah
pembiayan. Tidak hanya menunggu.
6. manajemennya profesional dan Islami:
•Administrasi pembukuan dan prosedur perbankan
77
•Aktif, menjemput, beranjangsana, berprakarsa
•Berperilaku ahsanu’ amala: service excellece.
f. Asas dan landasan
BMT berdasarkan pancasila dan UUD 1945 serta berlandaskan
prinsip syari’ah Islam yang proses pengambilan hukum syari’ah sebagai
landasan keabsahan operasional. Karena telah diputusi secara
musyawarah (Ijma’) oleh para ahli hukum syari’ah baik para ahli nasional
maupun internasional, prinsip keimanan, keterpaduan, kemandirian dan
profesionalisme.
Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah
dan legal sebagai lembaga keuangan syari’ah.
g. Proses mobilisasi dana
Dengan rencana kerja tahun yang bersangkutan, pada bagian
funding, dana dapat diperoleh melalui simpanan, yaitu dana yang
dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan ke sektor
produktif dalam bentuk pembiayaan. Simpanan ini dapat berbentuk
tabungan umum, simpanan mudhorobah jangka pendek dan jangka
panjang (deposito).
Bank dapat menghimpun dana masyarakat dalam berbagai bentuk
tabungan mudhorobah atau dalam bentuk deposito (mudhorobah
78
berjangka) fasilitas ini dapat digunakan untuk menitipkan infaq,
shodaqoh dan zakat, merencanakan qurban, aqiqoh, mempersiapkan
pendidikan, serta dapat juga dimanfaatkan untuk menitip dana yayasan,
masjid, sekolah, pesantren, badan usaha dll.
Dari produk-produk yang dimiliki oleh BMT, kemudian akan
disalurkan untuk pembiayaan kepada pengusaha kecil dan sektor
informal serta masyarakat yang menghadapi problem modal dengan
prospek usaha lain yang layak.
BMT menawarkan pembiayaan dalam berbagai produk yaitu:
1) Pembiayaan Mudharabah
2) Pembiayaan Murabahah
3) Pembiayaan Musyarokah
4) Pembiayaan Bai’ Bitsamanil Ajil
5) Pembiayaan Qord Hasan
79
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih oleh penulis sebagai tempat penelitian ini
adalah koperasi Baitul Maal Wa Tamwil Maslahah Mursalah Lil Ummah
(BMT-MMU) yang berkedudukan di desa Sidogiri Pasuruan. Penulis
memilih BMT-MMU sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan
bahwa BMT-MMU sudah dapat dikatakan maju karena sudah banyak
memiliki cabang usaha yang hampir ada di seluruh kelurahan atau desa
baik di kota maupun Kabupaten Pasuruan serta diberbagai kota di Jawa
Timur.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Meleong, 2006: 6).
Adapun penelitian deskriptif menurut Arikunto (1998: 309) adalah
penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai
80
status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menuntuk apa adanya
pada saat peneliti dilakukan. Tujuan dari penelitian deskriptif ini
adalah
membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, actual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang dimiliki.
Dalam penelitian ini peneliti mencoba memberikan informasi yang
bertujuan menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
penerapan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, dan bentuk
perhitungan pembiayaan bagi hasil pada BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
C. Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana saja data dapat diperoleh
(Arikunto, 2002: 107). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
dengan dua sumber data:
a. Data primer
Merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung
dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer secara
khusus dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan penelitian
(Indriantoro, dkk, 2002: 146). Dalam penelitian ini yang termasuk data
primer adalah data yang diperoleh dengan melakukan wawancara dan
observasi dengan pihak terkait, khususnya pada H. M. Dumairi Noor
selaku manajer dan Abdullah Shadiq selaku devisi simpan pinjam
syari’ah.
81
b. Data Sekunder
Merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro, dkk, 2002: 147).
Data ini diperoleh dari dokumen-dokumen tentang BMT-MMU
seperti, jumlah asset pembiayaan bagi hasil, laporan keuangan, daftar
nasabah pembiayaan bagi hasil, profil BMT-MMU, dan hal-hal yang
terkait dengan penerapan pembiayaan prinsip bagi hasil.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan bagian dari proses pengujian data
yang berkaitan dengan sumber dan cara untuk memperoleh data
penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi (Pengamatan)
Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subyek (orang),
obyek (benda) atau kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan
atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti (Indriantoro,
dkk, 2002: 157). Peneliti melakukan pengamatan secara langsung
dalam penerapan pembiayaan bagi hasil serta bentuk perhitungan
pembiayaan bagi hasil di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
2. Interview (Wawancara)
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap82
cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan
keterangan pada sipeneliti (Mrdalis, 1993: 64). Peneliti melakukan
wawancara secara langsung kepada pihak terkait, yaitu H. M. Dumairi
Noor selaku manajer BMT-MMU dan Abdullah Shadiq selaku devisi
simpan pinjam syari’ah dalam hal penerapan pembiayaan bagi hasil
serta bentuk perhitungan pembiayaan bagi hasil di BMT-MMU
Sidogiri Pasuruan.
E. Teknik Analisis Data
Adalah sebagai bagian dari proses pengujian data yang hasilnya
digunakan sebagai bukti yang memadai untuk menarik kesimpulan
penelitian (Indriantoro, dkk, 2002: 11). Analisis data dapat dilakukan
setelah memperoleh data-data, baik dengan observasi, wawancara dan
dokumentasi. Kemudian data-data tersebut diolah dan dianalisis untuk
mencapai tujuan akhir penelitian.
Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggabarkan/ melukiskan
keadaan subjek/ objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan
lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya (Soejono, 1999: 23).
83
Dengan analisis deskriptif, peneliti mendiskripsikan informasi apa
adanya sesuai dengan variabel-veriabel yang diteliti. Dan dalam hal ini,
peneliti akan mendiskripsikan tentang penerapan pembiayaan dengan
prinsip bagi hasil dan bentuk perhitungan pembiayaan prinsip bagi hasil.
Disamping itu, peneliti menganalisa adanya masalah dalam
pelaksanaannya serta memberikan solusi dan alternative pemecahan
masalah yang dihadapi.
84
BAB IV
PAPARAN DAN PEMBAHASAN DATA HASIL PENELITIAN
A. Paparan Data Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum BMT-MMU Sidogiri
a). Sejarah Singkat Koperasi BMT – MMU
Menurut Bakhri (2004: 38-41), yang melatar belakangi berdirinya
BMT-MMU Pasuruan adalah bermula dari keprihatinan asatidz Madrasah
Miftahul Ulum Pondok Pesantren Sidogiri dan madrasah-madrasah
ranting Madrasah Miftahul Ulum Pondok Pesanteren Sidogiri atas
perilaku masyarakat yang cenderung kurang memperhatikan kaidahkaidah
syariah Islam dibidang muamalat padahal mereka adalah
masyarakat muslim apalagi mereka sudah mulai terlanda praktek-praktek
yang mengarah pada ekonomi riba yang dilaranng secara tegas oleh
agama. Para asatidz dan para pengurus madrasah terus berfikir dan
berdiskusi untuk mencari gagasan yang bisa menjawab permasalahan
ummat tersebut. Akhirnya ditemukanlah gagasan untuk mendirikan
usaha bersama yang mengarah pada lembaga keuangan alternatif yang
dapat mengangkat dan menolong masyarakat bawah yang ekonominya
masih dalam kelompok mikro/ kecil.
Hasil diskusi dengan orang – orang yang ahli, terbentuklah wadah
itu dengan nama “Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil Maslahah Mursalah
85
Lil Ummah” disingkat dengan BMT – MMU yang berkedudukan di
kecamatan Wonorejo Pasuruan yang di dahului dengan rapat
pembentukan koperasi yang diselenggarakan pada tanggal 25 Muharram
1418 / 1 Juni 1997. diantara orang yang membantu memberikan gagasan
berdirinya koperasi BMT – MMU ialah:
1. Ust. Hadlori Abd. Karim yang saat itu menjabat kepala madrasah
Miftahul Ulum tingkat Ibtida’iyah pondok pesantren Sidogiri.
2. Ust. Dumairi Nur yang saat itu menjabat sebagai wakil kepala
madrasah Mifthul Ulum tingkat ibtida’iyah pondok pesantren
Sidogiri.
3. Ust. Baihaqi Ustman yang saat itu menjabat sebagai tata usaha
madrasah Miftahul Ulum tingkat ibtida’iyah pondok pesantren
Sidogiri.
4. Ust. H. Mahmud Ali Zain saat itu sebagai ketua koperasi pondok
pesantren Sidogiri dan salah satu ketua DTTM (Dewan Tarbiyah
Ta’lim Madrosy).
5. Ust. Muna’i Achmad yang menjabat sebagai wakil kepala madrasah
Miftahul Ulum tingkat ibtida’iyah pondok pesantren Sidogiri.
Diskusi dan musyawarah antara para kepala madrasah Miftahul
Ulum afiliasi madrasah Miftahul Ulum pondok pesantren Sidogiri maka
menyetujui membentuk tim kecil yang diketuai oleh Ust. Mahmud Ali
Zain untuk menggodok dan menyiapkan berdirinya koperasi baik yang
86
terkait dengan keanggotaan, permodalan, legalitas koperasi dan sistem
operasionalnya.
Tim berkonsultasi dengan pejabat kantor Departemen kabupaten
Pasuruan untuk mendirikan koperasi disamping mendapatkan tambahan
informasi tentang BMT dari pengurus PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis
Usaha Kecil) pusat dalam suatu acara perkoperasian yang
diselenggarakan di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong
Probolinggo dalam rangka sosialisasi kerjasama inkopontren dengan
PINBUK pusat yang dihadiri oleh antara lain:
1. Bapak KH. Nur Muhammad Iskandar SQ dari Jakarta, ketua
Inkopontren.
2. Bapak DR. Amin Aziz Ketua PINBUK Pusat.
Diskusi dan konsultasi serta tambahan informasi dari beberapa
pihak memperkuat keinginan sehingga berdirilah Koperasi BMT – MMU
tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awal 1418 atau 17 Juli 1997 M,
berkedudukan di kecamatan Wonorejo Pasuruan. Pembukaan
dilaksanakan dengan diselenggarakan selamatan pembukaan yang diisi
pembacaan shalawat Nabi Besar Muhammad SAW bersama masyarakat
Wonorejo dan pengurus BMT – MMU. Kantor pelayanan yang dipakai
adalah dengan kontrak sewa yang luasnya 16,5 M pelayanan dilkukan
oleh 3 orang karyawan. Modal yang dipakai untuk usaha didapat dari
87
simpanan anggota yang berjumlah Rp. 13.500.000,00 (Tiga belas juta lima
ratus rupiah) dengan anggota yang berjumlah 348 orang terdiri dari para
asatidz dan pimpinan serta pengurus Madrasah Miftahul Ulum Pondok
Pesantren Sidogiri dan beberapa orang asatidz Pengurus Pondok
Pesantren Sidogiri.
Koperasi BMT – MMU ini telah mendapat legalitas berupa:
1. Badan hukum koperasi dengan nomor : 608/BH/KWK. 13/IX/97
tanggal 4 September 1997
2. Tanda daftar Perushaan (TDP) dengan nomor: 13252600099
3. Tanda Daftar Usaha Perdagangan dengan nomor :
133/13.25/UP/IX/98
4. NPWP dengan nomor : 1-718-668.5-624.
Koperasi ini beridentitas:
Nama : Koperasi Bitul Maal Wat Tamwil – Maslahah Mursalah
Lil Ummah disingkat dengan BMT – MMU Pasuruan.
Kantor Pusat : Sidogiri Kraton Pasuruan.
Telepon : 0343. 419273 Fax. 0343. 414734
Alamat Surat : Koperasi BMT-MMU Sidogiri Kraton Pasuruan (Panduan
Koperasi BMT-MMU Pasuruan, 2005: 2).
b). Kantor Cabang Koperasi BMT – MMU Pasuruan
1. Wonorejo
88
Jl. Raya Wonorejo Pasuruan Telp. (0343) 613082
2. Sidogiri
Jl. Raya Sidogiri 09 Kraton Pasuruan Telp. (0343) 419273
3. Warung Dowo
Jl. Raya Warung Dowo Pasuruan Telp. (0343) 418291
4. Kraton
Jl. Stan Pasar Kraton No. 41 & 48 Kraton Pasuruan Telp. (0343)
425373
5. Rembang
Depan Kopotren Sidogiri Rembang Pasuruan Telp. (0343) 747056
6. Nongkojajar
Stan Pasar Nongkojajar Blok Q-7 Pasuruan Telp. (0343)499203
7. Grati
Barat Pasar Kalipang Grati Pasuruan Telp. (0343) 482066
8. Gondang Wetan
Timur Pasar Ranggeh Gondang Wetan Pasuruan Telp. (0343) 443244
9. Prigen
Stan Pasar Prigen Blok H-14 Pasuruan Telp. (0343) 885456
10. Kebonagung
Stan Pasar Kebonagung Blok WB-54 Pasuruan Telp. (0343)412838
11. Purwosari
Barat Pasar Purwosari Pasuruan Telp. (0343) 611636
12. Sukorejo
89
Pasar Palang No. 20 Sukerejo Pasuruan Telp. (0343) 634018
13. Pandaan
Jl. Urip Simoharjo No. 12 Pandaan Pasuruan Telp. (0343) 635447
14. Nguling
Jl. Raya Nguling Pasuruan Telp. (0343) 484530
15. Kedawung
Jl. Raya Kedawung Kulon Grati Telp. (0343) 482877
16. Gerbo
Jl. Raya Gerbo Purwodadi Telp. (0343) 7814781
17. Winongan
Jl. Raya Pasar Winongan Telp. (0343) 441858 (Brosur koperasi BMTMMU
Pasuruan)
c). Sektor yang dihasilkan & Lokasinya:
1. Produksi Roti
Jl. Raya Ds. Jeruk Kraton Pasuruan Telp. (0343) 425908.
2. Penggilingan Padi
Ds. Jetis Dhompo Krton Pasuruan Telp. (0343) 7710353.
3. Produksi Air Minum Merk “SANTRI”
Jl. Desa Pekoren Kec. Rembang
4. Produksi Pupuk Organik
90
Jl. Dusun Plugon Susukanrejo Kec. Pohjentrek ( Utara Bigbos)
(Kunjungan bersama rekan PKL, Pukul 14.30-17.00, Tanggal 10
Agustus 2007).
d). Visi dan Misi
•Visi
•Terbangunnya dan berkembangnya ekonomi umat dengan
landasan Syari;ah Islam
•Terwujudnya budaya ta’awun dalam kebaikan dan
ketaqwaan dibidang sosial ekonomi
•Misi
•Menerapkan dan memasyarakatkan Syariat Islam dalam
aktifitas ekonomi
•Menanamkan pemahaman bahwa sistem syari’ah dibidang
ekonomi adalah ADIL dan MASLAHAH
•Meningkatkan kesejahteraan Ummat dan anggota
•Melakukan aktifitas ekonomi dengan budaya STAF (Shiddiq/
jujur, Tabligh/ Komonikatif, Amanah/ Dipercaya, Fathonah/
Profesional)
91
e). Struktur Organisasi
•Organisasi
Koperasi BMT-MMU adalah koperasi yang organisasinya mengacu
pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang telah disepakati
bersama oleh anggota dan tidak menyimpang dari Undang-Undang RI
No. 25/1992 tentang Perkoperasian pasal 21.
Sebagaimana diatas dalam Anggaran Dasar Koperasi BMT-MMU
bahwa perangkat organisasi terdiri atas:
1. Rapat Anggota merupakan lembaga tertinggi dalam koperasi, dalam
rapat Anggota ini dapat memutuskan hal-hal yang bersifat prinsip dan
teknis antara lain berhak merubah Anggaran Dasar dan menetapkan
Anggaran Rumah Tangga, menetapkan susunan pengurus, pengawas,
dll
2. Pengurus
Pengurus adalah beberapa orang yang diangkat oleh anggota
dalam rapat anggota, pengurus adalah penerima amanah Rapat Anggota
yang harus melaksanakan program-program yang ditetapkan dalam rapat
anggota dan termuat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga (AD/ ART). Anggota pengurus sedikitnya terdiri dari tiga jabatan
/ orang yaitu ketua, sekretaris dan bendahara dan bisa ditambah sesuai
dengan kebutuhan. Pengurus berhak mengangkat manager atau direktur
untuk menjalankan usaha koperasi yang dituangkan dalam bentuk
92
kontrak kerja dengan batasan waktu yang disepakati antara dua pihak
(pengurus dan manager) (Panduan Koperasi BMT-MMU Pasuruan, 2005:
2).
Dibawah ini peneliti sajikan 5 pengurus inti pada BMT-MMU
Sidogiri, yaitu:
•Ketua : M. Hadlori Abdul Karim
•Wakil Ketu I : H. Hadi Hidayat
•Wakil Ketua II : Abdul Majid Umar
•Sekertaris : M. Djakfar Shodiq
•Bendahara : H. Abdul Majid Bahri
3. Pengawas
Kedudukan pengawas sejajar dengan kedudukan pengurus yang
diangkat atau diberhentikan oleh anggota dalam rapat anggota. Pada
pokoknya pengawas dikoperasi ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
•Pengawas dibidang syari’ah : KH. Adi Rahman Syakur
•Pengawas dibidang manajemen : H. Mahmud Ali Zain
•Pengawas dibidang keuangan : H. Abdullah Rahman
Pengawas bekerja untuk mengawasi aktifitas koperasi sesuai dengan
bidangnya masing-masing agar terus dan tetap berjalan dalam jalan
yang benar sesuai dengan yang disepakati anggota.
4. Manager
93
Manager diangkat atau diberhentikan oleh pengurus dengan sistem
kontrak kerja dalam waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan
bersama antar dua pihak. Tugas utama manager adalah menjalankan
usaha koperasi sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang ditetapkan oleh
pengurus untuk memberi pelayanan kepada anggota dan non anggota
dan mencapai target surplus yang diharapkan. Selain itu manager
berkewajiban mengkoordinir dan mengorganisir setra menggerakkan
kepala-kepala cabang dan para karyawannya untuk bekerja sesuai
dengan ketentuan dan tata tertib yang berlaku. Manager berhak
mengelola semua usaha yang dimandatkan kepadanya dan berhak
mengangkat dan memberhentikan kepala cabang atau karyawan serta
staf manager.
Sebagaimana di lembaga lain, BMT-MMU Sidogiri juga memiliki
manajer, guna memimpin koperasi BMT-MMU, diantaranya:
•Manajer : H. Dumairi Nor
•Kadiv. Unit BMT : Edy Suparjo
•Kadiv. Unit Riil : M. Masykur Mundzir
•Kadiv. Ak. Adm : Ahmad Ikhwan
Wakadiv. Ak. Adm : Syamsul Arifin Wahab (wawancara dengan
Bpk. Dumairi Nor selaku manajer pada tanggal 15 Juni pukul
09.00-10.15 bertempat di ruang manajer lantai 2).
94
5. Kepala Cabang
Kepala cabang diangkat atau diberhentikan oleh manager dengan
konsultasi terlebih dahulu pada pengurus. Kepala cabang diberi hak
memimpin usaha pada cabang yang ditentukan kepala cabang
memiliki karyawan yang bertugas membantu kepala cabang dalam
menjalankan tugas cabangnya.
6. Karyawan
Kepala cabang diangkat dan diberhentikan oleh manager dengan
konsultasi terlebih dahulu pada pengurus. Tugas karyawan akan diatur
tersendiri oleh manager dan kepala cabang sesuai dengan cabang usaha
yang ditanganinya sebab cabang BMT-MMU berbeda dengan tugas yang
ditangani oleh cabang produksi dan berbeda pula dengan cabang
perdagangan, maka tugas karyawan tidak perlu diatur disini (Panduan
Koperasi BMT-MMU Pasuruan, 2005: 3).
•Tata Kerja Perangkat Koperasi
1. Pengurus
Tugas pokok pengurus telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar pasal
27 dan ART pasal 14, secara implementasi tugas pengurus adalah:
•Menyelenggarakan Rapat Anggota (tahunan atau biasa)
•Mengesahkan atau menolak pengajuan pembiayaan sebesar Rp.
50.000.000,- atau Rp. 30.000.000,- ke atas bersama manager.
95
•Memberi laporan kepada kantor pajak di Pasuruan setiap bulan
dan akhir tahun.
•Memberi laporan tertulis kepada dinas koperasi dan PKM
sedikitnya 6 bulan sekali.
•Membuat Rencana Kerja dan Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja (RK-RAPB) Koperasi untuk diajukan kepada Rapat
Anggota (biasa) diakhir tahun.
•Menyususun laporan tahunan untuk disampaikan dalam Rapat
Anggota Tahunan (RAT) setelah tutup tahun.
•Mempertanggung jawabkan semua aktifitas koperasi selama satu
tahun kepada anggota dalam RAT yang diselenggarakan setelah
tutup tahun.
•Melaksanakan keputusan-keputusan yang ditetapkan dalam
anggota
•Mengadakan kas dan stok opmane setiap akhir bulans
2. Pengawas
Seperti pengurus tugas pokok pengawas tercantum dalam AD pasal 27
dan ART pasal 14. secara implementasi tugas pengawas adalah:
•Mengawasi aktivitas usaha yang dilakukan oleh pengurus atau
manager dalam bidang syari’ah, manajemen dan keuangan
96
•Ikut mengesahkan atau menolak pengajuan pembiayaan sebesar
Rp. 30.000.000,- ke atas bersama pengurus dan manager
•Mempertanggung jawabkan aktivitasnya selama satu tahun
dihadapkan sidang Rapat Anggota Tahunan dengan membuat
laporan hasil pengawasannya selama satu tahun
•Melaksanakan keputusan-keputusan Rapat Anggota yang terkait
dengan pengawasannya
•Pengawas berhak mendatangkan auditur independent untuk
melaksanakan audit pada koperasi apabila dipandang perlu dan
diizinkan oleh anggota
•Mengadakan kas atau stok opmane akhir bulan
3. Manager
Tugas manager secara garis besar adalah melaksanakan usaha
Koperasi untuk memberikan pelayanan kepada anggota dan mendapat
surplus usaha. Secara implementasi tugas manager adalah sebagai
berikut:
a) Mengelola usaha koperasi dengan modal yang ditetapkan
pengurus untuk mendapatkan surolus usaha yang ditargetkan oleh
pengurus/anggota.
97
b) Memimpin dan mengatur para Kepala Cabang staf Manajer dan
para karyawan untuk menjalankan tugasnya sesuai dengan job
description yang ditetapkan oleh Manajer.
c) Menanada tangani atau menolak permohonan pembiayaan sebesar
Rp. 15.000.000 (lima belas juta) keatas.
d) Menjalin hubungan dengan pihak-pihak luar koperasi dengan
sepengetahuan pengurus untuk mendukung dan/atau
mengembangkan usaha yang ditanganinya.
e) Setiap selesai tutup buku bulanan berkewajiban memberikan
laporan lisan dan tertulis kepada Pengurus dan Pengawas aktifitas
usaha koperasi terutama yang terkait dengan keadaan keuangan
usaha berbentuk
- Neraca
- Perhitungan hasil usaha (laba/rugi)
- Arus Kas
- Posisi keuangan bersih
4. Kepala Cabang
Sebagaimana dijelaskan diatas tentang tugas secara garis besar bahwa
Kepala Cabang adalah orang yang ditetapkan oleh Manajer sebagai
pimpinan pada cabang yang ditentukan dan membawai beberapa
karyawan. Dalam implementasinya Kepala Cabang bertugas :
98
a) Melaksanakan aktifitas harian pada cabang yang menjadi tanggung
jawabnya baik dalam cabang keuangan atau cabang riil
b) Membagi tugas staf dan karyawannya dalam menangani aktifitas
cabang
c) Melaporkan aktivitasnya setiap bulan sekali kepada Manajer yang
meliputi laporan keuanagn dan non keuangan
d) Melaksanakan tugas atau instruksi Manajer
5. Karyawan
Tugas karyawan akan diatur tersendiri oleh Manajer dan/atau Kepala
Cabang usaha yang ditanganinya sebab cabang BMT berbeda dengan
tugas yang ditangani oleh cabang produksi dan berbeda pula dengan
cabang perdagangan, maka tugas karyawan tidak perlu diatur disini
(Panduan Koperasi BMT-MMU Pasuruan, 2005: 3-4).
f). Permodalan
Sekalipun koperasi merupakan kumpulan orang bukan kumpulan
modal yang memiliki hak one man one voice (satu orang satu suara) bukan
berdasarkan jumlah saham, Koperasi adalah Badan Usaha yang
membutuhkan modal untuk aktivitas usahanya, maka koperasi tetap
membutuhkan sejumlah modal.
Modal koperasi terdiri dari modal sendiri dn modal pinjaman, modal
sendiri terdiri atas:
99
a) simpanan pokok, besarnya untuk setiap anggota ditetapkan dalam
Anggaran Dasar.
b) Simpanan wajib, biasanya dibayar setiap bulan oleh anggota
kepada Pengurus, besarnya uang sama diantara anggota.
c) Dana Cadangan, dana ini merupakan dana penyisihan dari SHU /
Surplus yang besarnya secara prosentase ditetapkan dalam
Anggaran Dasar.
d) Dana Hibah / Donasi, dana ini diterima oleh koperasi baik dari
anggota atau Non Anggota.
e) Simpanan Khusus dari Anggota, simpanan ini untuk memperbesar
modal Koperasi dan simpanan ini bisa diambil kembali setelah
perhitungan sisa hasil usaha dalam tiap tahun.
Modal Pinjaman bisa didapat dari :
- Anggota Sendiri
- Koperasi lain atau Anggota Koperasi lain
- Bank atau Lembaga Non Bank
- Sumber lain yang halal (Panduan Koperasi BMT-MMU
Pasuruan, 2005: 5).
100
Divinisi RIIL
Cabang RIIL
RAPAT ANGGOTA
g). Organisasi BMT-MMU
Gambar 4.1
Stuktur Organisasi BMT-MMU Sidogiri
Sumber: Panduan buku BMT-MMU Pasuruan, 2005 : 6
Keterangan :
----------- : Garis Koordinasi
________ : Garis Instruksi Perintah
► Pembagian Kerja (Job Description)
•Tugas dan Wewenang Manajer
1. bertanggung jawab kepada Pengurus atas segala tugas-tugasnya
2. Memimpin organisasi dan kegiatan usaha BMT
3. Menyusun Perencanaan dan Pengembangan seluruh usaha BMT
4. Mengevaluasi dan melakukan Pembinaan terhadap seluruh usaha
BMT
Pengurus
Manajer
Pengawas
Divinisi SPS
Cabang SPS
Divinisi Keuangan
dan Administrasi
101
5. Menjalankan setiap kebijakan yang dikeluarkanoleh Pengurus
6. Menyampaikan laporan perkembangan usaha BMT kepada
Pengurus setiap bulan satu kali
7. Mengangkat dan memberhentikan karyawan dengan
sepengetahuan Pengurus
8. Menandatangani perjanjian pembiayaan
9. Memutuskan Permohonan Pembiayaan sesuai dengan flafon yang
telah ditentukan
10. Menyetujui atau menolak setiap ijin karyawan
11. Bersama Pengurus dan Pengawas menetapkan ketentuan gaji
karyawan
12. Mengupayakan jenis usaha lain yang produktif dengan
persetujuan Pengurus
13. Membuat peraturan karyawan
14. Menentukan target pendapatan dari tiap-tiap cabang usaha
dalam masa satu tahun
•Kepala Devisi SPS
1. Bertanggung jawab kepada Manajer atas perkembangan usaha
SPS
2. Menyimpan seluruh kegiatan usaha SPS
3. Menyusun Perencanaan dan pengembangan usaha SPS
102
4. Melakukan, Evaluasi dan pembinaan terhadap segala bentuk
usaha SPS
5. Menyusun dan menyampaikan laporan kepada Manajer
tentang pengelolaan dan perkembangan usaha SPS
6. Menyusun Perencanaan kerja dan perencanaan pendapatan
usaha SPS
7. Mengatur penempatan karyawan untuk cabang SPS
8. Bersama Manajer mengatur posisi permodalan pada cabang
SPS
9. Pengajuan sarana dan prasarana penunjang kegiatan usaha
SPS
10. Merencanakan target pendapatan pada masing-masing cabang
•Surveyor
1. Bertanggung jawab kepada kepala cabang atas tugas-tugasnya
2. Menganalisa kebenaran data yang di ajukan oleh pemohon
pembiayaan
3. Memeriksa kondisi agunan dan menentukan taksiran nilai
nominalnya
4. Membuat laporan atas hasil survenya kepada kepala cabang
(Panduan buku BMT-MMU Pasuruan, 2005 : 6-10).
103
h). Ruang Lingkup Kegiatan Koperasi (BMT-MMU) Sidogiri
Pasuruan
Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil Maslahah Mursalah Lil Ummah
(BMT-MMU) yang telah berbadan hukum koperasi pada tanggal 4
September 1997 memiliki aneka usaha antara lain berupa BMT (Baitul
Maal Wat Tamwil) atau dikenal dengan istilah SPS (Simpan Pinjam Pola
Syari’ah)
BMT ini aktivitas atau kegiatan usahanya adalah menghimpun dan
menyalurkan dana dari/ kepada anggota atau calon anggota dengan
sistem mudharabah (bagi hasil) atau murabahah (jual beli) yang dijamin
sah
menurut Syari’ah dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundangundangan
Negara Republik Indonesia.
Transaksi yang diterapkan dalam aktivitas BMT tidak mengandung
riba yang dilarang menurut Syari’ah. BMT disamping memelihara
Amanah Ummah Insya Allah akan meraih barokah.
1. Produk BMT-MMU Sidogiri:
a. Tabungan
Pemilik harta (shohibul maal) meletakkan uangnya pada BMT-MMU
dengan akad mudharabah mutlaqah atau qard atau wadiah yadud
dhamamah. Uang tabungan akan di tasarufkan kepada mitra untuk
di jadikan modal atau tambahan modal usaha.
104
Keuntungan Bagi Mitra Penabung:
1. Insyaallah pahalanya berlipat delapan belas kali bila diniati
menghutangi.
2. Aman dan terhindar dari riba dan haram
3. Ikut membantu sesama ummat (ta’awun)
4. Mendapat imbalan bagi hasil yang halal
Ketentuan Bagi Mitra Penabung
1. Setoran awal minimal Rp. 10.000,-
2. Setoran berikutnya minimal Rp. 1000,-
3. Saldo minimal Rp. 10.000,-
4. Ketentuan lain menurut jenis tabungan.
Jenis Tabungan
1. Umum
Tabungan dapat disetor dan diambil setiap saat
2. Tarbiah/ Pendidikan
Tabungan yang akan digunakan untuk biaya pendidikan dapat
diambil untuk pembayaran pendidikan sesuai dengan
kesepakatan bersama.
3. Idul Fitri
105
Tabungan untuk memenuhi kebutuhan hari raya idul Fitri.
Dapat diambil satu kali dalam setahun yaitu menjelang hari
raya idul Fitri (sebulan sebelum hari raya idul Fitri)
4. Ibadah Qurban
Tabungan untuk melaksanakan ibadah qurban pada hari raya
idul adha atau hari-hari tasyri’. Pengambilan hanya dapat
dilakukan menjelang hario raya idul adha (sebulan
sebelumnya). Sebagai sarana untuk memantapkan niat
melaksanakan ibadah qurban.
5. Walimah
Tabungan yang akan digunakan untuk membiayai walimah
(pernikahan atau lainnya). Pengambilan dapat dilakukan
menjelang pelaksanaan pernikahan.
6. Ziarah / wisata
Tabungan untuk keperluan ziarah / wisata. Pengambilan dapat
dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara penabung dengan
BMT-MMU.
b. Mudharabah Berjangka (Deposito)
Simpanan ini bisa ditarik berdasarkan jangka waktu yang telah
disepakati yaitu 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan atau 12 bulan.
106
Keuntungan Bagi Mitra
1. Sama dengan keuntungan bagi mitra penabung
2. Nisbah (Proporsil) bagi hasil lebih besar daripada tabungan
3. Bisa dijadikan jaminan pembiayaan
c. Pembiayaan
1. Mudharabah (bagi hasil)
Pembiayaan modal kerja sepenuhnya oleh BMT sedangkan
nasabah menyediakan usaha dan manajemennya. Hasil
keuntungan akan dibagikan sesuai dengan kesepakatan
bersama berdasarkan ketentuan hasil.
2. Murabahah(modal kerja)
Pembiayaan jual beli yang pembayarannya dilakukan pada saat
jatuh tempo dan satu kali lunas beserta mark-up nya (laba)
sesuai kesepakatan bersama.
3. Musyarakah (penyertaan)
Pembiayaan berupa sebagian modal yang diberikan kepada
anggota dari modal keseluruhan. Masing-masing pihak yang
bekerja dan memiliki hak untuk turut serta mewakili atau
mengugurkan haknya dalam manajemen usaha. Keuntungan
dari usaha ini akan dibagi menurut proporsi penyertaan modal
sesuai dengan kesepakatan bersama
107
4. Bai’ Bitsamanil Ajil (investasi)
Pembiayaan dengan sistem jual beli yang dilakukan secara
angsuran terhadap pembelian suatu barang. Jumlah kewajiban
yang harus dibayar oleh nasabah sebesar jumlah harga barang
yang mark-up yang telah disepakati bersama (Brosur koperasi
BMT-MMU Pasuruan).
2. Prosedur Pembiayaan
Sebagai sebuah lembaga formal, BMT-MMU mempunyai beberapa
cara dan tahapan-tahapan yang harus ditempuh oleh peminjam.
Ketentuan ini merupakan proses pengkajian atas data diri peminjam dan
tujuan pinjaman. Pada dasarnya jenis pinjaman BMT-MMU dibedakan
menjadi dua: pinjaman produktif dan konsumtif. Pinjaman produktif
yang digunakan untuk menambah modal atau membiayai sebuah usaha.
Sedangkan pinjaman konsumtif diberikan untuk memenuhi kebutuhan
yang akan langsung habis setelah kebutuhan itu terpenuhi.
Dalam kaitannya dengan pinjaman mudharabah ini, maka pinjaman
yang akan diberikan lebih bersifat produktif karena dalam pinjaman ini
anggota akan menggunakan untuk kepentingan pengembangan usaha,
seperti perdagangan, industri atau usaha-usaha yang bersifat kerajinan.
Untuk itu prosedur dan mekanisme yang ditetapkan BMT-MMU Sidogiri
dalam pengukuran dana pembiayaan mudharabah ini mempunyai syarat108
syarat yang tidak saja bersifat administratif tetapi juga terdapat
ketentuanketentuan
umum yang menjadi pedoman diberlakukannya pembiayaan,
khususnya pembiyaan mudharabah dan musyarakah terhadap calon
nasabah yang melakukan permohonan pembiayaan. Ketentuan-ketentuan
umum tersebut meliputi prosedur pengajuan pembiayaan, prosedur
survey pembiayaan, prosedur realisasi pembiayaan sampai dengan
penagihan pembiayaan kepada anggota yang mengalami keterlambatan
angsuran.
a). Prosedur Pengajuan Pembiayaan.
•Pemohon/ Calon Anggota
a. Mengucapkan salam
b. Disambut baik oleh pihak BMT-MMU Sidogiri
c. Anggota dipersilahkan duduk
d. Menemui bagian CS (Customer Service)
e. Anggota mengutarakan kepada bagian CS tentang permohonan
pembiayaan.
•CS (Customer Service)
a. Menerima kedatangan calon pemohon pembiayaan.
b. Memberikan penjelaskan tentang semua produk pembiayan di
BMT-MMU dengan tujuan agar pemohon lebih mudah untuk
membedakan antara pembiayaan yang satu dengan yang lain.
109
c. Menanyakan kepada pemohon tentang pembiayaan yang mau
diajukan.
d. Menyerahkan brosur/ panduan tentang pembiayaan kepada
anggota.
•Pemohon/ Calon Anggota
a. Mengisi Form- MMU- 14, diantaranya:
Cabang, nama lengkap, tampat dan tanggal lahir, identitas diri
(KTP, SIM), no identitas, pendidikan terakhir, alamat rumah,
status rumah, pekerjaan nama suami/ istri, tanggungan
keluarga, jenis pembiayaan, jumlah uang, jenis penggunaan,
jenis usaha, jangka waktu, jaminan, bahan pertimbangan, surat
jaminan, tanda tangan pemohon, tanda tangan suami/ istri/
wali, pembiayaan ke…., nomor berkas, catatan (lihat lampiran
4)
b. Formulir diserahkan kepada CS.
•CS (Customer Service)
a. Melakukan pemeriksaan berkas pemohon, diantaranya dalam
pengisian form-MMU-14 dan kebenaran berkas.
b. Apabila dalam form permohonan dan persyaratan terdapat
kesalahan maka CS akan mengembalikan kepada pemohon
untuk diperbaiki.
110
c. Apabila form permohonan dan persyaratan sesuai maka CS
akan mencatat permohonan di buku daftar permohonan
pembiayaan,
d. Menginformasikan rencana survey kepada pemohon dengan
memberitahukan tentang jam berapa, hari, tanggal survey.
e. Mencatat tanggal survey di buku daily planning (perencanaan
harian).
f. Melaporkan pembiayaan kepada devisi, dan meminta tanda
tangan kepada devisi pada buku expedisi (lihat lampiran 5).
g. Kemudian CS menyerahkan permohonan persyaratan kepada
surveyor untuk melaksanakan survey.
h. surveyor melaksanakan survey sesuai dengan prinsip yang
digunakan BMT-MMU Sidogiri (5C).
i. Hasil survey diserahkan kepada kepala cabang.
•Kepala Cabang
a. Melakukan evaluasi terhadap hasil survey yang diserhkan oleh
surveyor, dengan memeriksa ulang kelengkapan, isian dan
kebenaran berkas.
b. Memperhatikan nilai permohonan dan hasil evaluasi surveyor.
c. Diskusikan hasil survey bersama surveyor bila dianggap perlu.
111
e. Apabilaberkas permohonan tidak disetujui maka kepala cabang
akan menginformasikan ke pemohon bahwa pengajuan
pembiayaan tidak dapat di setujui (dengan alasan……..)
f. Permohonan ma’af kepada pemohon.
g. Mengembalikan semua berkas yang telah diberikan sebagai
persyaratan permohonan selain form milik BMT-MMU Sidogiri.
h. Evaluasi pengajuan, diantaranya:
1). Mengidentifikasi pengajuan pembiayaan Rp. 5.000.000 s/d
Rp. 10.000.000
2). Menanyakan kelengkapan persyaratan pemohon
3). Menanyakan usaha yang dijalani pemohon
4). Menanyakan sumber dana lain yang dimiliki pemohon
5). Mengisi plafon persetujuan dengan angka dan huruf di
form BMT-MMU Sidogiri
6). Mengisi tanggal, bulan, dan tahun persetujuan di form
BMT-MMU Sidogiri.
7). Menanda tangani persetujuan pembiayaan di form BMTMMU
Sidogiri.
112
i. Menunjukkan berkas pengajuan pembiayaan Rp. 5.000.000 s/d
Rp. 10.000.000 ke manager
j. Meminta tanda tangan sebagai pemberi tahuan ke manager
k. Meminta tanda tangan buku expedisi pada manajer.
•Manager BMT-MMU Sidogiri
a. Memeriksa dan melengkapi semua berkas yang di ajukan ke
manager
b. Memeriksa ulang
c. Identifikasi pengajuan pembiayaan Rp. 10.000.000 sd Rp.
50.000.000 dengan memperhatikan:
1). Kelengkapan persyaratan pemohon
2). Meninjau kembali kelayakan usaha pemohon
3). Meneliti agunan pemohon
d. Mengisi plafon persertujuan dengan angka dan huruf di form
BMT-MMU Sidogiri
e. Mengisi tanggal, bulan, dan tahun persetujuan di form BMTMMU
Sidogiri
f. Menanda tangani persetujuan pembiayaan di form-MMU-25
Sidogiri (lihat pada lampiran 6).
113
b). Prosedur survey Pembiayaan.
Prosedur survey adalah suatu petunjuk yang dilakukan pihak
BMT-MMU Sidogiri untuk meninaju dan menganalisa secara langsung
usaha dan jaminan anggota. Untuk lebih jelasnya peneliti sajikan survey
yang dilakukan BMT-MMU, diantaranya:
a. Menyusun jadwal survey di kolom tanggal survey pada buku
regestrasi permohonan pembiayaan.
b. Identifikasi pemohon, diantaranya:
•Nama dan alamat pemohon
•Bila punya pembiayaan di cabang lain maka minta informasi
mengenai: (1). Berapa kali pemohon mengambil pembiayaan pada
cabang lain, (2). Berapa jumlah pembiayaannya yang terakhir dan
berapa % sisanya, (3). Bagaimana dengan kelancaran angsurannya.
c. Silaturrahmi, Mengucapkan salam, dan bincang-bincang secukupnya
tentang permohonan yang dapat membuahkan ma’na dan tujuan dari
silaturrahmi, serta meminta pemohon untuk menanda tangani buku
survey sebagai bukti dilaksanakannya survey
d. Melakukan taksiran terhadap jaminan, untuk jaminan bergerak
dengan mencocokkan nomor, tahun, kondisi, status surat yang terkait
dengan jaminan (STNK, BPKB). Untuk jaminan yang tidak bergerak
114
taksiran dilakukan dengan meninjau lokasi jaminan, melihat luas,
kondisi, status jaminan.
e. Melakukan identifikasi, untuk memperdalam informasi pemohon
pembiayaan bisa dilakukan dengan cara:
•Meninjau status tempat tinggal
•Menanyakan karakter pemohon kepada tetangga sekitar.
•Melihat usaha yang dijalani pemohon
•Menilai status barang yang dijadikan jaminan
•Menanyakan kondisi keluarga
•Menanyakan apakah pemohon berhubungan dengan lembaga
keuangan lain.
f. Mencatat hasil survey, diantaranya:
•Mencatat tanggal, bulan, tahun pelaksanaan survey
•Nama pemohon sesuai dengan form
•Alamat pemohon
•Mencatat penghasilan sebulan, hasil usaha, hasil gaji, total
penghasilan sebulan.
•Mencatat biaya-biaya pemohon selama selama sebulan,
diantaranya, Biaya kebutuhan satu bulan, biaya tanggungan, biaya
usaha/ kulaan menjalankan usahanya, biaya lain-lain (transportasi,
sumbangan, dll), total biaya.
115
•Mencatat karakter pemohon diisi dengan baik sekali (5), baik (4),
cukup (3), kurang (2), kurang sekali (1).
•Mencatat kemampuan pemohon diisi dengan nilai baik, cukup atau
kurang berdasarkan hasil survey.
•Mencatat jaminan berupa, jenis jaminan dan nomor surat jaminan.
•Mencatat kondisi sosial ekonomi, diisi dengan nilai baik, cukup
atau kurang berdasarkan kesimpulan dari hasil survey.
•Mencatat penghasilan bersih dari hasil usaha
g. Melakukan analisa secermat mungkin atas hasil survey
h. Mencatat hasil analisa pada form-MMU-25.
i. Menanda tangani permohonan pembiayaan untuk disetujui dengan
hasil survey pada form-MMU-25 (Lihat lampiran 6).
Berkaitan dengan keterangan di atas, peneliti sajikan kerangka
prosedur survey pembiayaan guna memperjelas prosedur survey tersebut:
116
Gambar 4.2
Prosedur Survey Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
BMT-MMU Sidogiri
Keterangan:
1. Tanggung Jawab: CS, surveyor, kepala cabang
2.. Tanggung Jawab: Surveyor
3. Tanggung Jawab: Surveyor dan anggota
4. Tanggung Jawab: Surveyor dan anggota
5. Tanggung Jawab: Surveyor dan kepala cabang
c). Prosedur Realisasi Pembiayaan
Prosedur realisasi merupakan kegiatan dan tanggung jawab dari
kepala cabang, kasir dan pemohon (penerima pembiayaan) dalam
realisasi pembiayaan ini meliputu kegiatan mulai dari awal permohonan
realisasi sampai dengan permohonan menerima dana pembiayaan. Untuk
2. Identifikasi
3. Silaturrahmi
4. Analisa
5. Penyerahan Hasil Survey
1. Perencanaan
Sumber: Buku Panduan Koperasi BMT-MMU, hal. 71.
117
lebih jelasnya peneliti sajikan realisasi pembiayan yang dilakukan
BMTMMU,
diantaranya:
a. Pemeriksaan rencana realisasi pembiayaan:
•Periksa daftar realisasi untuk hari berikutnya pada buku daily
planning
•Informasikan rencana realisasi ke kepala cabang
b. Persiapan realisasi pembiayaan
•Persiapkan berkas-berkas pembiayaan yang akan direalisasikan
•Periksa dan lengkapi berkas-berkas pembiayaan yang akan
direalisasikan
•Memberikan ke kasir untuk mempersiapkan uang untuk
pembiayaan yang akan direalisasikan
c. Menghubungi calon anggota/ nasabah
•Konfermasikan ke calon anggota tentang realisasi pembiayaan
•Menjadwal ulang rencana realisasi realisasi apabila anggota masih
butuh pembiayaan
•Bila tidak membutuhkan pembiayaan catat pada pembatalan
realisasi.
d. Pencatatan pambatalan
118
•Catat pembatalan pembiayaan anggota di form-MMU-14 di kolom
catatan dengan tulisan warna merah agar mudah dikenali (lihat
lampiran 4).
•Meminta pada anggota agar membubuhkan tanda tangan dan
apabila pembatalannya lewat telpon maka catat waktu konfirmasi
pembatalan di kolom catatan.
•Simpan seluruh arsip milik BMT-MMU
•Kembalikan seluruh arsip milik anggota.
e. Pemeriksaan
•Pemeriksaan jaminan berupa BPKB dengan cara mencocokkan
nomor angka, nomor mesin yang terdapat di STNK BPKB dan
kendaraan apabila masih terdapat keraguan maka dapat dilakukan
chek fisik di SAMSAT terdekat.
•Pemeriksaan sertifikat asli, harus atas nama pemohon sendiri atau
ada surat kuasa dari pemilik sertifikat.
•Memeriksa kartu identitas asli
•Memeriksa berkas pengajuan meliputi kelengkapan berkas dan
isinya.
f. Informasi penangguhan realisasi pembiayaan
•Memberitahukan bahwa proses realisasi pembiayaan dapat
dilakukan bila semua persyaratan sudah sesuai dengan ketentuan.
119
•Memohon ke anggota agar memperbaiki semua ketidak cocokan
persyaratan.
g. Pencatatan
•Catat agunan di buku agunan dengan cara:
1). No. AC/ nomor urut
2). Nama anggota
3). Alamat
4). Jenis agunan
5). Nomor/ Nomor BPKB atau sertifikat
6). Tgl realisasi
7). Tanggal pengambilan jaminan
8). Nama pengambil
9). Tanda tangan pengambil jaminan
10).Keterangan bila perlu
h. Mencatat agunan di form-MMU-21 dengan cara:
•Tanda terima jaminan:
Nama, No. AC, Alamat.
•Jaminan berupa BPKB/ surat tanah/ surat bangunan, dll
1). BPKB:
120
Jenis/ merk/ tahun, No. BPKB, atas nama, alamat, dikeluarkan
oleh, No. polisi/ register, No. rangka/ mesin.
•Surat Tanah/ surat bangunan
No, atas nama, ijin bangunan, lain-lain.
•Tanda tangan petugas koperasi BMT-MMU yang menerima
jaminan (Lihat lampiran 7).
i. Melakukan kesepakatan akad pembiayaan:
•Memberi penjelasan secara global tentang akad yang disediakan
oleh BMT-MMU
•Menanyakan kesanggupan dan jangka waktu angsuran sesuai akad
yang dipilih.
j. Pengisian berkas pembiayaan pada form- MMU-15
•No. surat
•Hari dan tanggal
•Cabang
•Alamat
•Diwakili oleh
•Nama, tempat tanggal lahir
•Alamat, pekerjaan, alamat paker, tanda pengenal
•Nama barang yang diajukan pemohon dengan menyebutkan
sebesar berapa atau sebanyak berapa dan dimulai tanggal.
121
•Tanda tangan pihak II (pemohon) dan pihak I (kepala cabang)
•Tanda tangan saksi II (saksi dari pemohon) dan saksi dari pihak I
(Lihat lampiran 8-9).
j. Pengisian berkas pada form-MMU-18.
•Nama pemohon sesuai kartu identitas
•Pekerjaan, sesuai dengan kertu identitas
•Alamat, sesuai kartu identitas
•Nama yang ikut bertanggung jawab terhadap pembiayaan atau
jaminan.
•Pekerjaan diisi sesuai dengan kertu identitas yang ikut
bertanggung jawab terhadap pembiayaan atau jaminan.
•Alamat diisi sesuai dengan kertu identitas yang ikut bertanggung
jawab terhadap pembiayaan atau jaminan
•Hari, tanggal, tahun dilakukannya realisasi pembiayaan.
•Menulis jumlah pembiayaan pokok plus margin yang harus di
bayar di tulis dengan angka dan huruf.
•Margin
•Administrasi
•Lunas tanggal
•Jumlah angsuran yang akan dilakukan
•Hari, tanggal, tahun pelunasan pembiayaan
122
•Tanda tangan kepala cabang atau yang di berikan wewenang oleh
kepala cabang untuk melakukan realisasi pembiayaan.
•Tanda tangan dua orang (penerima dan yang ikut bartanggung
jawab) di atas materai (Lihat lampiran 10).
k. Pelaksanaan akad pembiayaan
•Memberi penjelasan secara detail tentang akad yang akan
dilakukan
•Laksanakan akad pembiayaan sesuai dengan kesepakatan dan
ketentuan
l. Penandatanganan
•Penandatanganan pada form-MMU-16 (untuk pembiayaan
mudharabah dan musyarakah). (Lihat lampiran 11-12).
•Penandatanganan pada form-MMU-18 (surat pengakuan
pembiayaan), (Lihat lampiran 10).
•Penandatanganan pada SKPHM (Surat Kuasa Penyerahan Hak
Milik).
•Penandatanganan form-MMU-19 (kartu angsuran
mudharabah,musyarakah, qardul hasan) (Lihat lampiran 13).
m. Pengambilan gambar.
•Gambar jaminan/ pemohon pembiayaan yang direalisasikan
123
•Untuk jaminan kendaraan gambar jaminan diambil dengan
menampakkan nomor polisi
•Untuk jaminan berupa sertifikat gambar jaminan diambil dari sisi
depan.
d). Prosedur Angsuran Pembiayaan
Prosedur ini menjelaskan kegiatan dan tanggung jawab kasir dan
anggota pembiayaan dalam menangani penyetoran angsuran. Prosedur
ini meliputi kegiatan penyetoran angsuran pembiayaan sampai dengan
diterimanya bukti setoran angsuran dan kartu angsuran. Untuk lebih
jelasnya peneliti sajikan realisasi pembiayan yang dilakukan BMT-MMU,
diantaranya:
a. Pengisian slip setoran pembiayaan:
•Kolom cabang, diisi petugas dengan nama cabang setempat
•Nomor rekening, diisi nomor rekening/ nomor urut pembiayaan
•Nama penyetor, diisi dengan nama anggota pembiayaan
•Setoran pokok, diisi dengan jumlah setoran pokok
•Setoran BH, diisi dengan jumlah setoran bagi hasil/ margin
•Jumlah setoran, diisi dengan jumlah setoran ditambah setoran bagi
hasil/ margin
•Tanggal setor, diisi dengan tanggal, bulan, tahun penyetor
124
•Keterangan apabila diperlukan
•Nama terang dan tandatangan penyetor (Lihat lampiran 14).
b. Memeriksa slip dan kartu angsuran
•Periksa ulang isian slip setoran
•Cocokkan nomor rekening yang terdapat dislip dengan di kartu
angsuran
•Cocokkan nama penyetor yang terdapat dislip dengan nama
anggota pembiayaan di kartu angsuran.
•Cocokkan jumlah uang dengan isian setoran
c. Pemeriksaan uang
•Cocokkan jumlah uang dengan catatan di slip setoran
•Periksa jumlah uang setoran dengan cara menghitung ulang
•Periksa keaslian uang dengan cara 3D
•Kembalikan/ tukarkan ke penyetor bila ada uang yang rusak
d. Pencatatan Angsuran
•Buku program BMT pada menu transaksi tekan enter pilih mutasi
pembiayaan tekan enter maka muncul data angsuran pembiayan
•Masukkan kode sandi pembiayaan berikut nomor urut pembiayaan
kemudian tekan enter maka muncul data angsuran anggota
dimaksud sesuai nomor urut angsuran dan tekan enter sampai
pada kolom angsuran sesuaikan dengan slip angsuran kemudian
125
tekan enter sampai muncul dialog pilih ya tekan enter maka
muncul perintah masukkan kertas tekan enter keluar dialog cetak
kartu angsuran pilih ya tekan enter sampai keluar dialog data
disimpan, pilih ya tekan enter (selesai)
e. Penempatan uang, slip dan kartu angsuran.
•Tempatkan uang pada tempatnya dengan cara mengelompokkan
nominalnya.
•Tempatkan slip dengan cara mengelompokkan jenis pembiayaan
•Tempatkan kartu angsuran pada tempat yang ditentukan.
Berkaitan dengan keterangan di atas, peneliti sajikan kerangka
proses angsuran pembiayaan guna memperjelas:
Gambar 4. 3
Kerangka Angsuran Pembiayaan BMT-MMU Sidogiri
1. Setoran Angsuran
2. Terima Angsuran
3. Masukkan Data Angsuran
4. Serahkan ke Anggota
Sumber: Buku Panduan BMT-MMU, hal. 84
126
Keterangan:
1. Tanggung Jawab: Anggota/ nasabah
2.. Tanggung Jawab: Kasir
3. Tanggung Jawab: Kasir
4. Tanggung Jawab: Kasir dan anggota.
e). Prosedur Penagihan Angsuran
Prosedur penagihan angsuran adalah suatu petunjuk teknis yang
menjelaskan beberapa kegiatan yang terdapat pada prosedur penagihan
angsuran. Untuk lebih jelasnya peneliti sajikan cara penagihan pembiayan
yang dilakukan BMT-MMU, diantaranya:
a. Silaturrahmi
•Mengucapkan salam
•Memberitahukan pada pemohon tentang jatuh tempo angsuran
•Meminta pada anggota agar membayar angsuran pembiayaan.
•Menanyakan pada anggota tentang kesanggupan pembayaran bila
anggota tidak bisa membayar saat penagihan.
b. Tinggalkan pesan
•Mengisi surat dan masukkan ke rumah sekiranya mudah
ditemukan
•Tanyakan ke anggota tentang kesanggupan angsuran pada
penagihan berikutnya.
127
c. Pencatatan angsuran ke buku angsuran, diantaranya:
•Nomor urut angsuran
•Tanggal, bulan, tahun pada saat angsuran
•Debet (kredit) dengan jumlah uang angsuran
•Menulis saldo dengan angka sesuai jumlah sisa angsuran
•Validsi diisi dengan paraf petugas yang melakukan penagihan.
Berkaitan dengan keterangan di atas, peneliti sajikan kerangka
proses penagihan angsuran pembiayaan guna memperjelas:
Gambar 4. 4
Kerangka Penagihan Angsuran Pembiayaan
Keterangan:
1. Tanggung Jawab: Kepala cabang dan kasir
2.. Tanggung Jawab: Kepala cabang dan colektor
1. Pemeriksaan
Keterlambatan
2. Penyerahan Data Anggota
Yang Terlambat
3. Silaturrahmi/
Penagihan
4. Pelaporan Hasil
Tagihan
Sumber: Buku Panduan BMT-MMU, hal. 86
128
3. Tanggung Jawab: Colektor dan anggota
4. Tanggung Jawab: Colektor, Kasir dan kepala cabang.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Penerapan Prinsip Bagi Hasil
Penerapan prinsip bagi hasil bagi hasil di BMT-MMU Sidogiri
Pasuruan berpijak pada dasar-dasar prinsip syari’ah yang steril dari
unsur
bunga yang biasa digunakan pada lembaga-lembaga keuangan
konvensional.
Pembiayaan mudharabah dan musyarakah sebagai salah satu produk
di BMT-MMU yang sampai sekarang masih diterapkan, alasannya, (1).
Kedua akad ini merupakan akad syari’ah, artinya dalam akad
mudharabah tidak ada unsur pemaksaan, (2). Merupakan bisnis yang adil,
(3). Membantu masyarakat yang kurang mampu, (4). Terjalin silaturrahim
(Wawancara dengan Bpk. Dumairi Nor selaku manajer pada tanggal 15
Juni jam 09.00-10.15 bertempat di ruang manajer lantai 2).
Penerapan prinsip mudharabah dan musyarakah di BMT-MMU
Sidogiri diterapkan pada produk-produk pendanaan dan pembiayaan.
Pada penelitian ini hanya akan dijelaskan pada produk pembiayan sesuai
dengan judul skripsi. Dan untuk kesepakatan pembagian keuntungan
atau nisbah hasil usaha antara pihak BMT-MMU Sidogiri dan anggota ini
ditemukan sesuai yang diinginkan antara kedua belah pihak.
129
2. Mudharabah
Mudharabah merupakan kerjasama antara dua pihak atau lebih
dimana salah satu pihak memberikan modal 100% kepada pihak lain
untuk melakukan usaha sesuai dengan kesepakatan awal.
Di BMT-MMU Sidogiri, prinsip mudharabah ini dijadikan suatu
sistem untuk penerapan produk pembiayaan dimana dalam produk
pembiayaan mudharabah ada syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang
mudharib (pengelola) didalam mengajukan pembiayaan mudharabah.
a). Syarat mudharib dalam permohonn pembiayaan di BMT-MMU
•Harus mempunyai usaha
Jadi sebelum melaksanakan pembiayaan mudharabah ini, harus ada
usaha atau lahan yang akan dilaksanakan, sehingga modal yang
diberikan oleh pihak BMT-MMU Sidogiri itu akan jelas dibuat asaha
apa oleh mudharib.
•Harus ada modal dan dana
Dalam masalah modal dan dana ini memang sangat penting dalam
menjalaskan suatu aktifitas atau kegiatan usaha. Karena modal atau
dana merupakan salah satu faktor pendukung dalam menjalankan
suatu aktifitas atau kegiatan usaha. Di dalam melaksanakannya BMTMMU
Sidogiri ini modal harus benar-benar kongkrit dan dalam
bentuk uang rupiah. Apabila modal dalam bentuk barang maka
130
barang tersebut harus dinilai dengan uang seharga dengan barang
tersebut
•Modharib tersebut harus menjadi anggota koperasi BMT-MMU
Sidogiri Pasuruan. Bisa dengan membuka tabungan di BMT-MMU.
•Harus ada pembagian keuntungan
Pembagian keuntungan atau nisbah bagi hasil antara pihak BMTMMU
Sidogiri dan anggota (pengelola usaha) ini dilaksanakan
berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak tersebut.
Sehingga dalam hal ini antara pihak BMT-MMU dengan pengelola
usaha sesuai dengan keinginan masing-masing sehingga dal hal ini
tidak ada yang dirugikan dan merugikan satu sama yang lain. Dan
apabila selama proses pelaksanaan pembiayaan mudharabah ada
suatu penyelewengan dana, maka pihak pengelola dana harus
mengembalikan sesuai jangka waktu yang ditentukan (Wawancara
dengan Bapak Dumairi Nor, Pukul 09.15-10.15, Lokasi Ruang
Manajer, Tanggal 15 Juni 2008).
Peneliti mendapatkan data sekunder (dokumentasi) yang judulnya
“pembiayaan mudharabah dengan sistem bagi hasil” di koperasi BMTMMU
Pasuruan. Didalamnya disebutkan syarat permohonan pembiayan,
diantaranya:
•Foto copy identitas diri suami dan istri/ wali (KTP/SIM/PASPOR, dll.
131
•Foto copy buku nikah
•Foto copy kartu keluarga
•Foto copy jaminan
•Surat pernyataan dari pemilik jaminan.
Dalam permohonan pembiayaan, anggota dipungut biaya
administrasi dan biaya materai yang dipungut sesuai peraturan yang
berlaku.
b). Penggunaan Pembiayaan mudharabah
penggunaan pembiayaan mudharabah, diantaranya:
•Penggunaan pembiayaan ini untuk kegiatan usaha yang produktif
yaitu modal kerja.
Contoh: Mendekati hari raya kurang 1 bulan Ibu Aminah
mengajukan pembiayaan kepada BMT-MMU Sidogiri untuk
menambah modal usahanya (toko pakaian dan elektronik),
maka dari pihak BMT-MMU lebih cenderung memberikan
tambahan modal kepada ibu Aminah agar dipergunakan
untuk menjual pakaian.
•Prioritas penggunaan pembiayaan adalah untuk sektor perdagangan,
pertanian, industri dan jasa.
Usaha yang dapat dibiayai oleh BMT-MMU Sidogiri:
132
1. Usaha jasa seperti, foto copy, sablon, penjahit, cuci cetak foto, dan
sebagainya.
2. Peternak yang membutuhkan makanan ternak (ayam, itik,
kambing, sapi, dll).
3. Petani yang membutuhkan bibit, pupuk, dan biaya lain untuk
tanaman sayuran, palawija, kacang panjang, padi, dll.
4. Perdagangan, seperti toko pakaian, toko makanan pokok, toko
perlengkapan sekolah, dan kopontren (koperasi pondok pesantren).
Perdagangan keliling, pedagang di pasaran, dll.
5. Industri, seperti pembuatan krupuk, tahu tempe, batu bata,
kerajinan (anyaman tikar, rotan, dll), konveksi, sepatu (wawancara
dengan bpk Abdullah Shadiq selaku devisi simpan pinjam pada
tanggal 15 Juni 2008, Pukul 10.30-11.05 di ruang beliau lantai 2).
c). Jangka Waktu
•Jangka pendek (< 1 tahun) 5 pekan sampai dengan 20 pekan.
•Jangka menengah (= 1 tahun) 5 bulan sampai dengan 12 bulan.
•Jangka panjang (> 1 tahun) lebih dari 12 bulan.
3. Musyarakah
Di BMT-MMU Sidogiri musyarakah diterapkan hanya pada produk
pembiayaan saja. Selain itu pembiayaan musyarakah merupakan
133
pembiayaan untuk modal kerja usaha secara proporsional antara BMTMMU
Sidogiri dengan anggota pembiayaan yang bersangkutan. Dalam
hal ini pihak BMT-MMU dan anggota bersama-sama menyertakan
modalnya dalam suatu usaha, dimana masing-masing pihak mempunyai
hak untuk ikut serta, membatalkan haknya dalam pelaksanaan atau
manajemen usaha tersebut.
Keuntungan hasil usaha dapat dibagi menurut perhitungan antara
proporsi penyertaan modal atau berdasarkan kesepakatan bersama. Jika
terjadi kerugian, kewajiban masing-masing pihak yang menyertakan
hanya sebatas jumlah modal yang disertakan.
Penggunaan pembiayaan musyarakah ini tidak jauh berbeda dengan
penggunaan pembiayaan mudharabah, yakni digunakan untuk kegiatan
usaha yang produktif.
Adapun cara pengembalian dan jangka waktu untuk pembiayaan
musyarakah di BMT-MMU Sidogiri adalah:
•Pengembalian pokok pembiayaan dan bagi hasil usaha dilakukan
sesuai dengan perjanjian diawal.
•Jangka waktu pembiayaan sebagaimana pembiayaan mudharabah.
a). Ketentuan Pembiayaan Musyarakah
•Semua modal disatukan untuk dijadikan modal usaha dan dikelola
bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam
menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh usaha pelaksana.
134
•Biaya yang timbul dalam pelaksanaan usaha dan jangka waktu usaha
harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan,
sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
•Usaha yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah
usaha selesai anggota mengembalikan dana BMT tersebut bersama
bagi hasil yang telah disepakati untuk BMT. Atau di angsur bersamaan
dengan bagi hasil yang diperoleh.
b). Minat Anggota Terhadap Pembiayaan Musyarakah
Minat anggota terhadap pembiayaan musyarakah sangat rendah,
alasan yang diperoleh peneliti dari pihak BMT-MMU yaitu:
•Menurut sebagian masyarakat, pembiayaan musyarakah dan
mudharabah itu sama saja
•Masyarakat kesulitan dalam menghitung
•Masyarakat dituntut untuk mempunyai modal agar bisa mengajukan
pembiayaan musyarakah (Wawancara dengan Bapak Dumairi Nor,
Pukul 09.15-10.15, Lokasi Ruang Manajer, Tanggal 15 Juni 2008).
4. Pelaksanaan yang dilakukan oleh BMT-MMU waktu akad.
•Perniagaan yang halal
135
Maksudnya transaksi yang akan dilakukan adalah tidak
termasuk dalam katagori haram menurut zdatnya yakni obyek yang
akan ditransaksikan adalah dilarang seperti minuman keras menjual
daging babi dan lain sebagainya, Transaksi yang dilarang karena tidak
sah/ lengkap akadnya, yakni tidak memenuhi syarat dan rukun.
Dari penjelasan di atas, pihak BMT-MMU telah menetapkan
bahwa tidak semua jenis usaha/ proyek dapat dibiayai, kecuali hanya
jenis usaha yang termasuk dalam kategori halal dan tidak haram. Hal
ini menurut BMT-MMU sangat penting karena sebagai koperasi yang
kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip syari’ah, maka pihak
BMT-MMU dilarang untuk membiayai jenis usaha yang dilarang oleh
Islam.
Pembiayaan musyarakah, dilaksanakan oleh pihak BMT-MMU
dalam rangka penyertaan modal untuk kerjasama. Dalam kerjasama
pembiayaan musyarakah selain dengan pengusaha kecil BMT-MMU
juga kerjasama dengan kopontren, lembaga keuangan dan BPRS
Untung Siropati.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan pembiayaan musyarakah
tersebut, pihak BMT-MMU akan terus melakukan pembinaan dan
pengawasan terutama terhadap pengelolaan usaha. Hal ini sangat
penting, karena apabila dalam pelaksanaan di lapangan ternyata
terjadi penyimpangan terhadap perjanjian yang telah disepakati
136
pengguna dana, maka pihak BMT-MMU akan dengan tegas
memutuskan pembiayaan tersebut. Seperti contoh yang dihasilkan
oleh peneliti dari Bpk Dumairi Nor, yaitu dana yang diberikan oleh
BMT-MMU seharusnya di buat usaha, melainkan di buat nikah
dengan istri ke dua oleh pihak peminjam, maka dengan tegas pihak
BMT-MMU akan memutuskan pembiayaan tersebut.
•Kerelaan antara kedua belah pihak
Dari setiap produk yang dihasilkan oleh BMT-MMU, termasuk
pembiayan bagi hasil tentu tidak terlepas dari proses transaksi yakni
perjanjian. Dalam hal ini pembuatan perjanjian antara BMT-MMU dan
anggota (pengelola dana) pembiayaan bagi hasil. Dalam perjanjian
tersebut pihak BMT-MMU benar-benar memperhatikan etika bisnis
dalam Islam dengan menginginkan setiap pihak mendapatkan
kepuasan dalam mengadakan transaksi. Oleh karena itu, mesti ada
kerelaan antar pihak, dalam hal ini pihak BMT-MMU memberikan
kesempatan kepada mudharib untuk menyatakan ketidakpuasan dan
keberatannya selama dalam perjanjian pembiayaan bagi hasil,
terutama dalam masalah yang menyangkut jumlah pembiayaan,
besarnya nisbah bagi hasil dan cara pengembaliannya. Dengan hal ini
sehingga tidak mengakibatkan terjadinya kesalahpahaman diantara
pihak BMT-MMU dan pengelola dana dikemudian hari.
137
Sehingga dalam perjanjian pembiayaan bagi hasil penentuan
jumlah pembiayaan, besarnya nisbah bagi hasil dan cara
pengembaliannya tidak ditentukan secara sepihak, melainkan
ditentukan melalui kesepakatan/ persetujuan kedua belah pihak
antara BMT-MMU dan anggota.
Kerelan ini, bagi pihak BMT-MMU juga diterapkan apabila
ternyata dalam pelaksanaannya, besarnya nisbah keuntungan ternyata
lebih kecil atau mengalami kerugian dari apa yang telah diprediksikan.
Sedangkan bagi pihak pengelola dana harus rela untuk dilakukan
pemeriksaan oleh pihak BMT-MMU terhadap laporan keuangannya
dan usahanya. Hal ini sebagai wujud adanya transparansi dalam
pelaksanaan pembiayaan bagi hasil.
5. Prinsip BMT-MMU Sidogiri Dalam Menilai Calon Anggota
Pembiayaan.
Sebagaimana prinsip yang dilakukan oleh lembaga keuangan bank
dan non bank, BMT-MMU Sidogiri sebagai pemberi dana (Shahibul maal/
pemilik dana), dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan
kepada anggota, pihak BMT-MMU akan memperhatikan beberapa prinsip
utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon peminjam
(mudharib). Prinsip yang biasa dilakukan oleh BMT-MMU di kenal dengan
5C (wawancara dengan Bpk. Dumairi Nor selaku manajer pada tanggal 15
138
Juni pukul 09.00-10.15 bertempat di ruang manajer lantai 2 dan Bpk.
Abdullah Shadiq selaku devisi simpan pinjam pada tanggal 15 Juni pukul
10.30-11.05).
a. Prinsip Watak (Character)
BMT-MMU melakukan penilaian terhadap calon peminjam dari segi
karakter atau kepribadiannya, diantaranya:
•Bersikap tenang dan terbuka dalam mendiskusikan permohonan
pembiayaan
•Keadaan rumah tangganya yang rukun dan tentram (keluarga
sakinah).
•Mempunyai nama baik di lingkungan kerja/ tempat tinggalnya
•Menunjukkan perkembangan dalam kehidupan sosial ekonomi
•Jujur
•Disiplin
•Selalu berusaha menepati janji.
•Ramah pada orang lain.
•Santun dalam berbahasa
•Dikenal dengan baik oleh anggota yang lain
•Memiliki rasa kesetiakawanan yang tinggi
•Berusaha menyumbangkan pikiran bagi kemajuan koperasi
•Mudah bekerjasama dengan orang lain
139
•Positif tinking terhadap gerakan koperasi
b. Prinsip Kemampuan (Capacity).
BMT-MMU melakukan penilaian tentang kemampuan peminjm untuk
melakukan pembayaran. Kemampuan di ukur dengn catatan prestasi
peminjam dimasa lalu yang di dukung dengan pengamatan di
lapangan atas sarana usahanya seperti kryawan, mesin, sarana
produksi, cara usahanya dan lain sebagainya, diantaranya:.
•Jumlah hasil usaha lebih besar dari nilai pembayaran barang
•Tingkat keuntungan usaha layak dibanding kewajiban membayar
pembiayaan
•Kewajiban angsuran maksimal 50% dari penghasilan/ pendapatan
perbulan bersih.
•Membayar kembali pinjaman secara disiplin
•Menabung secara terus-menerus
c. Prinsip Modal (Capital)
BMT-MMU melakukan penilaian terhadap calon peminjam dari segi
kemampuan modal yang dimiliki atau perusahaan secara keseluruhan
dan kelayakan usahanya, diantaranya:
•Jumlah modal sendiri tidak kurang dari 30% terhadap nilai
pembiayan
•Modal sendiri ditempatkan secara aman dan produktif
140
•Tidak memiliki hutang dari sumber lain dalam jumlah yang akan
menggangu kemampuan bayar.
•Usahanya merupakan sumber mata pencaharian pokok
•Telah memiliki pengalaman berwirausaha
•Sumber dagang/ bahan baku dan bahan penolong mudah
diperoleh
•Prospek pemasaran bagus dan masih dapat diperluas
•Telah memiliki langganan yang tetap
•Jumlah usaha yang sejenis belum terlalu banyak
•Manajemen usaha secara tekun dan sungguh-sungguh
•Jumlah omzet penjualan per-periode stabil atau meningkat
•Administrasi usaha dilakukan dengan tertib.
d. Prinsip Jaminan (Collateral).
BMT-MMU melakukan dari segi jaminan yang dimiliki calon
peminjam. Penilaian ini untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu
resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat
dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya, hal-hal yang
diperhatikan oleh BMT-MMU, diantaranya:
•Memiliki upaya pencegahan dan penanggulangan resiko yang
membahayakan usaha.
•Ada pihak yang menjamin keamanan pembiayaan
141
•Nilai harta yang dijaminkan lebih besar dari nilai pembiayaan yang
dijaminkan
•Memiliki jumlah tabungan yang cukup sebagai pelengkap jaminan
(min. 1 kali angsur)
•Bersedia memberikan harta milik pribadi sebagai jaminan
pembiayan tambahan (bila perlu).
•Suami istri bersedia ikut menanda tangani dokumen perjanjian
pembiayaan yang sah secara hukum.
e. Prinsip Lingkungan Usaha/ Kondisi Ekonomi (Conditions of Economic).
Pihak BMT-MMU harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di
masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan
jenis usaha yang dilakukan oleh calon peminjam. Hal tersebut
dilakukan karena kondisi eksternal memiliki pengaruh yang cukup
besar dalam proses berjalannya usaha calon peminjam dalam jangka
panjang. Yang dilakukan BMT-MMU, diantaranya:
•Adat istiadat dan kebudayaan masyarakat setempat mendukung
•Jarak antara kantor BMT-MMU dengan tempat usaha tidak lebih 5
Km.
•Adat istiadat dan kebudayaan masyarakat setempat mendukung.
142
6. Tujuan Pinsip BMT-MMU Sidogiri Dalam Menilai Calon Anggota
Pembiayaan
Tujuan BMT-MMU menilai calon anggota adalah sebagai alat
untuk memberikan jawaban atau pengambilan keputusan tentang
masalah-masalah seperti:
•Kepada siapa dana dalam bentuk pembiayaan harus diberikan
•Untuk maksud usaha apa dana pembiayaan itu diberikan
•Apakah calon anggota yang akan menerima dana pembiayaan kiranya
akan mampu mengembalikan pokok pembiayaan ditambah dengan
bagi hasil
•Berapa jumlah uang yang akan diberikan
•Apakah dana pembiayaan yang akan diberikan tersebut cukup aman
atau beresiko kecil
•Untuk menilai usaha calon pembiayaan
•Untuk menekan resiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan
•Untuk menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak.
7. Mekanisme Perhitungan Pembiayaan dalam Prinsip Bagi Hasil
Dalam fungsi pembiayaan, BMT-MMU akan mendapatkan bagi
hasil dari dana yang diberikan oleh BMT kepada anggota untuk dikelola..
Untuk menghitung bagi hasil anggota akan dibahas dibawah ini.
143
Pembiayaan yang menggunakan akad bagi hasil adalah didasarkan
pada nisbah keuntungan yang disepakati antara pihak BMT-MMU
dengan anggota. Untuk pembiayaan bagi hasil baik mudarabah maupun
musyarakah, cara perhitungannya berbeda. Berikut akan dibahas tentang
perhitungan bagi hasil dalam pembiayaan.
a). Nisbah Keuntungan
•Prosentase
BMT-MMU dalam dalam perhitungan margin menggunakan bentuk
prosentase. Menurut pihak BMT-MMU nisbah keuntungan harus
dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah piha, bukan
dinyatakan dalam nilai nominal (rupiah). Besar kecilnya prosentase
antar kesepakatan kedua belah pihak dipengaruhi oleh jenis usaha,
dan produktifitas perusahaan atau usaha perorangan (wawancara
dengan Bpk. Abudullah Shadiq pada tanggal 21 Juni Pukul 10.10-
11.13).
•Penentuan Besarnya Nisbah
Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak. Jadi, angka besarnya nisbah ini muncul sebagai hasil tawarmenawar
antara pihak BMT-MMU dan pengelola dana. Dengan
demikian nisbah ini bervariasi, bisa 50:50, 60:40, 70:30 dan sebagainya.
144
Bahkan, pihak BMT-MMU berani mengambil 10% dari besarnya
nisbah, pertimbangannya yang saya peroleh dari pihak BMT-MMU .
“Keputusan nisbah keuntungan yang diambil oleh BMTMMU
sangat mempengaruhi terhadap produktifitas usaha,
contohnya: Ibu Aisyah mengajukan pembiayaan sebesar 5
juta untuk digunakan kulaan baju di pasar turi alasannya,
karena di pasar turi harganya cenderung murah. Yang
nantinya akan di jual di pasar keraton dengan menaikkan
harga 40% per pasang dari harga kulaan. Dapat diprediksi
ibu Aisyah per-bulan akan mendapat laba 1 juta, maka
pihak BMT-MMU akan menerima Rp 1.100.000 perbulan
ditambah dengan uang cicilan perbulan. (wawancara
dengan Bpk. Dumairi Nor selaku manajer pada tanggal 15
Juni pukul 09.00-10.15 bertempat di ruang manajer lantai 2).
•Bagi Untung dan Bagi Rugi
Apabila usaha dalam perjanjian pembiayaan bagi hasil tersebut
mendatangkan keuntungan, maka pembagian keuntungan didasarkan
atas nisbah yang dinyatakan dalam bentuk prosentase. Namun apabila
usaha tersebut mendatangkan kerugian, maka pembagian kerugian
tersebut bukan didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan atas porsi
modal masing-masing pihak.
b). Perhitungan Bagi Hasil di BMT-MMU Sidogiri Pada Pembiayaan
Mudharabah
Dalam mekanisme perhitungan bagi hasil, BMT-MMU menentukan
unsur-unsur yang berhubungan dengan pembiayaan, diantaranya:
145
•Menentukan proyeksi kebutuhan dana anggota
•Menentukan margin yang diperkirakan akan diperoleh
•Menentukan nisbah bagi hasil, baik bagi BMT-MMU maupun bagi
anggota.
Perhitungan pendapatan BMT-MMU menggunakan pendekatan profit
sharing yaitu pendapatan yang dibagikan adalah pendapatan bersih
yang sudah dikurangi dengan biaya-biaya operasional (wawancara
dengan Bpk. Abudullah Shadiq pada tanggal 21 Juni Pukul 10.10-
11.13).
Nisbah bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah harus ditetapkan
pada akad, penandatanganan pembiayaan sesuai kesepakatan bersama
BMT-MMU. Dalam menentukan nisbah hendaknya memperhitungkan
besar biaya dan untuk anggota maupun biaya operasional BMT lainnya.
Secara prinsip dalam konsep mudharabah, BMT-MMU menghendaki
jaminan dari pengelola dana, dengan tujuan untuk menjaga agar anggota
benar-benar melaksanakan usaha dengan baik. Dan jaminan dapat
dicairkan setelah terjadi kesepakatan antara pihak BMT-MMU dengan
pengelola dana kalau terbukti bahwa pengelola dana banar-benar telah
menyalahi persetujuan yang menjadi sebab utama kerugian BMT.
146
Biasanya kerugian terjadi karena kelalaian pihak pengelola. Akan
tetapi jika kerugian disebabkan faktor alam, maka kerugian akan
ditanggung bersama (wawancara dengan Bpk. Dumairi Nor selaku
manajer pada tanggal 15 Juni pukul 09.00-10.15 bertempat di ruang
manajer lantai 2).
Mekanisme perhitungan dan pembagian bagi hasil keuntungan
usaha yang diterapkan oleh BMT-MMU Sidogiri dapat dilihat seperti
yang terdapat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. 5
Pembiayaan Mudharabah BMT-MMU Sidogiri
Pengembalian Modal Pokok
Sumber: Ekonomi Syariah Versi Salaf BMT-MMU Sidogiri, 84.
Berikut ini akan diberikan contoh sederhana perhitungan bagi hasil
dari pembiayaan mudharabah:
Keahlian/
ketrampilan Modal
100%
Nisbah x %
Nisbah y %
Pemilik modal/
BMT
Nasabah/penge
lola
Perjanjian
bagi hasil
Amal/
usaha
Pembagian
keuntungan
Modal
147
Bapak H. Shadiq melihat adanya peluang usaha foto copy dan
perlengkapan alat tulis di depan pasar Sidogiri dengan pertimbangan
bahwa lokasi tersebut berdekatan dengan pondok pesantren Sidogiri.
Sedangkan ia tidak memiliki modal. Kemudian ia bermaksud mengajukan
pembiayaan kepada BMT-MMU Sidogiri. Maka akad mudharabah sebagai
berikut:
1. Bapak H. Shadiq mengajukan pembiayaan pada BMT-MMU sebesar
Rp. 10.000.000
2. 10 kali angsuran = Rp. 1.000.000/ bln
3. Diperkirakan keuntungan per-bulan yang akan diperoleh bapak H.
Shadiq sebesar Rp. 500.000
4. Kesepakatan nisbah antara bapak H. Shadiq dengan BMT-MMU
(60%:40%)
5. Angsuran awal dan terakhir = Tgl 01/02/2006 – 01/11/2006.
6. Maka perkiraan keuntungan yang akan diperolah oleh Bapak H.
Shadiq, sebagaimana penjelasan dibawah ini:
148
Tabel 4.1
Kartu Angsuran Pembiayan Mudharabah
No/ Tgl Kredit Saldo Bagi Hasil Validasi
1. 01/02/2006 (1.000.000) 9.000.000 200.000 4004
2. 05/03/2006 (1.000.000) 8.000.000 192.000 4004
3. 04/04/2006 (900.000) 7.100.000 196.000 4004
4. 10/05/2006 (800.000) 6.300.000 200.000 4004
5. 08/06/2006 (800.000) 5.500.000 200.000 4004
6. 12/07/2006 (1.000.000) 4.500.000 240.000 4004
7. 10/08/2006 (1.500.000) 3.000.000 160.000 4004
8. 05/09/2006 (1.000.000) 2.000.000 140.000 4004
9. 07/10/2006 (1.000.000) 1.000.000 80.000 4004
10. 01/11/2006 (1.000.000) - 48.000 4004
Sumber: Kartu angsuran anggota BMT-MMU, (Lihat lampiran 15).
Maka untuk bulan pertama Bapak H. Shadiq mendapat
keuntungan:
1. 500.000 200.000 ( )
100
40
x Rp Rp BMT MMU
500.000 300.000 ( )
100
60
x Rp Rp Anggota
Untuk bulan pertama bapak H. Shadiq membayar ke BMT-MMU
sebesar Rp. 1.000.000 (kredit) + Rp. 200.000 (bagi hasil) = Rp.
1.200.000
2. 480.000 192.000 ( )
100
40
x Rp Rp BMT MMU
480.000 288.000 ( )
100
60
x Rp Rp Anggota
149
Untuk bulan kedua bapak H. Shadiq membayar ke BMT-MMU
sebesar Rp. 1.000.000 + Rp. 192.000 = Rp. 1.192.000
3. 490.000 196.000 ( )
100
40
x Rp Rp BMT MMU
490.000 294.000 ( )
100
60
x Rp Rp Anggota
Untuk bulan ketiga bapak H. Shadiq membayar ke BMT-MMU
sebesar Rp. 900.000 + Rp. 196.000 = Rp. 1.096.000
4. 500.000 200.000 ( )
100
40
x Rp Rp BMT MMU
500.000 300.000 ( )
100
60
x Rp Rp Anggota
Untuk bulan ke-empat bapak H. Shadiq membayar ke BMT-MMU
sebesar Rp. 800.000 + Rp. 200.000 = Rp. 1.000.000
5. 500.000 200.000 ( )
100
40
x Rp Rp BMT MMU
500.000 300.000 ( )
100
60
x Rp Rp Anggota
Untuk bulan ke- lima bapak H. Shadiq membayar ke BMT-MMU
sebesar Rp. 800.000 + Rp. 200.000 = Rp. 1.000.000
6. 600.000 240.000 ( )
100
40
x Rp Rp BMT MMU
600.000 360.000 ( )
100
60
x Rp Rp Anggota
150
Untuk bulan ke- enam bapak H. Shadiq membayar ke BMT-MMU
sebesar Rp. 1.000.000 + Rp. 240.000 = Rp. 1.240.000
7. 400.000 160.000 ( )
100
40
x Rp Rp BMT MMU
400.000 240.000 ( )
100
60
x Rp Rp Anggota
Untuk bulan ke- tujuh bapak H. Shadiq membayar ke BMT-MMU
sebesar Rp. 1.500.000 + Rp. 160.000 = Rp. 1.160.000
8. 350.000 140.000 ( )
100
40
x Rp Rp BMT MMU
350.000 210.000 ( )
100
60
x Rp Rp Anggota
Untuk bulan ke- delapan bapak H. Shadiq membayar ke BMTMMU
sebesar Rp. 1.000.000 + Rp. 140.000 = Rp. 1.140.000
9. 200.000 80.000 ( )
100
40
x Rp Rp BMT MMU
200.000 120.000 ( )
100
60
x Rp Rp Anggota
Untuk bulan ke- sembilan bapak H. Shadiq membayar ke BMTMMU
sebesar Rp. 1.000.000 + Rp. 80.000 = Rp. 1.080.000
10. 120.000 48.000 ( )
100
40
x Rp Rp BMT MMU
120.000 72.000 ( )
100
60
x Rp Rp Anggota
151
Untuk angsuran terahir bapak H. Shadiq membayar ke BMT-MMU
sebesar Rp. 1.000.000 + Rp. 48.000 = Rp. 1.048.000
Dari tabel di atas terlihat bahwa bapak H. Shadiq untuk bulan ke-3,
4, 5 tidak sesuai dengan yang semestinya, seharusnya Bapak H. Shadiq
membayar angsuran bulanan Rp.1.000.000.
Mengenai kasus tabel di atas, BMT-MMU akan menanyakan
kepada anggota tentang penyebab berkurangnya jumlah cicilan,
walaupun demikian BMT-MMU tetap menanamkan visi yaitu
“terwujudnya budaya ta’awun/ saling tolong menolong”, yang lebih
terpenting dana dari pihak BMT-MMU tidak diselewengkan, dan
pengelola dana setiap bulannya masih bisa berbagi keuntungan kemudian
angsuran akhir sesuai dengan tanggal yang telah disepakati.
Jika mengalami kerugian dari pihak pengelola dana, maka pihak
BMT-MMU Sidogiri akan melakukan survey usahanya. Jika kerugian
disebabkan faktor alam, maka kerugian akan ditanggung bersama. Kalau
kerugian dikarenakan kelalaian dari pihak pengelola dana, maka
pengelola dana akan kehilangan imbalan dari kerja keras selama kegiatan
usaha berlangsung (Wawancara dengan Bpk Abdullah Shadiq pada
tanggal 21 Juni 2008, Pukul 10.10-11.13).
152
c). Perhitungan Bagi Hasil di BMT-MMU Sidogiri Pada Pembiayaan
Musyarakah
Mekanisme perhitungan dan pembagian bagi hasil keuntungan
usaha yang diterapkan oleh BMT-MMU Sidogiri dapat dilihat seperti
yang terdapat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4. 6
Pembiayaan Musyarakah BMT-MMU Sidogiri
Sumber: Ekonomi Syariah Versi Salaf BMT-MMU Sidogiri, 99.
Sebagaimana diketahui, pembiayaan musyarakah adalah akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Amal/
Usaha
Laba/
Rugi
Nasabah
/ Syarik
BMT/
Syarik
Bagi Hasil
Laba/Rugi Sesuai
Porsi Modal
153
Dalam pembagian keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan
(tidak harus dibagi rata). Sedangkan kerugiannya, harus dibagi menurut
porsi (prosentase) dana masing-masing.
Berikut ini akan diberikan contoh sederhana untuk perhitungan
bagi hasil dari pembiayaan musyarakah:
Ibu Aisyah adalah seorang yang mempunyai toko kecil yang
berjualan makanan pokok, ibu Aisyah mengajukan pembiayaan kepada
BMT-MMU Sidogiri dengan bentuk pembiayaan musyarakah sebagai
tambahan modal. Maka akad musyarakah-nya sebagai berikut:
1. Ibu Aisyah membutuhkan modal sebesar Rp. 2.000.000, sedangkan
modal yang dimiliki hanya Rp. 1.000.000
2. BMT-MMU memberikan tambahan modal sebesar Rp. 1.000.000
dengan akad musyarakah
3. Perkiraan keuntungan yang akan diperoleh oleh ibu Aisyah sebesar
Rp. 100.000 dalam masa satu bulan
4. Kesepakatan nisbah antara ibu Aisyah dan BMT-MMU (70% : 30%),
dan tidak ada campur tangan BMT dalam mengelola usahanya.
5. Angsuran 5 kali = Rp. 200.000/ bulan
6. Angsuran awal dan terahir = Tgl 01/03/2006 s/d 01/07/2008
154
Maka perkiraan keuntungan yang akan diperoleh oleh ibu Aisyah
sebagai berikut:
Tabel 4.2
Kartu Angsuran Pembiayaan Musyarakah
No/ Tgl Kredit Saldo Bagi Hasil Validasi
1. 01/03/2006 200.000 800.000 30.000 4004
2. 09/04/2006 200.000 600.000 28.500 4004
3. 11/05/2006 180.000 420.000 31.500 4004
4. 05/06/2006 200.000 220.000 27.000 4004
5. 01/07/2006 220.000 - 22.500 4004
Sumber: Kartu angsuran anggota BMT-MMU, (Lihat lampiran 16).
Keuntungan ibu Aisyah adalah sebagai berikut:
1. Laba untuk bulan pertama: Rp. 200.000 : 2 =
Karena dalam pelaksanaan usaha hanya dilakukan oleh ibu Aisyah, maka
laba dari pihak BMT-MMU dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati,
yaitu:
100.000 70.000 ( )
100
70
x Rp Rp Ibu Aisyah
100.000 30.000 ( )
100
30
x Rp Rp BMT MMU
Bagian ibu Aisyah = Laba modal sendiri + laba modal musyarakah
Rp. 100.000 + Rp. 70.000 = Rp. 170.000
Laba BMT- MMU = Rp. 30.000
BMT= Rp. 100.000
Ibu Aisyah= 100.000
155
2. Laba untuk bulan ke- dua: Rp. 190.000 : 2 =
Karena dalam pelaksanaan usaha hanya dilakukan oleh ibu Aisyah, maka
laba dari pihak BMT-MMU dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati,
yaitu:
95.000 66.500 ( )
100
70
x Rp Rp Ibu Aisyah
95.000 28.500 ( )
100
30
x Rp Rp BMT MMU
Bagian ibu Aisyah = Laba modal sendiri + laba modal musyarakah
Rp. 95.000 + Rp. 66.500 = Rp. 161.500
Laba BMT- MMU = Rp. 28.500
3. Laba untuk bulan ke- tiga: Rp. 110.000 : 2 =
Karena dalam pelaksanaan usaha hanya dilakukan oleh ibu Aisyah, maka
laba dari pihak BMT-MMU dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati,
yaitu:
105.000 73.500 ( )
100
70
x Rp Rp Ibu Aisyah
105.000 31.500 ( )
100
30
x Rp Rp BMT MMU
Ibu Aisyah= 95.000
BMT = Rp. 95.000
Ibu Aisyah= 105.000
BMT = 105.000
156
Bagian ibu Aisyah = Laba modal sendiri + laba modal musyarakah
Rp. 105.000 + Rp. 73.500 = Rp. 178.500
Laba BMT- MMU = Rp. 31.500
4. Laba untuk bulan ke- empat: Rp. 180.000 : 2 =
Karena dalam pelaksanaan usaha hanya dilakukan oleh ibu Aisyah, maka
laba dari pihak BMT-MMU dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati,
yaitu:
90.000 63.000 ( )
100
70
x Rp Rp Ibu Aisyah
90.000 27.000 ( )
100
30
x Rp Rp BMT MMU
Bagian ibu Aisyah = Laba modal sendiri + laba modal musyarakah
Rp. 90.000 + Rp. 63.000 = Rp. 153.000
Laba BMT- MMU = Rp. 27.000
5. Laba untuk bulan ke- lima: Rp. 150.000 : 2 =
Karena dalam pelaksanaan usaha hanya dilakukan oleh ibu Aisyah, maka
laba dari pihak BMT-MMU dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati,
yaitu:
Ibu Aisyah= 90.000
BMT = 90.000
Ibu Aisyah= 75.000
BMT = 75.000
157
75.000 52.500 ( )
100
70
x Rp Rp Ibu Aisyah
75.000 22.500 ( )
100
30
x Rp Rp BMT MMU
Bagian ibu Aisyah = Laba modal sendiri + laba modal musyarakah
Rp. 75.000 + Rp. 52.500 = Rp. 127.500
Laba BMT- MMU = Rp. 22.500
Dari tabel diatas terlihat bahwa ibu Aisyah pada bulan pertama
dan ke-dua nampak konsisten dalam membayar cicilan, tetapi untuk
bulan berikutnya ibu Aisyah mencicil Rp. 180.000 yang seharusnya
mencicil Rp. 200.000 hal ini disebabkan berkurangnya jumlah saldo setiap
bulannya. Untuk bulan ke- empat dan bulan ke- lima ibu Aisyah mencicil
sebagaimana mestinya. Meskipun bulan ke-tiga ibu Aisyah mencicil Rp.
180.000 hal ini tidak menyebabkan keterlambatan cicilan akhir. Bagi BMT
yang terpenting dana tersebut tidak diselewengkan, dan setiap bulannya
anggota bisa melakukan bagi hasil, yang lebih penting lagi BMT-MMU
mempunyai tujuan untuk saling tolong-menolong. Pembiayaan
musyarakah menurut masyarakat perhitungan bagi hasil di pandang
sangat sulit, selain itu anggota di tuntut untuk mempunyai modal agar
bisa bersyarikat dengan menggunakan pembiayaan musyarakah,
sedangkan dari masyarakat Sidogiri mayoritas dari kalangan bawah, hal
158
inilah yang menjadi alasan masyarakat kurang tertarik terhadap
pembiayaan musyarakah.
8. Kendala Dalam Pelaksanaan Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil
•Adanya I’tikad buruk mudharib (pengelola dana)
Pembiayaan mudharabah dan musyarakah merupakan jenis pembiayaan
yang mengandung resiko. Hal inilah yang menjadi salah satu alsan
dari pihak BMT-MMU dituntut untuk lebih berhati-hati sebelum
menyalurkan pembiayaan kepada calon anggota. I’tikad buruk
tersebut selama ini ditunjukkan dengan melakukan keteledoran,
kelalaian dan kecerobohan dalam merawat dan menjaga dananya
sehingga tentu saja hal ini berpengaruh terhadap besarnya porsi bagi
hasil yang seharusnya diperoleh
•Pemahaman masyarakat yang belum tepat mengenai perbedaan
pembiayaan mudharabah dan musyaraka.
Sebagian masyarakat masih ada yang menganggap pembiayaan
mudharabah dan musyarakah sama saja, sehingga masyarakat cenderung
lebih memilih pembiayaan mudharabah. Hal ini disebabkan rendahnya
pengetahuan dan pemahaman masyarakat Sidogiri (wawancara
dengan bapak Abdullah Shadiq pada tanggal 21 Juni 2008, Pukul
10.10-11.13).
159
9. Upaya BMT-MMU Dalam Pelaksanaan Pembiayaan Dengan Prinsip
Bagi Hasil
•BMT-MMU meningkatkan fungsi pengawasan dan pembinaan
terhadap pengelola dana, sebagai upaya untuk mencegah dan
mengantisipasi adanya I’tikad buruk dari pihak pengelola dana.
Upaya ini diwujudkan dengan sering bersilaturahmi ke rumah
pengelola dana dan menanyakan usaha yang dikelola. Hal ini
dilakukan untuk mencapai hasil yang murni dalam hal pembagian
hasil usaha.
Selain itu fungsi pengawasan dan pembinaan dilakukan dengan
tetap menjalin kerjasama yang baik dengan pihak pengelola dana
sehingga terjalin keterbukaan antara BMT-MMU dan pengelola dana,
terutama dalam pemakaian dan penerimaan pendapatan dari hasil
usaha.
•Melaksanakan sosialisasi.
Sebagian kalangan masyarakat yang masih kurang mempunyai
pemahaman yang benar tentang perbedaan pembiayaan mudharabah
dan musyarakah, BMT-MMU melakukan sosialisasi kepada masyarakat
yang dilakukan dengan memberikan informasi dan penjelasan yang
lengkap dan benar mengenai produk yang ada di BMT-MMU.
160
Agar kegiatan sosialisasi tersebut berjalan dengan baik, maka
pihak BMT-MMU sering melakukan kegiatan temu anggota yang
bertempat di kantor pusat Sidogiri lantai 3, atau melakukan kegiatan
pengajian. Kegiatan sosialisasi ini juga dilakukan dengan
menggunakan media massa cetak, seperti brosur tentang BMT-MMU
(Wawancara dengan bapak Abdullah Shadiq pada tanggal 21 Juni
2008, Pukul 10.10-11.13).
C. Penerapan Bagi Hasil di BMT-MMU Dalam Perspektif Islam
Termasuk diantara nilai-nilai yang telah ditetapkan oleh Islam
yaitu “ sikap amanah” Konsekuensi amanah adalah mengembalikan
setiap hak kepada pemiliknya baik sedikit ataupun banyak, tidak
mengambil lebih dari yang disepakati, dan tidak mengurangi hak orang
lain baik berupa hasil usaha yang dihasilkan dengan kerjasama.
Dalam prinsip bagi hasil ada yang dikenal dengan istilah
“pembiayaan atas dasar amanah” seperti praktek pembiayaan mudharabah
dan musyarakah. Amanah yang khusus ini sering pula berkaitan dengan
titipan yang harus disampaikan kepada pemiliknya dengan praktek
pembukuan dan transparan sesuai dengan realita yang ada.
Misalkan BMT-MMU menerima titipan uang dari sejumlah anggota
penabung agar uang tersebut dapat dialokasikan terhadap usaha yang
produktif, maka BMT-MMU harus melaksanakan sesuatu dengan
161
keahlian, profesional agar dapat meningkatkan kepercayaan dari sejumlah
anggota.
Hal ini merupakan salah satu moralitas keimanan. Allah
menyebutkan sifat orang mu’min yang beruntung dengan firman-Nya:
tÏ%©!$#uρ öΝèδ öΝÎγÏF≈oΨ≈tΒL{ öΝÏδωôγtãu ∩∇∪ tβθãã≡u‘ ρ
Artinya:
“Dan orang-orang yang memelihara amanah dan janjinya” (QS. Al-
Mu’minun:8).
Selain itu, BMT-MMU dituntut untuk memiliki “sikap adil” ketika
akan berbagi keuntungan dengan anggota. Dalam hubungan bisnis yang
menyangkut pembiayaan dengan prinsip bagi hasil mewajibkan
KUNTA,
0 Komentar