ANALISIS PRODUK PEMBIAYAAN BAI’ BITSAMAN AJIL
(BBA) PADA BMT-MMU SIDOGIRI PASURUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Institusi keuangan belum dikenal secara jelas dalam sejarah
Islam. Namun prinsip-prinsip pertukaran dan pinjam-meminjam sudah ada dan
banyak terjadi pada zaman Nabi SAW bahkan sebelumnya. Tidak dipungkiri bahwa
kemajuan pembangunan ekonomi dan perdagangan, telah mempengaruhi lahirnya
institusi yang berperan dalam lalu lintas keuangan. Para
pedagang dan pengusaha sudah tidak mungkin lagi mengurusi keuangan secara
sendiri (Ridwan, 2005:51). Konsep organisasi atau lembaga keuangan sesungguhnya
sudah dikenal sejak sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi rosul. Lembaga baitul
maal (rumah dana), merupakan
lembaga bisnis dan sosial yang pertama dibangun oleh nabi. Lembaga ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan (Ridwan, 2005:56).
Lembaga keuangan telah berperan sangat besar dalam pengembangan
dan pertumbuhan masyarakat industri modern. Produksi berskala besar dengan
kebutuhan investasi yang membutuhkan modal yang besar tidak mungkin dipenuhi
tanpa bantuan lembaga keuangan. Lembaga keuangan merupakan tumpuan bagi para
pengusaha untuk mendapatkan tambahan modalnya melalui mekanisme kredit dan menjadi tumpuan investasi melalui
mekanisme saving. Sehingga lembaga keuangan telah memainkan peranan yang
sangat besar dalam mendistribusikan sumber-sumber daya ekonomi dikalangan
masyarakat, meskipun tidak sepenuhnya dapat mewakili kepentingan masyarakat
luas.
Dari persoalan di atas, mendorong munculnya lembaga keuangan
syariah alternatif. Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis
tetapi juga sosial. Juga lembaga yang tidak melakukan pemusatan kekayaan pada
sebagian kecil orang pemilik modal (pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas
orang, tetapi lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil.
Lembaga yang terlahir dari kesadaran umat dan ditakdirkan untuk menolong
kelompok mayoritas yakni pengusaha kecil/mikro. Lembaga tersebut adalah Baitul
Maal wa Tamwil (BMT) (Ridwan, 2005:73).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keuangan
Bank maupun Non-Bank yang bersifat formal dan beroperasi di pedesaan, umumnya
tidak dapat menjangkau lapisan masyarakat dari golongan ekonomi menengah ke
bawah. Ketidakmampuan tersebut terutama dalam sisi penggunaan risiko dan biaya
operasi, juga dalam identifikasi usaha dan pemantauan penggunaan kredit yang
layak usaha. Ketidakmampuan lembaga keuangan ini menjadi penyebab terjadinya
kekosongan pada segmen pasar keuangan di wilayah pedesaan. Akibatnya 70% s/d
90% kekosongan ini diisi oleh lembaga keuangan non-formal, termasuk yang ikut
beroperasi adalah para rentenir dengan mengenakan suku bunga yang tinggi. Untuk
menanggulangi kejadian-kejadian seperti ini perlu adanya suatu lembaga yang
mampu menjadi jalan tengah. Wujud nyatanya adalah dengan memperbanyak
mengoperasikan lembaga keuangan berprinsip bagi hasil, yaitu; Bank Umum
Syariah, BPR Syariah, dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) (Muhammad, 2005:16).
Baitul Maal wat Tamwil atau biasa dikenal dengan sebutan BMT,
dari segi bahasa atau bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang berarti
rumah uang dan (rumah) pembiayaan, sehingga bila diartikan secara terpisah, baitul
maal adalah rumah uang. Namun bukanlah yang dimaksud dengannya dalam
tulisan ini adalah demikian. Baitul maal adalah lembaga keuangan berorientasi
sosial keagamaan yang kegiatan utamanya menampung serta menyalurkan harta
masyarakat berupa zakat, infaq dan shadaqah (ZIS). Sedangkan baituttamwil
adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana masyarakat dalam
bentuk tabungan (simpanan) maupun deposito dan menyalurkan kembali kepada
masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui
mekanisme yang lazim dalam dunia perbankan (Ilmi, 2002: 67).
Keberadaan BMT merupakan representatif dari kehidupan
masyarakat dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir
kepentingan ekonomi masyarakat. Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan
pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syariah. Keberadaan BMT ini
diharapkan mampu untuk berperan aktif dalam memperbaiki kondisi masyarakat yang
sebagian harus menghadapi rentenir-rentenir yang nantinya masyarakat akan
terjerumus pada masalah ekonomi (Sudarsono, 2005:96).
Berdirinya BMT-MMU Sidogiri pada tahun
1997 tidak dapat dilepaskan dari pusaran pertumbuhan LKMS di Indonesia. Pada
awal berdirinya BMT-MMU hanya bermodalkan Rp 13,5 juta yang dihimpun dari dana
guru-guru ranting Madrasah Miftahul Ulum (MMU). Serta berdirinya lembaga ini
berawal dari keprihatinan para guru (asatidz) di pondok pesantren Sidogiri
terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah
Islam. Mereka resah dengan adanya praktek ekonomi ribawi yang dilakukan oleh
para rentenir di lingkungan kota santri ini (Bakhri, 2004: 89).
Kemajuan yang dicapai oleh koperasi Baitul
Maal wa Tamwil Maslahah Mursalah lil Ummah (BMT-MMU) Sidogiri, merupakan angin
segar bagi peningkatan peran pesantren dalam pemberdayaan ekonomi ummat. Dalam
bukunya Bakhri (2004:23) setelah 7 tahun berkiprah dalam pemberdayaan ekonomi
ummat, BMT-MMU telah memiliki 12.470 orang penabung, omsetnya mencapai Rp 35
Milyar dengan Asset Rp 8,1 Milyar. Dana yang dihimpun dari masyarakat
disalurkan melalui program pembiayaan kepada 3.162 orang dengan LDR (Loan
Deposit Ratio) sebesar 76,14%.
Untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan
secara pesat, BMT-MMU Sidogiri melakukan kegiatan penghimpun dana dan juga
penyaluran dana. Pada sisi penghimpun dana BMT-MMU menghimpun dana dari anggota
(nasabah) dengan akad wadi'ah (sewa), mudharabah umum, deposito,
qiradh atau pun qard. Sedangkan pada sisi penyalur dana, BMT-MMU
melakukan transaksi pembiayaan dengan menggunakan sistem bagi hasil yaitu akad mudharabah
dan musyarakah, sistem jual beli yaitu Murabahah, Bai Bitsaman Ajil
maupun sistem nirlaba yaitu Qard Hasan (sosial).
BMT sebagai lembaga keuangan tidak pernah
lepas dari masalah pembiayaan, karena kegiatan BMT sebagai lembaga keuangan
pemberian pembiayaan merupakan kegiatan utamanya. Pembiayaan merupakan
penyaluran dana BMT kepada pihak ketiga berdasarkan kesepakatan pembiayaan
antara BMT dengan pihak lain dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan
barang ditambah margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT. Adapun jumlah nasabah pembiayaan di BMT-MMU Sidogiri
Pasuruan adalah sebagai berikut:
Table
1.1
Produk
Pembiayaan dan Data Nasabah
BMT-MMU
Tahun 2005-2007
Ket
|
2005
|
%
|
2006
|
%
|
2007
|
%
|
BBA
|
631
|
60,5
|
529
|
50,6
|
688
|
62
|
Musyarakah
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Mudharabah
|
391
|
37,4
|
433
|
39,3
|
374
|
33,7
|
Murabahah
|
3
|
0,3
|
4
|
0,36
|
1
|
0,09
|
Qord Hasan
|
9
|
0,86
|
15
|
1,36
|
44
|
3,97
|
JUMLAH
|
1043
|
1043
|
1107
|
Sumber
: Data diolah dari laporan keuangan BMT MMU Pasuruan
Dengan melihat jumlah nasabah pembiayaan pada
tabel 1.1, pembiayaan yang paling dominan di BMT-MMU Sidogiri adalah pembiayaan
bai’ bistaman ajil (BBA). Hal ini memberi banyak manfaat kepada BMT, salah
satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual
dengan harga jual kepada nasabah. Berdasarkan hasil wawancara dengan ustadz
Dumairi Nor selaku Manajer BMT-MMU Sidogiri Pasuruan bahwa pembiayaan bai’ bitsaman
ajil (BBA) dinilai sangat sesuai dengan karakteristik kebanyakan nasabah
BMT-MMU yaitu pengusaha mikro dikarenakan, Pertama; sistem BBA sangat
sederhana, hal tersebut memudahkan dalam penanganan administrasi di BMT, kedua;
fleksibel kemudian ketiga; angsuran sangat mempermudah para nasabah
(usaha mikro) dalam melunasi karena pendapatan mereka yang minim dan tidak
menentu.
Peluang relatif banyaknya nasabah
pembiayaan dengan kontrak bai’ bitsaman ajil (BBA) tersebut, tentunya selain
memiliki efek positif bagi perkembangan BMT serta bai’ bitsaman ajil (BBA)
termasuk produk pembiayaan yang sangat efektif dan produktif untuk meningkatkan
pendapatan nasabah dan BMT. Dalam hal ini besarnya jumlah pembiayaan yang
disalurkan akan meningkatkan tingkat keuntungan (profit) pada BMT. Pernyataan
ini dapat dilihat dari peningkatan pendapatan dari tiap-tiap produk pembiayaan
setiap tahunnya, sebagai berikut:
Table
1.2
Pendapatan
Produk Pembiayaan
BMT-MMU
Tahun 2003-2007
Pembiayaan
|
Pembiayaan Yang Diperoleh
|
||||
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
|
BBA
|
1.156.643.541
|
1.572.584.691
|
2.010.293.977
|
2.065.797.618
|
2.911.280.922
|
Musyarakah
|
-
|
-
|
350.000
|
1.950.000
|
400.000
|
Mudharabah
|
216.557.828
|
237.951.586
|
626.769.501
|
900.392.394
|
823.531.156
|
Murabahah
|
2.102.055
|
10.588.750
|
2.440.500
|
10.885.102
|
20.685.498
|
Qard Hasan
|
230.000
|
9.030.000
|
28.400.000
|
2.080.317
|
117.297.657
|
Total
|
1.375.533.424
|
1.830.155.027
|
2.668.253.978
|
2.981.105.431
|
3.873.195.233
|
Sumber:
Data Diperoleh dari Laporan Keuangan BMT-MMU Sidogiri Pasuruan
Sebagai upaya memperoleh pendapatan yang semaksimal mungkin,
aktivitas pembiayaan BMT, juga menganut azas Syari’ah, yakni dapat berupa bagi
hasil, keuntungan maupun jasa manajemen. Upaya ini harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan likuiditas
dapat terjamin dan tidak banyak dana yang menganggur.
Mengingat pembiayaan bai’ bitsaman ajil (BBA) sebagai sistem
pembiayaan yang sangat urgen maka sistem dan manajemen serta pengelolaannya
harus benar-benar dirumuskan dan diaplikasikan sebaik mungkin guna meningkatkan
profesionalitas dan kualitas serta efektifitas perekonomian umat untuk mencapai
kesejahteraan hidupnya.
Dari latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk
mengambil judul “Analisis Produk Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) Pada
BMT-MMU Sidogiri Pasuruan”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimana prosedur
pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) di
BMT-MMU Sidogiri Pasuruan?
2.
Bagaimana
kontribusi pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) dalam meningkatkan pendapatan
BMT-MMU Sidogiri Pasuruan?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Untuk
mendeskripsikan prosedur pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
2.
Untuk
mendeskripsikan kontribusi pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) dalam meningkatkan
pendapatan BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
D.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat
dan berguna bagi segala pihak diantaranya:
- Bagi peneliti, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi peneliti mengenai aplikasi pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil secara komprehensif.
- Bagi Lembaga, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan acuan atau bahan data dalam menjalankan kegiatan usaha.
- Bagi pihak lain, dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan serta dapat dijadikan tambahan bacaan ilmiah kepustakaan dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan serta bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh
beberapa peneliti terdahulu yang mengkaji antara lain:
Nurul Farida (2003) dengan judul “Analisis pembiayaan al Bai’u
Bitsaman Ajil Bagi Usaha Kecil (Studi kasus pada BMT As Sa’adah Malang)” Jenis
penelitian yakni Kualitatif deskriptif. Hasil analisisnya adalah bahwa pembiayaan
BBA ini membawa pengaruh yang baik kepada para pengusaha kecil yaitu dengan
adanya produk pembiayaan BBA ini mereka (para usaha kecil) bisa memenuhi
barang-barang kebutuhan yang mereka perlukan untuk menjalankan dan
mengembangkan usahanya.
Muazizah (2004) dengan Judul “Analisis Penilaian Bank Terhadap
Nasabah Pembiayaan Murabahah Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Profitabilitas
Pada BPRS Bumi Rinjani Batu”. Jenis penelitiannya, Penelitian kualitatif dengan
metode deskriptif. Hasil analisisnya adalah bahwa dalam melakukan penelian
nasabah pembiayaan murabahah di BPRS Bumi Rinjani Batu didasarkan pada analisis
5C. Sedangkan untuk aspek profitabilitasnya pada BPRS Bumi Rinjani Batu
mengalami kenaikan tiap tahunnya.
Table 2.1
Persamaan
dan Perbedaan Penelitian Terdahulu
No
|
Nama
|
Judul
|
Jenis penelitian
|
Hasil
|
1.
|
Nurul
Farida (2003)
|
Analisis Pembiayaan al Bai’u Bitsaman
Ajil Bagi Usaha Kecil
(Studi Kasus Pada BMT As Sa’adah Malang)
|
Kualitatif Deskriptif
|
pembiayaan
BBA ini membawa pengaruh yang baik kepada para pengusaha kecil yaitu dengan
adanya produk pembiayaan BBA ini mereka (para usaha kecil) bisa memenuhi
barang-barang kebutuhan yang mereka perlukan untuk menjalankan dan
mengembangkan usahanya.
|
2.
|
Muazizah
(2004)
|
“Analisis Penilaian Bank Terhadap
Nasabah Pembiayaan Murabahah Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Profitabilitas
Pada BPRS Bumi Rinjani Batu”
|
Kualitatif
deskriptif
|
Dalam
melakukan penilaian nasabah pembiayaan murabahah di BPRS Bumi Rinjani Batu
didasarkan pada analisis 5C. Sedangkan untuk aspek profitabilitasnya pada
BPRS Bumu Rinjani Batu mengalami kenaikan tiap tahunnya.
|
3
|
Dwi Riska Amalia (2008)
|
“Analisis Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil
(BBA) Dalam Meningkatkan Pendapatan BMT (Studi Pada BMT-MMU Sidogiri Pasuruan
|
Kualitatif Deskriptif
|
Pembiayaan
bai’ bitsaman ajil (BBA) memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap
pendapatan BMT-MMU. Pendapatan terbesar dan optimal didapatkan dari
pembiayaan jual beli BBA. Dimana
pendapatan yang diperoleh dari pembiayaan BBA setiap tahun mengalami peningkatan.
Kemudian dalam menganalisa pembiayaan, BMT-MMU menggunakan
prinsip 5 C (Character, Capacity, Collateral, Capital, dan Condition).
|
Sumber:
Data diolah oleh peneliti
Dengan melihat tabel di atas, maka dapat terlihat
persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Adapun
persamaannya yaitu dalam hal judul pembahasan dan juga metode penelitian.
Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) merupakan salah satu pokok pembahasan dalam penelitian sekarang maupun dalam penelitian
terdahulu. Dan metode yang digunakan dalam penelitian antara keduanya yaitu
dengan pendekatan kualitatif.
Sedangkan yang membedakan antara penelitian
sekarang dengan penelitian terdahulu yaitu dalam penelitian Nurul Farida (2003)
lebih fokus pada Usaha Kecil sedangkan penelitaian sekarang yaitu Dalam
meningkatkan Pendapatan BMT. Penelitian Muazizah (2004) mengenai pembiayaan Murabahah
dimana pembiayaan murabahah ini sama-sama merupakan pembiayaan dengan akad jual
beli, Prinsip yang digunakan adalah sama seperti pembiayaan Bai’ Bithaman Ajil,
hanya saja proses pengembaliannya dibayarkan pada jatuh tempo pengembaliannya.
Serta yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah
dalam hal lokasi penelitian/studi kasusnya.
B.
Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
1.
Pengertian BMT
BMT merupakan sebuah lembaga keuangan non-bank. Baitul maal wat tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah,
yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada
usaha–usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non–profit, seperti; zakat,
infaq dan shadaqah. Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan
dan penyaluran dana komersial. Usaha–usaha tersebut menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat
kecil dengan berlandaskan syariah.
Secara kelembagaan BMT didampingi atau
didukung Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). PINBUK sebagai lembaga
primer karena mengemban misi yang lebih luas, yakni menetapkan usaha kecil.
Dalam prakteknya, PINBUK menetapkan BMT, dan pada gilirannya BMT menetapkan
usaha kecil. Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan masyarakat
dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir kepentingan
ekonomi masyarakat (Sudarsono, 2005:96).
Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan
pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syariah. Peran ini menegaskan
arti penting prinsif–prinsip syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat.
Sebagai lembaga keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan
masyarakat kecil yang serba cukup ilmu pengetahuan ataupun materi maka BMT
mempunyai tugas penting dalam pengemban misi keislaman dalam segala aspek
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu , BMT diharapkan mampu berperan lebih
aktif dalam memperbaiki kondisi ini. Dengan keadaan tersebut keberadaan BMT
setidaknya mempunyai beberapa peran :
a.
Menjauhkan masyarakat
dari praktek ekonomi non – Syariah. Aktif melakukan sosialisasi di tengah
masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi Islami. Hal ini bisa dilakukan
dengan pelatihan–pelatihan mengenai cara–cara bertransaksi yang islami,
misalnya supaya ada bukti dalamtransaksi, dilarang curang dalam menimbang
barang, jujur terhadap konsumen dan sebagainya.
b.
Melakukan pembinaan
dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif menjalankan fungsi sebagai
lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan,
dan pengawasan terhadap usaha–usaha nasabah atau masyarakat umum.
c.
Melepaskan
ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung renternir
disebabkan renternir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana
dengan segera. Maka BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya
selalu tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana dan lain sebagainya.
d.
Menjaga keadilan
ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata. Fungsi BMT langsung
berhadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut harus pandai bersikap, oleh
karena itu langkah – langkah untuk melakukan evaluasi dalam rangka pemetaan
skala prioritas yang harus diperhatikan, misalnya dalam masalah pembiayaan, BMT
harus memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan jenis
pembiayaan (Sudarsono, 2007: 98).
2. Karakteristik BMT
Menurut Ridwan (2004:132) BMT mempunyai ciri utama dan ciri khusus. Adapun ciri-ciri tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Ciri utama
1) Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan
pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan masyarakat.
2) Bukan lembaga sosial, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan
pengumpulan dan pensyarufan dana zakat, infaq, dan sedekah bagi kesejahteraan
orang banyak.
3) Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di
sekitarnya.
4) Milik bersama masyarakat bawah bersama dengan orang kaya di
sekitar BMT, bukan milik perorangan atau orang dari luar masyarakat. Atas
dasarnya ini BMT tidak dapat berbadan hukum perseroan.
b. Ciri khusus
1) Staf dan karyawan BMT bertindak proaktif, tidak menunggu tetapi
menjemput bola, bahkan merebut bola, baik untuk menghimpun dana anggota maupun
untuk pembiayaan.
2) Kantor dibuka dalam waktu yang tertentu yang ditetapkan sesuai
kebutuhan pasar, waktu buka kasnya tidak terbatas pada siang hari saja, tetapi
dapat saja malam atau sore hari tergantung pada kondisi pasarnya.
3) BMT mengadakan pendampingan usaha anggota.
4) Manajemen BMT adalah profesional islami
3.
Status, Ciri-ciri dan Struktur Organisasi
BMT
a. Status
dan Badan Hukum
Badan hukum yang disandang oleh BMT (berkembang sampai dengan)
sebagai:
1) Koperasi
Serba Usaha atau Koperasi Simpan Pinjam
2) KSM
(Kelompok Swadaya Masyarakat) atau Prakoperasi Dalam program PHBK-BI (Proyek
Hubungan Bank dengan KSM : Kelompok Swadaya Masyarakat Bank Indonesia) BI
memberikan izin kepada LPSM (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat) tertentu
untuk membina KSM.
3) LPSM
itu memberikan sertifikat pada KSM (dalam hal ini Baitutamwil) untuk beroperasi
KSM disebut juga sebagai prakoperasi.
4) MUI,
ICMI, BMI telah menyiapkan LPSM bernama PINBUK yang dalam kepengurusannya
mengikutsertakan unsur-unsur DMI, IPHI, pejabat tinggi negara yang terkait,
BUMN, dan lain-lain (Muhamad, 2000:114).
b. Ciri-ciri
Sebagai lembaga keuangan informal, BMT memiliki ciri-ciri:
1) Modal
awal lebih kurang Rp. 5 s.d Rp. 10 juta
2) Memberikan
pembiayaan kepada anggota relatif lebih kecil, tergantung perkembangan besarnya
modal.
3) Menerima
titipan zakat, infak dan shadakah dari Baziz.
4) Calon
pengelola atau manajer dipilih yang beraqidah, komitmen tinggi pada
pengembangan ekonomi umat, amanah, dan jujur, jika mungkin minimal lulusan D3,
S1.
5) Dalam
operasi menggiatkan dan menjemput berbagai jenis simpanan mudharabah, demikian
pula terhadap nasabah pembiayan. Tidak hanya menunggu.
6) Manajemennya
profesional dan Islami:
·
Administrasi pembukuan dan prosedur
perbankan
·
Aktif, menjemput, beranjangsana,
berprakarsa
·
Berperilaku ahsanu’ amala: service
excellence (Muhamad, 2000:115).
Gambar
2.1
STRUKTUR
ORGANISASI BMT



Keterangan
: ------------ Garis Koordinasi

Sumber:
Sudarsono (2005:101).
Tetapi dalam
kenyataannya setiap BMT memiliki bentuk struktrur organisasi yang berbeda-beda,
hal ini dipengaruhi oleh:
1) Ruang
lingkup atau wilayah operasi BMT
2) Efektivitas
dalam pengelolaan organisasi BMT
3) Orientasi
program kerja yang akan direalisasikan dalam jangka pendek dan jangka panjang
4) Jumlah
sumber daya manusia yang diperlukan dalam menjalankan operasi BMT (Sudarsono,
2005:101).
4. Prinsip Utama BMT
Dalam melaksanakan usahanya BMT, berpegang teguh
pada prinsip utama sebagai berikut:
a. Keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dengan
mengimplementasikannya pada prinsip-prinsip syariah dan muamalah Islam ke dalam
kehidupan nyata.
b. Keterpaduan, yakni nilai-nilai spiritual dan moral menggerakkan
dan mengarahkan etika bisnis yang dinamis, proaktif, progresif adil dan
berakhlak mulia.
c. Kekeluargaan, yakni mengutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi. Semua pengelola pada setiap tingkatan, pengurus dengan
semua lininya serta anggota, dibangun rasa kekeluargaan sehingga akan timbul
rasa saling melindungi dan menanggung.
d. Kebersamaan, yaitu kesatuan pola pikir, sikap dan cita-cita antar
semua elemen BMT. Antara pengelola dengan pengurus harus memiliki satu visi dan
bersama-sama anggota untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial.
e. Kemandirian, yakni mandiri di atas semua golongan politik. Mandiri
berarti juga tidak tergantung dengan dana-dana pinjaman dan bantuan, akan
tetapi senantiasa proaktif untuk menggalang dana masyarakat sebanyak-banyaknya.
f.
Profesionalisme, yakni
semangat kerja yang tinggi (‘amalus sholih/ahsanu amala), yakni
dilandasi dengan dasar keimanan. Kerja yang tidak hanya berorientasi pada
kehidupan dunia saja, tetapi juga kenikmatan dan kepuasan rohani dan akhirat.
Sikap profesionalisme dibangun dengan semangat untuk terus belajar demi
mencapai tingkat standar kerja yang tinggi.
g. Istiqomah; konsisten, konsekuen, kontinuitas/berkelanjutan tanpa
henti dan tanpa pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maka maju lagi
ke tahap berikutnya dan hanya kepada Allah SWT kita berharap (Ridwan, 2004:
130-131).
5. Produk-produk Baitul Maal wat Tamwil
Muhamad (2000:117-120) berpendapat bahwa Secara
fungsional, operasional BMT adalah hampir sama dengan BPR Syari’ah. Yang
membedakan hanyalah pada sisi lingkup dan struktur. Dilihat dari fungsi pokok
operasional BMT, ada dua fungsi pokok dalam kaitannya dengan kegiatan
perekonomian masyarakat, kedua fungsi tersebut adalah:
Ø Produk pengumpulan dana BMT
a. Simpanan Wadiah
Adalah titipan dana yang tiap waktu dapat ditarik
pemilik atau anggota dengan cara mengeluarkan semacam surat berharga pemindah
bukuan/transfer dari perintah bayaran lainnya.
b. Simpanan Mudharabah
Adalah simpanan pemilik dana yang penyetorannya dan
penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya.
Adapun jenis-jenis tabungan/simpanan di BMT adalah sebagai
berikut:
1) Tabungan
persiapan qurban
2) Tabungan
Pendidikan
3) Tabungan
Persiapan untuk nikah
4) Tabungan
persiapan untuk melahirkan
5) Tabungan
naik haji/umroh
6) Simpanan
Berjangka/deposito
7) Simpanan
khusus untuk kelahiran
8) Simpanan
sukarela
9) Simpanan
hari tua
10) Simpanan
aqiqoh
Ø Produk Penyaluran dana
a. Pembiayaan Bai’ Bithaman Ajil (BBA)
Adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati
antara BMT dengan anggotanya, dimana BMT menyediakan dananya untuk sebuah
investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian
proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban
yang harus dibayarkan oleh peminjam adalah jumlah atas harga barang modal dan mark-up
yang disepakati.
b. Pembiyaan Murabahah
Pembiayaan murabahah pada dasarnya merupakan
kesepakatan antara BMT sebagai pemberi modal dan anggota sebagai peminjam.
Prinsip yang digunakan adalah sama seperti pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil,
hanya saja proses pengembaliannya dibayarkan pada jatuh tempo pengembaliannya.
c. Pembiayaan Mudharabah
Adalah suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dan
anggota, dimana BMT menyediakan dana untuk menyediakan modal kerja, sedangkan
peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya.
d. Pembiayaan Musyarakah
Adalah penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam
suatu usaha yang mana antara resiko dan keuntungan ditanggung bersama secara
berimbang dengan porsi penyertaan.
e. Pembiayaan Al-Qardhul Hasan
Adalah perjanjian pembiayaan antar BMT dengan
anggotanya. Hanya anggota yang dianggap layak yang dapat diberi pinjaman ini.
C.
Pembiayaan
1. Pengertian
Pembiayaan
Menurut Muhammad (2005:17) pembiayaan atau financing
yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan.
Menurut PP No. 9 tahun
1995, tentang pelaksanaan simpan pinjam oleh koperasi, pengertian pinjaman
adalah:
“Penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan tujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
disertai pembayaran sejumlah imbalan” (UU
No. 9 Tahun 1995. Tentang Perkoperasian).
Istilah pembiayaan menurut konvensional disebut dengan kredit.
Dalam sehari-hari kredit sering diartikan memperoleh barang dengan membayar
cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Jadi dapat diartikan bahwa
kredit berbentuk barang atau berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang atau
berbentuk uang dalam hal pembayarannya adalah dengan menggunakan metode
angsuran atau cicilan tertentu (Kasmir, 2001: 72).
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pembiayaan adalah penyediaan/penyaluran dana oleh pihak-pihak yang kekurangan
dana oleh pihak-pihak yang kekurangan dana (peminjam) dan wajib bagi peminjam
untuk mengembalikan dana tersebut dalam waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.
2. Jenis-Jenis
Pembiayaan
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi
dua hal berikut (Antonio, 2001: 160):
a. Pembiayaan
Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi
dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha baik usaha produksi,
perdagangan, maupun investasi.
b. Pembiayaan
Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi,
yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Jenis-jenis pembiayaan pada dasarnya dapat dikelompokkan
menurut beberapa aspek diantaranya adalah (Muhammad, 2005: 22):
a. Pembiayaan
menurut tujuan
Pembiayaan menurut tujuan dibedakan menjadi:
1) Pembiayaan
modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan modal dalam
rangka pengembangan usaha
2) Pembiayaan
investasi, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk melakukan investasi atau
pengadaan barang konsumtif
b. Pembiayaan
menurut jangka waktu
Pembiayaan menurut jangka waktu dibedakan menjadi:
1) Pembiayaan
jangka waktu pendek, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan sampai
dengan 1 tahun.
2) Pembiayaan
jangka waktu menengah, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai
dengan 5 tahun.
3) Pembiayaan
jangka waktu panjang, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu lebih dari 5
tahun.
Terdapat beberapa pendapat dalam pengelompokkan jenis
pembiayaan, namun pada umumnya dikelompokkan berdasarkan:
a. Penggunaannya
Menurut penggunaannya, pembiayaan dibagi menjadi dua, yaitu
pembiayaan konsumsi dan pembiayaan produktif.
1) Pembiayaan
konsumtif
2) Pembiayaan
produktif
b. Keperluan
Produksinya
Menurut keperluan produksinya, pembiayaan menjadi dua yaitu
pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi.
c. Jangka
Waktunya
Menurut jangka waktunya, pembiayaan dapat dibagi menjadi tiga
yaitu: jangka pendek, menengah dan panjang.
d. Cara
Penggunaan
Menurut cara penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi
empat : pembiayaan rekening Koran bebas, pembiayaan rekening Koran terbatas,
pembiayaan rekening Koran aflopend, dan pembiayaan reloving.
Secara umum Antonio (2000:161) menjadi jenis-jenis pembiayaan
yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar
2.2
Jenis-Jenis
Pembiayaan

Sumber:
Antonio (2001:161)
3. Pendekatan
Analisis Pembiayaan
Menurut Muhammad (2005:60) beberapa yang perlu diperhatikan
dalam analisis pembiayaan adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan
Jaminan, artinya bank dalam memberikan pembiayaan selalu memperhatikan
kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki oleh peminjam.
b. Pendekatan
Karakter, artinya bank mencermati secara sungguh-sungguh terkait dengan
karakter nasabah
c. Pendekatan
Kemampuan Pelunasan, artinya bank menganalisis kemampuan nasabah untuk melunasi
jumlah pembiayaan yang telah diambil.
d. Pendekatan
dengan studi kelayakan, artinya bank memperhatikan kelayakan usaha yang
dijalankan oleh nasabah peminjam.
e. Pendekatan
fungsi-fungsi bank, artinya bank memperhatikan fungsinya sebagai lembaga intermediary
keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana yang dikumpulkan dengan dana yang
disalurkan.
4. Prinsip
Analisis Pembiayaan
Prinsip adalah sesuatu yang dijadikan pedoman dalam
melaksanakan suatu tindakan. Prinsip analisis pembiayaan adalah pedoman-pedoman
yang harus diperhatikan oleh pengelola bank syariah pada saat melakukan
analisis pembiayaan. Secara umum, prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada
rumus 5C, yaitu:
a. Character
artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman
b. Capacity
artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usahadan mengembalikan pinjaman
yang diambil
c. Capital
artinya besarnya modal yang diperlukan pinjaman
d. Collateral
artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada bank
e. Condition
artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak
Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C, yaitu
Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha
(Muhammad, 2005:60).
Menurut Kasmir (2005:106) selain dengan menggunakan 5C dalam
menganalisis pembiayaan juga terdapat 7P diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Personality
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah
lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup
sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.
b. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu
atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya.
Sehingga nasabah dapat digolongkan kegolongan tertentu dan akan mendapatkan
fasilitas kredit yang berbeda pula dari bank.
c. Perpose
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit,
termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat
bermacam-macam apakah untuk modal kerja atau investasi, konsumtif atau
produktif dan lain sebagainya.
d. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang
apakah menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau
sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai
tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi tapi nasabah juga.
e. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit
yang telah diambil atau sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit yang
diperoleh. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik.
Sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor
lainnya.
f.
Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari
laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap
sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan
diperolehnya.
g. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan
mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang
atau jaminan asuransi.
5. Tujuan
Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum analisis pembiayaan menurut Muhammad, (2005:305)
adalah: pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka
mendorong dan melancarkan perdagangan, produksi, jasa-jasa, bahkan konsumsi
yang kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Sedangkan
tujuan khusus analisis pembiayaan adalah:
a. Untuk
menilai kelayakan usaha calon peminjam
b. Untuk
menekan resiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan
c. Untuk
menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak
6. Proses
Pembiayaan
Proses dasar pembiayaan menurut Arifin (2002:204) meliputi
aplikasi, analisis permohonan pembiayaan, penyusunan struktur pembiayaan dan
penyiapan dokumen pembiayaan, realisasi pembiayaan, pembinaan dan pengawasan
serta penyelesaian pembiayaan. Perhatikan gambar berikut:
Gambar
2.3
Proses
Pembiayaan


Sumber: Zainul Arifin (2002:204).
7. Prosedur
Analisis Pembiayaan
Sistem dan prosedur pembiayaan dirancang diharapkan dapat
mengurangi peluang terjadinya pembiayaan macet, namun diusahakan tetap
sederhana dan tidak memakan banyak waktu.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk
mendapatkan pembiayaan menurut Widyaningrum (2002:64) dalam bukunya Model
Pembiayaan BMT Dan Dampaknya Bagi Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
antara staf BMT dan mitra
b. Survey
staf BMT ke tempat usaha dan ke tempat tinggal calon mitra. Tahapan survey
harus dilakukan berapapun besar pembiayaan, baik terhadap calon mitra baru
maupun mitra pembiayaan ulangan. Tujuannya untuk mengecek langsung keterangan
yang diberikan oleh (calon) mitra dengan kenyataannya.
c. Penyusunan
MAP (Memorandum Analisis Pembiayaan) oleh Account Officer (AO, atau
petugas lapangan). MAP ini berisi tentang data mengenai kondisi usaha calon
mitra dan kondisi keuangan rumah tangga, serta catatan-catatan tentang karakter
mitra yang berguna untuk analisis kelayakan pembiayaan, dokumen ini merupakan
bahan penentu kelayakan pinjaman.
d. Rapat
komite pembiayaan. Rapat komite dilakukan secara teratur untuk membahas dan
menguji kelayakan pengajuan yang masuk, jika dalam satu minggu permohonan cukup
banyak maka diadakan rapat komite tambahan.
e. Negoisasi
hasil rapat komite dengan calon mitra
f.
Rapat komite ulang
g. Pencairan
jika permohonan disetujui
h. Monitoring.
Aspek-aspek penting dalam analisis pembiayaan yang perlu
dipahami menurut Muhammad (2005:61) adalah sebagai berikut:
Ø Prosedur
Analisis
(1) Berkas
dan pencatatan
(2) Data
pokok dan analisis pendahuluan
Data pokok dan analisis pendahuluan dalam hal ini adalah
jaminan, laporan keuangan, data kualitatif dan data kuantitatif.
(3) Penelitian
data
(4) Penelitian
atas realisasi usaha
(5) Penelitian
atas rencana usaha
(6) Penelitian
dan penilaian barang jaminan
(7) Laporan
keuangan dan penelitiannya
Ø Keputusan
Permohonan Pembiayaan
(1) Bahan
pertimbangan pengambilan keputusan
(2) Wewenang
pengambilan keputusan.
8. Pembiayaan
Dalam Perspektif Islam
Dalam bank syariah di dalam memberikan modal kepada nasabah
tidak memakai kata pinjam karena disebabkan dua hal. Pertama, pinjaman
merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Masih banyak metode
yang diajarkan oleh Syariah selain pinjaman. Seperti; jual beli, bagi hasil,
sewa dan sebagainya. Kedua, dalam Islam pinjam meminjam adalah akad
sosial bukan akad komersial, artinya bila seseorang meminjam sesuatu, ia tidak
boleh disyaratkan untuk memberikan tambahan atas pokok pinjamannya. Oleh sebab
itu, dalam bank syariah pinjaman tidak disebut kredit, tetapi pembiayaan (financing)
(Antonio, 2001:170).
Perbedaan pokok antara kredit pada perbankan konvensional
dengan pembiayaan pada perbankan yang berbasis syariah Islam disebut
“pembiayaan syariah”, karena dalam sistem perbankan syariah tidak memakai
sistem bunga akan tetapi memakai sistem bagi hasil dan bagi resiko (Profit
and Loss Sharing). Kredit konvensional dilakukan melalui pemberian pinjaman
uang kepada nasabah sebagai peminjam di mana pemberi pinjaman memperoleh
imbalan berupa bunga yang harus dibayar oleh peminjam. Untuk menghindari
penerimaan dan pembayaran bunga maka perbankan syariah menempuh cara memberikan
pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli, sewa, atau berdasarkan prinsip
kemitraan yaitu prinsip penyertaan (musyarakah) atau prinsip bagi hasil
(mudharabah).
Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli, sewa, atau prinsip
kemitraan tidak dilarang dalam Islam, hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat
Al-Baqarah: 275
3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4
Artinya: …Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba… (Al-Baqarah:275)
Mengacu pada ayat di atas bahwa pembiayaan dalam Islam memakai
prinsip jual beli, sewa, atau berdasarkan prinsip kemitraan (musyarakah)
sangat dianjurkan dalam Islam. Dalam bank syariah praktek pembiayaan bisa dicontohkan
sebagai berikut: jika seseorang ingin meminjam uang untuk membeli barang
tertentu, misalnya nasabah ingin membeli mobil, maka nasabah harus melakukan
jual beli dengan bank syariah. Di sini bank syariah bertindak sebagai penjual
dan nasabah bertindak sebagai pembeli. Jadi barang yang diinginkan oleh nasabah
seakan-akan dipenuhi oleh bank cara melakukan transaksi jual beli (Antonio,
2001: 170).
D.
Bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
1. Pengertian
Bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
Istilah Bai’ Bitsaman ajil sesungguhnya istilah yang baru dalam
literatur fiqih Islam. Meskipun prinsipnya memang sudah ada sejak masa lalu.
Secara makna harfiyah, Bai’ maknanya adalah jual beli atau transaksi. Tsaman
maknanya harga dan Ajil maknanya bertempo atau tidak tunai. Jenis transaksi ini
sesuai dengan namanya adalah jual beli yang uangnya diberikan kemudian atau
ditangguhkan. Tsaman Ajil maknanya adalah harga belakangan. Maksudnya harga
barang itu berbeda dengan bila dilakukan dengan tunai
(http://elfadhi.wordpress.com).
Ada beberapa pengertian tentang ba’i bitsaman ajil (BBA) yang
berpendapat tentang pengertian BBA antara lain:
Muhamad (2000:119) berpendapat ba’i bitsaman ajil (BBA)
pembiayaan berakad jual beli, adalah suatu perjanjian pembiayaan yang
disepakati antara bank Islam dengan nasabah, dimana bank Islam menyediakan
dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha
anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara menyicil atau
angsuran. Jumlah kewajiban yang dibayarkan oleh peminjaman adalah jumlah atas
harga barang modal dan mark-up yang disepakati.
Menurut Hertanto Widodo, dkk (1999:49) bahwa bai’ bitsaman ajil
adalah akad jual beli barang dengan pembayaran cicilan, sedangkan harga jual
adalah harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
Menurut Antonio (2001:101) bahwa bai’ bitsamanil ajil adalah
jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
Dalam bai’ bitsamanil ajil, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia
beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan suatu imbalan. Al-bai’ bitsamanil
ajil dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa disebut sebagai
al-bai’ bitsamanil ajil kepada pemesan pembelian (KPP)
Pendapat lain Triandaru, dkk (2006: 124) bai’ bitsaman ajil
adalah akad jual beli dengan harga pokok ditambah keuntungan tertentu dan
pembayarannya dilakukan atas dasar angsuran. Besarnya tingkat keuntungan,
jangka waktu pembayaran, dan jumlah angsuran tersebut didasarkan pada
kesepakatan antara penjual dan pembeli. Pembayaran ini ditujukan bagi nasabah
yang akan membeli barang modal atau barang untuk tujuan investasi lainnya.
Pembiayaan ini ada kemiripan dengan kredit investasi yang diberikan oleh bank
konvensional.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa bai’ bitsaman ajil (BBA)
merupakan pembiayaan yang berakad jual beli dimana suatu perjanjian yang
disepakati antara BMT dengan anggotanya, BMT menyediakan dananya untuk sebuah
investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian
proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban
yang harus dibayarkan oleh peminjaman adalah jumlah atas dasar harga barang
modal dan mark-up yang telah disepakati.
2. Landasan
Syariah
Al-qur’an mengizinkan transaksi dalam bisnis selagi transaksi
tersebut tidak keluar dari konteks syari’ah (agama). Menurut Muhammad
(2000:23), adapun ayat-ayat yang dapat dijadikan rujukan dasar akad Bai’
Bitsaman Ajil, adalah sebagai berikut:
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/
È@ÏÜ»t6ø9$$Î/
HwÎ) br&
cqä3s?
¸ot»pgÏB
`tã
<Ú#ts?
öNä3ZÏiB 4
wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr&
4
¨bÎ) ©!$# tb%x.
öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman janganlah kamu makan hak sesamamu dengan jalan yang
bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu” (An-Nisa’: 29)
Penjelasan: Jual beli dimana murabahah dan al-bai’
bitsamanan ajil merupakan bagian terpenting dari padanya, merupakan bagian
terbesar dari rangkaian perniagaan dan
bisnis
Pada surat Al-baqarah ayat 275 juga telah dijelaskan yang
berbunyi:
3
¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4ÇËÐÎÈ
Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”
Kalimat diatas menjelaskan bahwa Allah itu tidak melarang
adanya praktek jual beli tetapi Allah melarang/mengharamkan adanya riba. Dan
dalam Hadist juga telah disebutkan, Muhammad (2000:23)
yang berbunyi:
عَنْ سُهَيْبُ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَ ص م قَالَ: ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ اّلْبَرَكّةُ اَلْبَيْعُ إِلَى
أَجَلٍ وَ اْلمُقارضةُ وَخَلْطُ البِرُّ بِالشَّعيْرِ للْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ.
“Dari Suhaib r.a
bahwa Rosullah SAW bersabda: ada tiga perkara yang didalamnya terdapat
keberkatan, yaitu: (1) menjual secara kredit, (2) muqaradhah (nama lain dari
mudharabah), (3) mencampurkan tepung dengan gandum untuk kepentingan rumah
tangga dan bukan untuk dijual ” (HR.
Ibnu Majah No: 2280).
Penjelasan: Al-murabahah
dan Al-bai’ Bitsamanan Ajil merupakan salah satu bentuk pembiayaan
secara kredit karena pembiayaannya dilakukan pada waktu jatuh tempo atau secara
cicilan.
3. Manfaat
Al-bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
Menurut Antonio (2001:106) sesuai dengan sifat bisnis
(tijarah), transaksi al-bai’ bitsaman ajil memiliki beberapa manfaat, demikian
juga resiko yang harus diantisipasi.
Al-bai’ bitsaman ajil banyak memberikan manfaat kepada bank
syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga
beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem al-bai’
bitsaman ajil juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan
administrasinya di bank syariah.
Diantara kemungkinan resiko yang harus diantisipasi antara lain
sebagai berikut:
a. Default
atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b. Fluktuasi
harga komporatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah
bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak biasa mengubah harga jual beli
tersebut.
c. Penolakan
nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai
sebab. Bisa saja terjadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak
mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan ansuransi. Kemungkinan
lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia
pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya,
barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai resiko
untuk menjualnya kepada pihak lain.
d. Dijual;
karena al-bai’ bitsaman ajil bersifat jual beli dengan utang, maka ketika
kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas
melakukan apapun terhadap asset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya.
Jika terjadi demikian, resiko untuk default akan besar.
4. Tahap
Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA).
Ada beberapa tahap pembiayaan bai’ bitsamanan ajil (BBA)
yaitu antara lain, sebagai berikut:
a. Bank
mengangkat nasabah sebagai agen bank
b. Nasabah
dalam kapasitas sebagai agen bank, melakukan pembelian barang modal atas nama
bank.
c. Bank
menjual barang modal tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli
ditambah keuntungan bank (mark-up)
d. Nasabah
membeli barang modal tersebut dan pembayarannya dilakukan secara mencicil untuk
jangka masa yang telah disepakati (Triandaru, 2000:124).
5. Tujuan
Pembiayaan Bai’ Bitsamanan Ajil (BBA)
Pembiayaan bai’ bitsaman ajil (BBA) bertujuan untuk membantu
nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang modal (investasi) yang tidak
mampu membeli secara konstan. Maksudnya, pembiayaan BBA ini berguna untuk
membantu para nasabah agar dapat memenuhi barang-barang kebutuhannya dengan
cara dibelikan oleh pihak bank/BMT.
6. Skema
Pembiayaan Al-Bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
Secara umum, aplikasi perbankan dari al-bai’ bitsaman ajil dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar
2.4
Skema
Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
1.Negoisasi
& Persyaratan
![]() |


![]() |


5.terima
Barang&
|
3.beli barang
4.kirim
![]() |
![]() |
Sumber: Antonio (2001:107)
7. Perbedaan
Bai’ Bitsamanil Ajil (BBA) dengan Murabahah.
Pada awal keberadaan bank syariah di Indonesia, karena
keterbatasan pemahaman syariah yang dimiliki oleh perangkat bank syariah, salah
satu transaksi dibedakan antara murabahah yang dipergunakan atau
dipersamakan dengan kredit modal kerja pada bank konvensional, dan bai’
bitsaman ajil (BBA) yang dipergunakan atau dipersamakan dengan kredit investasi pada bank konvensional. Setelah
dilakukan penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam, bahwa bai’ bitsaman
ajil (BBA) dan murabahah tidaklah ada bedanya, bai’ bitsaman ajil
merupakan salah satu cara pembayaran murabahah. Oleh karena itu pada
saat sekarang transaksi tersebut yang ada hanya murabahah saja,
sedangkan untuk istilah bai’ bitsaman ajil sudah tidak dipergunakan lagi. Ada
bank syariah yang memasarkan BBA, tetapi hal tersebut hanya sebatas nama saja
yang merupakan nama produk murabahah yaitu Beli Bayar Angsur.
Untuk mengetahui gambaran yang lengkap tentang hal tersebut
berikut perbandingan konsep antara murabahah dan bai’ bitsaman ajil:
Tabel
2.2
Perbedaan
Bai’ Bitsaman Ajil dan Murabahah
No
|
Perihal
|
Murabahah
|
Bai’
Bitsaman Ajil
|
1.
|
Fikih
|
ü Dalam
seluruh kitab, Murabahah adalah salah satu bagian prinsip jual beli
ü Sistem
pembayaran boleh secara angsur atau sekaligus
|
ü Tidak
tercantum dalam kitab fikih manapun dan bukan bagian dari prinsip jual beli
melainkan istilah baru sebagai bagian dari murabahah
ü Bai’
Bitsaman Ajil, berarti ‘jual beli dengan cara angsur ‘
saja tidak ada pembayaran sekaligus.
|
2.
|
Teknik
Perbankan
|
ü Digunakan
diseluruh Perbankan Islam yang berada di Timur Tengah, Eropa, Asia,
Australia, dan Amerika
ü
Pembiayaan untuk barang yang tidak
bersifat siklus (modal kerja), kecuali pembiayaan untuk satu jenis barang dan
bersifat one shot deal
|
ü Produk
ini hanya digunakan di Malaysia
ü Sama
|
Sumber: Wiroso (2005: 55-56).
E.
Pendapatan (Profitabilitas)
1.
Pengertian Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk
menghasilkan laba. Menurut Brigham (2001:89) profitability adalah hasil bersih
dari serangkaian kebijakan dan keputusan.
Pendapat lain mengatakan profitabilitas adalah kemampuan suatu
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas
perusahaan menunjukkan perbandingan laba dengan aktiva atau modal yang
menghasilkan laba tersebut. (Simorangkir, 152).
Menurut Warsono (2002:35) profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas
adalah kemampulabaan suatu perusahaan pada periode tertentu.
2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Profitabilitas
Manajemen adalah faktor utama yang mempengaruhi profitabilitas
bank, besar kecilnya bank dan lokasi bank bukan merupakan faktor yang paling
menentukan. Manajemen yang baik yang ditunjang oleh faktor modal dan lokasi
merupakan kombinasi ideal untuk keberhasilan bank.
Dari segi manajemen paling sedikit ada tiga aspek yang penting
diperhatikan, yaitu balance sheet
management, operating management, dan financial management.
Balance sheet management meliputi asset
dan liability management, artinya pengaturan harta dan utang secara
bersama. Inti assets management adalah mengalokasikan dana kepada
berbagai jenis atau golongan earning assets yang berpedoman kepada
ketentuan berikut:
a. Assets
itu harus cukup likuid sehingga tidak akan merugikan bila sewaktu-waktu
diperlukan untuk dicairkan.
b. Assets
tersebut dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan/permintaan pinjaman,
tetapi juga masih memberikan earnings.
c. Usaha
me-maximize income dari investasi.
Dengan berpedoman kepada tiga hal tersebut di atas, maka
hendaknya dana itu dialokasikan ke dalam assets (Simorangkir: 154).
Liability management berhubungan dengan pengeturan dan
pengurusan sumber-sumber dana yang pada dasarnya mengusahakan tiga hal, yaitu
sebagai berikut:
a. Kecukupan
dana yang masuk, tidak mengalami kekurangan yang dapat menghilangkan kesempatan
(opportunity cost), tetapi juga tidak terlalu besar (melebihi kemampuan
untuk menginvestasikannya). Jika sampai kelebihan tentu akan menyebabkan
pembayaran bunga lebih besar daripada yang seharusnya dan tentu akan menurunkan
tingkat profitabilitasnya, kecuali dana itu dari giro tanpa bunga.
b. Bunga
yang dibayar hendaknya masih pada tingkat yang memberikan keuntungan bagi bank.
c. Diusahakan
agar ada/terdapat keseimbangan antara giro dan deposito, antara demand
deposit dan time deposit. Keseimbangan semacam ini perlu untuk
menjaga likuiditas karena dengan time deposit ada waktu yang dipastikan
berapa lama dapat diinvestasikan dan kapan harus disediakan alat-alat likuid.
Dalam liability management mungkin banyak faktor yang
berada di luar kompetensi manajemen, misalnya keinginan menitipkan uang dengan time
maupun demand deposit adalah terletak pada deposan atau si peminjam.
Banyak sedikitnya deposan yang menitipkan uangnya tidak 100% dapat
diawasi/dikuasai oleh bank, tetapi tergantung pada perilaku masyarakat. Bank
dengan berbagai kebijakannya hanya bisa mempengaruhi.
Operating management sebagai aspek kedua merupakan manajemen
bank yang berperan dalam menaikkan profitabilitas dengan cara menekan biaya.
Sebagaimana disebutkan di atas, biaya adalah salah satu faktor yang ikut
menentukan tinggi rendahnya profitabilitas. Jadi, tidak cukup hanya menaikkan
pendapatan bruto saja, akan tetapi juga harus berusaha menaikkan efisiensi
penggunaan biaya dan menaikkan produktivitas kerja. Yang juga termasuk dalam
operating management adalah usaha untuk menekan cost of money. Menekan
tingkat biaya sampai pada suatu titik yang paling efisien bagi bank adalah
suatu proses yang terus-menerus, tidak bisa sekali jadi melalui rumus-rumus.
Aspek ketiga dalam manajemen yang turut menentukan
profitabilitas ialah financial management. Aspek ini meliputi hal-hal
berikut:
a. Perencanaan
penggunaan modal, penggunaan senior capital yang dapat menekan cost of money,
merencanakan struktur modal yang paling efisien bagi bank.
b. Pengaturan
dan pengurusan hal ihwal yang berhubungan dengan perpajakan (Simorangkir: 155).
Aspek-aspek tersebut di atas, meskipun kita dapat
membeda-bedakannya, di dalam praktek tidak dapat dipisahkan antara satu dan
yang lain. Tidak hanya satu aspek saja yang penting, tetapi semua aspek sama
pentingnya dan harus dikerjakan bersama-sama secara simultan.
Dalam arti yang luas, aspek manajemen meliputi penentuan tujuan
kebijakan, keputusan, dan tindakan (action) yang harus diambil/dilakukan
pimpinan sehubungan dengan pengelolaan yang menguntungkan bagi suatu bank
(Simorangkir: 156).
3.
Rasio Profitabilitas
Ratio profitabilitas menurut Brigham (2001:89) mengemukakan ratio
profitabilitas adalah sekelompok rasio yang memperlihatkan pengaruh gabungan
likuiditas, manajemen aktiva, dan hutang terhadap hasil operasi.
Pendapat lain mengatakan (Riyanto, 2001:210), ratio
profitabilitas adalah ratio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah
kebijaksanaan dan keputusan-keputusan (Profit Margin On Sales, Return On
Total Asset, Return on net Wort dan sebagainya).
Ratio profitabilitas menurut Weston (1986:65) adalah rasio yang
mengukur hasil bersih dari sejumlah keputusan-keputusan dan kebijaksanaan.
Ratio profitabilitas memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas
pengelolaan perusahaan.
Muhammad (2004: 159) mengemukakan rasio profitabilitas adalah
rasio yang menunjukkan tingkat efektivitas yang dicapai melalui usaha
operasional bank, yang meliputi:
a. Profit
Margin, adalah gambaran efisiensi suatu bank dalam menghasilkan laba.
Profit Margin = 

b. Total
Assets Turnover, adalah rasio yang menggambarkan perputaran
aktiva diukur dari volume penjualan. Semakin besar rasio ini, berarti aktiva
dapat lebih cepat berputar dan meraih laba.
Total Assets Turnover = 

c. Return
on Asset, adalah rasio yang menggambarkan kemampuan bank dalam
mengelola dana yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang menghasilkan
keuntungan. ROA adalah gambaran produktivitas bank dalam mengelola dana
sehingga menghasilkan keuntungan.
Return on Asset = 

d. Return
On Equity (ROE), rasio ini menunjukkan berapa persen laba
bersih bila diukur dari pemilik modal.
Return On Equity (ROE) = 

4.
Profitabilitas Dalam perspektif Islam
Diantara tujuan melakukan usaha yang terpenting adalah
mendapatkan keuntungan atau dalam istilah ekonominya adalah laba yang merupakan
pencerminan pertumbuhan harta. Laba muncul dari proses perputaran modal dan
pengoperasiannya dalam aksi-aksi usaha.
a. Arti
Laba Dalam Al-Qur’an
Dalam Bahasa arab, laba berarti pertambahan dalam dagang
(Husein, 2001:144). Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah 16:
y7Í´¯»s9'ré&
tûïÏ%©!$#
(#ãrutIô©$# s's#»n=Ò9$# 3yßgø9$$Î/ $yJsù
Mpt¿2u
öNßgè?t»pgÏkB $tBur
(#qçR%x. úïÏtGôgãB
ÇÊÏÈ
Artinya: “mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan
petunjuk maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereka mendapat
petunjuk (Al-Baqarah:16)”.
Dari tafsir diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian laba
dalam Al-qur’an berdasarkan ayat yang telah disebutkan diatas ialah kelebihan
atau modal pokok atau pertambahan pada modal pokok yang diperoleh dari proses
dagang. Jadi tujuan utama para pedagang ialah melindungi dan menyelamatkan
modal pokok dan mendapatkan laba.
b. Pengertian
Laba Menurut Konsep Islam
1) Ar-Ribh
at-Tijari (Laba Dagang) adalah pertambahan pada harta yang telah
dikhususkan untuk perdagangan sebagai hasil dari proses barter dan perjalanan
bisnis.
2) Al-Ghallah
(laba yang timbul dengan sendirinya) adalah pertambahan yang terdapat pada
barang dagangan sebelum penjualan.
3) Al-Faidah
(Laba yang berasal dari modal pokok) adalah pertambahan barang milik yang
ditandai dengan perbedaan antara harga waktu pembelian dengan harga penjualan
(Husein, 2001:156-157).
c. Batasan-batasan
dan Kriteria Penentuan Laba dalam Islam
1) Kelayakan
Dalam Penetapan Laba
Islam menganjurkan agar para pedagang tidak berlebihan dalam
mengambil laba. Menurut Ali dan Ibnu Khuldun bahwa batasan laba ideal (yang
pantas dan wajar) dapat dilakukan dengan merendahkan harga. Keadaan ini sering
menimbulkan bertambahnya jumlah barang dan meningkatnya peranan uang, dan pada
gilirannya ini akan membawa pada pertambahan laba.
2) Keseimbangan
Antara Tingkat Kesulitan dan Laba
Islam menghendaki adanya keseimbangan antara standar laba dan
tingkat kesulitan perputaran serta perjalanan modal itu. Semakin tinggi tingkat
kesulitan dan resiko maka semakin besar pula laba yang diinginkan pedagang.
Akan tetapi semua ini dalam kaitannya dengan pasar Islami yang bercirikan
kebebasan bermuamalah hingga berfungsinya unsur penawaran dan unsur permintaan.
3) Masa
Perputaran Modal
Unsur ini berkaitan erat dengan unsur-unsur sebelumnya yaitu
unsur bahaya dan resiko. Unsur ini juga berkaitan dengan moderatisasi (nilai
kewajaran) dalam penentuan standar laba. Ini karena setiap standarisasi laba
yang sedikit akan membantu penurunan harga. Hal ini juga akan menambah peranan
modal dan memperbesar laba (Husein, 2001:159-163).
d. Pengukuran
Laba Menurut Pandangan Islam
Pengukuran laba menurut pandangan Islam harus memperhatikan
beberapa kaidah penting diantaranya:
1) Taqlib
dan Mukhatarah
Laba adalah hasil dari perputaran modal melalui transaksi
bisnis seperti menjual, membeli atau jenis-jenis apapun yang dibolehkan syar’i.
untuk itu pasti ada kemungkinan bahaya atau resiko yang akan menimpa modal yang
nantinya akan menimbulkan pengurangan modal pada suatu perputaran dan
pertambahan pada putaran yang lain.
2) Keselamatan
dan Keutuhan Modal Pokok
Laba tidak akan tercapai kecuali setelah seutuhnya modal pokok
dari segi kemampuan secara ekonomi sebagai alat penukar barang yang dimiliki
sejak awal aktivitas ekonomi.
3) Perbandingan
(Muqabalah)
Perbandingan antara jumlah hak milik pada akhir periode
pembukuan dan hak milik pada awal periode yang sama atau dengan membandingkan
nilai barang yang ada pada akhir periode dengan nilai barang yang ada pada awal
periode yang sama. Juga bisa membandingkan pendapatan dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mendapat income (pendapatan) di atas.
4) Mendapatkan
Laba Dengan Prosuksi dan Jual Beli Serta Pembagian Secara Proporsional
Pertambahan yang terjadi pada harta selama setahun dari semua
aktifitas penjualan dan pembelian atau memproduksi dan menjual yaitu dengan
pergantian barang menjadi uang dan pergantian uang menjadi barang dan
seterusnya. Maka barang yang belum terjadi pada akhir tahun juga mencakup
pertambahan yang menunjukkan perbedaan antara harga yang pertama dan nilai
(harga) yang berlaku (Husein, 2001:165-167).
F.
Kerangka Berfikir
Gambar 2.5

BAB
III
METODE
PENELITIAN
Metode
penelitian pada dasarnya merupakan cara yang digunakan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi dan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Dalam mencapai
suatu tujuan penelitian maka harus ditempuh langkah-langkah yang relevan dengan
masalah yang dirumuskan. Metode penelitian digunakan sebagai pemandu dalam
menentukan langkah-langkah pelaksanaan penelitian.
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah di : Baitul Mal wat Tamwil Maslahah Mursalah Lil Ummah (BMT-MMU)
Sidogiri, yang berlokasi di Jl. Raya Sidogiri No.09 Pasuruan.
Koperasi BMT-MMU Sidogiri merupakan salah satu
koperasi BMT yang ada di Kabupaten Pasuruan. Persaingan bisnis keuangan yang
semakin tinggi mengharuskan setiap lembaga keuangan harus selalu memperbaiki
kinerjanya. Pada tahun 2003, secara nasional Koperasi BMT MMU disebut sebagai
koperasi BMT terbesar kedua (Modal, No.10/1 Agustus 2003), Jakarta, 12 Juli
2006, BMT-MMU mendapatkan penghargaan dari Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil
dan Menengah Republik Indonesia. Sebagai salah satu dari sebelas kelompok
koperasi simpan pinjam yang berprestasi. Bertepatan pada tanggal 12 Juli 2006
di Surabaya BMT-MMU mendapatkan piagam penghargaan dari Gubernur sebagai
koperasi berprestasi peringkat satu tahun 2006 tingkat propinsi Jawa Timur.
B. Jenis Dan Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dengan pendekatan deskriptif, yaitu analisa yang berbentuk uraian kalimat.
Penelitian kualitatif menurut Moleong (2005;6), penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian, misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Sedangkan,
pendekatan deskriptif merupakan kegiatan mengumpulkan, mengelolah, dan kemudian
menyajikan data observasi agar pihak lain dapat dengan mudah memperoleh
gambaran mengenai sifat (karakteristik) objek dari data tesebut.
Dalam penelitian ini peneliti mendeskrisikan
tentang aplikasi pemberian pembiayaan bai’ bitsamanil ajil (BBA) di
BMT-MMU Sidogiri Pasuruan serta kontribusi pembiayaan bai’ bitsamanil ajil
(BBA) dalam meningkatkan pendapatan BMT.
C. Data
dan Sumber Data
Sumber data penelitian terdiri dari sumber data primer dan
sekunder (Indriantoro,dkk, 2002: 146). Penelitian yang dilaksanakan sangat berkaitan
erat dengan data yang diperoleh sebagai dasar dalam pembahasan dan analisis.
Dalam penelitian ini peneliti mengunakan sumber data primer dan sekunder.
Diharapkan dari hasil penelitian ini, didapatkan data yang valid dan relevan
dengan obyek yang diteliti. Sehinga Sumber data pada penelitian ini adalah:
1. Data
Primer (Primary Data)
Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer
secara khusus dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan penelitian (Indriantoro,dkk,
2002:146).
Data
primer dalam penelitian ini meliputi:
a. Macam-macam
pembiayaan dan segala ketentuannya.
b. Aplikasi
pembiayaan BBA di BMT-MMU.
c. Dari
berbagai macam pembiayaan yang ditawarkan oleh BMT-MMU, pembiayaan apa yang
paling diminati nasabah.
d. Faktor-faktor
pendukung dan penghambat BMT-MMU dalam menyalurkan pembiayaan.
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah, orang
yang dianggap sangat mengetahui tentang konsep dan aplikasi pembiayaan BMT-MMU.
Informan tersebut adalah: H. M. Dumairi Nor selaku manajer BMT-MMU, dan
Abdulloh Shadiq selaku Devisi Simpan Pinjam Syariah (SPS) yang secara konsep
mengetahui dan memahami seluk beluk segala aktivitas BMT-MMU dan yang
menentukan kebijakan-kebijakan, serta M. Saikhon Ridwan selaku Kepala cabang
BMT-MMU Sidogiri yang memimpin jalannya setiap aktivitas BMT-MMU, dan karyawan
bagian pembiayaan/AO (Account Officer) yang menangani langsung keluar masuknya dana BMT-MMU.
2. Data
Sekunder (secondary Data)
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro,dkk,
2002:147). Data ini diperoleh dari dokumen-dokumen yang umumnya berupa bukti,
catatan atau laporan histories yang telah tersusun dalam arsip (data
documenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.
Data
sekunder dalam penilitian ini:
a. Profil
BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
b. Dokumen-dokumen
yang relevan dengan pembahasan penelitian. Seperti: buku panduan BMT-MMU, hasil
RAT (rapat anggota tahun), laporan keuangan dan form-form dari masing-masing
produk pembiayaan.
c. Data
file langsung dari computer.
d. Foto-foto
gedung BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
D. Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan bagian dari proses pengujian data
yang berkaitan dengan sumber dan cara untuk memperoleh data penelitian. Teknik
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi/pengamatan
Observasi adalah proses pencatatan pola
perilaku subjek (orang), objek (benda) atau kejadian yang sistematik tanpa adanya
pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti (Indriantoro,
dkk, 2002:157). Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan secara langung lembaga
yang terkait (BMT-MMU), meliputi: Lokasi lembaga, kinerja para karyawan, produk
yang ditawarkan serta mengamati data-data pembiayaan khususnya pembiayaan BBA pada
BMT MMU Sidogiri Pasuruan.
2. Wawancara/
Interview
Wawancara adalah teknik pengumpulan data
yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka
dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada si peneliti (Mardalis, 2006:64).
Peneliti melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait, yaitu yaitu;
H. M. Dumairi Noor selaku manajer BMT-MMU dan Abdulloh Shadiq selaku devisi
simpan pinjam syari’ah (SPS), dengan maksud
untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi. Data yang diperoleh
dengan wawancara/interview ini mengenai jenis-jenis pembiayaan, analisis
pembiayaan, aplikasi pembiayaan bai’ bitsamanil ajil (BBA) di BMT-MMU Sidogiri,
serta kontribusi pembiayaan BBA dalam meningkatkan pendapatan BMT.
3. Dokumentasi/ Kepustakaan
Teknik pengumpulan data ini dilakukan
dengan mengumpulkan literatur-literatur yang relevan dengan pembahasan
penelitian. Menurut Indriantoro,dkk (2002: 146) Data ini berupa: faktur,
jurnal, surat-surat, notulen hasil rapat, memo atau dalam bentuk laporan
progam. Dari dokumen-dokumen yang ada peneliti akan memperoleh data tentang:
Sejarah berdirinya BMT-MMU Sidogiri Pasuruan, struktur organisasi, job
description, visi dan misi, kegiatan operasionalnya, unit-unit usaha dan
mitra usahanya serta bukti-bukti transaksi pembiayaan BBA.
E. Model
Analisis Data
Setelah data-data diperoleh, langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis data. Semua data yang diperoleh baik dengan observasi, wawancara
dan dokumentasi diolah/dianalisis untuk mencapai tujuan akhir penelitian.
Indriantoro, dkk (2002:11), mendefinisikan analisis data sebagai bagian dari
proses pengujian data yang hasilnya digunakan sebagai bukti yang memadai untuk
menarik kesimpulan penelitian
Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriptif. Dengan mengambarkan keadaan objek penelitian yang
sebenarnya untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi serta memberikan solusi
dalam menyelesaikanya.
Analisis data kualitatif merupakan sebuah proses yang berjalan
sebagai berikut:
1. Mencatat
yang dihasilkan dari lapangan, kemudian diberi kode agar sumber datanya tetap
dapat ditelusuri.
2. Mengumpulkan,
memilah-milah, mengklasifikasikan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
3. Berfikir
dengan jalan membuat agar kategori data tersebut mempunyai makna, mencari dan
menemukan pola dan hubungan-hubungan serta membuat temuan-temuan umum
(Moeloeng, 2006: 248).
Pada penelitian kali peneliti mengumpulkan semua data yang ada,
baik data primer (melalui metode wawancara dan observasi) maupun data sekunder
(melalui dokumentasi). Kemudian menganalisi dan akhirnya mengambil kesimpulan
atas analisisnya.
Adapun tahapan-tahapan analisis data dari penelitian ini
adalah:
1. Analisis
pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil yang diterapkan di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan
2. Analisis
kontribusi pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil dalam meningkatkan pendapatan BMT
3. Analisa
rasio profitabilitas BMT yaitu Net Profit Margin (NPM), Return On
Assets (ROA), dan Return On Equity (ROE).
BAB IV
PAPARAN DAN PEMBAHASAN DATA HASIL
PENELITIAN
A. Paparan Data Hasil Penelitian
1. Sejarah Perusahaan
Latar belakang berdirinya BMT-MMU Pasuruan adalah bermula dari keprihatinan asatidz Madrasah Miftahul Ulum Pondok
Pesantren Sidogiri dan Madrasah-madrasah ranting/filial Madrasah Miftahul Ulum
Pondok Pesantren Sidogiri atas perilaku masyarakat yang cenderung kurang
memperhatikan kaidah-kaidah syari’ah Islam di bidang mu’amalat padahal mereka
adalah masyarakat Muslim apalagi mereka sudah mulai terlanda praktik-praktik
yang mengarah pada ekonomi riba yang dilarang secara tegas oleh agama.
Para asatidz dan para pengurus madrasah terus berpikir dan
berdiskusi untuk mencari gagasan yang bisa menjawab permasalahan umat tersebut.
Akhirnya ditemukanlah gagasan untuk mendirikan usaha bersama yang mengarah pada
pendirian keuangan lembaga syari’ah yang dapat mengangkat dan menolong
masyarakat bawah yang ekonominya masih dalam kelompok mikro (kecil).
Setelah didiskusikan dengan orang-orang yang ahli, maka
alhamdulilllah terbentuklah wadah itu dengan nama “Koperasi Baitul Mal wa
Tamwil Maslahah Mursalah Lill Ummah” disingkat dengan Koperasi
BMT-MMU yang berkedudukan di kecamatan Wonorejo Pasuruan. Pendirian koperasi
didahului dengan rapat pembentukan koperasi yang diselenggarakan pada tanggal
25 Muharrom 1418 H atau 1 Juni 1997
diantara orang-orang yang getol memberikan gagasan berdirinya koperasi
BMT MMU ialah :
1. Ustadz
Muhammad Hadhori Abdul Karim, yang saat itu menjabat sebagai kepala Madrasah
Miftahul Ulum tingkat Ibtidaiyah Pondok Pesantren Sidogiri.
2. Ustadz
Muhammad Dumairi Nor, yang saat itu menjabat sebagai wakil kepala Madrasah
Miftahul Ulum tingkat Ibtidaiyah Pondok Pesantren Sidogiri.
3. Ustadz
Baihaqi Utsman, yang saat itu menjabat sebagai Tata Usaha Madrasah Miftahul
Ulum tingkat Ibtidaiyah Pondok Pesantren Sidogiri.
4. Ustadz
H. Mahmud Ali Zain, yang saat itu menjabat sebagi ketua Koperasi Pondok
Pesantren Sidogiri dan salah satu ketua DTTM (Dewan Tarbiyah wat Ta’lim
Madrosy).
5. Ustadz
A. Muna’i Ahmad, yang saat itu menjabat sebagai wakil kepala Miftahul Ulum
tingkat Ibtidaiyah Pondok Pesantren Sidogiri.
Dengan diskusi dan musyawarah antara para kepala Madrasah
Miftahul Ulum Afiliasi Madrasah Miftahul Ulum Pondok Pesantren Sidogiri maka
menyetujui membentuk tim kecil yang diketuai oleh ustadz Mahmud Ali Zain untuk
menggodok dan menyiapkan berdirinya koperasi baik yang terkait dengan
keanggotaan, permodalan, legalitas koperasi dan sistem operasionalnya.
Tim berkonsultasi dengan pejabat kantor Departemen Koperasi
Dinas Koperasi dan pengusaha kecil menengah Kabupaten Pasuruan untuk mendirikan
koperasi disamping mendapatkan tambahan informasi tentang BMT (Baitul Maal
wat Tamwil) dari pengurus PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil)
pusat dalam suatu acara perkoperasian yang diselenggarakan di Pondok Pesantren
Zainul Hasan Genggong Probolinggo dalam rangka sosialisasi kerjasama
Inkopontren dengan PINBUK pusat yang dihadiri antara lain oleh :
1. Bapak
KH. Nor Muhammad Iskandar SQ dari Jakarta sebagi ketua Inkopontren .
2. Bapak
DR. Subiyakto Tjakrawardaya yang menjabat sebagai Menteri koperasi PKM saat
itu.
3. Bapak
DR. Amin Aziz yang menjabat sebagi ketua PINBUK pusat saat itu.
Dari diskusi dan konsultasi serta tambahan informasi dari
beberapa pihak maka berdirilah koperasi BMT MMU tepatnya pada tanggal 12
Robi’ul awal 1418 H atau 17 Juli 1997 berkedudukan di kecamatan Wonorejo
Pasuruan. Pembukaan dilaksanakan dengan diselenggarakan selamatan pembukaan
yang diisi dengan pembacaan sholawat Nabi Besar SAW bersama masyarakat Wonorejo
dan pengurus BMT MMU. Kantor pelayanan yang dipakai adalah dengan cara kontrak
atau sewa yang luasnya kurang lebih 16,5
M2 pelayanan dilakukan oleh tiga orang karyawan. Modal yang dipakai
untuk usaha didapat dari simpanan anggota yang berjumlah Rp. 13. 500. 000,- (
tiga belas juta lima ratus ribu rupiah) dengan anggota yang berjumlah 348 orang
terdiri dari para asatidz dan pimpinan serta pengurus Madrasah Miftahul Ulum
Pondok Pesantren Sidogiri dan beberapa orang asatidz pengurus Pondok Pesantren
Sidogiri
Berdirinya koperasi BMT MMU
sangat ditunjang dan didorong oleh keterlibatan beberapa orang pengurus
Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri (Kopontren Sidogiri). (Buku Panduan Koperasi
BMT-MMU: 1-2).
Koperasi BMT MMU ini telah
mendapat legalitas berupa :
1. Badan
Hukum Koperasi dengan nomor : 608/BH/KWK. 13/IX/97 tanggal 4 September 1997.
2. TDP
dengan nomor : 13252600099
3. TDUP
dengan nomor : 133/13.25/UP/IX/98
4. NPWP
dengan nomor :1-718-668.5-624 (Buku
Panduan Koperasi BMT-MMU: 2).
Dan dalam perkembangannya koperasi BMT MUU ini memiliki tiga
unit yang tergabung didalamnya, yaitu:
- Unit Riil Koperasi BMT MMU
- Unit BMT Koperasi BMT MMU
- Unit BPRS Koperasi BMT MMU
2. Visi dan Misi BMT-MMU
a. Visi
a)
Terbangunnya dan berkembangnya ekonomi
umat dengan landasan Syari’ah Islam.
b)
Terwujudnya budaya ta’awun dalam kebaikan
dan ketakwaan di bidang sosial ekonomi.
b. Misi
a)
Menerapkan dan memasyarakatkan Syariat
Islam dalam aktifitas ekonomi.
b)
Menanamkan pemahaman bahwa sistem syari’ah
dibidang ekonomi adalah ADIL, MUDAH dan MASLAHAH.
c)
Meningkatkan kesejahteraan Ummat dan
anggota.
d)
Melakukan aktifitas ekonomi dengan budaya STAF
(Shiddiq/Jujur, Tabligh/Komunikatif, Amanah/Dipercaya, Fatonah/Profesional).
3. Maksud dan Tujuan BMT-MMU
Atas dasar visi dan misi disusunlah tujuan dari BMT MMU, antara
lain :
a. Koperasi
ini bermaksud menggalang kerja sama untuk membantu kepentingan ekonomi anggota
pada khususnya adalah masyarakat pada umumnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan.
b. Koperasi
ini bertujuan memajukan kesejahteraan anggota dan masyarakat serta ikut
membangun perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat madani yang
berlandaskan pancasila dan UUD 1945 serta di ridhoi oleh Allah SWT (Bakhri,
2004: 42).
4. Kantor
Cabang
Pada tanggal 12 Rabi’ul awal 1418 atau 17 Juli 1997, Cabang
pertama didirikan di Wonorejo tepatnya di sebelah barat pasar Wonorejo dengan
kantor yang berukuran ± 16,5 m2 dengan usaha BMT (Baitul Maal wat
Tamwil), Balai Usaha Terpadu atau Simpan Pinjam Syari’ah (SPS).
Setahun kemudian membuka cabang yang kedua yaitu usaha
pertokoan yang ditempatkan di sebelah utara pasar Wonorejo. Setengah tahun
kemudian BMT membuka kembali cabang yang ketiga yaitu usaha pembuatan dan
penjualan roti yang ditempatkan di desa Sidogiri. Dan kemudian dibukalah usaha
BMT yang diletakkan di desa Sidogoiri juga, Dan usaha ini menjadi Cabang BMT
MMU yang keempat.
Dengan demikian pada tahun 2000 BMT MMU hanya memiliki empat
cabang. Namun untuk selanjutnya dibuka pula beberapa cabang secara
berturut-turut, yaitu:
- Cabang 5 ditempatkan di Warungdowo, yang operasionalnya dimulai pada tanggal 22 April 2001
- Cabang 6 ditempatkan di Kraton, yang operasionalnya dimulai pada tanggal 21 Mei 2001
- Cabang 7 di tempatkan di Rembang, yang operasionalnya dimulai pada tanggal 18 Juni 2001
- Cabang 8 di tepatkan di Jetis Dhompo Kraton Pasuruan, yang operasionalnya dimulai tanggal 27 November 2002
- Cabang 9 ditempatkan di Nongkojajar, yang operasionalnya dimulai tanggal 17 April 2002
- Cabang 10 ditempatkan di Grati, yang operasionalnya dimulai tanggal 26 April 2002
- Cabang 11 ditempatkan di Gondangwetan, yang operasionalnya dimulai tanggal 30 Juni 2002
- Cabang 12 ditempatkan di Prigen Pandaan Pasuruan, yang operasionalnya dimulai pada awal Maret 2004 (Bakhri, 2004: 49-50).
5. Struktur Organisasi dan Job
Discription BMT-MMU
Struktur organisasi merupakan mekanisme-mekanisme formal
bagaimana organisasi dikelola. Sehingga struktur organisasi dapat mununjukkan
kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara
fungsi-fungsi, bagian-bagian, atau posisi-posisi, yang menjukkan kedudukan,
tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi.
Dengan demikian dalam struktur ini mengandung unsur-unsur spesialisasi kerja,
koordinasi, sentralisasi atau dresentralisasi dalam pembuatan keputusan atau
kebijakan.
Struktur organisasi yang ada di BMT MMU Pasuruan bersifat
sentralisasi (terpusat), yaitu segala
keputusan dan kebijakan serta wewenang menjadi tanggung jawab dalam Rapat
Anggota tahunan (RAT). Sedangkan struktur organisasi dalam setiap Cabang Simpan
Pinjam Syari’ah khususnya di BMT MMU Cabang Wonorejo juga bersifat sentralisasi
tetapi setiap keputusan. Kebijakan serta wewenang menjadi tanggungjawab Kepala
Cabang. Sehingga hierarki struktur organisasi bersifat vertikal, dalam artian
jabatan yang lebih rendah bertanggungjawab kepada jabatan yang lebih tinggi.
Rapat Anggota merupakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi..
Berdasarkan Litbang di BMT-MMU Pasuruan,
(Buku RAT periode 2006-2009) pengurus BMT MMU Pasuruan adalah sebagai berikut :
a. Susunan
Pengurus
§
Ketua :
M. Hadhori Abdul Karim
§
Wakil Ketua I : A. Mana’I Ahmad
§
Wakil Ketua II : Abdul Majid Umar
§
Sekreratris : M. Djakfar Sodiq
§
Bendahara :
H. Abdul Majid Bahri
b. Susunan
Pengawas
- Bidang Syariah : KH. AD. Abdul Rahman Syakur
- Bidang Manajemen : H. Mahmud Ali Zain
- Bidang Keuangan : H. Abdulloh Rahman
c. Penasehat : KH.
Hasbulloh Mun’im Kholili
d. Pengelola
Manajerial
- Manajer : HM. Dumairi Nor
- Kadiv. Unit BMT : Edy Soepardjo
- Kadiv. Unit Riil : M. Masykur Mundzir
- Kadiv. Ak. Adm : Ahmad Ikhwan
- Wakadiv. Unit BMT : Abdulloh Shodiq
- Wakadiv. Ak. Adm : Syamsul Arifin Wahab
Gambar
4.1
Struktur
Organisasi
BMT-MMU PASURUAN

Sumber:
Litbang BMT-MMU Pasuruan
Keterangan
: ------------ - Garis
Instruksi/perintah

Gambar
4.2
Struktur
Organisasi
Cabang
Simpan Pinjam Syari’ah
BMT-MMU PASURUAN

Sumber: Litbang BMT-MMU Cabang
Sidogiri Pasuruan
Job Discription
Adapun perincian tugas,
wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing jabatan dalam pelaksanaan
kegiatan operasionalnya adalah sebagai berikut:
a. Manager
Adapun tugas manager adalah sebagai berikut:
1) Bertanggung
jawab pada pengurus atas segala tugas-tugasnya
2) Memimpin
organisasi dan kegiatan usaha BMT
3) Menyusun
perencanaan dan pengembangan seluruh usaha BMT
4) Mengevaluasi
dan melakukan pembinaan terhadap seluruh usaha BMT
5) Menjalankan
setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pengurus
6) Menyampaikan
laporan perkembangan usaha BMT kepada pengurus setiap bulan satu kali
7) Mengangkat
dan memberhentikan karyawan dengan sepengetahuan pengurus
8) Menandatangani
perjanjian pembiayaan
9) Memutuskan
pemohonan pembiayaan sesuai dengan ketentuan gaji karyawan
10) Mengupayakan
jenis usaha lain yang produktif dengan persetujuan pengurus
11) Membuat
peraturan karyawan
12) Menentukan
target penempatan dari tiap-tiap cabang usaha dalam masa satu tahun.
b. Kepala
Cabang Simpan Pinjam
Syari’ah (SPS)
1) Bertanggung
jawab kepada kepala devisi SPS atas tugas-tugasnya
2) Memimpin
organisasi dan kegiatan usaha cabang SPS
3) Mengevaluasi
dan memutuskan setiap permohonan pembiayaan
4) Melakukan
pengawasan dan pembinaan terhadap pengembalian pembiayaan
5) Menandatangani
perjanjian pembiayaan
6) Menandatangani
Buku tabungan dan Warkat Mudharabah
7) Menyampaikan
laporan pengelolaan BMT kepada Kepala Devisi SPS setiap bulan sekali
c. Marketing/CS
1) Bertanggung
jawab kepada Kepala Cabang atas tugas-tugasnya
2) Memasarkan
produk jasa yang dimiliki SPS
3) Memeriksa
kelengkapan persyaratan pembiayaan dan tabungan
4) Menerima
dan menyetujui permohonan pembiayaan yang selanjutnya dievaluasi dan diputuskan
oleh Kepala Cabang
5) Membuat
buku tabungan atau warkat Tabungan mudharabah berjangka
6) Menerima
setiap saran, keluhan dan kritik dari setiap nasabah
d. Debtcollector
1) Bertanggung
jawab kepada kasir atas tugas-tugasnya
2) Melakukan
penagihan tunggakan pembiayaan
3) Menerima
titipan setoran tabungan
4) Membuat
laporan transaksi keuangan kepada kasir
6. Kegiatan Operasional BMT-MMU
a. Ruang
lingkup Kegiatan BMT MMU
Usaha yang dilakukan dalam koperasi ini adalah:
1) BMT
(Baitul Mal wat Tamwil / Balai Usaha
Mandiri Terpadu ) atau simpan pinjam dengan pola syari’ah
2) Home
Industri berupa pembuatan roti, pembuatan kue sagon aktifitasnya ditampung
dalam 3 cabang.
3) Sektor
riil yang ditampung dalam cabang 2 (dua) aktifitasnya adalah perdagangan.
4) Sektor
jasa berupa jasa penggilingan padi
5) Dan
usaha yang sedang dirilis yaitu peternakan.
6) Produk
usaha unggulan adalah BMT karena manfaatnya sangat dirasakan oleh anggota dan
masyarakat umum.
b. Mitra
Kerja
Koperasi BMT MMU
mempunyai beberapa mitra kerja yang ikut mendukung aktivitas koperasi BMT MMU
ini yaitu
1) Koperasi
pondok pesantren Sidogiri (Kopontren Sidogiri)
2) Koperasi
PER MALABAR Paspepan Pasuruan
3) Koperasi
UGT (Unit Gabungan Terpadu) Sidogiri
4) Koperasi
Muawanah, berkedudukan di Lekok Pasuruan
5) Koperasi
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah “Untung Suropati” Bangil (Bakhri, 2004: 53).
c. Produk
Operasional BMT
BMT singkatan dari
Baitul Mal wat Tamwil/ Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah merupakan system
simpan pinjam dengan pola syari’ah.
Sistem BMT ini adalah konsep
muamalah syari’ah, tenaga yang menangani kegiatan BMT ini telah mendapat
pelatihan dari BMI (Bank Muamalat Indonesia) Cabang Surabaya dan PINBUK (pusat
INKUBASI Bisnis Usaha kecil) Pasuruan
dan Jawa.
Adapun produk BMT-MMU Pasuruan
adalah produk pendanaan dan pembiayaan. Adapun produk-produk pembiayaan di
BMT-MMU Pasuruan adalah sebagai berikut:
1) Mudharabah/Qirod
Adalah pembiayaan kepada kegiatan usaha anggota, yang mana
modal keseluruhan disediakan oleh BMT (Shahibul maal) dan anggota yang menerima
pinjaman bertindak sebagai pengelolah dana (Mudharib) dengan pembagian
keuntungan berdasarkan bagi hasil. Penggunaan pembiayaan ini untuk kegiatan
usaha yang produktif yaitu untuk modal kerja dan pembelian sarana usaha,
terutama untuk mengakomodasi kebutuhan dana pada sector usaha yang tidak dapat
dibiayai dengan pembiayaan murabahah (jual beli), karena tidak ada barang yang
diperjual belikan. Priorities penggunaan pembiayaan ini adalah untuk sektor
perdagangan, pertanian, industri (home industri) dan jasa.
2) Musyarakah/Syirkah
Adalah penyertaan modal BMT kepada usaha anggota yang
dipergunakan untuk tanbahan modal, dimana masing-masing pihak mempunyai hak
untuk ikut serta, mewakilkan, membatalkan haknya dalam pelaksanaan/manajemen
usaha tersebut. Keuntungan usaha ini dapat dibagi menurut perhitungan antara
proporsi penyertaan modal atau berdasarkan kesepakatan bersama. Jika terjadi
kerugian kewajiban masing-masing pihak yang menyertakan hanya sebatas jumlah
modal yang disertakan.
3) Murabahah
Adalah pembiayaan BMT yang dipergunakan untuk pembelian barang
berdasarkan prinsip jual beli dengan sistem pembayaran jatuh tempo, dengan
harga jual sebesar harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati.
4) Ba’i
Bitsaman Ajil
Adalah pembiayaan BMT yang dipergunakan untuk pembelian barang
modal kerja berdasarkan prinsip jual beli dengan system pembayaran angsuran.
Harga jual adalah harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati
5) Qord
Hasan
Adalah pembiayaan atau dana kebajikan yang pendanaannya dari
BMT dan pengembaliannya tanpa pembagian keuntungan.
KLIK INI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA
Pengolahan OLAH SKRIPSI Penelitian, Pengolahan DAFTAR CONTOH SKRIPSI
Statistik, Olah SKRIPSI SARJANA, JASA Pengolahan SKRISPI LENGKAP Statistik, Jasa Pengolahan SKRIPSI EKONOMI
Skripsi, Jasa Pengolahan SPSS CONTOH SKRIPSI , Analisis JASA SKRIPSI 1
ANALISIS PRODUK PEMBIAYAAN BAI’ BITSAMAN AJIL
(BBA) PADA BMT-MMU SIDOGIRI PASURUAN
SKRIPSI
Oleh
DWI RISKA AMALIA
NIM: 04610030
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
2008
2
ANALISIS PRODUK PEMBIAYAAN BAI’ BITSAMAN AJIL
(BBA) PADA BMT-MMU SIDOGIRI PASURUAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada:
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Oleh
DWI RISKA AMALIA
NIM: 04610030
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
2008
3
LEMBAR PERSETUJUAN
ANALISIS PRODUK PEMBIAYAAN BAI’ BITSAMAN AJIL
(BBA) PADA BMT-MMU SIDOGIRI PASURUAN
SKRIPSI
Oleh
DWI RISKA AMALIA
NIM: 04610030
Telah Disetujui, 17 Juli 2008
Dosen Pembimbing,
Umrotul Khasanah,S.Ag., M.Si
NIP. 150287782
Mengetahui :
D e k a n,
Drs. HA. MUHTADI RIDWAN, MA
NIP. 150231828
4
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS PRODUK PEMBIAYAAN BAI’ BITSAMAN AJIL
(BBA) PADA BMT-MMU SIDOGIRI PASURUAN
SKRIPSI
Oleh
DWI RISKA AMALIA
NIM: 04610030
Telah dipertahankan di Depan Dewan Penguji
Dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Pada tanggal 5 Agustus 2008
Susunan Dewan Penguji Tanda Tangan
1. Ketua Penguji : ( )
Misbahul Munir, Lc., MM
NIP. 150368784
2. Sekretaris/ Pembimbing : ( )
Umrotul Khasanah, S.Ag., M.Si
NIP. 150231828
3. Penguji Utama : ( )
Indah Yuliana, SE., MM
NIP. 150327250
Disahkan Oleh :
D e k a n,
Drs. HA. MUHTADI RIDWAN, MA
NIP. 150231828
5
SURAT PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini saya:
Nama : Dwi Riska Amalia
NIM : 04610030
Alamat : Jl. Kayu Manis V Blok H No:7 Tg.Enim, Sum-Sel
Menyatakan bahwa “Skripsi” yang saya buat untuk memenuhi
persyaratan kelulusan pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, dengan judul:
ANALISIS PRODUK PEMBIAYAAN BAI’ BITSAMAN AJIL (BBA)
PADA BMT-MMU SIDOGIRI PASURUAN
Adalah hasil karya saya sendiri, bukan “duplikasi” dari karya orang lain.
Selanjutnya apabila dikemudian hari ada “klaim” dari pihak lain, bukan
menjadi tanggungjawab Dosen Pembimbing dan atau pihak Fakultas
Ekonomi, tetapi menjadi tanggungjawab saya sendiri.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tanpa
paksaan dari siapapun.
Malang, 17 Juli 2008
Hormat Saya,
DWI RISKA AMALIA
NIM: 04610030
6
MOTTO
Artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam
kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui”.
(Q.S. Al-Baqarah: 280)
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kita haturkan kepada Allah SWT. Yang
telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan judul: “Analisis Produk Pembiayaan Bai’ Bitsaman
Ajil (BBA) Pada BMT-MMU Sidogiri Pasuruan”.
Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan keharibaan
baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa petunjuk
kebenaran seluruh umat manusia yaitu Ad-Din Al-Islam yang kita
harapkan syafa’atnya didunia dan diakhirat.
Terselesaikannya skripsi ini dengan baik berkat dukungan,
motivasi, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Imam Suprayogo, selaku Rektor UIN Malang
2. Bapak Drs. H. A Muhtadi Ridwan, MA, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi UIN Malang.
3. Ibu Umrotul Khasanah, S.Ag.,M.Si, selaku Dosen Pembimbing, yang
telah memberi masukan, saran serta bimbingan dalam proses
menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak/Ibu Dosen UIN Malang yang telah memberikan ilmunya
dengan tulus.
8
5. Bapak H.M. Dumairi Nor, selaku Manajer BMT-MMU Sidogiri
Pasuruan.
6. Bapak Abdullah Shodiq, selaku staf Manager BMT-MMU Pasuruan
yang telah memberikan bantuan berupa informasi-informasi yang
sangat berharga yang berkenaan dengan pembahasan skripsi ini.
7. Sahabat-Sahabat FE UIN 2004, terimakasih atas sumbangan saran dan
pemikiran-pemikiran yang cemerlang dan selalu memotivasi serta
memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini
Semoga amal baik kalian diterima Allah dan mendapat imbalan
serta ganjaran dari Allah SWT. Amien
Penulis sadar bahwa tidak ada sesuatu pun yang sempurna kecuali
Allah SWT. Oleh karena itu, dengan senang hati penulis menerima kritik
dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan juga bagi pembaca umumnya. Amin Ya Rabbal
Alamin
Malang, 17 Juli 2008
Penulis
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
M O T T O.......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv
ABSTRAK.......................................................................................................... xv
BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 9
BAB II : KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 10
A. Penelitian Terdahulu .................................................................. 10
B. Baitul Maal wat Tamwil (BMT)................................................. 12
1. Pengertian BMT..................................................................... 12
2. Karakteristik BMT................................................................. 15
3. Status,Ciri-Ciri dan Struktur Organisasi BMT.................. 16
4. Prinsip Utama BMT .............................................................. 19
5. Produk-Produk BMT............................................................ 20
C. Pembiayaan.................................................................................. 23
1. Pengertian Pembiayaan........................................................ 23
2. Jenis-Jenis Pembiayaan......................................................... 24
3. Pendekatan Analisis Pembiayaan....................................... 26
4. Prinsip Analisis Pembiayaan............................................... 27
5. Tujuan Analisis Pembiayaan............................................... 30
6. Proses Pembiayaan ............................................................... 30
7. Prosedur Analisis Pembiayaan ........................................... 31
8. Pembiayaan Dalam Perspektif Islam ................................. 33
D. Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) ............................................................ 35
1. Pengertian Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) .................................. 35
2. Landasan Syariah BBA......................................................... 37
3. Manfaat Bai’ Bitsaman Ajil (BBA)....................................... 39
10
4. Tahap Pembiayaan Bai’ Baitsaman Ajil (BBA) ................. 40
5. Tujuan Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) .................. 41
6. Skema Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) ................... 41
7. Perbedaan Bai’ Bitsaman Ajil dengan Murabahah .......... 42
E. Pendapatan (Profitabilitas) ........................................................ 43
1. Pengertian Profitabilitas....................................................... 43
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas........... 44
3. Rasio Profitabilitas ................................................................ 47
4. Profitabilitas Dalam Perspektif Islam................................. 49
F. Kerangka Berfikir ........................................................................ 53
BAB III: METODE PENELITIAN................................................................ 54
A. Lokasi Penelitian ......................................................................... 54
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian............................................... 55
C. Data dan Sumber Data ............................................................... 55
D. Teknik Pengumpulan Data........................................................ 57
E. Model Analisis Data.................................................................... 59
BAB IV: PAPARAN DAN PEMBAHASAN DATA HASIL
PENELITIAN ................................................................................... 61
A. Paparan Data Hasil Penelitian................................................... 61
1. Sejarah BMT........................................................................... 61
2. Visi dan Misi BMT-MMU..................................................... 65
3. Maksud dan Tujuan BMT-MMU........................................ 65
4. Kantor Cabang....................................................................... 66
5. Struktur Organisasi dan Job Description BMT-MMU..... 67
6. Kegiatan Operasional BMT-MMU...................................... 72
B. Pembahasan Data Hasil Penelitian........................................... 76
1. Aplikasi Pemberian Pembiayaan BBA............................... 76
a. Pembiayaan di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan .......... 76
b. Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil ..................................... 78
c. Prosedur Pemberian Pembiayaan BBA di BMT ......... 84
d. Analisa Pembiayaan BBA .............................................. 87
e. Faktor Pendukung dan Penghambat BMT dalam
Aplikasi Pembiayaan...................................................... 92
2. Kontribusi Pembiayaan BBA............................................... 94
a. Analisa Dari Komposisi Pembiayaan........................... 94
b. Analisa Komposisi Keuntungan Pembiayaan ............ 98
c. Analisa Pendapatan (Total) Terhadap Kontribusi
Pembiayaaan BBA........................................................... 100
d. Rasio Profitabilitas BMT-MMU..................................... 102
e. Upaya-Upaya Yang dilakukan BMT-MMU dalam
Meningkatkan Pendapatannya ..................................... 108
11
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 109
A. Kesimpulan .................................................................................. 109
B. Saran.............................................................................................. 111
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
12
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Produk dan Data Nasabah Pembiayaan .................................... 7
Tabel 1.2 : Pendapatan Produk Pembiayaan................................................ 9
Tabel 2.1 : Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu..................... 11
Tabel 2.2 : Perbedaan Bai’ Bitsaman Ajil dan Murabahah ......................... 43
Tabel 4.1 : Jumlah Nasabah Pembiayaan...................................................... 77
Tabel 4.2 : Perbedaan BBA dan Murabahah di BMT .................................. 81
Tabel 4.3 : Contoh Kartu Angsuran Pembiayaan BBA............................... 83
Tabel 4.4 : Komposisi Pembiayaan ................................................................ 95
Tabel 4.5 : Hasil Prosentase Komposisi Pembiayaan.................................. 95
Tabel 4.6 : Analisa Komposisi Keuntungan Pembiayaan........................... 99
Tabel 4.7 : Hasil Analisa Komposisi Keuntungan Pembiayaan ................ 99
Tabel 4.8 : Analisa Kontribusi Pembiayaan BBA......................................... 101
Tabel 4.9 : Perhitungan Net Profit Margin (NPM)........................................ 103
Tabel 4.10 : Perhitungan Return On Assets (ROA) ....................................... 104
Tabel 4.11 : Perhitungan Return On Equity (ROE) ....................................... 106
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Struktur Organisasi BMT......................................................... 18
Gambar 2.2 : Jenis-Jenis Pembiayaan ............................................................ 26
Gambar 2.3 : Proses Pembiayaan................................................................... 31
Gambar 2.4 : Skema Pembiayaan BBA.......................................................... 41
Gambar 2.5 : Kerangka Berfikir...................................................................... 43
Gambar 4.1 : Struktur Organisasi BMT-MMU............................................. 69
Gambar 4.2 : Struktur Organisasi Cabang SPS BMT-MMU ...................... 70
Gambar 4.3 : Prosedur Pembiayaan BBA ..................................................... 87
14
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 : Kontribusi Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) .................. 101
Grafik 4.2 : Net Profit Margin (NPM) BMT-MMU........................................ 104
Grafik 4.3 : Return On Assets (ROA) BMT-MMU......................................... 105
Grafik 4.4 : Return On Equity (ROE) BMT-MMU......................................... 106
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Bukti Konsultasi ....................................................................... 116
Lampiran 2 : Surat Keterangan Penelitian................................................... 117
Lampiran 4 : Pedoman Interview................................................................. 118
Lampiran 5 : Hasil Penelitian Dengan Metode Wawancara..................... 119
Lampiran 6 : Hasil Penelitian Dengan Metode Dokumentasi .................. 120
Lampiran 7 : Piagam Penghargaan BMT-MMU dari Gubernur Jawa
Timur.......................................................................................... 121
Lampiran 8 : Piagam Penghargaan BMT-MMU dari Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah ..................... 122
Lampiran 9 : Laporan Keuangan BMT-MMU Sidogiri Periode
2003-2007 ................................................................................... 123
Lampiran 10 : Prosedur Pengajuan Pembiayaan BMT............................... 124
Lampiran 11 : Fatwa DSN-Tentang Murabahah ......................................... 125
Lampiran 12 : Dokumentasi Foto Penelitian................................................ 126
16
ABSTRAK
Amalia, Dwi Riska, 2008 SKRIPSI. Judul: “Analisis Produk Pembiayaan
Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) Pada BMT-MMU Sidogiri Pasuruan”
Pembimbing : Umrotul Khasanah, S.Ag., M.Si
Kata Kunci : Pembiayaan, Bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
BMT merupakan lembaga keuangan non-bank dan salah satu
kegiatannya adalah pembiayaan. Salah satu jenis pembiayaan di BMTMMU
Pasuruan adalah pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) yang
merupakan pembiayaan dengan sistem jual beli . Adapun mengenai data
nasabah dan asset yang diberikan, pembiayaan BBA yang paling dominan
dan diminati oleh nasabah. Pernyataan ini dapat dilihat dari peningkatan
pendapatan setiap tahunnya. Dengan banyaknya nasabah dan asset yang
diberikan pembiayaan dengan kontrak BBA tersebut, memiliki efek positif
bagi perkembangan BMT serta termasuk pembiayaan yang sangat efektif
dan produktif untuk meningkatkan pendapatan BMT. Oleh sebab itu
peneliti merumuskan masalah untuk mengetahui prosedur pembiayaan
bai’ bitsaman ajil serta kontribusi pembiayaan bai’ bitsaman ajil dalam
meningkatkan pendapatan BMT-MMU.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif pendekatan dengan
deskriptif yang bertujuan untuk mendiskripsikan prosedur pembiayaan
Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) serta kontribusi pembiayaan BBA dalam
meningkatkan pendapatan BMT. Model analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu pengumpulan data,
pemilihan data, penyajian data selanjutnya menarik kesimpulan serta
memberikan solusi dalam menyelesaikannya.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa, BMT telah menetapkan
prosedur pembiayaan yang harus dipenuhi oleh setiap calon nasabah
diawali dengan pengajuan permohonan sampai kepada informasi
persetujuan realisasi pembiayaan dan menggunakan prinsip analisis
pembiayaan 5C. Pembiayaan BBA memberikan kontribusi yang sangat
besar terhadap pendapatan BMT-MMU. Secara berturut-turut kontribusi
pembiayaan BBA terhadap pendapatan BMT dari tahun 2003 sebesar 71%,
kemudian tahun 2004 sebesar 74% yang berarti naik sebesar 3%. Pada
tahun 2005 sebesar 65%, di tahun 2006 menurun sebesar 9% menjadi 56%.
Prosentase pembiayaan BBA mengalami penurunan, akan tetapi apabila
ditinjau lebih jauh, penurunan tersebut tidak disertai dengan penurunan
dalam bentuk jumlah pendapatan yang diperoleh. Terbukti bahwa dari
tahun ke tahun pendapatan pembiayaan BBA mengalami kenaikan yang
signifikan. Pada tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 4% sehingga
menjadi 60%.
17
ABSTRACT
Amalia, Dwi Riska, 2008 THESIS. Title: “Analysis of Product Ba’i Bitsaman
Ajil (BBA) Funding at BMT-MMU Sidogiri Pasuruan”
Advisor: Umrotul Khasanah, S.Ag., M.Si
Key Words: Funding, Ba’i Bitsaman Ajil (BBA)
BMT is a non-bank financial institution and one of its activity is
funding. One of funding type in BMT-MMU Pasuruan is Ba’i Bitsaman Ajil
(BBA) funding which the funding system by using trading. Ba’i Bitsaman
Ajil (BBA) is the most dominant funding system which is choosed by
clients because of its services about hitting client data and given asset. This
statement can be proved by its increasing income every year. With many
clients and asset given by Ba’i Bitsaman Ajil (BBA) contract, it has positive
effect for the development of BMT including the effectively and
productively funding to increase BMT income. Therefore the researcher
formulates problem to find out the application of BBA funding and its
funding contribution to improve the BMT-MMU income.
This research is qualitative research with descriptive approach
which the purpose is to describe the application of BBA funding and its
funding contribution to improve the BMT-MMU income. The model of
data analysis used in this research is data qualitative analysis which is
including data collection, election of data, and presentation of data,
hereinafter conclude and also give solution to solve the problem.
From the result of research, which has stated that the application of
BBA funding, BMT has specified funding procedure which must be fulfill
by every client candidate early with proffering of application until to
information of approval the realization of funding by using 5C funding
analysis principle. BBA funding gives so much contribution to improve
the BMT-MMU income. The contribution of BBA funding to BMT income
of year 2003 equal to 71%, ;then in 2004 equal to 74%, respectively. It
means that there is an increasing up to 3%. In the year of 2005 equal to
65%, and in 2006 equal to 56%. Percentage of BBA funding had
degradation. However, if it’s evaluated farther, the degradation do not
accompany with degradation in the form of amount. It is proved that from
year the income BBA funding had some significant increasing. In 2007 the
experiment increase equal to 4% so that the increasing become 60%.
18
! " #$ " % & ’ () %$ * . .
”4
/ 3 012 .$/ BMT-MMU - (BBA) %+,
:1& + . ; 78 9 :5 7356
%+, ! " #$ % ? 7 > < &=
- G
H 0.C G
H @ 7D6EF .C
8" B$ 7$ 7A$@ @ BMT
7N 5D" G
H 7N 5D M @ L(BBA)%+ !&" #$" @ 4
/ 3 ’ ’KJ ’ I
UC 0T %+ !&" #$" G
H L D S QR
P B=) 7N 5D O L#$
M S QR
P :5!>" 78/ %2 - X 5&YF 7$W5E V9 T@ 5(8 D&/ LP
BMT 6&) " U\ F 7 $N [ L52Z .W 0T %+ !&" #$" .N " G
H D
0R
% a TYR
‘ U " BMTX 5&YF 7$W5& 7$ 8 ^ _F G
H ]$3 %Y
X 5& 7$W5E - %+ !&" #$" G
H 05b # %+ !&" #$" 7$D G 5 & 7 A
LBMT-MMU
#$" G
H 7$D 7
H c 7
H " U 5NE 7$ 8 %$ * @ %$ & T@
0T e6 %$ * 7N 5d L BMTX 5&YF 7$W5E - BBA G
H 05b # %+ !&"
TY @. " : 7g d :
$&Y : #f @ 7$ 8 %$ * @ %$ & T@ - % &
L7$=H& - 7N 5D D h 8&/F
m 7N=8 7N 5D k l .WjE BMT , BBA7N=8 7$D T$=8E 4R %$ & Q /R i
7N$N9 j$C -
Y, iER mC U d 7q 5 %$p6& " R. Lo n_5 %2 i U+
BMT-X 5&Yu st BBAG
H 5!2R iD R LXr BBA 7N=8 %$ & R. % & 7N=8
78/ - {z xyw v 78/ " && BMT X 5&Yu st BBA G
H LMMU
7 " } 78/ - }rw 7 " r 78/ - Lvw =)
c x|w 7 "
# & F =g8
‘ .$ 5(8) ‘t > L=g8 7 C - BBA G
H ~$6g Lr}w
7 C - (BBA)%+ !&" #$" G
H 78/ t 78/ 4z R %$ . L7 - =g8
} wt .O C - | w 7 " } 78/ - =E
t L =E
F
19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Institusi keuangan belum dikenal secara jelas dalam sejarah Islam.
Namun prinsip-prinsip pertukaran dan pinjam-meminjam sudah ada dan
banyak terjadi pada zaman Nabi SAW bahkan sebelumnya. Tidak
dipungkiri bahwa kemajuan pembangunan ekonomi dan perdagangan,
telah mempengaruhi lahirnya institusi yang berperan dalam lalu lintas
keuangan. Para pedagang dan pengusaha sudah tidak mungkin lagi
mengurusi keuangan secara sendiri (Ridwan, 2005:51). Konsep organisasi
atau lembaga keuangan sesungguhnya sudah dikenal sejak sebelum Nabi
Muhammad diangkat menjadi rosul. Lembaga baitul maal (rumah dana),
merupakan lembaga bisnis dan sosial yang pertama dibangun oleh nabi.
Lembaga ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan (Ridwan, 2005:56).
Lembaga keuangan telah berperan sangat besar dalam
pengembangan dan pertumbuhan masyarakat industri modern. Produksi
berskala besar dengan kebutuhan investasi yang membutuhkan modal
yang besar tidak mungkin dipenuhi tanpa bantuan lembaga keuangan.
Lembaga keuangan merupakan tumpuan bagi para pengusaha untuk
mendapatkan tambahan modalnya melalui mekanisme kredit dan
menjadi tumpuan investasi melalui mekanisme saving. Sehingga lembaga
20
keuangan telah memainkan peranan yang sangat besar dalam
mendistribusikan sumber-sumber daya ekonomi dikalangan masyarakat,
meskipun tidak sepenuhnya dapat mewakili kepentingan masyarakat
luas.
Dari persoalan di atas, mendorong munculnya lembaga keuangan
syariah alternatif. Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi
bisnis tetapi juga sosial. Juga lembaga yang tidak melakukan pemusatan
kekayaan pada sebagian kecil orang pemilik modal (pendiri) dengan
penghisapan pada mayoritas orang, tetapi lembaga yang kekayaannya
terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga yang terlahir dari kesadaran
umat dan ditakdirkan untuk menolong kelompok mayoritas yakni
pengusaha kecil/mikro. Lembaga tersebut adalah Baitul Maal wa Tamwil
(BMT) (Ridwan, 2005:73).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keuangan
Bank maupun Non-Bank yang bersifat formal dan beroperasi di pedesaan,
umumnya tidak dapat menjangkau lapisan masyarakat dari golongan
ekonomi menengah ke bawah. Ketidakmampuan tersebut terutama dalam
sisi penggunaan risiko dan biaya operasi, juga dalam identifikasi usaha
dan pemantauan penggunaan kredit yang layak usaha. Ketidakmampuan
lembaga keuangan ini menjadi penyebab terjadinya kekosongan pada
segmen pasar keuangan di wilayah pedesaan. Akibatnya 70% s/d 90%
kekosongan ini diisi oleh lembaga keuangan non-formal, termasuk yang
21
ikut beroperasi adalah para rentenir dengan mengenakan suku bunga
yang tinggi. Untuk menanggulangi kejadian-kejadian seperti ini perlu
adanya suatu lembaga yang mampu menjadi jalan tengah. Wujud
nyatanya adalah dengan memperbanyak mengoperasikan lembaga
keuangan berprinsip bagi hasil, yaitu; Bank Umum Syariah, BPR Syariah,
dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) (Muhammad, 2005:16).
Baitul Maal wat Tamwil atau biasa dikenal dengan sebutan BMT,
dari segi bahasa atau bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang
berarti rumah uang dan (rumah) pembiayaan, sehingga bila diartikan
secara terpisah, baitul maal adalah rumah uang. Namun bukanlah yang
dimaksud dengannya dalam tulisan ini adalah demikian. Baitul maal
adalah lembaga keuangan berorientasi sosial keagamaan yang kegiatan
utamanya menampung serta menyalurkan harta masyarakat berupa
zakat, infaq dan shadaqah (ZIS). Sedangkan baituttamwil adalah lembaga
keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana masyarakat dalam
bentuk tabungan (simpanan) maupun deposito dan menyalurkan kembali
kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah melalui mekanisme yang lazim dalam dunia perbankan (Ilmi,
2002: 67).
Keberadaan BMT merupakan representatif dari kehidupan
masyarakat dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu
mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat. Peran umum BMT
22
yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang
berdasarkan sistem syariah. Keberadaan BMT ini diharapkan mampu
untuk berperan aktif dalam memperbaiki kondisi masyarakat yang
sebagian harus menghadapi rentenir-rentenir yang nantinya masyarakat
akan terjerumus pada masalah ekonomi (Sudarsono, 2005:96).
Berdirinya BMT-MMU Sidogiri pada tahun 1997 tidak dapat
dilepaskan dari pusaran pertumbuhan LKMS di Indonesia. Pada awal
berdirinya BMT-MMU hanya bermodalkan Rp 13,5 juta yang dihimpun
dari dana guru-guru ranting Madrasah Miftahul Ulum (MMU). Serta
berdirinya lembaga ini berawal dari keprihatinan para guru (asatidz) di
pondok pesantren Sidogiri terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang
kurang memperhatikan kaidah-kaidah Islam. Mereka resah dengan
adanya praktek ekonomi ribawi yang dilakukan oleh para rentenir di
lingkungan kota santri ini (Bakhri, 2004: 89).
Kemajuan yang dicapai oleh koperasi Baitul Maal wa Tamwil
Maslahah Mursalah lil Ummah (BMT-MMU) Sidogiri, merupakan angin
segar bagi peningkatan peran pesantren dalam pemberdayaan ekonomi
ummat. Dalam bukunya Bakhri (2004:23) setelah 7 tahun berkiprah dalam
pemberdayaan ekonomi ummat, BMT-MMU telah memiliki 12.470 orang
penabung, omsetnya mencapai Rp 35 Milyar dengan Asset Rp 8,1 Milyar.
Dana yang dihimpun dari masyarakat disalurkan melalui program
23
pembiayaan kepada 3.162 orang dengan LDR (Loan Deposit Ratio) sebesar
76,14%.
Untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara pesat,
BMT-MMU Sidogiri melakukan kegiatan penghimpun dana dan juga
penyaluran dana. Pada sisi penghimpun dana BMT-MMU menghimpun
dana dari anggota (nasabah) dengan akad wadi'ah (sewa), mudharabah
umum, deposito, qiradh atau pun qard. Sedangkan pada sisi penyalur dana,
BMT-MMU melakukan transaksi pembiayaan dengan menggunakan
sistem bagi hasil yaitu akad mudharabah dan musyarakah, sistem jual beli
yaitu Murabahah, Bai Bitsaman Ajil maupun sistem nirlaba yaitu Qard
Hasan (sosial).
BMT sebagai lembaga keuangan tidak pernah lepas dari masalah
pembiayaan, karena kegiatan BMT sebagai lembaga keuangan pemberian
pembiayaan merupakan kegiatan utamanya. Pembiayaan merupakan
penyaluran dana BMT kepada pihak ketiga berdasarkan kesepakatan
pembiayaan antara BMT dengan pihak lain dengan harga ditetapkan
sebesar biaya perolehan barang ditambah margin keuntungan yang
disepakati untuk keuntungan BMT. Adapun jumlah nasabah pembiayaan
di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan adalah sebagai berikut:
24
Table 1.1
Produk Pembiayaan dan Data Nasabah
BMT-MMU Tahun 2005-2007
Ket 2005 % 2006 % 2007 %
BBA 631 60,5 529 50,6 688 62
Musyarakah - - - - - -
Mudharabah 391 37,4 433 39,3 374 33,7
Murabahah 3 0,3 4 0,36 1 0,09
Qord Hasan 9 0,86 15 1,36 44 3,97
JUMLAH 1043 1043 1107
Sumber : Data diolah dari laporan keuangan BMT MMU Pasuruan
Dengan melihat jumlah nasabah pembiayaan pada tabel 1.1,
pembiayaan yang paling dominan di BMT-MMU Sidogiri adalah
pembiayaan bai’ bistaman ajil (BBA). Hal ini memberi banyak manfaat
kepada BMT, salah satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih
harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Berdasarkan
hasil wawancara dengan ustadz Dumairi Nor selaku Manajer BMT-MMU
Sidogiri Pasuruan bahwa pembiayaan bai’ bitsaman ajil (BBA) dinilai
sangat sesuai dengan karakteristik kebanyakan nasabah BMT-MMU yaitu
pengusaha mikro dikarenakan, Pertama; sistem BBA sangat sederhana, hal
tersebut memudahkan dalam penanganan administrasi di BMT, kedua;
fleksibel kemudian ketiga; angsuran sangat mempermudah para nasabah
(usaha mikro) dalam melunasi karena pendapatan mereka yang minim
dan tidak menentu.
Peluang relatif banyaknya nasabah pembiayaan dengan kontrak
bai’ bitsaman ajil (BBA) tersebut, tentunya selain memiliki efek positif bagi
25
perkembangan BMT serta bai’ bitsaman ajil (BBA) termasuk produk
pembiayaan yang sangat efektif dan produktif untuk meningkatkan
pendapatan nasabah dan BMT. Dalam hal ini besarnya jumlah
pembiayaan yang disalurkan akan meningkatkan tingkat keuntungan
(profit) pada BMT. Pernyataan ini dapat dilihat dari peningkatan
pendapatan dari tiap-tiap produk pembiayaan setiap tahunnya, sebagai
berikut:
Table 1.2
Pendapatan Produk Pembiayaan
BMT-MMU Tahun 2003-2007
Pembiayaan Pembiayaan Yang Diperoleh
2003 2004 2005 2006 2007
BBA 1.156.643.541 1.572.584.691 2.010.293.977 2.065.797.618 2.911.280.922
Musyarakah - - 350.000 1.950.000 400.000
Mudharabah 216.557.828 237.951.586 626.769.501 900.392.394 823.531.156
Murabahah 2.102.055 10.588.750 2.440.500 10.885.102 20.685.498
Qard Hasan 230.000 9.030.000 28.400.000 2.080.317 117.297.657
Total 1.375.533.424 1.830.155.027 2.668.253.978 2.981.105.431 3.873.195.233
Sumber: Data Diperoleh dari Laporan Keuangan BMT-MMU Sidogiri Pasuruan
Sebagai upaya memperoleh pendapatan yang semaksimal
mungkin, aktivitas pembiayaan BMT, juga menganut azas Syari’ah, yakni
dapat berupa bagi hasil, keuntungan maupun jasa manajemen. Upaya ini
harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan likuiditas dapat
terjamin dan tidak banyak dana yang menganggur.
Mengingat pembiayaan bai’ bitsaman ajil (BBA) sebagai sistem
pembiayaan yang sangat urgen maka sistem dan manajemen serta
pengelolaannya harus benar-benar dirumuskan dan diaplikasikan sebaik
26
mungkin guna meningkatkan profesionalitas dan kualitas serta efektifitas
perekonomian umat untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengambil
judul “Analisis Produk Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) Pada
BMT-MMU Sidogiri Pasuruan”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) di
BMT-MMU Sidogiri Pasuruan?
2. Bagaimana kontribusi pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) dalam
meningkatkan pendapatan BMT-MMU Sidogiri Pasuruan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan prosedur pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil
(BBA) di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
2. Untuk mendeskripsikan kontribusi pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil
(BBA) dalam meningkatkan pendapatan BMT-MMU Sidogiri
Pasuruan.
27
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna bagi
segala pihak diantaranya:
1. Bagi peneliti, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan baru bagi peneliti mengenai aplikasi pembiayaan Bai’
Bitsaman Ajil secara komprehensif.
2. Bagi Lembaga, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan
acuan atau bahan data dalam menjalankan kegiatan usaha.
3. Bagi pihak lain, dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
pengetahuan serta dapat dijadikan tambahan bacaan ilmiah
kepustakaan dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan serta
bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
28
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh
beberapa peneliti terdahulu yang mengkaji antara lain:
Nurul Farida (2003) dengan judul “Analisis pembiayaan al Bai’u
Bitsaman Ajil Bagi Usaha Kecil (Studi kasus pada BMT As Sa’adah
Malang)” Jenis penelitian yakni Kualitatif deskriptif. Hasil analisisnya
adalah bahwa pembiayaan BBA ini membawa pengaruh yang baik
kepada para pengusaha kecil yaitu dengan adanya produk pembiayaan
BBA ini mereka (para usaha kecil) bisa memenuhi barang-barang
kebutuhan yang mereka perlukan untuk menjalankan dan
mengembangkan usahanya.
Muazizah (2004) dengan Judul “Analisis Penilaian Bank Terhadap
Nasabah Pembiayaan Murabahah Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan
Profitabilitas Pada BPRS Bumi Rinjani Batu”. Jenis penelitiannya,
Penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil analisisnya adalah
bahwa dalam melakukan penelian nasabah pembiayaan murabahah di
BPRS Bumi Rinjani Batu didasarkan pada analisis 5C. Sedangkan untuk
aspek profitabilitasnya pada BPRS Bumi Rinjani Batu mengalami kenaikan
tiap tahunnya.
29
Table 2.1
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Jenis
penelitian
Hasil
1. Nurul
Farida
(2003)
Analisis Pembiayaan al Bai’u
Bitsaman Ajil Bagi Usaha Kecil
(Studi Kasus Pada BMT As
Sa’adah Malang)
Kualitatif
Deskriptif
pembiayaan BBA ini
membawa pengaruh yang
baik kepada para pengusaha
kecil yaitu dengan adanya
produk pembiayaan BBA ini
mereka (para usaha kecil)
bisa memenuhi barangbarang
kebutuhan yang
mereka perlukan untuk
menjalankan dan
mengembangkan usahanya.
2. Muazizah
(2004)
“Analisis Penilaian Bank
Terhadap Nasabah
Pembiayaan Murabahah
Sebagai Upaya Untuk
Meningkatkan Profitabilitas
Pada BPRS Bumi Rinjani Batu”
Kualitatif
deskriptif
Dalam melakukan penilaian
nasabah pembiayaan
murabahah di BPRS Bumi
Rinjani Batu didasarkan pada
analisis 5C. Sedangkan untuk
aspek profitabilitasnya pada
BPRS Bumu Rinjani Batu
mengalami kenaikan tiap
tahunnya.
3 Dwi Riska
Amalia
(2008)
“Analisis Pembiayaan Bai’
Bitsaman Ajil (BBA) Dalam
Meningkatkan Pendapatan
BMT (Studi Pada BMT-MMU
Sidogiri Pasuruan
Kualitatif
Deskriptif
Pembiayaan bai’ bitsaman ajil
(BBA) memberikan
kontribusi yang sangat besar
terhadap pendapatan BMTMMU.
Pendapatan terbesar
dan optimal didapatkan dari
pembiayaan jual beli BBA.
Dimana pendapatan yang
diperoleh dari pembiayaan
BBA setiap tahun mengalami
peningkatan. Kemudian
dalam menganalisa
pembiayaan, BMT-MMU
menggunakan prinsip 5 C
(Character, Capacity, Collateral,
Capital, dan Condition).
Sumber: Data diolah oleh peneliti
30
Dengan melihat tabel di atas, maka dapat terlihat persamaan dan
perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Adapun
persamaannya yaitu dalam hal judul pembahasan dan juga metode
penelitian. Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) merupakan salah satu
pokok pembahasan dalam penelitian sekarang maupun dalam penelitian
terdahulu. Dan metode yang digunakan dalam penelitian antara
keduanya yaitu dengan pendekatan kualitatif.
Sedangkan yang membedakan antara penelitian sekarang dengan
penelitian terdahulu yaitu dalam penelitian Nurul Farida (2003) lebih
fokus pada Usaha Kecil sedangkan penelitaian sekarang yaitu Dalam
meningkatkan Pendapatan BMT. Penelitian Muazizah (2004) mengenai
pembiayaan Murabahah dimana pembiayaan murabahah ini sama-sama
merupakan pembiayaan dengan akad jual beli, Prinsip yang digunakan
adalah sama seperti pembiayaan Bai’ Bithaman Ajil, hanya saja proses
pengembaliannya dibayarkan pada jatuh tempo pengembaliannya. Serta
yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang
adalah dalam hal lokasi penelitian/studi kasusnya.
B. Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
1. Pengertian BMT
BMT merupakan sebuah lembaga keuangan non-bank. Baitul maal
wat tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul
tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha–usaha pengumpulan dan
31
penyaluran dana yang non–profit, seperti; zakat, infaq dan shadaqah.
Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran
dana komersial. Usaha–usaha tersebut menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi
masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.
Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer
karena mengemban misi yang lebih luas, yakni menetapkan usaha kecil.
Dalam prakteknya, PINBUK menetapkan BMT, dan pada gilirannya BMT
menetapkan usaha kecil. Keberadaan BMT merupakan representasi dari
kehidupan masyarakat dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT
mampu mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat (Sudarsono,
2005:96).
Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan
dan pendanaan yang berdasarkan sistem syariah. Peran ini menegaskan
arti penting prinsif–prinsip syariah dalam kehidupan ekonomi
masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syariah yang bersentuhan
langsung dengan kehidupan masyarakat kecil yang serba cukup ilmu
pengetahuan ataupun materi maka BMT mempunyai tugas penting dalam
pengemban misi keislaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu , BMT diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam
32
memperbaiki kondisi ini. Dengan keadaan tersebut keberadaan BMT
setidaknya mempunyai beberapa peran :
a. Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non – Syariah. Aktif
melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting sistem
ekonomi Islami. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan–pelatihan
mengenai cara–cara bertransaksi yang islami, misalnya supaya ada
bukti dalamtransaksi, dilarang curang dalam menimbang barang, jujur
terhadap konsumen dan sebagainya.
b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus
bersikap aktif menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro,
misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan
pengawasan terhadap usaha–usaha nasabah atau masyarakat umum.
c. Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih
tergantung renternir disebabkan renternir mampu memenuhi
keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka
BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu
tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana dan lain
sebagainya.
d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.
Fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks
dituntut harus pandai bersikap, oleh karena itu langkah – langkah
untuk melakukan evaluasi dalam rangka pemetaan skala prioritas
33
yang harus diperhatikan, misalnya dalam masalah pembiayaan, BMT
harus memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah
dan jenis pembiayaan (Sudarsono, 2007: 98).
2. Karakteristik BMT
Menurut Ridwan (2004:132) BMT mempunyai ciri utama dan ciri
khusus. Adapun ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a. Ciri utama
1) Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan
pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan
masyarakat.
2) Bukan lembaga sosial, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan
pengumpulan dan pensyarufan dana zakat, infaq, dan sedekah
bagi kesejahteraan orang banyak.
3) Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di
sekitarnya.
4) Milik bersama masyarakat bawah bersama dengan orang kaya di
sekitar BMT, bukan milik perorangan atau orang dari luar
masyarakat. Atas dasarnya ini BMT tidak dapat berbadan hukum
perseroan.
b. Ciri khusus
34
1) Staf dan karyawan BMT bertindak proaktif, tidak menunggu tetapi
menjemput bola, bahkan merebut bola, baik untuk menghimpun
dana anggota maupun untuk pembiayaan.
2) Kantor dibuka dalam waktu yang tertentu yang ditetapkan sesuai
kebutuhan pasar, waktu buka kasnya tidak terbatas pada siang hari
saja, tetapi dapat saja malam atau sore hari tergantung pada
kondisi pasarnya.
3) BMT mengadakan pendampingan usaha anggota.
4) Manajemen BMT adalah profesional islami
3. Status, Ciri-ciri dan Struktur Organisasi BMT
a. Status dan Badan Hukum
Badan hukum yang disandang oleh BMT (berkembang sampai
dengan) sebagai:
1) Koperasi Serba Usaha atau Koperasi Simpan Pinjam
2) KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) atau Prakoperasi Dalam
program PHBK-BI (Proyek Hubungan Bank dengan KSM :
Kelompok Swadaya Masyarakat Bank Indonesia) BI
memberikan izin kepada LPSM (Lembaga Pengembangan
Swadaya Masyarakat) tertentu untuk membina KSM.
3) LPSM itu memberikan sertifikat pada KSM (dalam hal ini
Baitutamwil) untuk beroperasi KSM disebut juga sebagai
prakoperasi.
35
4) MUI, ICMI, BMI telah menyiapkan LPSM bernama PINBUK
yang dalam kepengurusannya mengikutsertakan unsur-unsur
DMI, IPHI, pejabat tinggi negara yang terkait, BUMN, dan lainlain
(Muhamad, 2000:114).
b. Ciri-ciri
Sebagai lembaga keuangan informal, BMT memiliki ciri-ciri:
1) Modal awal lebih kurang Rp. 5 s.d Rp. 10 juta
2) Memberikan pembiayaan kepada anggota relatif lebih kecil,
tergantung perkembangan besarnya modal.
3) Menerima titipan zakat, infak dan shadakah dari Baziz.
4) Calon pengelola atau manajer dipilih yang beraqidah,
komitmen tinggi pada pengembangan ekonomi umat, amanah,
dan jujur, jika mungkin minimal lulusan D3, S1.
5) Dalam operasi menggiatkan dan menjemput berbagai jenis
simpanan mudharabah, demikian pula terhadap nasabah
pembiayan. Tidak hanya menunggu.
6) Manajemennya profesional dan Islami:
• Administrasi pembukuan dan prosedur perbankan
• Aktif, menjemput, beranjangsana, berprakarsa
• Berperilaku ahsanu’ amala: service excellence (Muhamad,
2000:115).
36
Gambar 2.1
STRUKTUR ORGANISASI BMT
Keterangan : ------------ Garis Koordinasi
Garis Komando
Sumber: Sudarsono (2005:101).
Tetapi dalam kenyataannya setiap BMT memiliki bentuk struktrur
organisasi yang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh:
1) Ruang lingkup atau wilayah operasi BMT
2) Efektivitas dalam pengelolaan organisasi BMT
3) Orientasi program kerja yang akan direalisasikan dalam jangka
pendek dan jangka panjang
4) Jumlah sumber daya manusia yang diperlukan dalam menjalankan
operasi BMT (Sudarsono, 2005:101).
Musyawarah Anggota Pemegang
Simpanan Pokok
Dewan Syariah Pembina Manajemen
MANAJER
KaDiv. SPS KaDiv. Usaha Riil
KaCab. SPS KaCab. Riil
Dewan Syariah Pembina Manajemen
Manajer
Kasir Pembukuan
Maal Tamwil
Pemasaran
Anggota dan Nasabah
37
4. Prinsip Utama BMT
Dalam melaksanakan usahanya BMT, berpegang teguh pada
prinsip utama sebagai berikut:
a. Keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dengan
mengimplementasikannya pada prinsip-prinsip syariah dan
muamalah Islam ke dalam kehidupan nyata.
b. Keterpaduan, yakni nilai-nilai spiritual dan moral menggerakkan dan
mengarahkan etika bisnis yang dinamis, proaktif, progresif adil dan
berakhlak mulia.
c. Kekeluargaan, yakni mengutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi. Semua pengelola pada setiap tingkatan,
pengurus dengan semua lininya serta anggota, dibangun rasa
kekeluargaan sehingga akan timbul rasa saling melindungi dan
menanggung.
d. Kebersamaan, yaitu kesatuan pola pikir, sikap dan cita-cita antar
semua elemen BMT. Antara pengelola dengan pengurus harus
memiliki satu visi dan bersama-sama anggota untuk memperbaiki
kondisi ekonomi dan sosial.
e. Kemandirian, yakni mandiri di atas semua golongan politik. Mandiri
berarti juga tidak tergantung dengan dana-dana pinjaman dan
bantuan, akan tetapi senantiasa proaktif untuk menggalang dana
masyarakat sebanyak-banyaknya.
38
f. Profesionalisme, yakni semangat kerja yang tinggi (‘amalus
sholih/ahsanu amala), yakni dilandasi dengan dasar keimanan. Kerja
yang tidak hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja, tetapi juga
kenikmatan dan kepuasan rohani dan akhirat. Sikap profesionalisme
dibangun dengan semangat untuk terus belajar demi mencapai tingkat
standar kerja yang tinggi.
g. Istiqomah; konsisten, konsekuen, kontinuitas/berkelanjutan tanpa
henti dan tanpa pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maka
maju lagi ke tahap berikutnya dan hanya kepada Allah SWT kita
berharap (Ridwan, 2004: 130-131).
5. Produk-produk Baitul Maal wat Tamwil
Muhamad (2000:117-120) berpendapat bahwa Secara fungsional,
operasional BMT adalah hampir sama dengan BPR Syari’ah. Yang
membedakan hanyalah pada sisi lingkup dan struktur. Dilihat dari fungsi
pokok operasional BMT, ada dua fungsi pokok dalam kaitannya dengan
kegiatan perekonomian masyarakat, kedua fungsi tersebut adalah:
Produk pengumpulan dana BMT
a. Simpanan Wadiah
Adalah titipan dana yang tiap waktu dapat ditarik pemilik atau
anggota dengan cara mengeluarkan semacam surat berharga pemindah
bukuan/transfer dari perintah bayaran lainnya.
39
b. Simpanan Mudharabah
Adalah simpanan pemilik dana yang penyetorannya dan
penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati sebelumnya.
Adapun jenis-jenis tabungan/simpanan di BMT adalah sebagai
berikut:
1) Tabungan persiapan qurban
2) Tabungan Pendidikan
3) Tabungan Persiapan untuk nikah
4) Tabungan persiapan untuk melahirkan
5) Tabungan naik haji/umroh
6) Simpanan Berjangka/deposito
7) Simpanan khusus untuk kelahiran
8) Simpanan sukarela
9) Simpanan hari tua
10) Simpanan aqiqoh
Produk Penyaluran dana
a. Pembiayaan Bai’ Bithaman Ajil (BBA)
Adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT
dengan anggotanya, dimana BMT menyediakan dananya untuk sebuah
investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang
kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau
40
angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjam
adalah jumlah atas harga barang modal dan mark-up yang disepakati.
b. Pembiyaan Murabahah
Pembiayaan murabahah pada dasarnya merupakan kesepakatan
antara BMT sebagai pemberi modal dan anggota sebagai peminjam.
Prinsip yang digunakan adalah sama seperti pembiayaan Bai’u Bithaman
Ajil, hanya saja proses pengembaliannya dibayarkan pada jatuh tempo
pengembaliannya.
c. Pembiayaan Mudharabah
Adalah suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dan anggota,
dimana BMT menyediakan dana untuk menyediakan modal kerja,
sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk
pengembangan usahanya.
d. Pembiayaan Musyarakah
Adalah penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam suatu usaha
yang mana antara resiko dan keuntungan ditanggung bersama secara
berimbang dengan porsi penyertaan.
e. Pembiayaan Al-Qardhul Hasan
Adalah perjanjian pembiayaan antar BMT dengan anggotanya.
Hanya anggota yang dianggap layak yang dapat diberi pinjaman ini.
41
C. Pembiayaan
1. Pengertian Pembiayaan
Menurut Muhammad (2005:17) pembiayaan atau financing yaitu
pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri
maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
Menurut PP No. 9 tahun 1995, tentang pelaksanaan simpan pinjam
oleh koperasi, pengertian pinjaman adalah:
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
disertai pembayaran sejumlah imbalan” (UU No. 9 Tahun 1995.
Tentang Perkoperasian).
Istilah pembiayaan menurut konvensional disebut dengan kredit.
Dalam sehari-hari kredit sering diartikan memperoleh barang dengan
membayar cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Jadi dapat
diartikan bahwa kredit berbentuk barang atau berbentuk uang. Baik
kredit berbentuk barang atau berbentuk uang dalam hal pembayarannya
adalah dengan menggunakan metode angsuran atau cicilan tertentu
(Kasmir, 2001: 72).
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pembiayaan adalah penyediaan/penyaluran dana oleh pihak-pihak yang
42
kekurangan dana oleh pihak-pihak yang kekurangan dana (peminjam)
dan wajib bagi peminjam untuk mengembalikan dana tersebut dalam
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
2. Jenis-Jenis Pembiayaan
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi
dua hal berikut (Antonio, 2001: 160):
a. Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi.
b. Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk
memenuhi kebutuhan.
Jenis-jenis pembiayaan pada dasarnya dapat dikelompokkan
menurut beberapa aspek diantaranya adalah (Muhammad, 2005: 22):
a. Pembiayaan menurut tujuan
Pembiayaan menurut tujuan dibedakan menjadi:
1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan
untuk mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha
2) Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk
melakukan investasi atau pengadaan barang konsumtif
43
b. Pembiayaan menurut jangka waktu
Pembiayaan menurut jangka waktu dibedakan menjadi:
1) Pembiayaan jangka waktu pendek, pembiayaan yang dilakukan
dengan waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun.
2) Pembiayaan jangka waktu menengah, pembiayaan yang dilakukan
dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun.
3) Pembiayaan jangka waktu panjang, pembiayaan yang dilakukan
dengan waktu lebih dari 5 tahun.
Terdapat beberapa pendapat dalam pengelompokkan jenis
pembiayaan, namun pada umumnya dikelompokkan berdasarkan:
a. Penggunaannya
Menurut penggunaannya, pembiayaan dibagi menjadi dua, yaitu
pembiayaan konsumsi dan pembiayaan produktif.
1) Pembiayaan konsumtif
2) Pembiayaan produktif
b. Keperluan Produksinya
Menurut keperluan produksinya, pembiayaan menjadi dua yaitu
pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi.
c. Jangka Waktunya
Menurut jangka waktunya, pembiayaan dapat dibagi menjadi tiga
yaitu: jangka pendek, menengah dan panjang.
44
d. Cara Penggunaan
Menurut cara penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi
empat : pembiayaan rekening Koran bebas, pembiayaan rekening
Koran terbatas, pembiayaan rekening Koran aflopend, dan
pembiayaan reloving.
Secara umum Antonio (2000:161) menjadi jenis-jenis pembiayaan
yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2
Jenis-Jenis Pembiayaan
Sumber: Antonio (2001:161)
3. Pendekatan Analisis Pembiayaan
Menurut Muhammad (2005:60) beberapa yang perlu diperhatikan
dalam analisis pembiayaan adalah sebagai berikut:
Al bai’ bitsamanil ajil
Al- ijarah muntahia bit tamlik
Al- musyarakah
Muntanaqisahas
Ar rahn
Konsumtif Produktif
Modal kerja Investasi
Ba’i al murabahah
Ba’i al astishna
Ba’i as salam
Pembiayaan
45
a. Pendekatan Jaminan, artinya bank dalam memberikan pembiayaan
selalu memperhatikan kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki
oleh peminjam.
b. Pendekatan Karakter, artinya bank mencermati secara sungguhsungguh
terkait dengan karakter nasabah
c. Pendekatan Kemampuan Pelunasan, artinya bank menganalisis
kemampuan nasabah untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah
diambil.
d. Pendekatan dengan studi kelayakan, artinya bank memperhatikan
kelayakan usaha yang dijalankan oleh nasabah peminjam.
e. Pendekatan fungsi-fungsi bank, artinya bank memperhatikan
fungsinya sebagai lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur
mekanisme dana yang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan.
4. Prinsip Analisis Pembiayaan
Prinsip adalah sesuatu yang dijadikan pedoman dalam
melaksanakan suatu tindakan. Prinsip analisis pembiayaan adalah
pedoman-pedoman yang harus diperhatikan oleh pengelola bank syariah
pada saat melakukan analisis pembiayaan. Secara umum, prinsip analisis
pembiayaan didasarkan pada rumus 5C, yaitu:
a. Character artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman
b. Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usahadan
mengembalikan pinjaman yang diambil
46
c. Capital artinya besarnya modal yang diperlukan pinjaman
d. Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam
kepada bank
e. Condition artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak
Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C, yaitu
Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu
proses usaha (Muhammad, 2005:60).
Menurut Kasmir (2005:106) selain dengan menggunakan 5C dalam
menganalisis pembiayaan juga terdapat 7P diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Personality
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya
sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap,
emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu
masalah.
b. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau
golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta
karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan kegolongan
tertentu dan akan mendapatkan fasilitas kredit yang berbeda pula dari
bank.
47
c. Perpose
Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit,
termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan
kredit dapat bermacam-macam apakah untuk modal kerja atau
investasi, konsumtif atau produktif dan lain sebagainya.
d. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang apakah
menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai
prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas
kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank
yang rugi tapi nasabah juga.
e. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit
yang telah diambil atau sumber mana saja dana untuk pengembalian
kredit yang diperoleh. Semakin banyak sumber penghasilan debitur
maka akan semakin baik. Sehingga jika salah satu usahanya merugi
akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.
f. Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari
laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap
sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit
yang akan diperolehnya.
48
g. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan
mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan
barang atau orang atau jaminan asuransi.
5. Tujuan Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum analisis pembiayaan menurut Muhammad,
(2005:305) adalah: pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan
masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan,
produksi, jasa-jasa, bahkan konsumsi yang kesemuanya ditujukan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Sedangkan tujuan khusus analisis pembiayaan adalah:
a. Untuk menilai kelayakan usaha calon peminjam
b. Untuk menekan resiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan
c. Untuk menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak
6. Proses Pembiayaan
Proses dasar pembiayaan menurut Arifin (2002:204) meliputi
aplikasi, analisis permohonan pembiayaan, penyusunan struktur
pembiayaan dan penyiapan dokumen pembiayaan, realisasi pembiayaan,
pembinaan dan pengawasan serta penyelesaian pembiayaan. Perhatikan
gambar berikut:
49
Gambar 2.3
Proses Pembiayaan
Sumber: Zainul Arifin (2002:204).
7. Prosedur Analisis Pembiayaan
Sistem dan prosedur pembiayaan dirancang diharapkan dapat
mengurangi peluang terjadinya pembiayaan macet, namun diusahakan
tetap sederhana dan tidak memakan banyak waktu.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk mendapatkan pembiayaan
menurut Widyaningrum (2002:64) dalam bukunya Model Pembiayaan
BMT Dan Dampaknya Bagi Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. Wawancara antara staf BMT dan mitra
Analisis Pembiayaan
Evaluasi masing-masing Permohonan
Evaluasi kesesuaian dengan kebijakan
Struktur pembiayaan
Realisasi pembiayaan
Pembinaan & Pengawasan (monitoring)
Kesesuaian dengan peraturan dan kebijakan
Penyelesaian Pembiayaan
Review Pembiayaan
Pemecahan Masalah Pembiayaan
Aplikasi Pembiayaan
50
b. Survey staf BMT ke tempat usaha dan ke tempat tinggal calon mitra.
Tahapan survey harus dilakukan berapapun besar pembiayaan, baik
terhadap calon mitra baru maupun mitra pembiayaan ulangan.
Tujuannya untuk mengecek langsung keterangan yang diberikan oleh
(calon) mitra dengan kenyataannya.
c. Penyusunan MAP (Memorandum Analisis Pembiayaan) oleh Account
Officer (AO, atau petugas lapangan). MAP ini berisi tentang data
mengenai kondisi usaha calon mitra dan kondisi keuangan rumah
tangga, serta catatan-catatan tentang karakter mitra yang berguna
untuk analisis kelayakan pembiayaan, dokumen ini merupakan bahan
penentu kelayakan pinjaman.
d. Rapat komite pembiayaan. Rapat komite dilakukan secara teratur
untuk membahas dan menguji kelayakan pengajuan yang masuk, jika
dalam satu minggu permohonan cukup banyak maka diadakan rapat
komite tambahan.
e. Negoisasi hasil rapat komite dengan calon mitra
f. Rapat komite ulang
g. Pencairan jika permohonan disetujui
h. Monitoring.
Aspek-aspek penting dalam analisis pembiayaan yang perlu
dipahami menurut Muhammad (2005:61) adalah sebagai berikut:
51
Prosedur Analisis
(1) Berkas dan pencatatan
(2) Data pokok dan analisis pendahuluan
Data pokok dan analisis pendahuluan dalam hal ini adalah
jaminan, laporan keuangan, data kualitatif dan data kuantitatif.
(3) Penelitian data
(4) Penelitian atas realisasi usaha
(5) Penelitian atas rencana usaha
(6) Penelitian dan penilaian barang jaminan
(7) Laporan keuangan dan penelitiannya
Keputusan Permohonan Pembiayaan
(1) Bahan pertimbangan pengambilan keputusan
(2) Wewenang pengambilan keputusan.
8. Pembiayaan Dalam Perspektif Islam
Dalam bank syariah di dalam memberikan modal kepada nasabah
tidak memakai kata pinjam karena disebabkan dua hal. Pertama, pinjaman
merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Masih
banyak metode yang diajarkan oleh Syariah selain pinjaman. Seperti; jual
beli, bagi hasil, sewa dan sebagainya. Kedua, dalam Islam pinjam
meminjam adalah akad sosial bukan akad komersial, artinya bila
seseorang meminjam sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk
memberikan tambahan atas pokok pinjamannya. Oleh sebab itu, dalam
52
bank syariah pinjaman tidak disebut kredit, tetapi pembiayaan (financing)
(Antonio, 2001:170).
Perbedaan pokok antara kredit pada perbankan konvensional
dengan pembiayaan pada perbankan yang berbasis syariah Islam disebut
“pembiayaan syariah”, karena dalam sistem perbankan syariah tidak
memakai sistem bunga akan tetapi memakai sistem bagi hasil dan bagi
resiko (Profit and Loss Sharing). Kredit konvensional dilakukan melalui
pemberian pinjaman uang kepada nasabah sebagai peminjam di mana
pemberi pinjaman memperoleh imbalan berupa bunga yang harus
dibayar oleh peminjam. Untuk menghindari penerimaan dan pembayaran
bunga maka perbankan syariah menempuh cara memberikan pembiayaan
berdasarkan prinsip jual beli, sewa, atau berdasarkan prinsip kemitraan
yaitu prinsip penyertaan (musyarakah) atau prinsip bagi hasil (mudharabah).
Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli, sewa, atau prinsip
kemitraan tidak dilarang dalam Islam, hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an
surat Al-Baqarah: 275
Artinya: …Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…
(Al-Baqarah:275)
53
Mengacu pada ayat di atas bahwa pembiayaan dalam Islam
memakai prinsip jual beli, sewa, atau berdasarkan prinsip kemitraan
(musyarakah) sangat dianjurkan dalam Islam. Dalam bank syariah praktek
pembiayaan bisa dicontohkan sebagai berikut: jika seseorang ingin
meminjam uang untuk membeli barang tertentu, misalnya nasabah ingin
membeli mobil, maka nasabah harus melakukan jual beli dengan bank
syariah. Di sini bank syariah bertindak sebagai penjual dan nasabah
bertindak sebagai pembeli. Jadi barang yang diinginkan oleh nasabah
seakan-akan dipenuhi oleh bank cara melakukan transaksi jual beli
(Antonio, 2001: 170).
D. Bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
1. Pengertian Bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
Istilah Bai’ Bitsaman ajil sesungguhnya istilah yang baru dalam
literatur fiqih Islam. Meskipun prinsipnya memang sudah ada sejak masa
lalu. Secara makna harfiyah, Bai’ maknanya adalah jual beli atau transaksi.
Tsaman maknanya harga dan Ajil maknanya bertempo atau tidak tunai.
Jenis transaksi ini sesuai dengan namanya adalah jual beli yang uangnya
diberikan kemudian atau ditangguhkan. Tsaman Ajil maknanya adalah
harga belakangan. Maksudnya harga barang itu berbeda dengan bila
dilakukan dengan tunai (http://elfadhi.wordpress.com).
Ada beberapa pengertian tentang ba’i bitsaman ajil (BBA) yang
berpendapat tentang pengertian BBA antara lain:
54
Muhamad (2000:119) berpendapat ba’i bitsaman ajil (BBA)
pembiayaan berakad jual beli, adalah suatu perjanjian pembiayaan yang
disepakati antara bank Islam dengan nasabah, dimana bank Islam
menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang
modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya
dilakukan secara menyicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang
dibayarkan oleh peminjaman adalah jumlah atas harga barang modal dan
mark-up yang disepakati.
Menurut Hertanto Widodo, dkk (1999:49) bahwa bai’ bitsaman ajil
adalah akad jual beli barang dengan pembayaran cicilan, sedangkan harga
jual adalah harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
Menurut Antonio (2001:101) bahwa bai’ bitsamanil ajil adalah jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Dalam bai’ bitsamanil ajil, penjual harus memberi tahu harga
produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan suatu
imbalan. Al-bai’ bitsamanil ajil dapat dilakukan untuk pembelian secara
pemesanan dan biasa disebut sebagai al-bai’ bitsamanil ajil kepada
pemesan pembelian (KPP)
Pendapat lain Triandaru, dkk (2006: 124) bai’ bitsaman ajil adalah
akad jual beli dengan harga pokok ditambah keuntungan tertentu dan
pembayarannya dilakukan atas dasar angsuran. Besarnya tingkat
keuntungan, jangka waktu pembayaran, dan jumlah angsuran tersebut
55
didasarkan pada kesepakatan antara penjual dan pembeli. Pembayaran ini
ditujukan bagi nasabah yang akan membeli barang modal atau barang
untuk tujuan investasi lainnya. Pembiayaan ini ada kemiripan dengan
kredit investasi yang diberikan oleh bank konvensional.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa bai’ bitsaman ajil (BBA)
merupakan pembiayaan yang berakad jual beli dimana suatu perjanjian
yang disepakati antara BMT dengan anggotanya, BMT menyediakan
dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan
usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan
secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan
oleh peminjaman adalah jumlah atas dasar harga barang modal dan markup
yang telah disepakati.
2. Landasan Syariah
Al-qur’an mengizinkan transaksi dalam bisnis selagi transaksi
tersebut tidak keluar dari konteks syari’ah (agama). Menurut Muhammad
(2000:23), adapun ayat-ayat yang dapat dijadikan rujukan dasar akad Bai’
Bitsaman Ajil, adalah sebagai berikut:
!
" # $ % & '
(
#
&
) ! % & "
# * % & - # , % &
!+
56
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan hak
sesamamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (An-Nisa’: 29)
Penjelasan: Jual beli dimana murabahah dan al-bai’ bitsamanan ajil
merupakan bagian terpenting dari padanya, merupakan bagian terbesar
dari rangkaian perniagaan dan bisnis
Pada surat Al-baqarah ayat 275 juga telah dijelaskan yang
berbunyi:
./
Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Kalimat diatas menjelaskan bahwa Allah itu tidak melarang adanya
praktek jual beli tetapi Allah melarang/mengharamkan adanya riba. Dan
dalam Hadist juga telah disebutkan, Muhammad (2000:23) yang berbunyi:
7
N % + R i t # $ 72z 5 z ] $3 P l S W ’ 8 4 R 8
U $] /
L# $ F k $ 5$ 6 " 5 Y
“Dari Suhaib r.a bahwa Rosullah SAW bersabda: ada tiga perkara yang
didalamnya terdapat keberkatan, yaitu: (1) menjual secara kredit, (2)
muqaradhah (nama lain dari mudharabah), (3) mencampurkan tepung
dengan gandum untuk kepentingan rumah tangga dan bukan untuk
dijual ” (HR. Ibnu Majah No: 2280).
57
Penjelasan: Al-murabahah dan Al-bai’ Bitsamanan Ajil merupakan
salah satu bentuk pembiayaan secara kredit karena pembiayaannya
dilakukan pada waktu jatuh tempo atau secara cicilan.
3. Manfaat Al-bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
Menurut Antonio (2001:106) sesuai dengan sifat bisnis (tijarah),
transaksi al-bai’ bitsaman ajil memiliki beberapa manfaat, demikian juga
resiko yang harus diantisipasi.
Al-bai’ bitsaman ajil banyak memberikan manfaat kepada bank
syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari
selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain
itu, sistem al-bai’ bitsaman ajil juga sangat sederhana. Hal tersebut
memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.
Diantara kemungkinan resiko yang harus diantisipasi antara lain
sebagai berikut:
a. Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b. Fluktuasi harga komporatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar
naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak biasa
mengubah harga jual beli tersebut.
c. Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah
karena berbagai sebab. Bisa saja terjadi karena rusak dalam perjalanan
sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya
dilindungi dengan ansuransi. Kemungkinan lain karena nasabah
58
merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila
bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya,
barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank
mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
d. Dijual; karena al-bai’ bitsaman ajil bersifat jual beli dengan utang,
maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik
nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap asset miliknya
tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, resiko
untuk default akan besar.
4. Tahap Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA).
Ada beberapa tahap pembiayaan bai’ bitsamanan ajil (BBA) yaitu
antara lain, sebagai berikut:
a. Bank mengangkat nasabah sebagai agen bank
b. Nasabah dalam kapasitas sebagai agen bank, melakukan pembelian
barang modal atas nama bank.
c. Bank menjual barang modal tersebut kepada nasabah dengan harga
sejumlah harga beli ditambah keuntungan bank (mark-up)
d. Nasabah membeli barang modal tersebut dan pembayarannya
dilakukan secara mencicil untuk jangka masa yang telah disepakati
(Triandaru, 2000:124).
59
5. Tujuan Pembiayaan Bai’ Bitsamanan Ajil (BBA)
Pembiayaan bai’ bitsaman ajil (BBA) bertujuan untuk membantu
nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang modal (investasi)
yang tidak mampu membeli secara konstan. Maksudnya, pembiayaan
BBA ini berguna untuk membantu para nasabah agar dapat memenuhi
barang-barang kebutuhannya dengan cara dibelikan oleh pihak
bank/BMT.
6. Skema Pembiayaan Al-Bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
Secara umum, aplikasi perbankan dari al-bai’ bitsaman ajil dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.4
Skema Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
1.Negoisasi & Persyaratan
2. akad Jual Beli
6.bayar
5.terima
Barang&
dokumen
3.beli barang 4.kirim
Sumber: Antonio (2001:107)
BANK NASABAH
SUPPLIER
PENJUAL
60
7. Perbedaan Bai’ Bitsamanil Ajil (BBA) dengan Murabahah.
Pada awal keberadaan bank syariah di Indonesia, karena
keterbatasan pemahaman syariah yang dimiliki oleh perangkat bank
syariah, salah satu transaksi dibedakan antara murabahah yang
dipergunakan atau dipersamakan dengan kredit modal kerja pada bank
konvensional, dan bai’ bitsaman ajil (BBA) yang dipergunakan atau
dipersamakan dengan kredit investasi pada bank konvensional. Setelah
dilakukan penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam, bahwa bai’
bitsaman ajil (BBA) dan murabahah tidaklah ada bedanya, bai’ bitsaman ajil
merupakan salah satu cara pembayaran murabahah. Oleh karena itu pada
saat sekarang transaksi tersebut yang ada hanya murabahah saja,
sedangkan untuk istilah bai’ bitsaman ajil sudah tidak dipergunakan lagi.
Ada bank syariah yang memasarkan BBA, tetapi hal tersebut hanya
sebatas nama saja yang merupakan nama produk murabahah yaitu Beli
Bayar Angsur.
Untuk mengetahui gambaran yang lengkap tentang hal tersebut
berikut perbandingan konsep antara murabahah dan bai’ bitsaman ajil:
61
Tabel 2.2
Perbedaan Bai’ Bitsaman Ajil dan Murabahah
No Perihal Murabahah Bai’ Bitsaman Ajil
1. Fikih Dalam seluruh kitab,
Murabahah adalah salah
satu bagian prinsip jual
beli
Sistem pembayaran
boleh secara angsur atau
sekaligus
Tidak tercantum dalam
kitab fikih manapun
dan bukan bagian dari
prinsip jual beli
melainkan istilah baru
sebagai bagian dari
murabahah
Bai’ Bitsaman Ajil,
berarti ‘jual beli dengan
cara angsur ‘ saja tidak
ada pembayaran
sekaligus.
2. Teknik
Perbankan
Digunakan diseluruh
Perbankan Islam yang
berada di Timur Tengah,
Eropa, Asia, Australia,
dan Amerika
Pembiayaan untuk
barang yang tidak
bersifat siklus (modal
kerja), kecuali
pembiayaan untuk satu
jenis barang dan bersifat
one shot deal
Produk ini hanya
digunakan di Malaysia
Sama
Sumber: Wiroso (2005: 55-56).
E. Pendapatan (Profitabilitas)
1. Pengertian Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk
menghasilkan laba. Menurut Brigham (2001:89) profitability adalah hasil
bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan.
Pendapat lain mengatakan profitabilitas adalah kemampuan suatu
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
62
Profitabilitas perusahaan menunjukkan perbandingan laba dengan aktiva
atau modal yang menghasilkan laba tersebut. (Simorangkir, 152).
Menurut Warsono (2002:35) profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas
adalah kemampulabaan suatu perusahaan pada periode tertentu.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas
Manajemen adalah faktor utama yang mempengaruhi profitabilitas
bank, besar kecilnya bank dan lokasi bank bukan merupakan faktor yang
paling menentukan. Manajemen yang baik yang ditunjang oleh faktor
modal dan lokasi merupakan kombinasi ideal untuk keberhasilan bank.
Dari segi manajemen paling sedikit ada tiga aspek yang penting
diperhatikan, yaitu balance sheet management, operating management, dan
financial management.
Balance sheet management meliputi asset dan liability management,
artinya pengaturan harta dan utang secara bersama. Inti assets management
adalah mengalokasikan dana kepada berbagai jenis atau golongan earning
assets yang berpedoman kepada ketentuan berikut:
a. Assets itu harus cukup likuid sehingga tidak akan merugikan bila
sewaktu-waktu diperlukan untuk dicairkan.
63
b. Assets tersebut dapat dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan/permintaan pinjaman, tetapi juga masih memberikan
earnings.
c. Usaha me-maximize income dari investasi.
Dengan berpedoman kepada tiga hal tersebut di atas, maka
hendaknya dana itu dialokasikan ke dalam assets (Simorangkir: 154).
Liability management berhubungan dengan pengeturan dan
pengurusan sumber-sumber dana yang pada dasarnya mengusahakan
tiga hal, yaitu sebagai berikut:
a. Kecukupan dana yang masuk, tidak mengalami kekurangan yang
dapat menghilangkan kesempatan (opportunity cost), tetapi juga tidak
terlalu besar (melebihi kemampuan untuk menginvestasikannya). Jika
sampai kelebihan tentu akan menyebabkan pembayaran bunga lebih
besar daripada yang seharusnya dan tentu akan menurunkan tingkat
profitabilitasnya, kecuali dana itu dari giro tanpa bunga.
b. Bunga yang dibayar hendaknya masih pada tingkat yang memberikan
keuntungan bagi bank.
c. Diusahakan agar ada/terdapat keseimbangan antara giro dan
deposito, antara demand deposit dan time deposit. Keseimbangan
semacam ini perlu untuk menjaga likuiditas karena dengan time deposit
ada waktu yang dipastikan berapa lama dapat diinvestasikan dan
kapan harus disediakan alat-alat likuid.
64
Dalam liability management mungkin banyak faktor yang berada di
luar kompetensi manajemen, misalnya keinginan menitipkan uang
dengan time maupun demand deposit adalah terletak pada deposan atau si
peminjam. Banyak sedikitnya deposan yang menitipkan uangnya tidak
100% dapat diawasi/dikuasai oleh bank, tetapi tergantung pada perilaku
masyarakat. Bank dengan berbagai kebijakannya hanya bisa
mempengaruhi.
Operating management sebagai aspek kedua merupakan manajemen
bank yang berperan dalam menaikkan profitabilitas dengan cara menekan
biaya. Sebagaimana disebutkan di atas, biaya adalah salah satu faktor
yang ikut menentukan tinggi rendahnya profitabilitas. Jadi, tidak cukup
hanya menaikkan pendapatan bruto saja, akan tetapi juga harus berusaha
menaikkan efisiensi penggunaan biaya dan menaikkan produktivitas
kerja. Yang juga termasuk dalam operating management adalah usaha
untuk menekan cost of money. Menekan tingkat biaya sampai pada suatu
titik yang paling efisien bagi bank adalah suatu proses yang terusmenerus,
tidak bisa sekali jadi melalui rumus-rumus.
Aspek ketiga dalam manajemen yang turut menentukan
profitabilitas ialah financial management. Aspek ini meliputi hal-hal berikut:
a. Perencanaan penggunaan modal, penggunaan senior capital yang
dapat menekan cost of money, merencanakan struktur modal yang
paling efisien bagi bank.
65
b. Pengaturan dan pengurusan hal ihwal yang berhubungan dengan
perpajakan (Simorangkir: 155).
Aspek-aspek tersebut di atas, meskipun kita dapat membedabedakannya,
di dalam praktek tidak dapat dipisahkan antara satu dan
yang lain. Tidak hanya satu aspek saja yang penting, tetapi semua aspek
sama pentingnya dan harus dikerjakan bersama-sama secara simultan.
Dalam arti yang luas, aspek manajemen meliputi penentuan tujuan
kebijakan, keputusan, dan tindakan (action) yang harus
diambil/dilakukan pimpinan sehubungan dengan pengelolaan yang
menguntungkan bagi suatu bank (Simorangkir: 156).
3. Rasio Profitabilitas
Ratio profitabilitas menurut Brigham (2001:89) mengemukakan
ratio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang memperlihatkan
pengaruh gabungan likuiditas, manajemen aktiva, dan hutang terhadap
hasil operasi.
Pendapat lain mengatakan (Riyanto, 2001:210), ratio profitabilitas
adalah ratio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan
dan keputusan-keputusan (Profit Margin On Sales, Return On Total Asset,
Return on net Wort dan sebagainya).
Ratio profitabilitas menurut Weston (1986:65) adalah rasio yang
mengukur hasil bersih dari sejumlah keputusan-keputusan dan
66
kebijaksanaan. Ratio profitabilitas memberikan gambaran tentang tingkat
efektifitas pengelolaan perusahaan.
Muhammad (2004: 159) mengemukakan rasio profitabilitas adalah
rasio yang menunjukkan tingkat efektivitas yang dicapai melalui usaha
operasional bank, yang meliputi:
a. Profit Margin, adalah gambaran efisiensi suatu bank dalam
menghasilkan laba.
Profit Margin =
Total Pendapatan
Laba Bersih
b. Total Assets Turnover, adalah rasio yang menggambarkan perputaran
aktiva diukur dari volume penjualan. Semakin besar rasio ini, berarti
aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba.
Total Assets Turnover =
total aktiva
Pendapatan
c. Return on Asset, adalah rasio yang menggambarkan kemampuan bank
dalam mengelola dana yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva
yang menghasilkan keuntungan. ROA adalah gambaran produktivitas
bank dalam mengelola dana sehingga menghasilkan keuntungan.
Return on Asset =
Total Aktiva
Laba
d. Return On Equity (ROE), rasio ini menunjukkan berapa persen laba
bersih bila diukur dari pemilik modal.
67
Return On Equity (ROE) =
Modal
Laba Bersih
4. Profitabilitas Dalam perspektif Islam
Diantara tujuan melakukan usaha yang terpenting adalah
mendapatkan keuntungan atau dalam istilah ekonominya adalah laba
yang merupakan pencerminan pertumbuhan harta. Laba muncul dari
proses perputaran modal dan pengoperasiannya dalam aksi-aksi usaha.
a. Arti Laba Dalam Al-Qur’an
Dalam Bahasa arab, laba berarti pertambahan dalam dagang
(Husein, 2001:144). Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah 16:
0$1 %
2!
" #
45 ! (
+
% ' % &&' 3
$
Artinya: “mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk
maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereka mendapat
petunjuk (Al-Baqarah:16)”.
Dari tafsir diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian laba dalam
Al-qur’an berdasarkan ayat yang telah disebutkan diatas ialah kelebihan
atau modal pokok atau pertambahan pada modal pokok yang diperoleh
dari proses dagang. Jadi tujuan utama para pedagang ialah melindungi
dan menyelamatkan modal pokok dan mendapatkan laba.
68
b. Pengertian Laba Menurut Konsep Islam
1) Ar-Ribh at-Tijari (Laba Dagang) adalah pertambahan pada harta
yang telah dikhususkan untuk perdagangan sebagai hasil dari
proses barter dan perjalanan bisnis.
2) Al-Ghallah (laba yang timbul dengan sendirinya) adalah
pertambahan yang terdapat pada barang dagangan sebelum
penjualan.
3) Al-Faidah (Laba yang berasal dari modal pokok) adalah
pertambahan barang milik yang ditandai dengan perbedaan antara
harga waktu pembelian dengan harga penjualan (Husein, 2001:156-
157).
c. Batasan-batasan dan Kriteria Penentuan Laba dalam Islam
1) Kelayakan Dalam Penetapan Laba
Islam menganjurkan agar para pedagang tidak berlebihan dalam
mengambil laba. Menurut Ali dan Ibnu Khuldun bahwa batasan
laba ideal (yang pantas dan wajar) dapat dilakukan dengan
merendahkan harga. Keadaan ini sering menimbulkan
bertambahnya jumlah barang dan meningkatnya peranan uang,
dan pada gilirannya ini akan membawa pada pertambahan laba.
2) Keseimbangan Antara Tingkat Kesulitan dan Laba
Islam menghendaki adanya keseimbangan antara standar laba dan
tingkat kesulitan perputaran serta perjalanan modal itu. Semakin
69
tinggi tingkat kesulitan dan resiko maka semakin besar pula laba
yang diinginkan pedagang. Akan tetapi semua ini dalam kaitannya
dengan pasar Islami yang bercirikan kebebasan bermuamalah
hingga berfungsinya unsur penawaran dan unsur permintaan.
3) Masa Perputaran Modal
Unsur ini berkaitan erat dengan unsur-unsur sebelumnya yaitu
unsur bahaya dan resiko. Unsur ini juga berkaitan dengan
moderatisasi (nilai kewajaran) dalam penentuan standar laba. Ini
karena setiap standarisasi laba yang sedikit akan membantu
penurunan harga. Hal ini juga akan menambah peranan modal dan
memperbesar laba (Husein, 2001:159-163).
d. Pengukuran Laba Menurut Pandangan Islam
Pengukuran laba menurut pandangan Islam harus memperhatikan
beberapa kaidah penting diantaranya:
1) Taqlib dan Mukhatarah
Laba adalah hasil dari perputaran modal melalui transaksi bisnis
seperti menjual, membeli atau jenis-jenis apapun yang dibolehkan
syar’i. untuk itu pasti ada kemungkinan bahaya atau resiko yang
akan menimpa modal yang nantinya akan menimbulkan
pengurangan modal pada suatu perputaran dan pertambahan pada
putaran yang lain.
70
2) Keselamatan dan Keutuhan Modal Pokok
Laba tidak akan tercapai kecuali setelah seutuhnya modal pokok
dari segi kemampuan secara ekonomi sebagai alat penukar barang
yang dimiliki sejak awal aktivitas ekonomi.
3) Perbandingan (Muqabalah)
Perbandingan antara jumlah hak milik pada akhir periode
pembukuan dan hak milik pada awal periode yang sama atau
dengan membandingkan nilai barang yang ada pada akhir periode
dengan nilai barang yang ada pada awal periode yang sama. Juga
bisa membandingkan pendapatan dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mendapat income (pendapatan) di atas.
4) Mendapatkan Laba Dengan Prosuksi dan Jual Beli Serta Pembagian
Secara Proporsional
Pertambahan yang terjadi pada harta selama setahun dari semua
aktifitas penjualan dan pembelian atau memproduksi dan menjual
yaitu dengan pergantian barang menjadi uang dan pergantian uang
menjadi barang dan seterusnya. Maka barang yang belum terjadi
pada akhir tahun juga mencakup pertambahan yang menunjukkan
perbedaan antara harga yang pertama dan nilai (harga) yang
berlaku (Husein, 2001:165-167).
71
“Analisis Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
Dalam Meningkatkan Pendapatan BMT”
Rumusan Masalah:
a. Bagaimana aplikasi pemberian pembiayaan Bai’
Bitsaman Ajil (BBA) di BMT-MMU Sidogiri
Pasuruan?
b. Bagaimana kontribusi pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil
(BBA) dalam meningkatkan pendapatan BMT-MMU
Sidogiri Pasuruan?
Landasan teori:
1. Penelitian Terdahulu
2. Kajian tentang Pembiayaan
3. Kajian tentang Bai’
Bitsaman ‘Ajil (BBA)
4. Pendapatan (profitabilitas)
5. Profitabilitas dalam
perspektif Islam
Data yang diperlukan: Data tentang aplikasi
pemberian pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil
(BBA), Laporan keuangan BMT, data yang
mendukung atau berkaitan dengan pedoman
dalam pengajuan pembiayaan di BMT
Metode pengumpulan
data:
1. Observasi
2. Interview
3. Dokumentasi
Analisa data:
1. Analisis Pendapatan Pembiayaan
2. Analisa pendapatan BBA
terhadap pendapatan BMT
3. Analisa Rasio Profitabilitas
Kesimpulan
F. Kerangka Berfikir Gambar 2.5
72
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara yang digunakan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan untuk mencapai suatu
tujuan yang diinginkan. Dalam mencapai suatu tujuan penelitian maka
harus ditempuh langkah-langkah yang relevan dengan masalah yang
dirumuskan. Metode penelitian digunakan sebagai pemandu dalam
menentukan langkah-langkah pelaksanaan penelitian.
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah di :
Baitul Mal wat Tamwil Maslahah Mursalah Lil Ummah (BMT-MMU)
Sidogiri, yang berlokasi di Jl. Raya Sidogiri No.09 Pasuruan.
Koperasi BMT-MMU Sidogiri merupakan salah satu koperasi BMT
yang ada di Kabupaten Pasuruan. Persaingan bisnis keuangan yang
semakin tinggi mengharuskan setiap lembaga keuangan harus selalu
memperbaiki kinerjanya. Pada tahun 2003, secara nasional Koperasi BMT
MMU disebut sebagai koperasi BMT terbesar kedua (Modal, No.10/1
Agustus 2003), Jakarta, 12 Juli 2006, BMT-MMU mendapatkan
penghargaan dari Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia. Sebagai salah satu dari sebelas kelompok koperasi
simpan pinjam yang berprestasi. Bertepatan pada tanggal 12 Juli 2006 di
73
Surabaya BMT-MMU mendapatkan piagam penghargaan dari Gubernur
sebagai koperasi berprestasi peringkat satu tahun 2006 tingkat propinsi
Jawa Timur.
B. Jenis Dan Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan deskriptif, yaitu analisa yang berbentuk uraian kalimat.
Penelitian kualitatif menurut Moleong (2005;6), penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya: perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dll. Sedangkan, pendekatan deskriptif merupakan
kegiatan mengumpulkan, mengelolah, dan kemudian menyajikan data
observasi agar pihak lain dapat dengan mudah memperoleh gambaran
mengenai sifat (karakteristik) objek dari data tesebut.
Dalam penelitian ini peneliti mendeskrisikan tentang aplikasi
pemberian pembiayaan bai’ bitsamanil ajil (BBA) di BMT-MMU Sidogiri
Pasuruan serta kontribusi pembiayaan bai’ bitsamanil ajil (BBA) dalam
meningkatkan pendapatan BMT.
C. Data dan Sumber Data
Sumber data penelitian terdiri dari sumber data primer dan
sekunder (Indriantoro,dkk, 2002: 146). Penelitian yang dilaksanakan
sangat berkaitan erat dengan data yang diperoleh sebagai dasar dalam
pembahasan dan analisis. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan
74
sumber data primer dan sekunder. Diharapkan dari hasil penelitian ini,
didapatkan data yang valid dan relevan dengan obyek yang diteliti.
Sehinga Sumber data pada penelitian ini adalah:
1. Data Primer (Primary Data)
Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data
primer secara khusus dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan
penelitian (Indriantoro,dkk, 2002:146).
Data primer dalam penelitian ini meliputi:
a. Macam-macam pembiayaan dan segala ketentuannya.
b. Aplikasi pembiayaan BBA di BMT-MMU.
c. Dari berbagai macam pembiayaan yang ditawarkan oleh BMT-MMU,
pembiayaan apa yang paling diminati nasabah.
d. Faktor-faktor pendukung dan penghambat BMT-MMU dalam
menyalurkan pembiayaan.
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah, orang
yang dianggap sangat mengetahui tentang konsep dan aplikasi
pembiayaan BMT-MMU. Informan tersebut adalah: H. M. Dumairi Nor
selaku manajer BMT-MMU, dan Abdulloh Shadiq selaku Devisi Simpan
Pinjam Syariah (SPS) yang secara konsep mengetahui dan memahami
seluk beluk segala aktivitas BMT-MMU dan yang menentukan kebijakankebijakan,
serta M. Saikhon Ridwan selaku Kepala cabang BMT-MMU
75
Sidogiri yang memimpin jalannya setiap aktivitas BMT-MMU, dan
karyawan bagian pembiayaan/AO (Account Officer) yang menangani
langsung keluar masuknya dana BMT-MMU.
2. Data Sekunder (secondary Data)
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro,dkk,
2002:147). Data ini diperoleh dari dokumen-dokumen yang umumnya
berupa bukti, catatan atau laporan histories yang telah tersusun dalam
arsip (data documenter) yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan.
Data sekunder dalam penilitian ini:
a. Profil BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
b. Dokumen-dokumen yang relevan dengan pembahasan penelitian.
Seperti: buku panduan BMT-MMU, hasil RAT (rapat anggota tahun),
laporan keuangan dan form-form dari masing-masing produk
pembiayaan.
c. Data file langsung dari computer.
d. Foto-foto gedung BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan bagian dari proses pengujian data
yang berkaitan dengan sumber dan cara untuk memperoleh data
penelitian. Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
76
1. Observasi/pengamatan
Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subjek (orang),
objek (benda) atau kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan
atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti (Indriantoro, dkk,
2002:157). Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan secara langung
lembaga yang terkait (BMT-MMU), meliputi: Lokasi lembaga, kinerja para
karyawan, produk yang ditawarkan serta mengamati data-data
pembiayaan khususnya pembiayaan BBA pada BMT MMU Sidogiri
Pasuruan.
2. Wawancara/ Interview
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui
bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat
memberikan keterangan pada si peneliti (Mardalis, 2006:64). Peneliti
melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait, yaitu yaitu; H. M.
Dumairi Noor selaku manajer BMT-MMU dan Abdulloh Shadiq selaku
devisi simpan pinjam syari’ah (SPS), dengan maksud untuk melengkapi
data yang diperoleh melalui observasi. Data yang diperoleh dengan
wawancara/interview ini mengenai jenis-jenis pembiayaan, analisis
pembiayaan, aplikasi pembiayaan bai’ bitsamanil ajil (BBA) di BMT-MMU
Sidogiri, serta kontribusi pembiayaan BBA dalam meningkatkan
pendapatan BMT.
77
3. Dokumentasi/ Kepustakaan
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mengumpulkan
literatur-literatur yang relevan dengan pembahasan penelitian. Menurut
Indriantoro,dkk (2002: 146) Data ini berupa: faktur, jurnal, surat-surat,
notulen hasil rapat, memo atau dalam bentuk laporan progam. Dari
dokumen-dokumen yang ada peneliti akan memperoleh data tentang:
Sejarah berdirinya BMT-MMU Sidogiri Pasuruan, struktur organisasi, job
description, visi dan misi, kegiatan operasionalnya, unit-unit usaha dan
mitra usahanya serta bukti-bukti transaksi pembiayaan BBA.
E. Model Analisis Data
Setelah data-data diperoleh, langkah selanjutnya adalah melakukan
analisis data. Semua data yang diperoleh baik dengan observasi,
wawancara dan dokumentasi diolah/dianalisis untuk mencapai tujuan
akhir penelitian. Indriantoro, dkk (2002:11), mendefinisikan analisis data
sebagai bagian dari proses pengujian data yang hasilnya digunakan
sebagai bukti yang memadai untuk menarik kesimpulan penelitian
Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriptif. Dengan mengambarkan keadaan objek penelitian yang
sebenarnya untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi serta
memberikan solusi dalam menyelesaikanya.
Analisis data kualitatif merupakan sebuah proses yang berjalan
sebagai berikut:
78
1. Mencatat yang dihasilkan dari lapangan, kemudian diberi kode agar
sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, membuat
ikhtisar, dan membuat indeksnya.
3. Berfikir dengan jalan membuat agar kategori data tersebut mempunyai
makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan serta
membuat temuan-temuan umum (Moeloeng, 2006: 248).
Pada penelitian kali peneliti mengumpulkan semua data yang ada,
baik data primer (melalui metode wawancara dan observasi) maupun
data sekunder (melalui dokumentasi). Kemudian menganalisi dan
akhirnya mengambil kesimpulan atas analisisnya.
Adapun tahapan-tahapan analisis data dari penelitian ini adalah:
1. Analisis pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil yang diterapkan di BMT-MMU
Sidogiri Pasuruan
2. Analisis kontribusi pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil dalam
meningkatkan pendapatan BMT
3. Analisa rasio profitabilitas BMT yaitu Net Profit Margin (NPM), Return
On Assets (ROA), dan Return On Equity (ROE).
79
BAB IV
PAPARAN DAN PEMBAHASAN DATA HASIL PENELITIAN
A. Paparan Data Hasil Penelitian
1. Sejarah Perusahaan
Latar belakang berdirinya BMT-MMU Pasuruan adalah bermula
dari keprihatinan asatidz Madrasah Miftahul Ulum Pondok Pesantren
Sidogiri dan Madrasah-madrasah ranting/filial Madrasah Miftahul Ulum
Pondok Pesantren Sidogiri atas perilaku masyarakat yang cenderung
kurang memperhatikan kaidah-kaidah syari’ah Islam di bidang
mu’amalat padahal mereka adalah masyarakat Muslim apalagi mereka
sudah mulai terlanda praktik-praktik yang mengarah pada ekonomi riba
yang dilarang secara tegas oleh agama.
Para asatidz dan para pengurus madrasah terus berpikir dan
berdiskusi untuk mencari gagasan yang bisa menjawab permasalahan
umat tersebut. Akhirnya ditemukanlah gagasan untuk mendirikan usaha
bersama yang mengarah pada pendirian keuangan lembaga syari’ah yang
dapat mengangkat dan menolong masyarakat bawah yang ekonominya
masih dalam kelompok mikro (kecil).
Setelah didiskusikan dengan orang-orang yang ahli, maka
alhamdulilllah terbentuklah wadah itu dengan nama “Koperasi Baitul Mal
wa Tamwil Maslahah Mursalah Lill Ummah” disingkat dengan Koperasi
80
BMT-MMU yang berkedudukan di kecamatan Wonorejo Pasuruan.
Pendirian koperasi didahului dengan rapat pembentukan koperasi yang
diselenggarakan pada tanggal 25 Muharrom 1418 H atau 1 Juni 1997
diantara orang-orang yang getol memberikan gagasan berdirinya koperasi
BMT MMU ialah :
1. Ustadz Muhammad Hadhori Abdul Karim, yang saat itu menjabat
sebagai kepala Madrasah Miftahul Ulum tingkat Ibtidaiyah Pondok
Pesantren Sidogiri.
2. Ustadz Muhammad Dumairi Nor, yang saat itu menjabat sebagai
wakil kepala Madrasah Miftahul Ulum tingkat Ibtidaiyah Pondok
Pesantren Sidogiri.
3. Ustadz Baihaqi Utsman, yang saat itu menjabat sebagai Tata Usaha
Madrasah Miftahul Ulum tingkat Ibtidaiyah Pondok Pesantren
Sidogiri.
4. Ustadz H. Mahmud Ali Zain, yang saat itu menjabat sebagi ketua
Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri dan salah satu ketua DTTM
(Dewan Tarbiyah wat Ta’lim Madrosy).
5. Ustadz A. Muna’i Ahmad, yang saat itu menjabat sebagai wakil kepala
Miftahul Ulum tingkat Ibtidaiyah Pondok Pesantren Sidogiri.
Dengan diskusi dan musyawarah antara para kepala Madrasah
Miftahul Ulum Afiliasi Madrasah Miftahul Ulum Pondok Pesantren
Sidogiri maka menyetujui membentuk tim kecil yang diketuai oleh ustadz
81
Mahmud Ali Zain untuk menggodok dan menyiapkan berdirinya
koperasi baik yang terkait dengan keanggotaan, permodalan, legalitas
koperasi dan sistem operasionalnya.
Tim berkonsultasi dengan pejabat kantor Departemen Koperasi
Dinas Koperasi dan pengusaha kecil menengah Kabupaten Pasuruan
untuk mendirikan koperasi disamping mendapatkan tambahan informasi
tentang BMT (Baitul Maal wat Tamwil) dari pengurus PINBUK (Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) pusat dalam suatu acara perkoperasian yang
diselenggarakan di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong
Probolinggo dalam rangka sosialisasi kerjasama Inkopontren dengan
PINBUK pusat yang dihadiri antara lain oleh :
1. Bapak KH. Nor Muhammad Iskandar SQ dari Jakarta sebagi ketua
Inkopontren .
2. Bapak DR. Subiyakto Tjakrawardaya yang menjabat sebagai Menteri
koperasi PKM saat itu.
3. Bapak DR. Amin Aziz yang menjabat sebagi ketua PINBUK pusat saat
itu.
Dari diskusi dan konsultasi serta tambahan informasi dari beberapa
pihak maka berdirilah koperasi BMT MMU tepatnya pada tanggal 12
Robi’ul awal 1418 H atau 17 Juli 1997 berkedudukan di kecamatan
Wonorejo Pasuruan. Pembukaan dilaksanakan dengan diselenggarakan
selamatan pembukaan yang diisi dengan pembacaan sholawat Nabi Besar
82
SAW bersama masyarakat Wonorejo dan pengurus BMT MMU. Kantor
pelayanan yang dipakai adalah dengan cara kontrak atau sewa yang
luasnya kurang lebih 16,5 M2 pelayanan dilakukan oleh tiga orang
karyawan. Modal yang dipakai untuk usaha didapat dari simpanan
anggota yang berjumlah Rp. 13. 500. 000,- ( tiga belas juta lima ratus ribu
rupiah) dengan anggota yang berjumlah 348 orang terdiri dari para
asatidz dan pimpinan serta pengurus Madrasah Miftahul Ulum Pondok
Pesantren Sidogiri dan beberapa orang asatidz pengurus Pondok
Pesantren Sidogiri
Berdirinya koperasi BMT MMU sangat ditunjang dan didorong
oleh keterlibatan beberapa orang pengurus Koperasi Pondok Pesantren
Sidogiri (Kopontren Sidogiri). (Buku Panduan Koperasi BMT-MMU: 1-2).
Koperasi BMT MMU ini telah mendapat legalitas berupa :
1. Badan Hukum Koperasi dengan nomor : 608/BH/KWK. 13/IX/97
tanggal 4 September 1997.
2. TDP dengan nomor : 13252600099
3. TDUP dengan nomor : 133/13.25/UP/IX/98
4. NPWP dengan nomor :1-718-668.5-624 (Buku Panduan Koperasi
BMT-MMU: 2).
Dan dalam perkembangannya koperasi BMT MUU ini memiliki
tiga unit yang tergabung didalamnya, yaitu:
1. Unit Riil Koperasi BMT MMU
83
2. Unit BMT Koperasi BMT MMU
3. Unit BPRS Koperasi BMT MMU
2. Visi dan Misi BMT-MMU
a. Visi
a) Terbangunnya dan berkembangnya ekonomi umat dengan
landasan Syari’ah Islam.
b) Terwujudnya budaya ta’awun dalam kebaikan dan ketakwaan di
bidang sosial ekonomi.
b. Misi
a) Menerapkan dan memasyarakatkan Syariat Islam dalam aktifitas
ekonomi.
b) Menanamkan pemahaman bahwa sistem syari’ah dibidang
ekonomi adalah ADIL, MUDAH dan MASLAHAH.
c) Meningkatkan kesejahteraan Ummat dan anggota.
d) Melakukan aktifitas ekonomi dengan budaya STAF (Shiddiq/Jujur,
Tabligh/Komunikatif, Amanah/Dipercaya, Fatonah/Profesional).
3. Maksud dan Tujuan BMT-MMU
Atas dasar visi dan misi disusunlah tujuan dari BMT MMU, antara
lain :
a. Koperasi ini bermaksud menggalang kerja sama untuk membantu
kepentingan ekonomi anggota pada khususnya adalah masyarakat
pada umumnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan.
84
b. Koperasi ini bertujuan memajukan kesejahteraan anggota dan
masyarakat serta ikut membangun perekonomian nasional dalam
rangka mewujudkan masyarakat madani yang berlandaskan
pancasila dan UUD 1945 serta di ridhoi oleh Allah SWT (Bakhri,
2004: 42).
4. Kantor Cabang
Pada tanggal 12 Rabi’ul awal 1418 atau 17 Juli 1997, Cabang
pertama didirikan di Wonorejo tepatnya di sebelah barat pasar Wonorejo
dengan kantor yang berukuran ± 16,5 m2 dengan usaha BMT (Baitul Maal
wat Tamwil), Balai Usaha Terpadu atau Simpan Pinjam Syari’ah (SPS).
Setahun kemudian membuka cabang yang kedua yaitu usaha
pertokoan yang ditempatkan di sebelah utara pasar Wonorejo. Setengah
tahun kemudian BMT membuka kembali cabang yang ketiga yaitu usaha
pembuatan dan penjualan roti yang ditempatkan di desa Sidogiri. Dan
kemudian dibukalah usaha BMT yang diletakkan di desa Sidogoiri juga,
Dan usaha ini menjadi Cabang BMT MMU yang keempat.
Dengan demikian pada tahun 2000 BMT MMU hanya memiliki
empat cabang. Namun untuk selanjutnya dibuka pula beberapa cabang
secara berturut-turut, yaitu:
a. Cabang 5 ditempatkan di Warungdowo, yang operasionalnya
dimulai pada tanggal 22 April 2001
85
b. Cabang 6 ditempatkan di Kraton, yang operasionalnya dimulai
pada tanggal 21 Mei 2001
c. Cabang 7 di tempatkan di Rembang, yang operasionalnya dimulai
pada tanggal 18 Juni 2001
d. Cabang 8 di tepatkan di Jetis Dhompo Kraton Pasuruan, yang
operasionalnya dimulai tanggal 27 November 2002
e. Cabang 9 ditempatkan di Nongkojajar, yang operasionalnya
dimulai tanggal 17 April 2002
f. Cabang 10 ditempatkan di Grati, yang operasionalnya dimulai
tanggal 26 April 2002
g. Cabang 11 ditempatkan di Gondangwetan, yang operasionalnya
dimulai tanggal 30 Juni 2002
h. Cabang 12 ditempatkan di Prigen Pandaan Pasuruan, yang
operasionalnya dimulai pada awal Maret 2004 (Bakhri, 2004: 49-50).
5. Struktur Organisasi dan Job Discription BMT-MMU
Struktur organisasi merupakan mekanisme-mekanisme formal
bagaimana organisasi dikelola. Sehingga struktur organisasi dapat
mununjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubunganhubungan
diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian, atau posisi-posisi, yang
menjukkan kedudukan, tugas wewenang dan tanggung jawab yang
berbeda-beda dalam suatu organisasi. Dengan demikian dalam struktur
86
ini mengandung unsur-unsur spesialisasi kerja, koordinasi, sentralisasi
atau dresentralisasi dalam pembuatan keputusan atau kebijakan.
Struktur organisasi yang ada di BMT MMU Pasuruan bersifat
sentralisasi (terpusat), yaitu segala keputusan dan kebijakan serta
wewenang menjadi tanggung jawab dalam Rapat Anggota tahunan
(RAT). Sedangkan struktur organisasi dalam setiap Cabang Simpan
Pinjam Syari’ah khususnya di BMT MMU Cabang Wonorejo juga bersifat
sentralisasi tetapi setiap keputusan. Kebijakan serta wewenang menjadi
tanggungjawab Kepala Cabang. Sehingga hierarki struktur organisasi
bersifat vertikal, dalam artian jabatan yang lebih rendah
bertanggungjawab kepada jabatan yang lebih tinggi.
Rapat Anggota merupakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi..
Berdasarkan Litbang di BMT-MMU Pasuruan, (Buku RAT periode 2006-
2009) pengurus BMT MMU Pasuruan adalah sebagai berikut :
a. Susunan Pengurus
Ketua : M. Hadhori Abdul Karim
Wakil Ketua I : A. Mana’I Ahmad
Wakil Ketua II : Abdul Majid Umar
Sekreratris : M. Djakfar Sodiq
Bendahara : H. Abdul Majid Bahri
b. Susunan Pengawas
Bidang Syariah : KH. AD. Abdul Rahman Syakur
Bidang Manajemen : H. Mahmud Ali Zain
87
Bidang Keuangan : H. Abdulloh Rahman
c. Penasehat : KH. Hasbulloh Mun’im Kholili
d. Pengelola Manajerial
Manajer : HM. Dumairi Nor
Kadiv. Unit BMT : Edy Soepardjo
Kadiv. Unit Riil : M. Masykur Mundzir
Kadiv. Ak. Adm : Ahmad Ikhwan
Wakadiv. Unit BMT : Abdulloh Shodiq
Wakadiv. Ak. Adm : Syamsul Arifin Wahab
Gambar 4.1
Struktur Organisasi
BMT-MMU PASURUAN
Sumber: Litbang BMT-MMU Pasuruan
Keterangan : ------------ - Garis Instruksi/perintah
Garis Koordinasi
RAT
PENGAWAS PENGURUS
MANAJER
STAF PENGURUS
KaDiv. Keuangan dan Administrasi KaDiv. SPS KaDiv. Usaha Riil
KaCab. SPS KaCab. Riil
88
Gambar 4.2
Struktur Organisasi
Cabang Simpan Pinjam Syari’ah
BMT-MMU PASURUAN
Sumber: Litbang BMT-MMU Cabang Sidogiri Pasuruan
Job Discription
Adapun perincian tugas, wewenang dan tanggung jawab dari
masing-masing jabatan dalam pelaksanaan kegiatan operasionalnya
adalah sebagai berikut:
a. Manager
Adapun tugas manager adalah sebagai berikut:
1) Bertanggung jawab pada pengurus atas segala tugas-tugasnya
2) Memimpin organisasi dan kegiatan usaha BMT
3) Menyusun perencanaan dan pengembangan seluruh usaha BMT
4) Mengevaluasi dan melakukan pembinaan terhadap seluruh usaha
BMT
5) Menjalankan setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pengurus
KEPALA
CABANG
KASIR SURVEYOR MARKETING
DEBT,COLLEC
TOR
COSTUMER
SERVICES
89
6) Menyampaikan laporan perkembangan usaha BMT kepada
pengurus setiap bulan satu kali
7) Mengangkat dan memberhentikan karyawan dengan
sepengetahuan pengurus
8) Menandatangani perjanjian pembiayaan
9) Memutuskan pemohonan pembiayaan sesuai dengan ketentuan
gaji karyawan
10) Mengupayakan jenis usaha lain yang produktif dengan persetujuan
pengurus
11) Membuat peraturan karyawan
12) Menentukan target penempatan dari tiap-tiap cabang usaha dalam
masa satu tahun.
b. Kepala Cabang Simpan Pinjam Syari’ah (SPS)
1) Bertanggung jawab kepada kepala devisi SPS atas tugas-tugasnya
2) Memimpin organisasi dan kegiatan usaha cabang SPS
3) Mengevaluasi dan memutuskan setiap permohonan pembiayaan
4) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pengembalian
pembiayaan
5) Menandatangani perjanjian pembiayaan
6) Menandatangani Buku tabungan dan Warkat Mudharabah
7) Menyampaikan laporan pengelolaan BMT kepada Kepala Devisi
SPS setiap bulan sekali
90
c. Marketing/CS
1) Bertanggung jawab kepada Kepala Cabang atas tugas-tugasnya
2) Memasarkan produk jasa yang dimiliki SPS
3) Memeriksa kelengkapan persyaratan pembiayaan dan tabungan
4) Menerima dan menyetujui permohonan pembiayaan yang
selanjutnya dievaluasi dan diputuskan oleh Kepala Cabang
5) Membuat buku tabungan atau warkat Tabungan mudharabah
berjangka
6) Menerima setiap saran, keluhan dan kritik dari setiap nasabah
d. Debtcollector
1) Bertanggung jawab kepada kasir atas tugas-tugasnya
2) Melakukan penagihan tunggakan pembiayaan
3) Menerima titipan setoran tabungan
4) Membuat laporan transaksi keuangan kepada kasir
6. Kegiatan Operasional BMT-MMU
a. Ruang lingkup Kegiatan BMT MMU
Usaha yang dilakukan dalam koperasi ini adalah:
1) BMT (Baitul Mal wat Tamwil / Balai Usaha Mandiri Terpadu )
atau simpan pinjam dengan pola syari’ah
2) Home Industri berupa pembuatan roti, pembuatan kue sagon
aktifitasnya ditampung dalam 3 cabang.
91
3) Sektor riil yang ditampung dalam cabang 2 (dua) aktifitasnya
adalah perdagangan.
4) Sektor jasa berupa jasa penggilingan padi
5) Dan usaha yang sedang dirilis yaitu peternakan.
6) Produk usaha unggulan adalah BMT karena manfaatnya sangat
dirasakan oleh anggota dan masyarakat umum.
b. Mitra Kerja
Koperasi BMT MMU mempunyai beberapa mitra kerja yang ikut
mendukung aktivitas koperasi BMT MMU ini yaitu
1) Koperasi pondok pesantren Sidogiri (Kopontren Sidogiri)
2) Koperasi PER MALABAR Paspepan Pasuruan
3) Koperasi UGT (Unit Gabungan Terpadu) Sidogiri
4) Koperasi Muawanah, berkedudukan di Lekok Pasuruan
5) Koperasi Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah “Untung Suropati”
Bangil (Bakhri, 2004: 53).
c. Produk Operasional BMT
BMT singkatan dari Baitul Mal wat Tamwil/ Balai Usaha Mandiri
Terpadu adalah merupakan system simpan pinjam dengan pola syari’ah.
Sistem BMT ini adalah konsep muamalah syari’ah, tenaga yang
menangani kegiatan BMT ini telah mendapat pelatihan dari BMI (Bank
Muamalat Indonesia) Cabang Surabaya dan PINBUK (pusat INKUBASI
Bisnis Usaha kecil) Pasuruan dan Jawa.
92
Adapun produk BMT-MMU Pasuruan adalah produk pendanaan
dan pembiayaan. Adapun produk-produk pembiayaan di BMT-MMU
Pasuruan adalah sebagai berikut:
1) Mudharabah/Qirod
Adalah pembiayaan kepada kegiatan usaha anggota, yang mana
modal keseluruhan disediakan oleh BMT (Shahibul maal) dan anggota
yang menerima pinjaman bertindak sebagai pengelolah dana
(Mudharib) dengan pembagian keuntungan berdasarkan bagi hasil.
Penggunaan pembiayaan ini untuk kegiatan usaha yang produktif
yaitu untuk modal kerja dan pembelian sarana usaha, terutama untuk
mengakomodasi kebutuhan dana pada sector usaha yang tidak dapat
dibiayai dengan pembiayaan murabahah (jual beli), karena tidak ada
barang yang diperjual belikan. Priorities penggunaan pembiayaan ini
adalah untuk sektor perdagangan, pertanian, industri (home industri)
dan jasa.
2) Musyarakah/Syirkah
Adalah penyertaan modal BMT kepada usaha anggota yang
dipergunakan untuk tanbahan modal, dimana masing-masing pihak
mempunyai hak untuk ikut serta, mewakilkan, membatalkan haknya
dalam pelaksanaan/manajemen usaha tersebut. Keuntungan usaha ini
dapat dibagi menurut perhitungan antara proporsi penyertaan modal
atau berdasarkan kesepakatan bersama. Jika terjadi kerugian
93
kewajiban masing-masing pihak yang menyertakan hanya sebatas
jumlah modal yang disertakan.
3) Murabahah
Adalah pembiayaan BMT yang dipergunakan untuk pembelian barang
berdasarkan prinsip jual beli dengan sistem pembayaran jatuh tempo,
dengan harga jual sebesar harga pokok ditambah keuntungan yang
disepakati.
4) Ba’i Bitsaman Ajil
Adalah pembiayaan BMT yang dipergunakan untuk pembelian barang
modal kerja berdasarkan prinsip jual beli dengan system pembayaran
angsuran. Harga jual adalah harga pokok ditambah keuntungan yang
disepakati
5) Qord Hasan
Adalah pembiayaan atau dana kebajikan yang pendanaannya dari
BMT dan pengembaliannya tanpa pembagian keuntungan.
94
B. Pembahasan Data Hasil Penelitian
1. Prosedur Pembiayaan Bai’ Bitsamanil Ajil (BBA)
Sebagai bagian penting dari aktivitas BMT, kemampuan dalam
menyalurkan dana sangat mempengaruhi tingkat performance lembaga.
Hubungan antara tabungan dan pembiayaan dapat dilihat dari
kemampuan BMT untuk meraih dana sebanyak-banyaknya serta
kemampuan menyalurkan dana secara baik.
a. Pembiayaan
Pembiayaan merupakan penyaluran dana BMT kepada pihak
ketiga berdasarkan kesepakatan pembiayaan antara BMT dengan pihak
lain dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan barang ditambah
margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT.
Koperasi BMT-MMU adalah koperasi Baitul Maal wat Tamwil yang
menerapkan simpan pinjam pola syariah. Strategi awal BMT-MMU untuk
menarik nasabah adalah hanya menawarkan pembiayaan semata kepada
masyarakat yang membutuhkan dana (mau dan mampu), dengan itu
masyarakat akan termotivasi sendiri tanpa ada dorongan dari pihak
manapun untuk menabung dan mengajukan pembiayaan.
Dalam hal ini BMT-MMU hanya melayani pembiayaan 100% yang
bersifat produktif, dikarenakan pembiayaan konsumtif dipandang oleh
BMT bersifat tidak mendidik para nasabah untuk selalu bekerja. Namun
95
pembiayaan konsumtif boleh diberikan kepada nasabah disaat kondisi
memang darurat, artinya:
1) Dana tidak tersalurkan; dana tabungan menumpuk sedangkan BMT
tidak menemukan lagi usaha-usaha produktif
2) Nasabah sangat-sangat membutuhkan dana, dengan pertimbangan:
- Ada kejelasan atas penggunaan dana tersebut
- Jelas bahwa pinjaman tersebut akan dilunasi nasabah
- Pertimbangan manajer.
Meskipun BMT hanya melayani nasabah yang melakukan
pembiayaan produktif, itu tidak menghambat pertumbuhan BMT sendiri,
bahkan mampu memberikan kesempatan dan motivasi masyarakat atau
rakyat kecil untuk selalu berusaha dan bekerja. Terlihat dari peningkatan
nasabah setiap tahunnya sebagai berikut:
Tabel 4.1
Jumlah Nasabah Pembiayaan
BMT-MMU Sidogiri Pasuruan
Ket 2005 2006 2007
% % %
MDA 391 37,4 433 39,3 374 33,7
MSA - - -
MRB 3 0,3 4 0,36 1 0,09
BBA 631 60,5 592 59 688 62
Qord 9 0,86 15 1,36 44 3,97
JUMLAH 1034 1044 1107
Sumber: Data diolah dari laporan keuangan BMT-MMU
96
Berdasarkan Tabel 4.1 tentang jumlah data nasabah pembiayaan
yang ada di BMT-MMU Sidogiri dapat dilihat bahwa, pembiayaan bai’
bistaman ajil (BBA) adalah jenis pembiayaan terbanyak pada BMT-MMU.
Sehingga pembiayaan BBA ini memiliki peran yang masih relatif kecil
bagi peningkatan sektor riil, Hal ini dapat dilihat dalam pembiayaan
dengan akad jual beli yang direalisasikan oleh BMT-MMU. Karena dalam
pandangan masyarakat ekonomi mikro, kontrak BBA merupakan kontrak
termudah dan tidak membingungkan dibandingkan dengan kontrak
pembiayaan yang lain.
Peluang relatif banyaknya nasabah pembiayaan dengan kontrak
Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) tersebut, tentunya selain memiliki efek positif
bagi perkembangan BMT serta Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) termasuk produk
pembiayaan yang sangat efektif dan produktif untuk meningkatkan
pendapatan nasabah dan BMT.
b. Pembiayaan Bai’ Bitsamanil Ajil (BBA)
1) Pengertian
Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) merupakan pembiayaan
dengan sistem jual beli dengan menjual barang yang harganya telah
ditambah dengan margin dan pembayarannya dapat dilakukan dengan
kredit. Margin yang diberikan pada BMT-MMU ditentukan dalam
prosentase-prosentase yang diberikan yaitu antara 2,75% sampai 3%
selama tidak memberatkan nasabah.
97
Bai` Bitsaman Ajil tidak hanya terbatas antara pembeli dan penjual
di pasar. Tetapi sebuah lembaga keuangan seperti BMT pun bisa
melakukan akad ini. Namun sebenarnya BMT hanya memiliki uang dan
tidak memiliki barang. Maka bila ada seseorang yang ingin membeli
barang, pihak BMT tidak bisa menyediakan barang itu. Pihak BMT harus
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan pembeli. Idealnya,
pihak BMT akan datang ke pasar dan membeli barang yang dibutuhkan
lalu menjualnya kepada pembeli/nasabah dengan mengambil
keuntungan harga.
Kita harus memahami bahwa bai` adalah akad mu`awadloh, yaitu
tukar menukar barang dengan uang. Maka barang yang dijual harus
sudah menjadi milik sepenuhnya pihak penjual. Dalam istilah fiqih
dikenal dengan sebutan milkiyyah tammah. BMT berposisi sebagai penjual
dan nasabah sebagai pembeli.
Menurut hasil wawancara dengan Bpk Abulloh Shodiq bahwa,
“Pembiayaan bai’ bitsamanil ajil (BBA) dalam prakteknya, untuk
pengadaan barang, pihak penjual (BMT) akan kerepotan bila harus
bolak bali ke pasar untuk membeli barang. Sehingga untuk mudah
dan efisiennya, pihak BMT bisa mewakilkan pembelian barang dari
pasar kepada calon pembelinya dengan akad wakalah dengan
konsekwensi hukum masing-masing. Akad wakalah maksudnya
adalah pihak BMT mewakilkan pembeli untuk membeli barang. Atau
lebih mudahnya BMT minta tolong kepada pembeli untuk
membelikan barang” (Wawancara: Bpk Abdulloh Shodiq, 15 Juni
2008, jam 10.00-11.30 WIB, di ruang SPS).
98
Namun kepemilikan barang itu ketika dibeli adalah jelas milik
BMT. Si pembeli hanya dititipi saja untuk membeli barang. Dan pihak
BMT yang sesungguhnya menjadi penjual harus mengecek dan yakin
bahwa barang yang akan dijual benar-benar telah dibeli. Salah satunya
misalnya dengan ditunjukkan faktur pembelian oleh pembeli yang dititip
untuk membeli. Hal ini untuk menghindari kemungkinan barang tidak
dibeli dengan uang tersebut sehingga menjadi pinjaman uang dengan
pengembalian lebih.
Resiko yang terjadi dalam proses pengadaan barang, sepenuhnya
menjadi tanggung jawab penjual, bukan resiko calon pembeli. Sebab
mulai berlakunya akad jual beli adalah ketika barang itu sudah diterima
oleh pihak pembeli dalam keadaan selamat. Sehingga dalam praktek BBA
harus ada dua akad yaitu :
a. Akad Wakalah : antara BMT dengan nasabah. Dimana saat itu BMT
membeli barang dari pihak ketiga dan pembeli saat itu bertindak
sebagai wakil dari pihak bank yang melakukan pembelian barang dari
pihak ketiga.
b. Akad Jual Beli Kredit : setelah barang telah terbeli maka si BMT
menjual barang tersebut dengan harga yang disepakati dua pihak.
Kemudian pembayaran nasabah kepada BMT dengan cara kredit atau
tidak tunai.
99
Adapun pembiayaan bai’ bitsaman ajil dan Murabahah di BMTMMU
adalah sama-sama merupakan pembiayaan jual beli barang.
Namun perbedaannya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Perbedaan Bai’ Bitsaman Ajil Dan Murabahah
BMT-MMU Sidogiri Pasuruan
Bai’ Bitsaman Ajil Murabahah
Merupakan pembiayaan dengan
sistem jual beli yang dilakukan
secara angsuran terhadap
pembelian suatu barang. Jumlah
kewajiban yang harus dibayar oleh
nasabah jumlah harga barang yang
mark-up yang telah disepakati
bersama.
Merupakan pembiayaan jual beli
yang pembayarannya dilakukan
pada saat jatuh tempo dan satu kali
lunas beserta mark-up nya (laba)
sesuai kesepakatan bersama.
Sumber: Wawancara, Bpk. Dumairi Nor, 15 Juni 2008, 11:40-12:35 WIB, di Kantor Pusat
BMT-MMU Pasuruan
2) Syarat-Syarat Yang Harus Dipenuhi
Nasabah harus mengetahui harga pembelian barang
Nasabah harus mengetahui besarnya keuntungan BMT yang
disepakati bersama
Barang yang diperjual belikan harus barang yang halal
Spesifikasi barang yang diserahkan nasabah harus sesuai dengan
yang diterima pembeli
Akad harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa
berakad.
100
3) Agunan/ Jaminan
Agunan merupakan jaminan yang diserahkan nasabah kepada
BMT. Pada prinsipnya pembiayaan BBA ini wajib memakai jaminan
sebagai pengganti apabila nasabah tidak bisa membayar pembiayaan.
Maka disinilah peran jaminan dapat dipakai sebagai pengganti
kewajibannya. Pihak BMT meminta jaminan antara lain sebagai berikut:
BPKB Kendaraan Bermotor; benda bergerak seperti motor dan
mobil
Sertifikat Hak Milik (SHM); seperti tanah, tanah dan bangunan
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Barang Elektronik
Barang yang mempunyai nilai jual
Dan lain-lain yang dapat diperjual belikan.
4) Perhitungan Angsuran Pembiayaan BBA
Contoh Perhitungan Bagi Hasil dan Besarnya Angsuran
Pembiayaan BBA adalah sebagai berikut:
“Bapak Abdurrahman merupakan penjual roti keliling. Selama ini
ia menjual rotinya dengan berjalan kaki yang sangat menguras
tenaga karena semakin banyak pembeli. Untuk meningkatkan
penjualan roti, ia ingin membeli sepeda. Kemudian ia mengajukan
pembiayaan kepada BMT dan disetujui oleh pihak BMT. Harga
101
sepeda Rp 750.000,- dengan margin 2,5% sesuai dengan
kesepakatan yang akan diangsur selama 10 bulan”.
Jadi jumlah pembiayaan yang harus dibayar pak Abdurrahman
=Rp750.000,- + (Rp750.000,-X 25%)
= Rp750.000,-+Rp187.500,-
=Rp937.500,-/10 bulan
=Rp 93.750,-
Pokok =Rp 75.000,-
Margin=Rp 18.750,-
Dengan pembiayaan angsuran sebagai berikut
Tabel 4.3
Contoh Kartu Angsuran Pembiayaan BBA
No Tanggal Debet
(Kredit)
Saldo Validasi
0 - - 0 937.500 4004
1 26-06-04 93.750 843.750 4004
2 26-07-04 93.750 750.000 4004
3 26-08-04 93.750 656.250 4004
4 26-09-04 93.750 562.500 4004
5 26-10-04 93.750 468.750 4004
6 26-11-04 93.750 375.000 4004
7 26-12-04 93.750 281.250 4004
8 26-01-05 93.750 187.500 4004
9 26-02-05 93.750 93.750 4004
10 26-03-05 93.750 0 4004
Sumber: data diolah dari kartu angsuran pembiayaan BBA
102
c. Prosedur Pemberian Pembiayaan BBA
Demi keefektifan dan efisiensinya suatu proses pemberian
pembiayaan, maka perlu adanya suatu pedoman atau prosedur dalam
pemberian pembiayaan yang layak, sehingga terjadi saling control antara
satu dengan lainnya yang diharapkan tidak terjadi penyalahgunaan tugas
dan wewenang dalam penanganan pembiayaan. Prosedur itu dibuat
mengingat tingginya resiko terjadinya pembiayaan macet yang kerap kali
menjadi batu sandungan bagi lembaga keuangan mikro syariah untuk
tumbuh dan berkembang layaknya lembaga-lembaga keuangan lainnya.
Pada dasarnya prosedur pengajuan semua pembiayaan di BMTMMU
adalah sama. Seperti yang telah terlampir pada daftar lampiran:
pengajuan pembiayaan. BMT telah menetapkan prosedur pembiayaan
yang harus dipenuhi oleh setiap calon nasabah yang ingin memperoleh
pembiayaan yang sah. Namun, disini peneliti memaparkan dari hasil
observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 16 Juni 2008, mengenai
prosedur pemberian pembiayaan BBA. Prosedur permohonan
pembiayaan diawali dengan pengajuan permohonan pembiayaan
meliputi:
1) Calon nasabah datang ke BMT kemudian menghubungi petugas BMT
pada bagian pelayanan nasabah (CS) untuk mengajukan permohonan
pembiayaan.
103
2) Petugas BMT (CS) akan menyodorkan blangko permohonan
pembiayaan antara lain berisi: Nama pemohon, tempat dan tanggal
lahir, pekerjaan, alamat, no telp, jenis pembiayaan, jumlah pembiayaan
yang diminta, jangka waktu angsuran, dll. (Form .MMU-14). Adapun
plafon pengajuan pembiayaan adalah sebagai berikut:
50.000,- s/d Rp. 5.000.000,- plafon kepala Cabang
Diatas Rp. 5.000.000,-s/d Rp. 10.000.000,- plafon Kepala Devisi
Diatas Rp. 10.000.000,-s/d Rp. 50.000.000,- plafon Manajer
Diatas Rp. 50.000.000,-s/d …… adalah plafon pengurus (plafon
khusus)
3) Untuk kelengkapan data, maka calon nasabah harus menyerahkan
berupa fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami dan istri atau
wali, fotocopy Kartu Kelurga (KK), fotocopy akte nikah dan fotocopy
jaminan, masing-masing rangkap 2 (dua).
4) Menyerahkan bukti agunan/jaminan fisik berupa BPKB (motor,
mobil), SHM (tanah), SHGB, fotocopy bukti jaminan.
5) Calon nasabah menandatangani surat permohonan pembiayaan
tersebut dan diserahkan kepada Costumer Service (CS).
6) Costumer Service (CS) kemudian menyerahkan berkas-berkas
permohonan pembiayaan calon nasabah kepada Account Officer (AO)
7) Account Officer (AO) akan survey dan membuat analisa kelayakan
pembiayaan calon nasabah baik dari segi kualitatif, meliputi: karakter,
104
watak, kepribadian, serta komitmen calon nasabah dan juga dari segi
kuantitatif, yaitu menghitung kemampuan membayar calon nasabah
dengan cara menghitung pendapatan dan biaya-biaya yang menjadi
beban calon nasabah untuk mengetahui pendapatan bersih calon
nasabah untuk membayar angsuran kepada BMT.
8) Apabila menurut Kepala Cabang/Manajer permohonan pembiayaan
calon nasabah di anggap tidak layak dan tidak memenuhi kriteria
yang di biayai, maka semua dokumen harus dikembalikan kepada
calon nasabah. Tetapi jika proses pengajuan permohonan pembiayaan
telah disetujui oleh Manajer, maka CS akan menghubungi calon
nasabah melalui telpon atau langsung mendatangi rumah calon
nasabah.
9) Setelah itu dilanjutkan akad BBA antara BMT dengan calon nasabah.
Pada saat itu juga BMT akan meminta menyerahkan agunan/jaminan.
10) Petugas BMT atau kedua belah pihak (baik petugas BMT dan nasabah)
akan membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan
spesifikasi yang telah nasabah berikan.
11) Barang tersebut akan diserahkan kepada nasabah, maka nasabah akan
menandatangani tanda terima barang dari BMT.
12) Pelunasan dapat dilakukan dengan cara angsuran atau dicicil sesuai
dengan akad perjanjian kesepakatan kedua belah pihak (BMT dan
nasabah).
105
13) Pencatatan Buku Registrasi
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa tahapan-tahapan
ini merupakan alur yang harus dimengerti dan ditempuh oleh nasabah
dalam permohonan pembiayaan BBA. Oleh karena itu, untuk
memudahkan maka dapat dilihat gambar di bawah ini:
Gambar 4.3
Prosedur Pembiayaan BBA
Nasabah Customer Service Account Officer Manajer/KeCab
Sumber: data diolah oleh peneliti dari hasil (Observasi, 16 Juni 2008, Lokasi:BMT-MMU
Cabang wonorejo).
d. Analisa Pembiayaan BBA
Analisa pembiayaan adalah kegiatan BMT-MMU untuk memeriksa
dan memahami lebih dalam semua keterangan dari suatu permohonan
pembiayaan agar diperoleh kepastian bahwa apabila pembiayaan
Mengajukan
pembiayaan BBA
Mengisi formulir
permohonan
Terima SP3
Menyerahkan urbun
Membayar
beban/biaya-biaya
ACC
Menyerahkan surat
persetujuan
permohonan
pembiaan
Menerima urbun dan
beban biaya
Barang diterima
Realisasi
Serah terima barang
Menjelaskan syaratsyarat
permohonan
pembiayaan
Memeriksa
kelengkapan pengisian
formulir
Menyerahkan berkasberkas
permohonan
Memeriksa legalitas
jaminan
Periksa kelengkapan
data
Survey dan analisa
kelayakan
106
diberikan kepada calon nasabah mau dan mampu membayar kembali
sesuai akad perjanjian.
Dalam hal ini BMT-MMU melakukan analisa bertujuan untuk:
1) Menilai kelayakan pribadi maupun usaha calon nasabah
2) Untuk menekan (meminimalisir) resiko
3) Untuk memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan akan dibayar
kembali sesuai dengan akad perjanjian
4) Untuk memperoleh dasar yang seksama dalam mengambil keputusan
pembiayaan
5) Untuk menentukan jumlah dan kondisi pembiayaan pada tingkat yang
paling ekonomis (menguntungkan).
BMT-MMU dalam menganalisa pembiayaan menggunakan prinsip
5 C (Character, Capacity, Collateral, Capital, dan Condition), diantaranya:
(Form-MMU 24)
1) Character (Karakter)
Pada analisa ini menyangkut sifat dan kepribadian calon nasabah.
Harus diyakini bahwa calon nasabah tidak mempunyai karakter yang
menyimpang (pribadi, perilaku dan lingkungan). Pribadi: jujur, terbuka,
bermoral, tepat janji, tanggung jawab, kemauan kuat, efisien, integritas
dan lain-lain. Perilaku seperti: tekun, kreatif, konsultif tidak cepat putus
asa, tenang, supel dan lincah. Dan dari lingkungan seperti: keluarga,
pergaulan, relasi yang luas dan lain-lain.
107
Untuk memperoleh gambaran karakter calon nasabah, maka:
Teliti dalam riwayat hidup
Reputasi di lingkungan kerja
Minta “BMT TO BMT INFORMATION”
Teliti kebiasaan calon nasabah
Amati ketekunan, hobby dan lain-lain.
2) Capacity (Kemampuan)
Adalah penilaian tentang kemampuan calon nasabah untuk
melakukan pembayaran kembali atas pembiayaan yang diterima. Hal ini
dapat dianalisa melalui:
Keterampilan
Kesehatan
Fast performance
Pendapatan
Dan lain-lain
3) Collateral (Jaminan)
Penilaian ini meliputi penilaian terhadap jaminan yang dibebankan
oleh calon nasabah sebagai pengaman pembiayaan yang diberikan oleh
BMT. Lebih tepatnya apabila jaminan ini dimaksudkan untuk lebih
menyakinkan jika suatu resiko kegagalan pembiayaan terjadi, maka
jaminan dipakai sebagai pengganti kewajibannya.
108
Dalam pembiayaan BBA jaminan diperbolehkan. Oleh karena itu
jaminan yang dibebankan dimaksudkan agar nasabah lebih serius
terhadap apa yang dimohonkan kepada BMT. Petugas BMT (CS) akan
meminta jaminan kepada calon nasabah yang meminta permohonan
pembiayaan kepada BMT. Jaminan ini bisa meliputi BPKB Kendaraan
bermotor, Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Sertifikat Hak Guna Bangunan
(SHGB), barang elektronik dan barang-barang yang mempunyai nilai jual.
4) Capital (Modal)
Pada tahap ini BMT-MMU membuat pertimbangan yang cermat
dalam memberikan pembiayaan. Hal ini didasarkan atas seberapa besar
permohonan pembiayaan yang akan disetujui oleh manajer. Analisa
capital ini merupakan analisa yang menghubungkan antara permohonan
pembiayaan oleh calon nasabah terhadap sejumlah dana yang disetor
sebagai uang muka. Semakin besar jumlah dana yang disetor untuk
membiayai suatu barang maka akan semakin ringan calon nasabah
tersebut dalam melunasi pembiayaan tersebut. Akan tetapi sebaliknya,
semakin sedikit jumlah dana yang disetor maka akan semakin berat pula
calon nasabah tersebut dalam melunasi kewajibannya. Yang menjadi
pertimbangan dalam analisa ini yaitu jangka waktu yang diambil calon
nasabah dalam permohonan pembiayaan. Kondisi seperti ini akan
dikembalikan kepada kemampuan calon nasabah dalam pengambilan
keputusan permohonan pembiayaan.
109
5) Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)
Penilaian ini berhubungan dengan situasi kondisi perekonomian di
suatu daerah yang mana dapat mempengaruhi kegiatan usaha calon
nsabah dan juga bisa melalui hambatan-hambatan yang akan bisa
mengganggu nasabah dalam membayar pelunasan hutangnya kepada
BMT. Kondisi ekonomi yang baik, mampu memberikan secercah harapan
akan keberhasilan suatu usaha, begitupun sebaliknya.
Misalnya nasabah tersebut berkiprah sebagai penjual minyak tanah
keliling di wilayah perumahan A. Apabila terjadi kelangkaan pada
minyak tanah maka penjual tersebut akan membayar cost yang lebih ebsar
pula. Sehingga penjual tersebut mau tidak mau akan menambah modal
kerjanya yang ia gunakan untuk membeli minyak tanah tersebut. Kondisi
inilah yang bisa menjadikan hambatan bagi nasabah dalam membayar
pinjaman di BMT.
Namun, dari kelima aspek analisis pembiayaan di atas, BMT-MMU
lebih menekankan terhadap dua aspek yaitu:
1) Analisa terhadap kemauan membayar, disebut analisa kualitatif
(prinsip character). Analisa ini mencakup karakter atau watak dan
komitmen anggota.
2) Analisa terhadap kemampuan membayar (capacity), disebut analisa
kuantitatif.
110
e. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat BMT-MMU Dalam
Aplikasi Pembiayaan
Dalam perjalanan setiap suatu usaha pasti akan menemukan
berbagai faktor yang menjadi pendukung dan penghambat atas
aktivitasnya. Diantara faktor yang mendukung pembiayaan BMT-MMU
adalah:
1) Background PONPES Sidogiri Pasuruan. Karena nasabah BMT-MMU
Sidogiri di dominasi oleh para santri Sidogiri dan kilas balik sejarah
berdirinya BMT-MMU yang tidak luput dari sentuhan tangan dari
para kiyai dan para asatidz Madrasah Miftahul Ulum Ponpes Sidogiri.
Hal ini mampu menimbulkan kepercayaan nasabah terhadap BMTMMU.
2) Lokasi BMT-MMU yang dekat dengan pasar, karena pasar merupakan
sumber yang potensial bagi BMT-MMU.
Dan yang menjadi kendala dalam pembiayaan diantaranya:
1) Kredit Macet
Kemacetan suatu usaha merupakan hal yang lumrah dihadapi oleh
dunia usaha. Tidak terkecuali BMT-MMU yang bergerak di bidang
simpan pinjam pola syariah. Namun, BMT-MMU memiliki kiat
tersendiri untuk meminimalisir terjadinya kredit macet, kiat yang
digunakan adalah:
111
a. Mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam
menyalurkan kredit dengan melakukan penelitian atau survey
yang mendalam terhadap kelayakan pribadi maupun usaha calon
nasabah.
b. Menggunakan nilai-nilai dan tradisi yang berkembang di
pesantren, yaitu apabila seorang santri mempunyai hajat untuk
memulai sesuatu hal yang baik, maka terlebih dahulu
melaksanakan doa supaya hajatnya mendapat ridha dan
keberkahan dari Allah SWT.
c. Pendekatan kekeluargaan, dengan cara mengunjungi atau
silahturahmi nasabah yang bermasalah.
Begitupun BMT-MMU, setelah menerapkan prinsip kehatihatian
(prudential banking) terhadap nasabah yang mengajukan
pembiayaan. Maka sebelum dananya dicairkan terlebih dahulu
dilakukan doa bersama agar nasabah yang menerima
dana/pinjaman benar-benar menganggap dana tersebut sebagai
suatu amanah yang harus dipertanggung jawabkan dan dikelola
dengan hati-hati.
2) Sulitnya menemukan nasabah yang benar-benar produktif
3) Sulitnya memahami karakter setiap calon nasabah dalam falsafah
teknisnya, menolak nasabah yang beresiko dengan segala
pertimbangan lebih baik dari pada menerimanya.
112
2. Kontribusi Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA)
Untuk mengetahui kontribusi Pembiayaan bai’ bitsaman ajil (BBA)
terhadap pembiayaan BMT-MMU, maka peneliti menganalisis produk
pembiayaan yang disalurkan oleh BMT-MMU Sidogiri Pasuruan. Analisis
yang dilakukan terhadap seluruh pembiayaan BMT-MMU selama 5 (lima)
tahun terakhir, yaitu pada tahun 2003-2007. Terkait dengan hal tersebut,
maka di bawah ini peneliti menyajikan analisa sebagai rincian produk
pembiayaan guna memperjelas kontribusi seluruh pembiayaan yang ada
di BMT-MMU Sidogiri Pasuruan, antara lain sebagai berikut:
a. Analisa Dari Komposisi Pembiayaan
Sumber pendapatan BMT berasal dari berbagai kegiatan
pembiayaan. Jenis pembiayaan yang ada pada BMT-MMU Sidogiri
Pasuruan diantaranya; bai’ bitsaman ajil (BBA), Musyarakah (MSA),
Mudharabah (MDA), Murabahah (MRB), dan Qord Hasan. Maka untuk
mengetahui efektifitas setiap jenis kegiatan pembiayaan dan penanaman
dana dalam menghasilkan pendapatan, dikembangkan berbagai
perhitungan pada setiap pos pembiayaan dan untuk lebih jelasnya maka
didapatkan hasil sebagai berikut:
113
Tabel 4.4
Komposisi Pembiayaan
BMT-MMU Periode 2003-2007
Pembiayaan KET Yang Disalurkan
2003 2004 2005 2006 2007
BBA 3.847.458.798 5.136.024.292 5.214.178.546 6.687.126.340 8.198.291.239
MSA - - 5.000.000 5.000.000 -
MDA 1.077.796.080 1.874.308.725 5.085.466.004 5.563.113.826 5.456.807.494
MRB 9.745.875 17.731.675 4.650.750 281.022.047 256.408.678
QH 17.555.550 88.845.550 70.600.000 166.914.267 593.313.977
Total 4.952.556.303 7.116.910.242 10.379.895.300 12.703.176.480 14.504.821.388
Sumber. Laporan Keuangan BMT-MMU Sidogiri Pasuruan periode 2003-2007
Tabel 4.5
Hasil Prosentase Komposisi Pembiayaan
BMT-MMU Periode 2003-2007
Ket Prosentase Komposisi Pembiayaan
2003 2004 2005 2006 2007
BBA 77,69 72,17 50,23 52,64 56,52
MSA - - 0,04 0,04 -
MDA 21,76 26,33 49 43,80 37,62
MRB 0,20 0,25 0,05 2,21 1,76
QH 0,35 1,25 0,68 1,31 4,10
Sumber: Data diolah dari laporan keuangan BMT-MMU Periode 2003-2007
Berdasarkan tabel 4.4 dan 4.5 di atas dapat diketahui bahwasannya
dalam periode tahun 2003-2007 dari masing-masing pembiayaan yang ada
pada BMT-MMU Sidogiri Pasuruan, kontribusi terbesar ada pada
pembiayaan bai’ bitsamanil ajil (BBA) dari pada pembiayaan yang
lainnya. Jumlah penyaluran pembiayaan BBA menduduki posisi pertama.
Dapat dimaklumi apabila BBA juga memberikan kontribusi yang sangat
besar bagi BMT-MMU, hal ini disebabkan karena BBA memberikan
114
pembayaran kembali cenderung lebih pasti diterima karena telah
ditentukan marginnya pada saat awal transaksinya.
Dari tahun 2003, pembiayaan BBA pada BMT menyaluran dana
pada masyarakat sebesar 77,69% dari total pembiayaan Rp 3.847.458.798.
Sedangkan pada tahun 2004 penyaluran dana pada masyarakat melalui
pembiayaan BBA mengalami penurunan sebesar 5,52% menjadi 72,17%
dengan jumlah sebesar Rp 5.136.024.292 porsi ini masih lebih besar dari
pembiayaan mudharabah, murabahah, qord hasan yang masing-masing
memberikan kontribusi sebesar 21,76%, 0.20%, 0,35%.
Pada tahun 2005 pembiayaan BBA pada BMT menyalurkan dana
pada masyarakat sebesar 50,23% dari total pembiayaan yang ada, yang
berjumlah Rp 5.214.178.546,- Porsi tersebut jauh lebih besar apabila
dibandingkan dengan pembiayaan dalam bentuk murabahah dan qard
hasan yaitu masing-masing hanya 0,05% dan 0,68% dengan jumlah Rp
4.650.750,- dan Rp 70.600.000,- sedangkan untuk pembiayaan bagi hasil
mudharabah menempati porsi kedua yaitu sebesar 49% dengan jumlah Rp
5.085.466.004,-.
Tahun 2006 pembiayaan BBA mengalami peningkatan sebesar
2,41% yang semula 50,23% menjadi 52,64% dari total pembiayaan yang
ada yang berjumlah Rp 6.687.126.340,-. Untuk pembiayaan Musyarakah,
murabahah dan qard hasan masing-masing memberikan kontribusi
sebesar 0,04%, 2,21% dan 1,31%. Sedangkan untuk pembiayaan
115
mudharabah sebesar 43,80% yang semula 49% dengan jumlah Rp
5.085.466.004,-. Ini menunjukkan bahwa kontribusi yang diberikan untuk
BMT-MMU menurun sebesar 5,2%. Apabila dilihat dari tahun sebelumnya
pembiayaan mudharabah mengalami penurunan. Akan tetapi apabila
ditinjau lebih jauh, penurunan tersebut tidak disertai dengan penurunan
dalam bentuk jumlah. Sedangkan pembiayaan murabahah dan qard hasan
di lihat dari tahun sebelumnya mengalami peningkatan.
Pada tahun 2007, persentase kontribusi yang diberikan BBA juga
mengalami peningkatan 3,88%, yang semula 52,64% menjadi 56,52%
dengan jumlah Rp 8.198.291.239,-. Pembiayaan qard hasan mengalami
peningkatan yang semula 1,31% menjadi 4,10%. Sedangkan mudharabah
dan murabahah mengalami penurunan. Yang masing-masing
memberikan kontribusi sebesar 37,62% dan 1,76% dari total pembiayaan
yang ada dengan jumlah pembiayaan Rp 5.456.807.494,- dan Rp
256.408.678,-.
Dari analisis di atas, menunjukkan bahwa sistem pembiayaan jual
beli dalam hal ini BBA, secara umum kontribusi BBA terhadap total
pembiayaan yang ada dari tahun ke tahun pembiayaan yang disalurkan
memberikan kontribusi terbesar dari masing-masing pembiayaan yang
ada. Serta memiliki kelebihan sehingga dari tahun 2003 sampai dengan
tahun 2007 pembiayaan berbasis jual beli ini semakin diminati oleh
masyarakat Pasuruan dan sekitarnya.
116
b. Analisa Komposisi Keuntungan Pembiayaan
BMT sebagai lembaga keuangan non bank tidak pernah terlepas
dari masalah pembiayaan. Karena pembiayaan merupakan aktivitas
kegiatan utamanya. Produk pembiayaan yang dikeluarkan oleh BMT
antara lain; bai’ bitsamanil ajil (BBA), Musyarakah (MSA), Mudharabah
(MDA), Murabahah (MRB), dan Qord Hasan. Untuk mengetahui
pendapatan dari masing-masing pembiayaan tersebut maka dilakukan
perhitungan sebagai berikut:
117
118
Berdasarkan Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa
dari masing-masing komposisi pembiayaan yang ada di BMT-MMU
pendapatan terbesar dan optimal didapatkan dari pembiayaan jual beli
BBA. Secara berturut-turut pembiayaan bai’ bitsaman ajil yang diberikan
pada tahun 2003 sebesar Rp 3.847.458.798 meningkat pada tahun 2004
sebesar Rp 5.136.024.292 dengan prosentase sebesar 30,62%. Kemudian
ditahun 2005 prosentase pendapatan BBA meningkat sebesar 8,38%
menjadi 39% dengan jumlah pendapatan sebesar Rp 2.010.293.977,-
Pada tahun 2006 prosentase pembiayaan BBA menurun sebesar 5%
menjadi 31%. dengan jumlah pendapatan sebesar Rp2.065.797.618,-
penurunan tersebut tidak disertai dengan penurunan dalam bentuk
jumlah. Terbukti bahwa dari tahun ke tahun pendapatan pembiayaan
BBA mengalami kenaikan yang signifikan. dan ditahun 2007 prosentase
pembiayaan BBA meningkat sebesar 5% menjadi 36% dengan jumlah
pendapatan sebesar Rp 763.639.054,-
c. Analisa Pendapatan (Total) Terhadap Kontribusi Pembiayaan BBA
Untuk dapat mengetahui kontribusi pembiayaan bai’ bitsamanil
Ajil (BBA) terhadap pendapatan BMT, baik itu pendapatan operasi
maupun pendapatan bersih BMT, maka dilakukan perhitungan sebagai
berikut:
119
Tabel 4.8
Analisa Kontribusi Pembiayaan BBA
BMT-MMU Periode 2005-2007
Thn Pendapatan
BBA
Pendapatan
BMT
Pendapatan BBA
/Pendapatan BMT
2003 1.156.643.541 1.623.479.474 71%
2004 1.572.584.691 2.124.701.409 74%
2005 2.010.293.977 3.106.429.467,68 65%
2006 2.065.797.618 3.707.602.345,24 56%
2007 2.911.280.922 4.816.720.650,35 60%
Sumber. Laporan Keuangan BMT-MMU Sidogiri periode 2003-2007
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa kontribusi
pembiayaan bai’ bitsaman ajil terhadap pendapatan BMT mengalami
perkembangan secara fluktuatif. Secara berturut-turut kontribusi
pembiayaan bai’ bitsaman ajil terhadap pendapatan BMT dari tahun 2003
sebesar 71%, kemudian tahun 2004 sebesar 74% yang berarti naik sebesar
3%. Pada tahun 2005 menurun sebesar 9% menjadi 65%. Kemudian di
tahun 2006 menurun menjadi 56%. Sedangkan pada tahun 2007 kontribusi
pembiayaan bai’ bitsaman ajil terhadap pendapatan BMT mengalami
kenaikan sebesar 4% sehingga menjadi 60%.
Grafik 4.1
Kontribusi Pembiayaan BBA
BMT-MMU Periode 2003-2007
0%
20%
40%
60%
80%
2003 2004 2005 2006 2007
kontribusi
pembiayaan
BBA
120
d. Rasio Profitabilitas BMT-MMU
Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan koperasi
mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada
seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang
dan sebagainya (Harahap, 2007:304).
Rasio profitabilitas BMT digunakan untuk mengukur kemampuan
BMT untuk menghasilkan keuntungan selama periode tertentu dari aktiva
atau sumber penghasilan yang dipercaya kepada BMT. Untuk
menghitung rasio profitabilitas, peneliti menggunakan rumus sebagai
berikut : Net Profit Margin (NPM), Return on Asset (ROA), Return on Equity
(ROE).
1) Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin ini digunakan untuk mengukur tingkat
penghasilan bersih dari setiap pendapatan (bagi hasil dan lain-lain).
Semakin besar rasio ini jelas semakin besar kemampuan BMT-MMU
dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi. Berikut peneliti sajikan
rasio NPM selama 5 (lima) periode sebagai berikut:
121
Tabel 4.9
Perhitungan Net Profit Margin (NPM)
BMT-MMU Periode 2003-2007
Tahun Laba Bersih
(1)
Pendapatan
(2)
NPM
(1:2)
2003 549.579.986,03 1.623.479.474 34%
2004 589.688.684,05 2.124.701.409 28%
2005 890.608.188,76 3.106.429.467,68 29%
2006 1.129.614.436,24 3.707.602.345,24 30%
2007 1.263.442.484,26 4.816.720.650,35 26%
Sumber: Data diolah oleh peneliti
Dari hasil perhitungan pada tabel 4.9 di atas menunjukkan kondisi
fluktuatif dari tahun 2003 ke tahun 2004 mengalami penurunan yaitu dari
34% ditahun 2003, menurun menjadi 28% ditahun 2004. kemudian
mengalami peningkatan pada tahun 2004 dan 2005 kemampuan BMT
dalam menghasilkan laba bersih masing-masing sebesar 29% dan 30%
yang berarti meningkat 1%. Pada tahun 2007 kemampuan BMT dalam
menghasilkan laba mengalami penurunan sebesar 4% sehingga menjadi
26%.
Berdasarkan hasil analisis Net Profit Margin pada tabel 4.9. maka
dapat dilihat kinerja BMTdalam bentuk grafik sebagai berikut:
122
Grafik 4.2
Net Profit Margin (NPM)
BMT-MMU Periode 2003-2007
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
2003 2004 2005 2006 2007
NPM
2) Return on Total Assets (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat penghasilan bersih
yang diperoleh dari total aktiva perusahaan. Semakin tinggi nilai dari
ROA ini maka kondisi keuangannya semakin bagus. Berikut peneliti
sajikan rasio ROA selama 5 (lima) periode sebagai berikut:
Tabel 4.10
Perhitungan Return on Total Assets (ROA)
BMT-MMU Periode 2003-2007
Tahun Laba Bersih
(1)
Total Aktiva
(2)
ROA
(1:2)
2003 549.579.986,03 9.388.320.435,39 5,85%
2004 589.688.684,05 13.585.608.217,40 4,34%
2005 890.608.188,76 19.385.416.435,91 4,60%
2006 1.129.614.436,24 20.357.363.849,74 5,54%
2007 1.263.442.484,26 25.850.404.674,27 4,89%
Sumber: data diolah oleh peneliti
Berdasarkan hasil analisis Return on Total Assets (ROA) pada tabel
4.10. maka dapat dilihat kinerja BMTdalam bentuk grafik sebagai berikut:
123
Grafik 4.3
Return On Total Assets (ROA)
BMT-MMU Periode 2003-2007
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
2003 2004 2005 2006 2007
ROA
Penilaian terhadap profitabilitas ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat kemampuan BMT dalam menghasikan profit melalui operasional
BMT. Dari tabel 4.8 di atas terlihat bahwa rasio ROA yang dihasilkan oleh
BMT mengalami fluktuatif selama 5 tahun. Padahal total aktiva yang ada
selalu mengalami kenaikan bahkan kenaikannya sangat besar.
Pada tahun 2003 rasio ROA BMT sebesar 5,85%, lalu turun sebesar
1,51% pada tahun 2004 sehingga ROA yang didapat menjadi 4,34%. Akan
tetapi naik lagi pada tahun 2005 sebesar 4,60%. Kemudian pada tahun
2006 menaik sebesar 0,94% menjadi 5,54%. Pada tahun 2007 kemampuan
BMT dalam menghasilkan profit mengalami penurunan sebesar 0,65%
sehinggan ROA yang diperoleh menjadi 4,89%.
3) Return on Equity (ROE)
Rasio ini menunjukkan berapa persen laba bersih yang diperoleh
BMT-MMU atas modal yang diinvestasikannya. Semakin besar rasio ini
maka semakin bagus. Adapun yang termasuk modal pada BMT adalah
124
meliputi: Simpanan pokok anggota, simpanan wajib anggota, simpanan
khusus serta dana penyertaan. (Wawancara, Bpk.Abdulloh Shodiq, 22 Juli
2008, 12.00-13.00WIB, di kantor Pusat BMT). Tingkat perkembangan
Return On Equity (ROE) BMT dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.11
Perhitungan Return on Equity (ROE)
BMT-MMU Periode 2005-2007
Tahun Laba Bersih
(1)
Modal
(2)
ROE
(1:2)
2003 549.579.986,03 1.177.175.000 47%
2004 589.688.684,05 1.105.645.000 53%
2005 890.608.188,76 1.530.485.000 58%
2006 1.129.614.436,24 2.491.210.000 45%
2007 1.263.442.484,26 3.230.060.000 39%
Sumber: Data diolah oleh peneliti
Berdasarkan hasil analisis Return On Equity (ROE) pada tabel 4.11.
maka dapat dilihat kinerja BMTdalam bentuk grafik sebagai berikut:
Grafik 4.4
Return On Equity (ROE)
BMT-MMU Periode 2003-2007
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
2003 2004 2005 2006 2007
ROE
Dari perhitungan pada tabel 4.11 di atas menunjukkan ROE tahun
2003 sampai tahun 2005 mengalami kenaikan. Pada tahun 2003 perolehan
laba bersih BMT atas modal yang diinvestasikannya sebesar 47%.
125
Kemudian mengalami kenaikan sebesar 6% sehingga pada tahun 2004
ROE yang didapat menjadi 53%. Begitu juga pada tahun 2005 ROE
mengalami kenaikan sebesar 5% menjadi 58%.
Pada tahun 2006 dan tahun 2007 laba bersih BMT atas modalnya
mengalami penurunan dari 58% pada tahun 2005 menjadi 45% pada tahun
2006. berarti mengalami penurunan sebesar 13%. Sedangkan pada tahun
2007 ROE diperoleh sebesar 39%, yang berarti menurun sebesar 6%. Dapat
dilihat bahwa selama 5 tahun perkembangan ROE BMT menunjukkan
dalam kondisi fluktuatif.
Penurunan rasio ROA dan ROE ini adalah karena dari tahun ke
tahun suku bunganya diturunkan otomatis bank dan BPRS juga
menurunkan bunganya. Sedangkan mereka (Bank dan BPRS) adalah
pesaing BMT. Karena BMT juga dalam mengatur margin harus melihat
pesaing. Karena pesaing menurunkan bunga otomatis BMT juga
menurunkan margin dan juga nisbah. Hal inilah yang berakibat pada
ROA dan ROE menurun. Kemudian karena faktor banjir likuiditas yaitu
uang yang disalurkan untuk pembiayaan tidak sebanyak dahulu.
Sehingga terjadi iddle money (banyak dana yang menganggur), serta
penurunan itu terjadi karena faktor ekonomi secara umum (Wawancara,
Bpk.Abdulloh Shodiq, 22 Juli 2008, 12.00-13.00WIB, di Kantor Pusat BMT).
126
3. Upaya-upaya Yang Dilakukan oleh BMT-MMU Sidogiri Pasuruan
dalam Meningkatkan Profitabilitas
Dari hasil wawancara dengan Bpk H. M Dumairi Nor, diantara
upaya-upaya yang dilakukan oleh BMT-MMU Pasuruan dalam
meningkatkan profitnya antara lain:
1) Memperbanyak pembiayaan (ekspansi pembiayaan)
Karena dengan banyaknya pembiayaan yang masuk maka keuntungan
yang diperoleh BMT akan semakin meningkat.
2) Menekan biaya operasional
3) Menekan NPL (Pembiayaan bermasalah)
4) Membangun etos kerja yang tinggi. (Wawancara, Bpk H.M. Dumairi
Nor, 15 Juni 2008, 11.30-12.45, di ruang Manajer).
127
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta hasil yang
diperoleh seperti yang telah di diskripsikan pada bab-bab sebelumnya,
dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Prosedur pembiayaan bai’ bitsamanil ajil (BBA) di BMT-MMU adalah
prakteknya dalam hal pengadaan barang untuk lebih mudah dan
efisiennya, pihak penjual (BMT) bisa mewakilkan pembelian barang
dari pasar kepada calon pembeli (nasabah) dengan akad wakalah atau
ijaroh dengan konsekwensi hukum masing-masing. Akad wakalah
maksudnya adalah pihak BMT mewakilkan pembeli untuk membeli
barang. Atau lebih mudahnya BMT minta tolong kepada pembeli
untuk membelikan barang. Serta dalam pemberian pembiayaan yang
layak perlu adanya suatu pedoman atau prosedur. Prosedur itu dibuat
mengingat tingginya resiko terjadinya kredit macet yang kerap sekali
menjadi batu sandungan bagi lembaga keuangan mikro syariah tak
terkecuali BMT. BMT-MMU Pasuruan telah menetapkan prosedur
pembiayaan yang harus dipenuhi oleh setiap calon nasabah yang ingin
memperoleh pembiayaan yang sah. Prosedur permohonan
pembiayaan diawali dengan pengajuan permohonan sampai kepada
128
informasi persetujuan realisasi pembiayaan. Adapun BMT-MMU
dalam menganalisa pembiayaan menggunakan prinsip 5 C (Character,
Capacity, Collateral, Capital, dan Condition).
2. Pembiayaan bai’ bitsamanil ajil (BBA) memberikan kontribusi yang
sangat besar terhadap pendapatan BMT-MMU. Jumlah penyaluran
pembiayaan BBA menduduki posisi pertama. Dapat dimaklumi
apabila BBA juga memberikan kontribusi yang sangat besar bagi BMTMMU,
hal ini disebabkan karena BBA memberikan pembayaran
kembali cenderung lebih pasti diterima karena telah ditentukan
marginnya pada saat awal transaksinya. Berdasarkan perhitungan
pada Tabel 4.5 tentang analisa kontribusi pembiayaan BBA terhadap
pendapatan BMT bahwa, kontribusi pembiayaan bai’ bitsaman ajil
terhadap pendapatan BMT mengalami perkembangan secara
fluktuatif. Secara berturut-turut kontribusi pembiayaan bai’ bitsaman
ajil terhadap pendapatan BMT dari tahun 2003 sebesar 71%, kemudian
tahun 2004 sebesar 74% yang berarti naik sebesar 3%. Pada tahun 2005
menurun sebesar 9% menjadi 65%. Kemudian di tahun 2006 menurun
menjadi 56%. Apabila dilihat dari tahun sebelumnya prosentase
pembiayaan BBA mengalami penurunan. Akan tetapi apabila ditinjau
lebih jauh, penurunan tersebut tidak disertai dengan penurunan dalam
bentuk jumlah. Terbukti bahwa dari tahun ke tahun pendapatan
pembiayaan BBA mengalami kenaikan yang signifikan. Sedangkan
129
pada tahun 2007 kontribusi pembiayaan bai’ bitsaman ajil terhadap
pendapatan BMT mengalami kenaikan sebesar 4% sehingga menjadi
60%.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisa dan kesimpulan, maka penulis
memberikan saran-saran dalam upaya memajukan BMT-MMU Sidogiri
Pasuruan, yaitu:
1. Sebagai upaya untuk meningkatkan profitabilitas BMT-MMU
Pasuruan maka perlu pengelolaan pembiayaan. Dalam hal ini
manajemen di dalam suatu badan usaha tak terkecuali BMT untuk
mendapatkan keuntungan yang besar, manajemen haruslah
diselenggarakan dengan efisien.
2. Untuk dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan
pendapatan (profitabilitas) maka, BMT-MMU Pasuruan harus bisa
mengalokasikan dananya untuk pembiayaan yang sesuai dengan
kebijaksanaan pembiayaan dengan berpedoman pada penilaian
pembiayaan atau kredit yang tepat, harus menjaga kualitas
pembiayaan seperti sistem dan prosedur, adanya pengawasan
(internal control), menekan pembiayaan bermasalah (NPL) serta
kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan.
130
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek.
Penerbit Gema Insani, Jakarta.
Arifin, Zainul. 2002. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Penerbit
Alvabet, Jakarta.
Bakhri, Syaiful. 2004. Kebangkitan Ekonomi Syariah Di Pesantren: Belajar Dari
Pengalaman Sidogiri. Penerbit Cipta Pustaka Utama, Pasuruan.
Brigham, Eugene & Joel, F.Houston, 2001. Manajemen Keuangan. Edisi
Kedelapan. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Buku Panduan Koperasi BMT-MMU Sidogiri Pasuruan.
Elfadhi, 2007. Bisnis Bai’ Bits-Tsaman Ajil.
http://elfadhi.wordpress.com/2007/04/05/bisnis-bai-bits-tsaman-ajil. 21
April 2008
Fatwa Dewan Syariah Nasional No:04/DSN-MUI/VI/2000 tentang
Murabahah. http://www.tazkiaonline.com. 08 Juli 2008
Harahap, Sofyan, S. 2007. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, Penerbit
PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Ilmi, Makhalul, 2002. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah.
Penerbit UII Press, Yogyakarta.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2002. Metodologi Penelitian Bisnis
Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, Penerbit BPFE,
Yogyakarta.
Kasmir, 2005.Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Penerbit PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
131
Mardalis, 2006. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Penerbit Bumi
Aksara, Jakarta.
Moleong, Lexy, 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT. Rosda
Karya, Bandung.
Muhammad, 2000. Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer. Penerbit
UII Press, Yogyakarta.
______ , 2000. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. Penerbit UII
Press, Yogyakarta.
______ , 2005. Manajemen Bank Syariah. Penerbit UPP AMP YKPN,
Yogyakarta.
______ , 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah. Penerbit Akademi
Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta.
Purwataatmadja Karnaen dan Antonio Syafe’i. 1992. Apa dan Bagaimana
Bank Islam. Penerbit PT. Dana Bhakti Wakaf, Bandung.
Ridwan, Muhammad, 2005. Manajemen Baitul Maal wat Tamwil, Penerbit
UII Press, yogyakarta.
Sudarsono, Heri, 2005. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah:Deskripsi dan
Ilustrasi Edisi kedua, Penerbit EKONISIA FE UII, Yogyakarta.
Syahatah, Husein, 2001. Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam. Penerbit
Akbar Media Eka Sarana, Jakarta.
Triandaru, Sigit, dkk. 2006. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain Edisi 2,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Warsono, 2002. Manajemen Keuangan Perusahaan, Penerbit UMM Press,
Malang.
Widodo, Hartanto, dkk, 1999. PAS (Pedoman Akuntansi Syariat): Panduan
Praktis Operasional Baitul Mal Wat Tamwil (BMT). Penerbit Mizan,
Bandung.
Wiroso, 2005. Jual Beli Murabahah. Penerbit UII Press, Yogyakarta.
132 KUNTA,
0 Komentar