PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN
KEBIJAKAN DEVIDEN TERHADAP KEPUTUSAN PENDANAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG
GO PUBLIK DI BURSA EFEK JAKARTA
|
A.
Latar Belakang
Masalah
Tujuan utama dari perusahaan adalah untuk
memaksimalkan kesejahteraan pemilik atau pemegang saham (shareholders
wealth), dengan cara memaksimalkan nilai perusahaan. Dengan semakin tingginya nilai pasar saham maka semakin
tinggi pula nilai perusahaan. Adanya nilai perusahaan yang tinggi menjadi
keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai perusahaan yang tinggi
menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Tujuan ini tidak hanya
merupakan kepentingan bagi para pemegang saham semata namun juga akan
memberikan manfaat yang terbaik bagi masyarakat di lingkungan perusahaan untuk
dapat menciptakan kesejahteraan (Brigham dan
Houson, 2001: 14)
|
Dalam teori keagenan diasumsikan bahwa
individu-individu bertindak untuk kepentingan dirinya sendiri, dimana
kepentingan antara manajer dengan pemegang saham cenderung saling bertentangan,
manajer dalam hal ini adalah agen dari pemegang saham yang seharusnya bekerja
untuk kepentingan pemegang saham, namun manajer sering bertindak untuk
meningkatkan kemakmurannya sendiri. Konflik kepentingan antara agen dan
principal inilah yang disebut masalah keagenan (agency problem). Konflik
kepentingan disini biasanya berkaitan dengan keputusan pendanaan (financing
decision), dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana
yang diperoleh tersebut di investasikan termasuk keputusan mengenai dividen.
Konflik kepentingan dapat diminimumkan
dengan suatu mekanisme pengawasan yang mensejajarkan kepentingan-kepentingan
yang terkait tersebut. Namun munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan
menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency cost.
Beban biaya keagenan dari sisi pemegang
saham (agency cost of equity) terjadi akibat dari tindakan pengeluaran
dana yang tidak berhubungan dengan kegiatan utama perusahaan (perquisites)
yang dilakukan manajemen terhadap arus kas bebas (free cash flow).
Perusahaan dapat mengurangi tindakan manajer tersebut melalui kebijakan
hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan arus kas yang berlebihan yang ada
dalam perusahaan dengan menetapkan perjanjian (convenant) yang ketat.
Seiring dengan meningkatnya hutang maka muncullah agency cost of debt,
dan semakin tinggi proporsi hutang juga akan meningkatkan resiko kebangkrutan
perusahaan.
Dalam penelitian Ismayanti dan Hanafi
(2003) menyatakan Kebijakan dividen (DPR) mempunyai hubungan negatif dan
signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar
pada BEJ di bawah tahun 1997. Penggunaan deviden dalam mengurangi agency cost
bisa dilakukan untuk mengatasi masalah kelebihan aliran kas internal (free
ccash flow) pada perusahaan yang menguntungkan dan pertumbuhan rendah.
Hutang adalah instrument yang sangat
sensitif terhadap perubahan nilai perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh
struktur modal (Modligiani dan Miller dalam Taswan, 2002). Semakin tinggi
proporsi hutang maka semakin tinggi harga saham, namun pada titik tertentu
peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang
diperoleh dari penggunaan hutang lebih kecil daripada biaya yang
ditimbulkannya. Para pemilik
perusahaan lebih suka perusahaan menciptakan hutang pada tingkat tertentu untuk
menaikkan nilai perusahaan. Agar harapan pemilik dapat dicapai, perilaku
manajer dan komisaris harus dapat dikendalikan melalui keikutsertaan dalam
kepemilikan saham perusahaan. Dengan demikian perimbangan kepemilikan saham
dapat menciptakan kehati-hati para insider dalam mengelola perusahaan.
Kebangkrutan perusahaan bukan hanya menjadi tanggungan pemilik utama, narnun
juga para insider ikut menanggungnya. Konsekuensinya para insider akan
bertindak hati-hati termasuk dalam menentukan hutang perusahaan. Oleh karena
itu kepemilikan saham oleh para manajer menjadi pertimbangan penting ketika
hendak meningkatkan nilai perusahaan dalam kaitannya dengan kebijakan hutang
perusahaan (debt financing).
Proporsi kepemilikan yang dikontrol
manajer dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan perusahaan. Selain itu
kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang
saham, sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang
diambil dengan benar dan akan merasakan kerugian sebagai konsekwuensi dari
pengambilan keputusan yang salah.
Digunakannya struktur kepemilikan saham
manajerial dalam penelitian ini karena ingin menunjukkan bahwa variabel yang
penting di dalam struktur modal (kebijakan hutang) tidak hanya ditentukan
dengan jumlah hutang dan equity tetapi juga oleh prosentase kepemilikan
manajerial dan institusional (Jensen dan Meckling, 1976).
Manajerial ownership dan Institusional investor dapat mempengaruhi
keputusan pencarian dana apakah melalui hutang atau right issue. Jika
pendanaan diperoleh melalui hutang berarti ratio hutang terhadap equity akan
meningkat sehingga akan meningkatkan resiko. Kebijakan hutang perusahaan juga
dapat dipengaruhi oleh variabel lain selain struktur kepemilikan yaitu dividen
payout ratio
Menurut Jensen dan Meckling (1976) bila
proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% maka
manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak
berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan. Jika semua
kepemilikan perusahaan diatur oleh pemilik, maka dia akan membuat keputusan
yang akan memaksimalkan penggunaanya. Kondisi diatas merupakan konsekwensi dari
pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi kepemilikan atau sering disebut dengan
the separation of the decision making and risk beating functions of the
firm.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah kepemilikan manajerial, dan kebijakan deviden mempunyai
pengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan (struktrur modal). Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi investor sebagai pertimbangan
dalam membuat keputusan investasi, khususnya pada pemilihan pérusahaan setelah
mengetahui perilaku manajemen pada perusahaan, dalam kaitannya dengan kebijakan
hutang.
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan di atas, maka penelitian ini menetapkan untuk mengambil judul “Pengaruh
Kepemilikan Manajerial, dan Kebijakan Deviden terhadap Keputusan Pendanaan Pada
Perusahaan Manufaktur yang Go-publik di Bursa Efek Jakarta.”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah kepemilikan
manajerial mempunyai pengaruh signifikan
terhadap keputusan pendanaan pada perusahaan manufaktur yang go publik
di BEJ ?
2.
Apakah kebijakan
deviden mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan pada
perusahaan manufaktur yang go publik di BEJ ?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui
apakah kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan
2.
Untuk mengetahui apakah
kebijakan deviden mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan
D.
Batasan Penelitian
Ada banyak faktor yang mempengaruhi
keputusan pendanaan diantaranya adalah modal, debt, struktur kepemilikan,
kebijakan deviden. Adapun pada penelitian ini dibatasi pada variabel yang termasuk dalam Agency theory yaitu
: struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial) dan kebijakan deviden
E.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini mempunyai kegunaan
sebagai berikut:
1. Bagi
Peneliti
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan tentang keputusan pendanaan dalam hubungannya dengan kepemilikan
manajerial
2. Bagi
perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
informasi pada pihak manajemen perusahaan bahwa struktur kepemilikan dapat
meminimumkan biaya keagenan dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan hutang perusahaan.
3. Bagi
Universitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu
yang sangat berharga bagi pihak universitas sebagai tambahan perbendaharaan
referensi, dan mungkin dapat memberikan ide untuk pengembangan lebih lanjut
bagi rekan-rekan yang mungkin mengadakan penelitian dalam bidang yang berkaitan
dengan tulisan penelitian di masa mendatang.
4. Bagi
Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalarn membuat keputusan investasi.
|
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Hasil-hasil Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan hubungan
struktur kepemilikan dengan kebijakan hutang perusahaan, dapat dipakai sebagai
bahan masukan serta pengkajian dalam penelitian ini, antara lain pernah
dilakukan oleh :
|
Tabel
2.1
Penelitian
Terdahulu
No
|
Peneliti
|
Judul
|
Tujuan
|
Sampel
|
Teknik
|
Variabel
|
Hasil
penelitian
|
1.
|
Soliha, dan Taswan (2002)
|
Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai
Perusahaan Serta Beberapa Faktor Yang Mempengaruhinya
|
Melihat hubungan antar variable secara
simultan dan serempak dan langsung dikaitkan dengan tujuan perusahaan yakni
nilai perusahaan
|
Perusahaan manufaktur yang go publik sejak 1993-1997 di BEJ sebanyak 95
perusahaan setelah menggunakan metode purposive sampling
|
Menggunakan
analisis regresi
|
Kepemilikan manajerial, tingkat profitabilitas perusahaan, ukuran
perusahaan, kebijakan hutang; dan
nilai perusahaan
|
Kebijakan hutang berpengaruh positif
namun tidak signifikan terhadap nilai perusahaan (PBV), Hasil riset variable
ini konsisten dengan temuan Modigliani and Miller pada tahun 1963 bahwa
dengan memasukan pajak penghasilan perusahaan, maka penggunaan hutang akan
meningkatkan nilai perusahaan. variabel Insider Ownership berpengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Temuan dalam riset ini konsisten dengan temuan Leland
dan Pyle (1977)
|
2.
|
Ismiyanti
dan Hanafi (2003)
|
Struktur Kepemilikan, Resiko, dan Kebijakan Keuangan : Analisis Persamaan
Simultan
|
Menganalisis adanya hubungan simultan antara kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, kebijakan hutang, kebijakan deviden dan resiko
perusahaan. Selain iu juga untuk mengetahui adanya hubungan non-linear antar
variabel.
|
Perusahaan manufaktur yang terdaftar pada BEJ di bawah tahun 1997
sebanyak 136 perusahaan setelah menggunakan metode purposive sampling
|
Menggunakan
analisis regresi
|
Kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, kebijakan hutang, kebijakan deviden dan resiko perusahaan, dan
variabel eksogenus (kontrol) yaitu ROA (Return on Assets) dan FASSETS (Total
Fixed Assets), IOSBM, dan Beta.
|
Variabel resiko mempunyai hubungan
positif dan signifikan terhadap penggunaan hutang namun hubungan non-linear
tidak terbukti secara statistik. Kebijakan dividen (DPR) mempunyai hubungan
negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang Penelitian ini tidak
menemukan adanya hubungan non-linear antara resiko dengan kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, kebijakan hutang serta kebijakan
deviden, kecuali untuk kepemilikan manajerial.
|
3.
|
Erni Masdupi (2005)
|
Analisis Dampak Struktur Kepemilikan Pada Kebijakan Hutang Dalam
Mengontrol Konflik Keagenan.
|
Mengetahui pengaruh variabel struktur kepemilikan ekuitas (shareholders
dispersion, insider ownership dan institusional investor) terhadap kebijakan
hutang perusahaan.
|
Menggunakan metode purposive sampling diperoleh sebanyak 100 perusahaan
yang terdaftar di BEJ selain perusahaan keuangan dan asuransi selama tahun
1992-1996
|
Time
Series Cross Sectional dengan alat analisisnya adalah multiple regression.
|
Debt ratio sebagai variabel dependen,
variabel struktur kepemilikan ekuitas sebagai variabel independen dan lima
variabel kontrol (dividend payment, asset struktur, firm size, firm
profitability, dan tax rate.
|
Insider ownership berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap debt ratio. Shareholder tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan, institusional Investor
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang (debt ratio)
perusahaan, dari lima variabel kontrol yang digunakan hanya tiga variabel
(Deviden payment, Firm size, Asset structure) yang berpengaruh signifikan
terhadap Debt ratio.
|
4.
|
Rahmat
Setiawan (2006)
|
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Strukur Modal Dalam Perspektif Pecking
Order Theory Studi Pada Industri Makanan Dan Minuman Di BEJ”.
|
Mengetahui faktor-fakor yang mempengaruhi struktur modal dalam perspektif
pecking order theory Studi Pada industri makanan dan minuman yang terdaftar
Di BEJ.
|
Sebanyak 11 perusahaan industri makanan dan minuman
yang terdaftar di BEJ setelah menggunakan metode purposive sampling
|
Menggunakan
analisis regresi
|
Profitabilitas, likuiditas, ukuran
perusahaan, volatilitas, dan growth oportunities sebagai variabel bebas, dan
variabel terikatnya adalah struktur modal perusahaan.
|
Profitabilitas mempunyai pengaruh negatif
dan signifikan terhadap struktur modal, likuiditas berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap struktur modal. Ukuran perusahaan tidak mempunyai
pengaruh positif signifikan terhadap struktur modal perusahaan. Resiko bisnis
tidak mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal
perusahaan dan Growth opportunity mempunyai pengaruh positif signifikan
terhadap struktur modal
|
5.
|
Muhadjir
Anwar (2007)
|
Peran Struktur Kepemilikan Manajerial dan Struktur Dewan Komisaris
Sebagai Mekanisme Corporate Governance Terhadap Keputusan Pendanaan Dan
Kinerja Perusahaan Go Public Di Indonesia : Perspektif Agency Theory
|
Mengetahui pengaruh struktur kepemilikan, keputusan pendanaan, struktur
dewan komisaris, pertumbuhan, dan
kinerja keuangan perusahaansecara parsial.
|
Sebanyak 122 perusahaan industri
manufaktur
|
Menggunakan
analisis regresi linear berganda
|
Struktur kepemilikan saham, struktur
dewan, keputusan pendanaan, dan kinerja keuangan perusahaan.
|
struktur kepemilikan berpengaruh
negative dan signifikan terhadap keputusan pendanaan, struktur kepemilikan
yang terkonsentrasi pada institusi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja perusahaan, keputusan pendanaan berpengaruh negative dan
signifikan terhadap kinerja perusahaan, adanya penolakan hipotesis yang
menyatakan bahwa pertumbuhan berpengaruh negative dan signifikan terhadap keputusan
pendanaan, dewan komisaris berpengaruh terhadap kinerja perusahaan melalui
kemampuan dewan komisaris memonitor manajemen yang lebih baik.
|
6.
|
Hanin
Firdausi (2007).
|
Pengaruh Kepemilikan Manajerial Dan Kebijakan Deviden
Terhadap Keputusan Pendanaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Publik di Bursa
Efek Jakarta
|
Mengetahui apakah kepemilikan manajerial, dan kebijakan deviden mempunyai
pengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan (struktrur modal).
|
Perusahaan manufaktur yang go public di
BEJ selama periode 2003-2005 sebanyak 105 perusahaan setelah menggunakan metode purposive sampling dengan tipe
judgment sampling
|
Menggunakan
analisis regresi linear berganda
|
Kepemilikan saham manajerial, kebijakan deviden, keputusan
pendanaan
|
Penelitian ini mampu membuktikan adanya
pengaruh signifikan yang dilakukan antara dividen payout ratio terhadap
keputusan pendanaan namun, Penelitian ini tidak mampu membuktikan bahwa
terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara kepemilikan manajerial
terhadap keputusan pendanaan
|
Sumber: Data hasil penelitian terdahulu
diolah
Penelitian ini mempuyai kesamaan dengan penelitian sebelumnya
yaitu sama-sama meneliti pengaruh kepemilikaan manajerial dan kebijakan deviden
terhadap keputusan pendanaan di BEJ dan teknik analisis yang digunakan yaitu analisis
regresi linear berganda, dari segi hasil penelitian yang berkaitan dengan kebijakan deviden
sama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pendanaan
Adapun perbedaan penelitian
ini terletak pada periode, dan jumlah sampel penelitian. Pada penelitian ini
menggunakan periode 2003 sampai 2005. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak
105 perusahaan dari populasi 147 perusahaan, setelah menggunakan metode purposive sampling dengan tipe
judgment sampling yaitu : 1. Memiliki
laporan keuangan lengkap selama periode penelitian, 2. Tersedia data tentang
prosentase saham yang dimiliki oleh manajerial ownership (direktur dan
komisaris), 3.Perusahaan membayar
dividen selama periode penelitian. Dari segi hasil
penelitian, penelitian ini tidak mampu membuktikan terdapat pengaruh signifikan
antara kepemilikan manajerial dengan keputusan pendanaan
B. Kajian
Teoritis
1. Teori
Agensi
Pada saat pemegang saham menunjuk manajer
atau agen sebagai pihak pengelola dan pengambil keputusan bagi perusahaan, maka
pada saat itulah hubungan keagenan muncul. Penunjukan ini berharap agar manajer
mampu memaksimalkan kemakmuran pemilik atau pemegang saham.
Upaya peningkatan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan
nilai perusahaan sebagai tujuan utama perusahaan sering tidak sejalan dengan
tujuan pihak manajemen (manajer) perusahaan, sehingga timbul masalah keagenan (agency
problem) antara manajer dengan pemegang saham sebagai akibat kepemilikan
dan pengelolaan perusahaan dijalankan secara terpisah. Pemisahan ini membuat
manajer bertindak sesuai dengan kepentingannya dan tidak sejalan dengan
kepentingan pemegang saham (pemilik) sehingga timbul konflik kepentingan antara
manajer dan pemegang saham.
Agency relationship, mencoba
menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan (pemilik
perusahaan, manajer dan kreditur) akan berperilaku, karena mereka pada dasarnya
mempunyai kepentingan yang berbeda yaitu : Manajer cenderung mengutamakan
kepentingan pribadinya atau selalu bertindak bukan untuk kepentingan pemegang
saham. Munculnya konflik keagenan diawali dengan adanya agency
relationship antara pihak satu dengan pihak lain menurut Jensen dan Meckling
(1976). Teori keagenan menurut Brigham et.al (1999) adalah A relationship
which is whenever one or more individuals called principals, (1) hires another
individuals or organization, called agent perform some service and (2) then
delegates decision making authority to that agent. Hubungan keagenan adalah
perjanjian antara parties (pihak-pihak yang saling berhubungan principal dan
agent). Principal menugaskan agen untuk melakukan jasa tertentu atas nama
principal dengan memberikan kuasa pengambilan keputusan kepada agent.
Mc.Jansen dan W.H.Meckling dalam Anwar
(2007) mendefinisikan agency relationship sebagai berikut : Agency
relationship is contract under which one or more person (principals) engage
another person (the agents) to perform some service on their behalf which
involves delegating some decision making authority to the agents. Agency
relationship adalah sebuah perjanjian antara principal dengan agent.
Principal memberi kepercayaan kepada orang lain (agent) untuk melaksanakan
aktivitas tertentu dengan melibatkan pendelegasian wewenang pengambilan
keputusan kepada agent. Eisenthardt (1989) menjelaskan bahwa agency theory
didasarkan pada tiga asumsi sifat manusia, yaitu : (1) Manusia pada umumnya
bersifat mementingkan diri sendiri (self-interest), (2) Manusia mempunyai
kemampuan daya pikir terbatas mengenai persepsi masa depan (bounded –
rationality) dan (3) Manusia selalu menghindari resiko (risk – averse).
Menurut agency theory, yang disebut pihak
prinsipal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agen adalah pihak manajemen
yang bertugas mengelola perusahaan. Pihak agen (manajer) mempunyai tugas dan
tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan jenis
investasi yang harus dilakukan, keputusan pembayaran proyek dan pengelolaan
sumber daya perusahaan. Sedangkan pihak pemegang saham (pemilik perusahaan)
melakukan pengawasan terhadap perilaku manajer. Untuk itu, manajer yang
diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham.
Namun kenyataannya menunjukkan sering terjadi konflik antara manajemen dan
pemegang saham, konflik ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara
manajer dan pemegang saham. Manajer cenderung mengutamakan kepentingan
pribadinya atau selalu bertindak bukan untuk kepentingan pemegang saham (Jensen
dan Meckling, 1976). Konflik perbedaan kepentingan inilah yang menimbulkan
agency problem (masalah keagenan).
Masalah keagenan (agency problem) antara
pemegang saham dan manajer dapat dijelaskan bahwa, pemilik (pemegang saham)
bertujuan memaksimumkan kekayaannya dengan melihat nilai sekarang dari arus kas
yang dihasilkan oleh investasi perusahaan sedangkan manajer bertujuan pada
peningkatan pertumbuhan dan ukuran perusahaan. Tujuan ini dilandasi oleh dua
alasan, yaitu : 1) Pertumbuhan yang meningkat akan memberikan peluang bagi
manajer tingkat bawah dan menengah untuk dipromosikan. Selain itu, manajer
dapat membuktikan diri sebagai karyawan yang produktif sehingga diperoleh
penghargaan lebih dan wewenang untuk menentukan pengeluaran atau biaya-biaya;
2) Ukuran perusahaan yang semakin besar memberikan keamanan pekerjaan atau
mengurangi kemungkinan lay-off dan kompensasi yang semakin besar (Jensen dan
Meckling : 1976).
Agency problem antara manajer dan pemegang
saham timbul ketika perusahaan menghasilkan free cash flow yang sangat
besar, yang dimaksud dengan free cash flow adalah aliran kas bersih yang
tersisa di dalam perusahaan setelah perusahaan membiayai seluruh proyek yang
memiliki NPV positif. Seharusnya manajer memaksimumkan kekayaan pemegang saham
dengan membagikan free cash flow sebagai deviden. Kenyataannya manajer lebih
memilih menahan free cash flow agar sumber dana yang berada dibawah
wewenang manajer meningkat dan mengurangi resiko likuiditas. Dengan kata lain,
melakukan investasi dengan NPV negatif (Utama 2002:17). Selain itu manajer
melakukan investasi pada proyek dengan resiko yang rendah sehingga memberikan
hasil yang rendah pula karena variabilitas arus kasnya rendah.
Penyebab lain konflik antara manajer
dengan pemegang saham adalah keputusan pendanaan (financing decision).
Pemegang saham hanya peduli terhadap resiko sistematis dan bukan pada total
resiko, karena pemegang saham dapat melakukan investasi yang mampu
meminimisasi resiko unsistematis melalui
diversifikasi dengan pembentukan portofolio. Sebaliknya manajer lebih peduli
resiko total dalam menganalisis proyek investasi (Jensen : 1986 dan 1993 serta
Fama dan Jensen : 1985) dalam Utama (2002 : 16).
Prinsipal (pemilik) dapat mengurangi
penyimpagan perilaku agen (manajer) dengan memberikan insentif dengan
mengeluarkan biaya monitoring. Secara umum biaya-biaya yang dikeluarkan
prinsipal untuk memastikan agen bersedia melakukan keinginan pemegang saham
yang disebut agency cost (biaya keagenan). Agency cost terdiri dari :
(1) Biaya monitoring (monitoring cost)
yaitu biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengawasan guna mencegah agar
tindakan manajer tetap sesuai dengan kepentingan pemilik, (2) Biaya bonding,
yang dikeluarkan untuk menjamin agar manajer tidak mengambil keuntungan dari
fasilitas yang diberikan (bonding cost) dan (3) biaya residual loss (Jensen dan
Meckling, 1976). Menurut douglas dan Finnerty (1997) biaya keagenan (agenci cost) terdiri dari :
a.
Biaya kontrak
langsung, dimana termasuk :
1)
Biaya transaksi untuk
membuat kontrak, seperti biaya komisi penjualan dan administrasi penerbitan
obligasi.
2)
Opportunity cost yang hilang, misalnya tidak dapat mengambil proyek
dengan NPV positif akibat adanya convenant di biaya kontak perjanjian.
3)
Biaya insentif,
seperti bonus karyawan, pembayaran yang ditujukan agar manajer bertindak sesuai
tujuan pemilik.
b.
Biaya yang ditanggung
pemilik untuk mengawasi agen, seperti biaya audit.
c.
Kerugian yang
diderita akibat penyimpangan tindakan yang lolos dari pengawasan, seperti
pengeluaran yang berlebihan dan tidak semestinya dari agen. Kerugian yang tidak
bisa diredusir ini disebut residual loss dan dapat diperkirakan dari
selisih total agency cost dikurangi monitoring dan bonding
expenditure. (Jensen dan Meckling, 1976).
Hubungan agensi
berdampak pada : (1) adanya konflik yang berupa; (a) pertentangan antara
pemilik dan manajer, (b) munculnya biaya yang harus ditanggung oleh pemilik,
(2) perbedaan pilihan tindakan dalam menentukan preferensi terhadap resiko.
Kesimpulannya, jika pemilik dapat mengetahui segala sesuatu yang dilakukan oleh
manajer maka manajer tidak mungkin melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan
kepentingan pemilik dengan kata lain, jika pemilik dapat mengawasi manajer secara
sempurna dan tanpa mengeluarkan biaya, masalah keagenan tidak akan timbul.
Ada beberapa
alternatif untuk mengurangi agency cost (Utama 2003; Masdupi 2005),
yaitu :
Pertama dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh
manajemen dan selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang
diambil, dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari
pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan ini akan
mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham (Jensen dan Meckling,
1976). Dengan demikian maka kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif
bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan
menggunakan utang secara optimal, sehingga akan meminimumkan biaya keagenan.
Kedua, dengan meningkatkan devident payout ratio. Dengan
demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen
terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.
Ketiga,
penggunaan hutang pada perusahaan dengan free cash flow besar. Hal
ini untuk menurunkan besarnya konflik
antara pemegang saham dengan manajemen. Jensen (1986), menyatakan bahwa dengan
adanya hutang akan dapat mengendalikan penggunaan free cash flow secara
berlebihan oleh manajemen, dan dengan demikian akan dapat menghindari investasi
yang sia-sia.
Namun, hutang
menimbulkan bentuk konflik keagenan yang lain, yaitu antara pemegang saham dan
kreditor. Hutang besar memberikan insentif bagi pemegang saham melaksanakan
proyek investasi yang beresiko tinggi. Bila proyek tersebut untung, sebagian
besar keuntungan masuk ke kantong pemegang saham, dan kreditor hanya akan
menerima bunga tetap. Sebaliknya, bila proyek rugi dan perusahaan bangkrut,
kreditor ikut menanggung kerugian karena kewajiban pemegang saham hanya
terbatas pada modal saham yang telah disetorkan. Untuk mengurangi konflik
kepentingan antara pemegang saham dan kreditor ini, biasanya dibuat debt
covenants yang ketat. Karena itu, berdasarkan agency theory, struktur
modal perusahaan merupakan hasil keseimbangan antara upaya perlindungan
kepentingan pemegang saham terhadap perilaku oportunistis sang manajer dan
kepentingan kreditor terhadap perilaku pengambilan resiko para pemegang saham.
Mekanisme penggunaan
hutang di dalam struktur modal merupakan salah satu upaya pihak pemegang saham
untuk mengatasi masalah keagenan yang timbul karena pemisahan antara
pengelolaan dan kepemilikan perusahaan. Dua konsep yang melandasi penggunaan
hutang sebagai peredam masalah keagenan adalah (Jensen dan Meckling, 1976) :
a.
Penggunaan hutang sebagai pembiyaan eksternal akan
memperkecil penerbitan saham sehingga proporsi saham terhadap hutang di dalam
struktur modal akan semakin kecil. Alternatif hutang tersebut akan dipilih jika
pembiayaan eksternal dengan menggunakan saham akan menimbulkan biaya keagenan
lebih besar daripada peningkatan proporsi kepemilikan pemegang saham.
b.
Penggunaan hutang akan mencegah manajer untuk menggunakan
free cash flow secara berlebihan bagi kepentingan pribadinya karena
1)
Perusahaan harus
menyediakan arus kas bagi pembayaran bunga pinjaman secara reguler dan tetap
jumlahnya. Konsep ini disebut control hypothests.
2)
Kekurangan arus kas
akan menimbulkan resiko gagal bayar (default) sehingga pemegang obligasi
akan menyita aset perusahaan dan manajer akan kehilangan pekerjaannya. Konsep
ini disebut threat hypothesis.
2.
Hutang Perusahaan
- Pengertian Hutang
Menurut Riyanto
(1995: 227), pengertian hutang adalah modal yang berasal dari luar perusahaan
yang sifatnya sementara bekerja didalam perusahaan, yang pada saatnya harus
dibayar kembali.
Dari pengertian
diatas dapat juga dikatakan bahwa hutang adalah modal yang berasal dari luar
perusahaan yang merupakan pengorbanan manfaat ekonomis di masa yang akan datang
yang disebabkan oleh kewajiban-kewajiban di saat sekarang dari suatu badan
usaha, dan pada saatnya harus di bayar kembali dengan mentransfer aktiva atau
memberikan jasa kepada badan usaha lain.
- Jenis-Jenis Hutang
Menurut Riyanto
(1995: 227-239), hutang dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
1) Hutang
Jangka Pendek (Short Term Debt)
Hutang jangka pendek merupakan hutang yang
jangka waktunya pendek, yaitu kurang dari satu tahun. Adapun jenis-jenis dan
hutang jangka pendek, yaitu:
a) Rekening
Koran
Rekening koran merupakan kredit yang
diberikan oleh Bank kepada perusahaan dengan batas plafond tertentu dimana
perusahaan mengambilnya tidak sekaligus melainkan sebagian demi sebagian sesuai
dengan kebutuhan yang dibayarkannya untuk jumlah yang telah diambil saja,
meskipun sebenarnya perusahaan meminjamnya lebih dari jumlah tersebut.
b) Kredit
Dari Penjual
Kredit dari penjual merupakan kredit
perniagaan dan kredit ini terjadi apabila penjualan produk dilakukan dengan
kredit.
c) Kredit
Dari Pembeli
Kredit pembeli adalah kredit yang
diberikan oleh perusahaan sebagai pembeli kepada pemasok (supplier) dari bahan
mentahnya atau barang-barang lainnya.
d) Kredit
Wesel
Kredit wesel terjadi apabila suatu
perusahaan mengeluarkan ”surat pengakuan utang” yang berisikan kesanggupan
untuk membayar jumlah uang tertentu kepada pihak tertentu dan pada saat
tertentu (notes payable), dan setelah ditanda tangani surat tersebut dapat
dijual dan diuangkan pada Bank.
2) Hutang
Jangka Menengah (Intermediate-Term Debt)
Hutang jangka menengah adalah hutang yang
jangka waktunya antara satu sampai sepuluh tahun. Adapun jenis dan hutang jangka
menengah, yaitu:
a) Term
Loan.
Term loan
adalah kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh
tahun. Pada umumnya term loan dibayar kembali dengan angsuran tetap
selama satu periode tertentu, dan biasanya diberikan oleh Bank dagang,
perusahaan asuransi, suppliers atau manufactures,
b) Leasing.
Leasing adalah persetujuan
atas dasar kontrak dimana pemilik dari aktiva (lessor) menginginkan pihak lain
(lessee) untuk menggunakan jasa dari aktiva tersebut selama satu periode
tersebut selama satu periode tertentu. Kadang-kadang lessee juga diberi
kesempatan untuk membeli aktiva tersebut.
3) Hutang
Jangka Panjang (Long Term Debt)
Hutang jangka panjang merupakan hutang
yang jangka waktunya lebih dari sepuluh tahun. Adapun jenis dari hutang jangka
panjang adalah:
a) Pinjaman
Obligasi (Bonds-Payable)
Pinjaman obligasi adalah pinjaman uang
untuk jangka waktu yang panjang, untuk mana si debitur mengeluarkan surat
pengakuan utang yang mempunyai nominal tertentu.
b) Pinjaman
Hipotik (Mortgage)
Pinjaman hipotik adalah pinjaman jangka
panjang di mana pemberi uang (kreditur) diberi hak hipotik terhadap suatu
barang tidak bergerak, agar supaya bila pihak debitur tidak memenuhi
kewajibannya, barang itu dapat dijual dan dan hasil penjualan tersebut dapat
digunakan untuk menutup tagihannya.
- Kebijakan Hutang Perusahaan
Dalam kondisi perekonomian normal,
penggunaan hutang oleh perusahaan dapat meningkatkan tingkat pengembalian yang
diharapkan kepada pemegang saham, alasannya yaitu : (1) karena bunga dapat
dikurangkan, maka penggunaan hutang mengakibatkan tagihan pajak yang lebih
rendah dan menyisakan lebih banyak laba operasi yang tersedia bagi investasi,
(2) jika tingkat pengembalian yang diharapkan atas aktiva (EBIT/total aktiva)
melebihi suku bunga hutang, maka perusahaan pada umumnya dapat menggunakan
hutang untuk membeli aktiva, membayar bunga hutang dan kemudian sisanya dapat
digunakan untuk bonus bagi pemegang saham. Akan tetapi dapat terjadi sebaliknya
jika penjualan lebih rendah dan biaya lebih tinggi dari yang diharapkan, maka
pengembalian atas aktiva juga akan lebih rendah. Dalam kondisi ini tingkat pengembalian atas ekuitas
menurun dan akan mengalami kerugian. Hal ini disebabkan karena perusahaan tetap
harus membayar hutang dan bunga tanpa melihat besarnya penjualan. Operasi
perusahaan yang tidak menghasilkan laba untuk membayar bunga, menyebabkan kas
akan menurun dan perusahaan akan membutuhkan dana tambahan.
Jensen (1986) dalam
Anwar (2007) mengemukakan gagasan “kontrol hypothesis” dan “threat hypothesis”,
yaitu apabila perusahaan dapat menambah hutang, maka para pemegang saham akan
dapat meningkatkan pengawasannya terhadap manajemen dan memaksa manajemen untuk
bertindak hati-hati (prudential management). Esensi teori ini adalah para
pemegang saham dapat melakukan pengendalian terhadap keputusan dan perilaku
manajemen melalui penambahan hutang. Penambahan hutang dapat meningkatkan
kesungguhan dan effort manajemen untuk mencari keputusan terbaik yang
dapat memaksirnalkan laba. Adanya hutang tersebut menyebabkan net free cash
flow yang ada dalam perusahaan harus digunakan untuk melunasi hutang.
Apabila manajemen memiliki kesempatan investasi yang membutuhkan pendanaan
eksternal, maka manajemen harus memilih investasi yang benar-benar
menguntungkan. Tuntutan profitabilitas memaksa manajemen untuk melakukan
efisiensi. Hal ini dianggap bisa mengurangi agency cost terhadap adanya net
free cash flow, yang akan direspon positif oleh pasar berupa kenaikan harga
saham. Perusahaan dengan resiko hutang yang relatif tinggi memiliki pengembalian
yang lebih tinggi dalam situasi perekonomian normal, tetapi menghadapi resiko
kerugian ketika perekonomian berada dalam masa resesi (Brigham dan Houston,
2001). Jadi perusahaan dengan rasio hutang yang rendah akan meinpunyai resiko
yang lebih kecil, tetapi mereka juga memiliki kesempatan untuk meningkatkan
pengembalian atas ekuitas. Peningkatan hutang, di satu sisi akan menurunkan agency
cost bagi para pemegang saharn, namun di sisi lain akan meningkatkan agency
cost bagi kreditur (Brigham dan Gapenski, 1999).
Pendanaan lewat
hutang memiliki sisi buruk atau dengan kata lain bahwa peningkatan hutang
bukanlah suatu solusi optimal bagi semua masalah insentif. Pertama, manajer
yang didanai hutang mempunyai insentif untuk rnempunyai proyek yang lebih
beresiko daripada yang aman, karena perusahaan dengan kewajiban hutang tetap
menikmati semua sisi baik potensi proyek beresiko tinggi tetapi berbagai sisi
buruk kerugiannya dengan pemberi hutang yang tidak sepenuhnya dibayar kembali,
jika hasil investasi buruk menyebabkan perusahaan jatuh. Kedua, penggunaan
hutang yang tinggi tidak selalu meningkatkan efisiensi, dapat dilihat jika
perusahaan yang menggunakan hutang tinggi menderita kerugian dan mengalami
kesulitan keuangan. Saat terjadi masalah keuangan kebutuhan memenuhi pembayaran
bunga dapat memaksa manajemen mengambil perspektif yang berjangka pendek,
mengarahkan perusahaan mengurangi produksi dan karyawan, membatalkan proyek
ekspansi yang bahkan menguntungkan, dan menjual asset dengan harga murah.
Karena resiko bangkrut besar perusahaan tidak dapat membuat perjanjian jangka
panjang juga akan kehilangan konsumen dan penyedia (suppliers) yang takut
menyebabkan mereka tidak dapat mengendálikan hubungan yang sudah ada.
Pembiayaan dengan
hutang memiliki tiga implikasi penting, yaitu : (1) memperoleh dana melalui
hutang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan
dengan investasi yang terbatas, (2) kreditur melihat ekuitas, atau dana yang
disetor pemilik untuk memberikan marjin pengaman sehingga jika pemegang saham
hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka resiko perusahaan
sebagian besar ada pada kreditur. (3) jika perusahaan memperoleh pengembalian
yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding
pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar.
3. Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan
merupakan salah satu dari keputusan keuangan yang berkaitan dengan mendapatkan
dana dan keberadaan sumber dana yang mungkin dapat dimanfaatkan oleh
perusahaan. Pendanaan perusahaan dapat diperoleh dari sumber internal, yaitu
sumber dana yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan yang
berasal dari operasional perusahaan berupa laba ditahan (retaired barning).
Sumber pendanaan lain bagi perusahaan berasal dari sumber di luar perusahaan
atau disebut dengan pendanaan eksternal yang berasal dari penerbitan saham
baru, penerbitan obligasi maupun hutang.
Keputusan pendanaan
perusahaan ysng mengacu pada konsep pecking order theory seperti yang
dikemukakan oleh Donaldson (1961) dan Myrers (1984) dalam Anwar (2007) akan
mengambil keputusan pendanaan dengan pemenuhan yang diprioritaskan pada
pendanaan internal sebagai sumber pendanaan utama bila terjadi kekurangan maka
akan dipenuhinya dengan sumber pendanaan eksternal.
Pendanaan internal
dilakukan melalui arus kas dari laba ditahan dikarenakan manajer sebagai agen
pelaksana perusahaan terhindar kontrak dengan pihak ketiga di luar perusahaan
dan terhindar dari reaksi negative dari harga saham perusahaan di pasar modal. Selain itu pendanaan internal tidak memiliki biaya
penerbitan baik untuk obligasi maupun saham baru. Keuntungan yang diperoleh
dari pendanaan internal adalah dapat memperbesar kapasitas pendanaan dengan
pinjaman (borrowing capacity) dan memperbesar financial slack dalam
bentuk kas sekuritas yang marketable, kapasitas meminjam serta kemampuan
menerbitkan saham baru di kemudian hari bila diperlukan (Brealy dan Myers,
1996). Apabila kebutuhan pendanaan dirasa kurang mencukupi maka dana akan
dipenuhi dari pendanaan eksternal yang berasal dari panjualan saham dan hutang.
Prioritas utama dalam
pendanaan eksternal adalah dengan penerbitan obligasi atau dalam bentuk hutang
jangka panjang karena hutang jangka panjang memiliki biaya penerbitan yang
lebih kecil disbanding dengan biaya pendanaan eksternal lainnya. Selain itu
manajemen terhindar dari informasi asimetris dan signalling yang menghindarkan
anggapan negative dari para investor baru dan pelaku pasar modal terhadap
penerbitan saham baru yang dapat mengakibatkan penurunan harga saham yang
beredar. Keuntungan lain yang diperoleh adalah bahwa pendanan dengan hutang
jangka panjang dan obligasi membawa manajemen pada usaha maksimalisasi kekayaan
pemegang saham yang menghindarkan dari penambahan jumlah saham yang beredar
yang berarti mencegah jumlah investor baru dan penurunan deviden (Brealy dan
Myers, 1996).
Menurut brigham
et.al., (1999) bahwa penggunaan hutang yang berbeban bunga memiliki keuntungan
dan kelemahan bagi perusahaan. Keuntungan penggunaan hutang adalah (1) biaya
bunga mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga biaya hutang efektif menjadi
lebih rendah. (2) kreditor hanya mendapat bunga yang relative bersifat tetap,
sehingga kelebihan keuntungan merupakan klaim bagi pemilik perusahaan, dan (3) bondholder
tidak memiliki hak suara sehingga pemilik dapat mengendalikan perusahaan
dengan dana yang lebih kecil. Sedangkan kelemahan dari penggunaan hutang adalah
(1) hutang yang semakin tinggi akan meningkatkan resiko technical insolvency,
(2) bila bisnis perusahaan tidak dalam kondisi bagus, pendapatan operasi
menjadi rendah dan tidak cukup untuk menutupi biaya bunga sehingga kekayaan
pemilik berkurang. Pada kondisi ekstrim, kerugian tersebut dapat membahayakan
perusahan karena dapat terancam kebangkrutan.
Pendanaan eksternal
melalui penerbitan saham baru merupakan bentuk pendanaan eksternal terakhir,
sehingga perusahaan tidak akan menerbitkan saham baru kecuali sebagai langkah
terakhir. Hal ini dilakukan karena penerbitan saham baru memiliki beberapa
implikasi negaif bagi perusahaan diantaranya adalah (1) tingginya biaya
penerbitan saham baru yang merupakan biaya penerbitan yang paling mahal, (2)
memungkinan terjadinya informasi asimetri dan signaling yang salah dari para
investor baru dan pelaku pasar modal yang akan bereaksi negatif terhadap
penerbitan saham baru sehingga dapat mengakibatkan penurunan harga saham di
pasar modal, dan (3) akan memungkinkan terjadinya anggapan bahwa manajemen
kurang berusaha untuk memaksimalkan kekayaan para pemegang saham, karena dengan
penerbitan saham baru menyebabkan jumlah emegang saham akan bertambah dan juga
jumlah saham yang beredar yang akan menurunkan deviden yang dibagikan. (Brealy
dan Myers 1996).
KLIK INI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA
Pengolahan OLAH SKRIPSI Penelitian, Pengolahan DAFTAR CONTOH SKRIPSI
Statistik, Olah SKRIPSI SARJANA, JASA Pengolahan SKRISPI LENGKAP Statistik, Jasa Pengolahan SKRIPSI EKONOMI
Skripsi, Jasa Pengolahan SPSS CONTOH SKRIPSI , Analisis JASA SKRIPSI Islam sungguh-sungguh mengakui peran modal sebagai suatu faktor produksi. Akan tetapi, karena keuntungan kepada modal dapat ditentukan hanya sesudah dilakukan perhitungan terhadap semua ongkos, dan mungkin saja bisa positif atau negatif, Islam melarang suatu laju keuntungan positif ditentukan di awal kontrak dalam bentuk bunga. Salah satu alternatif untuk menghindari pembiayaan berbasis bunga yaitu dengan pembiayaan lewat penyertaan modal. Sebagian besar pembiayaan bisnis dalam suatu perekonomian Islam akan berbentuk penyertaan modal dimana penyedia dana (financier) akan berbagi hasil rugi atau untung dari aktivitas bisnis yang dibiayainya. Pembiayaan demikian tidak saja akan mendistribusikan keuntungan pada investasi total antara penyedia dana dan pelaku bisnis secara adil, tetapi juga akan mentranfer saham resiko investasi yang fair kepada penyedia dana dan bukan meletakkan keseluruhan beban pada pundak pelaku bisnis.
Pembiayaan lewat penyertaan modal digunakan sebagai pengganti pembiayaan lewat pinjaman, yang diharapkan dapat menghapus kemungkinan adanya suatu super-struktur keuangan besar yang ditegakkan di atas basis saham yang sempit seperti bentuk piramida terbalik yang diakibatkan oleh pembiayaan berbasis bunga. Dengan demikian, diharapkan akan menimbulkan kepemilikan bisnis berbasis luas dan membantu secara substansial realisasi tujuan pada aspek distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata. Adapun salah satu saluran penyertaan modal dilakukan dengan mudharabah (Chapra, 2000 : 35).
Dalam keputusan pendanaan bisa dilakukan dengan Mudharabah yaitu : suatu perkongsian di mana satu pihak bertindak sebagai sahibul mal (pemilik modal 100%) dan satu pihak lagi melakukan kerja (mudharib/pengelola). Menurut Sayyid Sabiq, mudharabah itu terjadi bila terdapat ijab kabul yang dilakukan oleh pihak yang memiliki keahlian, yaitu antara pihak pemberi modal atau kuasanya dan pihak yang akan melaksanakan usaha atau kuasanya. Tidak ada suatu ketentuan tentang apa lafaz yang harus diucapkan dalam ijab kabul itu. Yang penting dalam pelaksanaan ijab kabul bukanlah “bentuk lafaz”, tetapi adanya bentuk persetujuan kedua belah pihak untuk melakukan kerja sama dalam bentuk mudharabah (Karim, 1997:14). Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun mudharabah adalah : (1) Shahibul Mal (pemilik modal/modal), (2) Mudharib (pengelola), (3) Keuntungan (4) Usaha yang dijalankan, (5) Akad perjanjian
Berbicara tentang apa jenis usaha yang boleh dilakukan dengan modal yang diberikan itu, pada dasarnya adalah usaha produktif mutlak, dan halal (yaitu: proses maupun output produk yang dihasilkan oleh perusahaan).
Adapun tentang keuntungan, agama tidak memberikan suatu ketentuan yang pasti tentang kadar keuntungan yang akan dimiliki oleh masing-masing ihak yang melakukan perjanjian mudharabah. Persentase keuntungan yang akan dibagi antara pemilik modal dan pelaksana usaha bisa berbentuk bagi rata atau tidak dibagi rata. Hal ini dipulangkan kepada kesepakatan yang sudah mereka buat sebelumnya. Salah satu prinsip penting yang diajarkan oleh Islam dalam lapangan muamalah ini adalah pembagian itu dipulangkan kepada kesepakatan yang penuh kerelaan serta tidak merugikan dan dirugikan oleh pihak mana pun (Karim, 1997:17). Abdurrazak dalam kitab Al-Jami' telah meriwayatkan dari Ali ra. yang berkata: "Kerugian adalah berasaskan kepada harta, sedangkan untung tergantung kepada apa yang mereka sepakati" (Tahrir, 2007). Adalah jelas di dalam Mudharabah bahwa jika pihak-pihak mengalami kerugian, maka mudharib hanyalah pihak yang ‘rugi’ dari segi tenaga yang dicurahkannya dan pihak yang sebenarnya menanggung kerugian adalah sahibul mal.
Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal (Chapra, 2000). Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi :
1. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan untuk satu pihak
2. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan,
Skema Akad Mudharabah :
Gambar 2.1 : Skema akad Mudharabah
Sumber : LPPI Akuntansi Mudharabah
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional NO: 07/DSN-MUI/IV/2000 :
Tentang
PEMBIAYAAN MUDHARABAH (QIRADH)
Menimbang :
Mengingat :
Memperhatikan :
Memutuskan :
Menetapkan : Fatwa Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
Pertama : Ketentuan Pembiayaan:
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan:
1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 29 Dzulhijjah 1420 H / 4 April 2000 M
4. Struktur Kepemilikan
Istilah struktur kepemilikan saham digunakan untuk menunjukkan bahwa struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah hutang dan modal sendiri, tetapi juga oleh prosentase kepemilikan saham oleh manajer dan institusional. Kepemilikan manajer (manajerial ownership) dan kepemilikan institusional (institutional ownership) dapat mempengaruhi keputusan pendanaan apakah agen hutang terhadap modal sendiri akan meningkat, yang pada akhirnya meningkatkan resiko.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) struktur kepemilikan terdiri dari tiga variabel yakni : (1) inside equity (held by the manager), (2) outside equity (held by anyone outside of the firm), and (3) debt (held by anyone outside of the firm). Dengan demikian modal sendiri dipisahkan antara pemegang saham dari dalam (manajer) dan pemegang saham dari luar (seseorang di luar perusahaan). Pemegang saham dari perusahaan masih dapat dilihat dari beberapa besar “share” terhadap keseluruhan modal sendiri.
Pengukuran struktur kepemilikan telah banyak dikembangkan oleh para ahli, yang pada intinya mengkaitkan struktur kepemilikan dengan tingkat pengendalian perusahaan dan biaya modal. Cole dan mehran (1998) dalam Anwar (2007) mengemukakan bahwa untuk mengevaluasi struktur kepemilikan dapat diukur dengan memperhatikan (1) persentase kepemilikan terbesar oleh seseorang direktur, (2) persentase kepemilikan terbesar oleh lembaga atau perusahaan tertentu, (3) persentase kepemilikan terbesar oleh bukan lembaga atau perusahaan tertentu, dan (4) persentase kepemilikan oleh karyawan perusahaan. Lebih lanjut Cole dan Mehran (1998) mengungkapkan bahwa struktur kepemilikan disamping diukur dengan persentase kepemilikan oleh Chief Executive Officer (CEO) atau direktur utama, juga ditambah dengan saham-saham yang dimiliki keluarga dari direksi perusahaan tersebut.
5. Kepemilikan Manajerial
Manajer adalah orang yang ditunjuk oleh pemegang saham sebagai pemilik perusahaan melalui dewan direksi, untuk menjalankan aktivitas perusahaan untuk kepentingan terbaik pemegang saham (Brigham dan Houston, 2001:17)
Manajer yang mengoperasikan perusahaan dalam pasar yang kompetitif akan dipaksa untuk melakukan tindakan yang cukup konsisten dengan memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Jika manajer menyimpang dari tujuan ini, maka mereka akan menghadapi resiko diberhentikan dari pekerjaan mereka oleh dewan direksi atau kekuatan dari luar. Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di pasar yang beresiko lebih sulit dimonitor secara eksternal. Berdasarkan penalaran ini, resiko yang lebih tinggi dapat meningkatkan nilai kepemilikan manajerial sebagai sebuah mekanisine-pemonitoran internal.
Kepemilikan manajerial memberikan hak kepada pihak manajemen untuk membeli saham diperusahaan, biasanya dengan harga yang menguntungkan. Jenis-jenis kepemilikan saham yang berbeda-beda tersebut digunakan sebagai komponen dan kompensasi eksekutif, dimana penggunaan kepemilikan saham sebagai insentif kinerja dalam jangka panjang. Kompensasi berupa saham (insider ownership) bertujuan untuk menyesuaikan kepentingan antara pihak manajemen dengan para pemegang saham Kelemahan sistem ini adalah perusahaan memerlukan kas untuk membayar pajak kompensasi saham, jika saham yang dimiliki tidak dijual secepatnya. Sedangkan kebaikannya adalah pemilikan saham yang signifikan oleh manajer (insider ownership) lebih dapat mengendalikan operasional perusahaan, sehingga diharapkan kinerja perusahaan akan lebih baik.
Kompensasi saham manajerial biasanya dalam bentuk stock option, performance shares, dan saham phantom. Stock option yaitu berupa call option, memberikan kepada manajemen hak untuk membeli saham perusahaan pada masa yang akan datang dengan harga tertentu pada saat stock option diberikan. Call option akan dapat memberikan keuntungan kepada pemegang saham jika harga saham lebih tinggi dari harga yang disepakati dalam kontrak. Dengan stock option manajemen diharapkan lebih mampu mempengaruhi kinerja harga saham jangka panjang daripada laba jangka pendek. Performance shares (saham kinerja) merupakan kompensasi berdasarkan kinerja saham yang biasanya dilakukan untuk mencapai tujuan jangka panjang. Biasanya manajemen memperoleh tambahan bonus apabila mencapai pertumbuhan earning pershare (EPS) yang tinggi. Kompensasi berdasarkan kinerja saham, memungkinkan manajer memperbaiki kinerja perusahaan sebagai aspek fundamental hagi penilaian saham oleh para analis pasar modal. Sedangkan saham phantom (hak-hak apresiasi saham) merupakan kompensasi yang dilakukan dengan pembayaran kas yang ditangguhkan pada saat terjadi kenaikan saham. Hak apresiasi saham sering digunakan dalam hubungannya dengan rencana stock option agar manajemen membeli saham sesuai rencana stock option
Struktur kepemilikan saham dapat mempengaruhi kinerja dan nilai perusahaan dengan mengurangi agency cost. Jensen et. al., (1992) dalam Anwar (2007) telah menemukan hubungan yang negatif antara kepemilikan manajerial dengan kebijakan pendanaan dan deviden. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa dengan peningkatan kepemilikan insider, akan mensejajarkan kepentingan antara pemegang saham dan manajer, sehingga kepemilikan manajerial bisa menggantikan peranan hutang dalam mengurangi agensi cost. Begitu pula halnya dengan Bathala et. al., (1994) menemukan bahwa kepemilikan insider dan institutional ownership memiliki hubungan yang negatif terhadap debt ratio atau kebijakan pendanaan.
6. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan
Menurut Soliha dan Taswan (2002), perusahaan merupakan subyek terhadap meningkatnya konflik, karena adanya penyebaran keputusan dan resiko. Dalam konteks ini para manajer cenderung untuk menggunakan kelebihan keuntungan untuk konsumsi perilaku oportunistik yang lain. Mereka menerima manfaat penuh tapi tidak menanggung resiko ataupun biaya yang oleh Jensen dan Meckling disebut agency cost of equity
Di sisi lain para manajer juga mempunyai kecenderungan untuk menggunakan hutang yang tinggi bukan atas dasar maksimalisasi nilai perusahaan, melainkan untuk kepentingan oportunistik. Ini jelas akan menimbulkan kebangkrutan karena adanya beban bunga pinjaman dan juga akan menurunkan nilai perusahaan. Untuk menekan hal ini Jensen dan Meckling (1976) menyarankan jika manajer memiliki kepemilikan saham yang tinggi dalam perusahaan, maka mereka akan mengurangi tingkat hutang secara optimal, sehingga akan mengurangi biaya keagenan hutang. Kehadiran biaya keagenan karena hutang dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan manajer dengan kepentingan pemegang saham dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekwensi dan pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan saham oleh para manajer atau insider akan membuat mereka semakin hati-hati dalam menentukan hutang dan juga merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
7. Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen berkaitan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan, yang berarti pendanaan tersebut harus ditahan dalam perusahaan (Riyanto, 1995). Dalam merumuskan kebijakan dividen manajer dihadapkan pada masalah investasi dan memilih paduan hutang dan modalnya untuk mendanai investasi. Keputusan untuk membayar dividen besar berarti secara simultan memutuskan untuk menahan sedikit laba, maka ini nantinya menghasilkan ketergantungan yang lebih besar pada pendanaan modal eksternal dan kepentingan cadangan terabaikan. Sebaliknya dengan pembayaran dividen yang kecil berarti panahanan laba yang tinggi, maka mengakibatkan sedikit kebutuhan dana modal yang dihasilkan dari luar dan kepentingan pemegang saham akan terabaikan. Untuk menjaga dua kepentingan tersebut, maka manajer dapat menempuh kebijakan dividen optimal yaitu merupakan kebijakan yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan dimasa yang akan datang sehingga dapat memaksimumkan laba. Setiap perusahaan rnenetapkan kebijakan dividen yang berbeda sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan pertumbuhan perusahaan disamping kemakmuran pemegang saham. Menurut Riyanto (1995:269) ada empat alternative kebijakan pambayaran dividen yang bisa diterapkan perusahaan, yaitu kebijakan dividen yang stabil, kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu, kebijakan dividen konstan, dan kebijakan dividen yang fleksibel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan menurut Riyanto (1995:267) adalah :
1) Posisi likuiditas perusahaan
Posisi kas atau likuiditas dan suatu perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebeluin mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan “cash outflow”, maka semakin kuat posisi likuiditas suatu perusahaan berarti semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen
2) Kebutuhan dana untuk membayar hutang
Apabila suatu perusahaan menetapkan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning yang dapat dibayarkan sebagai dividen. Dengan kata lain perusahaan harus menetapkan dividend payout ratio yang rendah.
3) Tingkat pertumbuhan perusahaan
Semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, mengakibatkan semakin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Jika kebutuhan akan dana semakin besar maka bagian dari pandapatan yang ditahan dalam perusahaan juga semakin besar ini berarti makin rendah dividen payout rationya.
4) Pengawasan terhadap perusahaan.
Perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal dan sumber intern saja untuk mempertahankan pengawasan (kontrol) terhadap perusahaan berarti akan mengurangi dividend payout ratio nya.
Kebijakan dividen mempunyai hubungan negatif terhadap kebijakan hutang (Ismiyanti dan Hanafi, 2003). Penggunaan dividen dalam mengurangi agency cost bisa dilakukan untuk mengatasi masalah kelebihan aliran kas internal (free cash flow) pada perusahaan yang profitable dan low growth. Dengan demikian perusahaan masih mampu membayar dividen yang tinggi dan membiayai kesempatan investasi yang ada tanpa harus mencari tambahan dana eksternal dan hutang (debt financing).
Pembayaran dividen muncul sebagai pengganti hutang di dalam struktur modal. Pembayaran dividen akan mengurangi sumber-sumber dana yang dikendalikan manajer. Sehingga mengurangi kekuasaan manajer dan mernbuat pembayaran deviden mirip dengan monitoring capital market yang terjadi jika perusahaan memperoleh modal baru, sehingga mengurangi biaya keagenan (Masdupi, 2005)
C. Kerangka Pemikiran
Pada hakikatnya kerangka pemikiran ini merupakan upaya untuk mencoba menjawab secara ringkas permasalahan yang telah diidentifikasikan secara rasional melalui alur pikir yang didasarkan pada kerangka logis. Secara tidak langsung yang dimaksud dengan kerangka pemikiran sebenarnya telah dideskripsikan atau terdapat dalam bahasan landasan teori. Jadi sumber kerangka pemikiran adalah bahasan landasan teori yang dihubungkan dengan variabel penelitian dalam upaya memecahkan masalah.
Struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh hutang dan equity tetapi juga ditentukan oleh prosentase kepemilikan manajerial dan institusional (Jensen dan Meckling, 1976)
Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara manajerial ownership dengan debt ratio (Masdupi, 2005; 64).
Manajer yang memiliki kepemilikan saham yang tinggi dalam perusahaan, maka mereka akan mengurangi tingkat hutang secara optimal, sehingga akan mengurangi biaya keagenan hutang. Kehadiran biaya keagenan karena hutang dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan manajer dengan kepentingan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976)
Variabel kepemilikan manajerial mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Hal ini terjadi karena kontrol yang besar dari pihak manajerial menyebabkan mereka mampu melakukan investasi dengan lebih baik sehingga memerlukan tambahan dana melalui hutang untuk pendanaannya (demand hypothesis) (Ismiyanti dan Hanafi, 2004)
Dari beberapa pernyataan di atas, maka untuk skema kerangka pemikiran dapat digambarkan pada gambar 2.2 sebagai berikut:
Gambar 2.2 : Kerangka Berfikir
PERUSAHAAN
- Persentase kepemilikan oleh manajer / direktur
- Persentase kepemilikan oleh dewan komisaris
- Jumlah saham yang beredar
- Laba per lembar saham (EPS)
- Deviden per lembar saham atau
- Persentase pembayaran deviden (DPR)
Oval: Keputusan Pendanaan
D. Hipotesis :
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan tinjauan pustaka maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Diduga kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh signifikan yang signifikan terhadap keputusan pendanaan
2. Diduga kebijakan deviden mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan
58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Bursa Efek Jakarta (BEJ), dipilihnya Bursa Efek Jakarta sebagai objek penelitian adalah karena pertimbangan :
1) Bursa Efek Jakarta (BEJ) merupakan satu-satunya bursa efek selain Bursa Efek Surabaya (BES) yang memiliki catatan historis yang panjang dan paling lengkap mengenai data perdagangan saham di pasar modal.
2) Lebih dari 90% aktivitas perdagangan saham (pasar) terjadi di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
3) Bursa Efek Jakarta (BEJ) merupakan bursa tertua di Indonesia
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian
58
Penelitian ini menggunakan variabel kepemilikan manajerial, deviden yang dibayarkan, dan keputusan pendanaan. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (Explanatory Research). Menurut singarimbun (1995) Explanatory Research merupakan penelitian penjelasan yang meneliti hubungan variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang ditetapkan (Nazir, 1988 : 325). Perusahaan yang menjadi populasi adalah perusahaan-perusahaan yang go-publik dan terdaftar di BEJ, yang melaporkan laporan keuangan yang lengkap dan dipublikasikan pada ICMD sebanyak 147 perusahaan. Dalam penelitian ini digunakan laporan keuangan tahun 2003 sampai 2005
2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan tipe judgment sampling yaitu pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu, yang pada umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian (Ferdinand, 2006 ; 195). Adapun kriteria-kriteria yang ditetapkan adalah:
1. Memiliki laporan keuangan lengkap selama periode penelitian.
2. Tersedia data tentang prosentase saham yang dimiliki oleh manajerial ownership (direktur dan komisaris).
3. Perusahaan membayar dividen selama periode penelitian
Berdasarkan kriteria sampel di atas, dengan memakai teknik pooled data diperoleh sampel penelitian sebanyak 105 perusahaan (n sampel x n periode). Hasil seleksi sampel dapat dirangkum pada tabel seperti berikut:
Tabel 3.1
Hasil seleksi sampel
No
Keterangan
Jumlah
1.
2.
Perusahaan manufaktur yang terdaftar berturut-turut selama periode 2003-2005
Perusahaan manufaktur yang tidak membagikan dividen berturut- turut selama periode 2003-2005
147
(112)
Jumlah akhir sampel
35
Sumber : lampiran 1
D. Jenis Dan Sumber Data
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari laporan keuangan. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain yang telah mengumpulkan terlebih dahulu dan menerbitkannya (Djarwanto, 2001). Jenis data mencakup : 1). Data tentang laporan keuangan periode penelitian, 2). Data tentang prosentase saham yang dimiliki direktur dan komisaris (insiders) dan 3) Data tentang deviden payout ratio (DPR).
Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah Indonesia Capital Market Directory (ICMD) tahun 2006 dan situs www.jsx.co.id perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
E. Metode Pengumpulan Data
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan ini dilakukan dengan mengadakan penelitian ke perpustakaan-perpustakaan untuk memperoleh data yang teoritis yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dikemukakan, guna rnendapatkan data teoritis untuk pemecahan masalah.
F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional menurut Nazir (1988:152) adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menggunakan variabel terikat (dependent variabel), variabel bebas (independent variabel).
1. Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Djarwanto, 2001). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah:
a. Keputusan Pendanaan (Y).
Keputusan pendanaan adalah keputusan perusahaan yang berhubungan dengan pemilihan sumber-sumber pendanaan yang digunakan untuk operasi perusahaan. Pengukuran digunakan terhadap variabel keputusan pendanaan yaitu debt ratio atau debt to equity ratio (DER) dengan formulasi sebagai berikut :
Y = Total Hutang dibagi dengan total modal sendiri
(Total Debt / Total Equity) atau DER
2. Variabel Bebas (Independent Variabel)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lainnya (Djarwanto, 2001). Dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah:
a. Kepemilikan Manajerial (X1)
Variabel kepemilikan manajerial (manajerial ownership) adalah pemegang saham dan pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan komisaris). Kepemilikan manajerial diukur dari jumlah prosentase saham yang dimiliki oleh manajer. Skala pengukurannya adalah rasio.
Kepemilikan Manajerial = Jumlah saham pihak manajemen
Total saham yang beredar
b. Deviden Payout Rasio (X2).
Variabel dividen payout ratio mèrupakan rasio pembayaran deviden per share terhadap earning per share. Rasio ini digunakan untuk mcnggarnbarkan tingkat kebijakan dividen perusahaan. Dengan skala pengukuran rasio. Perumusannya adalah :
DPR = Deviden Per Share x 100%
Earning Per Share
G. Teknik Analisis Data
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distibusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekali normal.
Menurut Ghozali (2001;76). pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dan grafik normalitas. Dasar pengambilan keputusan :
a. jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. uji data menyebar jauh dan garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal maka tidak menunjukkan pola distribusi normal, model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Uji Asumsi Klasik
Persamaan regresi harus bersifat BLUE (best linier unbiased estimator), artinya pengambilan keputusan uji F dan uji t tidak boleh bias untuk dapat menghasilkan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi diantaranya dua asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi linier, yaitu
a. Tidak boleh ada Multikolinieritas.
a. Tidak boleh ada Heterokedastisitas.
Apabila salah satu dan kedua asumsi dasar tersebut dilanggar maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias.
a. Uji multikolonieritas
Multikolonieritas digunakan untuk menunjukan adanya hubungan linier diantara variabel—variabel independen dalam model regresi. Bila variabel independen berkorelasi dengan sempurna maka disebut “multikolonieritas sempurna” (Prefect multicolliearity). variabel dikatakan orthogonal jika variabel—variabel tersebut tidak berkorelasi. Hal ini merupakan salah satu kasus tidak adanya masalah multikolonieritas. (Sumodiningrat, 1994 : 281)
Konsekuensi yang sangat penting bagi model regresi yang mengandung multikolonieritas adalah bahwa kesalahan standar estimasi akan cenderung meningkat dengan bertambahnya variabel independen. Tingkat signifikansi yang digunakan untuk menolak hipotesis nol akan seinakin besar, dan probabilitas menerima hipotesis yang salah juga akan semakin besar ( Algifari, 2000: 84).
Cara untuk mengetahui ada tidaknya multikolonieritas yaitu dengan melihat besarnya nilai Variance Inflation Faktor ( VIF ). VIF dapat dihitung dengan rumus:
VIF = 1 .
tolerance
Tolerance mengukur variabilitas, variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Nilai tolerance yang umum dipakai adalah 0.10 atau sama dengan nilai VIF dibawah 10, maka tidak terjadi multikolonieritas (Ghozali, 2001 :57)
b. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi yang kedua mengenai faktor—faktor gangguan adalah distribusi probabilitas gangguan tetap sama untuk seluruh pengamatan-péngamatan. Maksud dari penyimpangan heterokedastisitas adalah bahwa variabel independen tidak konstan (berbeda) untuk setiap nilai tertentu variabel independen (Sumodiningrat, 1994 : 261)
Hal ini bisa diidentifikasi dengan cara menghitung korelasi Rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel independen atau yang menjelaskan. Konsekuensi dari adanya heterokedastisitas dalam model regresi adalah penaksir (estimator) yang diperoleh tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun dalam sampel besar.
Korelasi Rank Spearman dapat dihitung dengan formula:
rs = 1- 6 ∑ di2
N(N2 -1) (Algifari, 2000 : 85)
Keterangan :
di = Selisih ranking standar deviasi ( S ) dan ranking nilai mutlak error (e) nilai e = Y-Y
N = Banyaknya sampel
i = 1,2,3............ pengamatan ke i sampai ke n
r2 = Koefisien korelasi
Teknik Analisis
Dalam menguji hipotesis pengaruh signifikan kepemilikan manajerial, dan dividen payout rasio, terhadap keputusan pendanaan perusahaan pada perusahaan manufaktur yang go publik di Bursa Efek Jakarta, maka analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan persamaan sebagai berikut :
Y = b0 + b1 x1+ b2 x2 + e
Keterangan :
Y = Keputusan Pendanaan
b0 = Konstanta (intersep)
b1 ,b2 = Koefisien regresi untuk variable bebas X1 dan X2
X1 = Kepemilikan manajerial
X2 = Deviden payout rasio
e = Variabel penggangu
Adapun untuk mengetahui proporsi atau persentase sampai sejauh mana variabel-variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat, maka digunakan nilai R2 (koefisien determinasi).
H. Uji Hipotesis
Pengujian Secara Parsial
Pengujian secara parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat secara sendiri-sendiri.
a. Uji statistik yang digunakan ada uji t.
b. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0.10
c. Hipotesis :
H0 : ß 0 = 0, tidak terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
H1 : ß 1 ≠ 0, terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Harga uji statistik t
thitung = ß i .
SE ß i
Dimana :
thitung = t hasil perhitungan
ß i = Koefisien regresi
SE ß i = Standar error (simpang baku) untuk masing-masing koefisien regresi
Nilai kritis t / 2 ; db (n – 5)
Gambar 3.1
Kurva Distribusi t
Sumber : Djarwanto, 2001 : 185
Ketentuan kriteria pengujian yang digunakan dalam uji t ini adalah:
1) Apabila t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel , H0 ditolak dan H1 diterima artinya variabel-variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
2) Apabila - t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel , H0 diterima dan H1 ditolak artinya variabel- variabel bebas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
58
BAB IV
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN
1. Statistik Deskriptif
Tabel berikut menyajikan statistik deskriptif dari variabel penelitian selama periode pengamatan.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Y
105
.00540000
3.87940000
.9095676190
.77996178956
X1
105
.00000000
.26480000
.0205800000
.05710278082
X2
105
.03470000
.97180000
.3854485714
.21327879917
Valid N (listwise)
105
Sumber : data diolah lampiran 2
Berdasarkan tabel 4.1 di atas jumlah data yang dinyatakan valid adalah sebanyak 105 observasi, yang merupakan jumlah perusahaan sampel selama periode 2003-2005. Penjelasan untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
a. Keputusan Pendanaan (Y)
69
Debt ratio menunjukkan struktur modal perusahaan, yang juga merupakan cerminan keputusan pendanaan dalam membiayai kegiatan operasional perusahaan. Nilai rata-rata debt ratio selama periode pengamatan (2003-2005) diperoleh sebesar 0.909568 yang menunjukkan bahwa pada umumnya modal perusahaan manufaktur di Indonesia yang dibiayai dari hutang masih tinggi yaitu 91%. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya perusahaan-perusahaan di Indonesia cenderung dalam keputusan pendanaan menggunakan sumber dana yang berasal dari hutang. Selama periode penelitian diperoleh nilai minimum dari keputusan pendanaan sebesar 0.54% yang berarti selama periode 2003-2005 terdapat sampel yang memiliki hutang sebesar nilai ratio tersebut, dan nilai maksimum sebesar 387,94%.
b. Managerial Ownership (X1)
Rasio ini menunjukkan seberapa besar prosentase saham perusahaan yang dimiliki oleh direktur dan komisaris dari perusahaan. Dari tabel 4.1 dapat diamati bahwa nilai rata-rata dari kepemilikan saham manajerial ini masih sangat relative tinggi pada perusahaan di Indonesia. Selama tiga tahun periode penelitian, diperoleh nilai rata-rata kepemilikan saham oleh pihak manajerial sebesar 2,06%, dengan nilai minimum sebesar 0%, dan nilai maksimum sebesar 26,48%.
c. Kebijakan Dividen (X2)
Kebijakan dividen (divident payout ratio) merupakan nilai prosentase dari jumlah dividen yang dibayarkan dibandingkan dengan laba bersih perusahaan. Semakin besar rasio antara dividen dengan laba per lembar saham, mencerminkan semakin besar pendapatan yang dapat diperoleh pemegang saham dan mengakibatkan semakin kecil sumber pendanaan perusahaan yang berasal dari laba ditahan. Dari tabel 4.1 diperoleh nilai rata-rata untuk pembayaran dividen sebesar 38,54%, yang menunjukkan kinerja cukup bagus apabila ditinjau dari kemampuan perusahaan dalam memberikan hasil atas investasi. Adapun nilai minimum dari DPR sebesar 3,47%, dan nilai maksimum sebesar 97,18%.
2. Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2001;76). pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dan grafik normalitas. Dasar pengambilan keputusan :
a. jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. uji data menyebar jauh dan garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal maka tidak menunjukkan pola distribusi normal, model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Hasil uji normalitas disajikan pada gambar 4.1 sebagai berikut ini :
Gambar 4.1 : Uji Normalitas
Sumber: : Lampiran 3
Berdasarkan gambar 4.1 diatas, terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas dan layak dipakai untuk prediksi keputusan pendanaan berdasar masukan variabel independent-nya.
3. Uji Asumsi Klasik
Pengujian Persamaan regresi harus bersifat BLUE (best linier unbiased estimator), artinya pengambilan keputusan uji F dan uji t tidak boleh bias untuk dapat menghasilkan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi diantaranya dua asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi linier, yaitu, tidak boleh ada multikolinieritas dan heterokedastisitas. Apabila salah satu dan kedua asumsi dasar tersebut dilanggar maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias
Uji Gejala Multikolinieritas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah ada korelasi antara variabel independen. Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dengan menggunakan nilai VIF (value inflation factor). Pada umumnya jika VIF lebih besar dari 10, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas yang lainnya. Hasil uji gejala multikolinieritas disajikan pada tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2
Hasil Uji Gejala Multikolinieritas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
1
X1
.995
1.005
X2
.995
1.005
a Dependent Variable: Y
Sumber: : lampiran 4
Berdasarkan tabel 4.2 , karena nilai VIF untuk semua variabel penelitian memiliki nilai lebih kecil dari 10, maka dapat disimpulkan tidak dijumpai gejala multikolinieritas antar variabel independen.
Uji Gejala Heteroskedastisitas
Metode ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual pada satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika terdapat perbedaan varians, maka dijumpai gejala heteroskedastisitas. Cara mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot di sekitar nilai X dan Y. Jika ada pola tertentu, maka telah terjadi gejala heterokedastisitas. Hasil uji heterokedastisitas disajikan pada gambar 4.2 berikut ini :
Gambar 4.2 : Uji Heterokedastisitas
Sumber : Lampiran 4
Dari hasil pengujian diatas, terlihat titik-titik menyebar secara acak, tidak dijumpai pola tertentu pada grafik yang terbentuk. Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan tidak dijumpai gejala heteroskedastisitas pada model regresi yang digunakan.
Hasil Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah secara parsial variabel yang digunakan dalam model regresi yaitu kepemilikan manajerial, dan kebijakan deviden berpengaruh terhadap keputusan pendanaan perusahaan.
Uji statistik dengan α = 10% digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Hasil pengujian disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.3
Hasil Uji Parsial
Variabel
t-hitung
Probabilitas (p)
Keterangan
Manajerial (X1)
DPR (X2)
-1.263
-1.937
.210
.056
Tidak signifikan
Signifikan, level 10%
Sumber: : Lampiran 5
Dari tabel 4.3 dapat diberikan beberapa penjelasan sebagai berikut :
a. Dari pengujian secara parsial terhadap variabel kepemilikan manajerial (X1) diperoleh nilai t-hitung sebesar -1,263 dengan p=0,210. Dengan hasil ini maka Hipotesis I penelitian tidak dapat dibuktikan. Jadi dapat disimpulkan secara parsial kepemilikan manajerial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pendanaan perusahaan.
b. Dari pengujian secara parsial terhadap variabel kebijakan dividen (X2) diperoleh nilai t-hitung sebesar -1,937 dengan p=0,056. Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan secara parsial kebijakan dividen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pendanaan perusahaan
Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi (R )
Hasil perhitungan koefisien determinasi (R ) disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.4
Koefisien Determinasi
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1.
.687a
.472
.238
.7688616
a. Predictors: (Constant), X1, X2,
Sumber: : Lampiran 5
Dari hasil perhitungan nilai koefisien determinasi pada tabel 4.4 di atas, diperoleh nilai R square sebesar 0,472. Hasil ini menunjukkan bahwa dari model regresi yang terbentuk, variabel independen mampu menjelaskan variasi perubahan variabel dependent sebesar 47,20%, sedangkan sisanya sebesar 52,80% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian.
Model Regresi Yang Terbentuk
Model persamaan regresi yang terbentuk adalah sebagai berikut:
Y = 1,074 - 1,671X – 0,282X
Dari model regresi yang terbentuk, dapat dijelaskan bahwa apabila diasumsikan variabel kepemilikan manajerial dan variabel DPR sebesar nol, maka besarnya keputusan pendanaan sebesar 1,074 satuan. Apabila nilai kepemilikan manajerial naik sebesar satu satuan dengan asumsi variabel lain nilainya tetap, maka akan diikuti oleh penurunan debt ratio sebesar 1,671 satuan. Apabila nilai DPR naik sebesar satu satuan dengan asumsi variabel lain nilainya tetap, maka akan diikuti oleh penurunan debt ratio sebesar 0,282 satuan.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan Hipotesis I
Hasil pengujian terhadap variabel kepemilikan manajerial perusahaan menunjukkan pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap keputusan pendanaan. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Masdupi (2005), yang menyatakan bahwa kepemilikan ekuitas oleh insider dapat mensejajarkan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham eksternal. Arah hubungan yang dihasilkan dalam penelitian sesuai dengan hasil penelitian moh’d et al (1948), wahidahwati (2001), hartono dan Mahadwartha (2002), Jogiyanto dan Tarjo (2003) dimana hasil pengujian hipotesis yang tidak signifikan dimungkinkan terkait dengan tingkat hutang perusahaan manufaktur yang go public telah melebihi batas optimal. Rata-rata mencapai 90,95% sehingga pihak perusahaan tidak berarti menambah hutang sebagai sumber pendanaan, karena akan menurunkan kinerja perusahaan dan meningkatkan resiko kebangkrutan (dalam Anwar, 2007) sementara kebutuhan dana investasi atau pertumbuhan perusahaan cenderung menerbitkan saham baru (right issue). menunjukkan bahwa semakin besar komposisi saham kepemilikan manajerial perusahaan akan diikuti oleh kecenderungan penurunan hutang perusahaan. Hasil ini juga didukung oleh Theory of The Firm dari Jensen & Meckling (1976) yang menyatakan bahwa dengan adanya kepemilikan insider maka manajer secara langsung juga ikut memiliki perusahaan, sehingga mereka tidak mungkin berperilaku oportunistik lagi. Hal ini juga disebabkan manajer harus ikut menanggung semua konsekuensi atas kebijakannya terhadap perusahaan. Semakin tinggi prosentase kepemilikan insiders akan mampu mengurangi peran hutang sebagai suatu mekanisme untuk mengurangi konflik keagenan.
Adapun konsep Islam tentang kepemilikan manajerial adalah sebagai berikut :
Kepemilikan tidak boleh jika orang tersebut memusuhi Islam.
Tidak bermasalah secara moral.
Memiliki skill (keahlian)
Selain itu dalam islam tidak akan terjadi konflik antar pihak manajer atau komisaris dengan para pemegang saham hal ini karena adanya prinsip kepercayaan yaitu : manajer bertindak sebagai wakil (wikalah) akan menjalankan tugas sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemegang saham, selama tugas tersebut tidak berkaitan dengan hal-hal maksiat, haram atau bertentangan dengan syari’ah Islam. Disaming itu pihak manajemen harus mempunyai landasan atau pijakan dalam membangun etika bisnis ada lima aksioma etika ekonomi Islam, yaitu: 1)Tauhid artinya seluruh aktivitas bisnis berpedoman pada nilai-nilai Ilahiah, selalu berpegang teguh pada aturan-aturan dalam Al-Quran dan Al-Hadist. 2) Free Will artinya manusia mempunyai kebebasan dalam melakukan inovasi, berkreasi, namun tetap pada rambu-rambu yang telah ditetapkan antara lain: carilah yang halal lagi baik, tidak menggunakan cara bathil, tidak menzalimi, dll. Salah satu bentuk free will adalah melakukan kontrak dengan pihak lain. 3) Equilibrium artinya bahwa aktivitas bisnis menurut Islam mempunyai dimensi yang komprehensif, yaitu aktivitas bisnis selain semata-mata untuk ibadah dan mencari ridho Allah (hablum minallah), juga memberikan maslahah kepada pihak lain. 4) Responsibility artinya seluruh aktivitas bisnis harus dipertanggungjawabkan kepada Allah dan masyarakat, dan seluruh aktivitas bisnis dikontrol oleh Allah, ketakutan bukan kepada manusia tetapi kepada Allah SWT. 5) Ihsan artinya aktivitas bisnis harus merupakan tindakan yang dapat memberikan kebajikan atau manfaat kepada pihak lain. Kelima aksioma etika ekonomi Islam ini diperlukan untuk mengatur dan mengendalikan perilaku pengelola perusahaan agar tidak bertindak menguntungkan dirinya sendiri saja, tetapi juga menguntungkan semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (Administrator, 2007).
Pembahasan Hipotesis II
Hasil pengujian terhadap variabel kebijakan dividen menghasilkan pengaruh negatif, dan signifikan terhadap keputusan pendanaan perusahaan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Masdupi (2005), serta Moh’d et al. (1998). Hasil ini bertentangan dengan teori agency bahwa besarnya pembayaran dividen dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kelebihan aliran kas internal (free cash flow) dalam mengurangi biaya agensi pada perusahaan yang profitable dan low growth. Dengan demikian perusahaan masih mampu membayar dividen yang tinggi dan mampu mendanai peluang investasi yang ada, tanpa harus mencari pendanaan dari sektor hutang.
Hasil pengujian terhadap variabel kebijakan deviden menghasilkan pengaruh negative dan signifikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan Ismayanti dan Hanafi (2003), yang menyatakan bahwa kebijakan deviden mempunyai pengaruh negative dan signifikan, yang berarti perusahaan masih mampu membayar deviden yang tinggi tanpa harus mencari pendanaan dari hutang untuk keperluan investasinya.
Hasil temuan ini menunjukkan perusahaan dalam membayar deviden tidak terpengaruh oleh hutang. Temuan ini juga mengisyaratkan, meskipun adanya keterbatasan sumber dana internal yang berasal dari laba ditahan karena sebagian besar laba digunakan untuk membayar deviden. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang go-publik melakukan emisi saham baru atau menerbitkan saham baru (right issue) sebagai pengganti hutang untuk mendanai peluang-peluang investasi, karena perusahaan-perusahaan yang go-publik lebih menyukai modal ekuitas (saham) daripada hutang. Perilaku demikian didorong oleh pembayaran deviden yang bukan merupakan komitmen tetap, artinya pembayaran deviden tergantung laba dan arus kas perusahaan (Anwar, 2007). Dengan demikian pembayaran deviden yang semakin besar akan berakibat pada penurunan penggunaan hutang
Ada dua konsep Islam yang sangat berkaitan dengan pembahasan masalah konsep laba, yaitu adanya mekanisme pembayaran zakat dan sistem tanpa bunga (Hameed, 2000 : 18). Zakat pada prinsipnya merupakan kesejahteraan agama dan pembayarannya merupakan kewajiban agama. Pelaksanaan pemungutan zakat seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan didistribusikan untuk kesejahteraan sosial dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah SWT. Zakat dipungut terhadap pendapatan (laba), kepemilikan barang-barang tertentu seperti emas dan perak (atau disetarakan dengan uang), hewan ternak, hasil pertanian, dan juga laba dari kegiatan usaha. Hal ini memerlukan penilaian dan konsep yang jelas untuk menetapkan dasar dan besarnya zakat yang harus dibayarkan. Konsep laba dalam akuntansi syari'ah sangat diperlukan untuk menentukan besarnya zakat yang harus dibayarkan. Beberapa peneliti mengungkapkan perlunya konsep untuk menetapkan laba sebagai dasar pengenaan zakat, yang merupakan tujuan utama dalam akuntansi syari'ah. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAO-IFI) dalam Statement of Financial Conceptual Framework No. 1 yaitu dengan dibedakannya antara tujuan akuntansi keuangan dan laporan keuangan (Condro, 2005)
85
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis, penelitian ini tidak mampu membuktikan bahwa terdapat pengaruh negatif antara kepemilikan manajerial terhadap keputusan pendanaan
2. Berdasarkan hasil analisis penelitian ini mampu membuktikan adanya pengaruh negative dan signifikan yang dilakukan antara dividen payout ratio terhadap keputusan pendanaan. yaitu sebesar -1.937 dengan P=0.056
B. SARAN
Dengan adanya keterbatasan pada penelitian ini, penelitian selanjutnya hendaknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1.
83
Penelitian selanjutnya bisa dilakukan dengan cara memperpanjang periode penelitian, dan pemilihan sampel tidak dibatasi hanya pada perusahaan yang membagikan dividen selama periode penelitian. Dengan dilakukannya hal tersebut diharapkan jumlah sampel bisa diperbesar sehingga model regresi yang terbentuk nantinya dapat lebih baik daripada penelitian ini.
2. Menambah beberapa variabel yang berpengaruh terhadap keputusan pendanaan sehingga akan memberikan penjelasan lebih terhadap factor-faktor penentu keputusan pendanaan.
87
DAFTAR PUSTAKA
Administrator, 2007. Corporate Governance Berbasis Nilai-Nilai Islam, www.unissula.ac.id. 14 Mei 2007.
Algifari, 2000, Analisis Regresi. Edisi Kedua. Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Al-Quran digital sofware
Anonim, 2003. Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Pembiayaan Mudharabah, www.mui.or.id. 2 Agustus 2007
Anonim,. Indonesia Capital Market Directory 2006 , Penerbit Jakarta Stock Exchange, Jakarta.
Anwar, Muhajir, 20007, Peran Struktur Kepemilikan Dan Struktur Dewan Komisaris Sebagai Mekanisme Cororate Governance Terhadap Keputusan Pendanaan Dan Kinerja Perusahaan Go-publik di Indonesia : Perspektif Agency Teory. Ringkasan Disertasi Universitas Brawijaya, Malang.
Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Ekonomi 2007. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN), Malang
Brigham, E.F. dan J.F. Houson, 2001, Manajemen Keuangan. Edisi Kedelaan. Buku 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Chapra, M. Umer, 2000, Sistem Moneter Islam. Penerbit Gema Insani Press, Jakarta.
Condro, Ari, 2005. Laba Syariah 1. www.mail-archive.com/ekonomi-nasional@yahoogroups.com/thrd15.html. 14 Mei 2007
Djarwanto, 2001, Mengenal Beberapa Uji Statistik Dalam Penelitian. Edisi Kedua. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Ferdinand, Augusty, 2006, Metode Penelitian Manajemen Pedoman Penelitian Untuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Ilmu Manajemen, Badan Penerbit UNDIP, Semarang. Hal : 194-195
85
Ismayanti, Fitri dan mahmud M. Hanafi, 2004, "Struktur Kepemilikan, Resiko, Dan Kebijakan Keuangan : Analisis Persamaan Simultan", Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, vol. 19, No.2, 2004, 176-196.
Karim, Helmi. 1997. Fiqh Muamalah. Edisi 1, Cetakan 2. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
LPPI, Direktorat Bidang Syariah, 2005, Bahan Presentasi Akuntansi Mudharabah, Jakarta
Masdupi, Erni, 2005, ”Analisis Dampak Struktur Kepemilikan Pada Kebijakan Hutang Dalam Mengontrol Konflik Keagenan", Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, vol.20, No.1, 2005, 57-69
Nazir, Mohammad, 1988, Metode Penelitian. Cetakan ketiga. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta
Ratnawati, Kusuma, 2001. Analisis Perbedaan Struktur Modal Dan Faktor Interen, Faktor Ekteren Perusahaan Industri PMA Dan Perusahaan Industri PMDN Di Bursa Efek Jakarta, Serta Pengaruhnya Terhadap Nilai Perusahaan. Ringkasan Disertasi UNAIR. Surabaya
Riyanto, Bambang. 1995. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Keempat. Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Santoso, Singgih, 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Setiawan, Rahmad, 2006, ”Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Dalam Perspektif Pecking Order Theory Studi Pada Industri Makanan Dan Minuman Di BEJ”, Majalah Ekonomi, tahun XVI, No.3, Desember 2006
Soliha, Euis Dan Taswan 2002, Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan Serta Beberapa Faktor Yang Mempengaruhinya, Jurnal bisnis Dan Ekonomi .
Subekti, imam dan indra wijaya kusuma, 2002, “Asosiasi antara set kesempatan investasi dengan kebijakan endanaan dan deviden perusahaan, serta implikasinya pada perubahan harga saham”, jurnal riset akuntansi Indonesia 4, Hal : 44-63
Sumodiningrat, Gunawan. 1995, Ekonometrika Pengantar. Edisi Pertama. Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Supramono, dan Intiyas Utami, 2004, Desain roposal Penelitian Akuntansi Dan Keuangan. Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Tahrir, Hizbut, 2007. Pembiayaan Mudharabah. www.mykhilafah.com. 14 Mei 2007.
Umar, Amiruddin, 2003, "Hubungan Keputusan Pendanaan, Peluang Perutumbuhan dan Struktur Kepemilikan : Suatu Perspektif Keagenan", Majalah Ekonomi, tahun XIII No.1, April 2003.
Utama, Chynthia A, 2002, Tiga Bentuk Masalah Keagenan (Agency Problem) dan Alternatif Pemecahannya Bagian I dan II, Manajemen Usahawan Indonesia No.12, Th.XXXI Desember 2002 Hal.14-20
_______ 2003, Tiga Bentuk Masalah Keagenan (Agency Problem) dan Alternatif Pemecahannya Bagian I dan II, Manajemen Usahawan Indonesia No.12, Th.XXXI Januari 2003 Hal.18-24
Wignyadisastra, N.Mulyamah, 2000, Gambaran Sekilas Tentang Hubungan Nilai, Kinerja Perusahaan Dan Nilai Tambah Ekonomis (EVA). Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol.1, No.1, Hal: 1-7
87
LAMPIRAN 1 : Daftar Nama Perusahaan
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
KODE
ACAP
AMFG
AQUA
ARNA ASGR
ASII
AUTO BATA CLPI DLTA DYNA EKAD
FAST GGRM HEXA HMSP INCI INDF KAEF LION LMSH LTLS MERK MLBI MYOR PLIN SHDA SMGR SMSM
TOTO
TRTS
TBLA
TURI TCID UNVR
NAMA PERUSAHAAN
PT Andhi Candra Automotive Products Tbk.
PT Asahimas Flat Glass Tbk.
PT Aqua Golden Mississippi Tbk.
PT Arwana Citramulia Tbk.
PT Astragraphia Tbk.
PT Astra Internasional Indonesia Tbk.
PT Astra Otoparts
PT Sepatu Bata Tbk.
PT Colorpak Indonesia Tbk.
PT Delta Djakarta Tbk.
PT Dynaplast Tbk.
PT Ekadharma Tape Industries Tbk.
PT Fast Food Indonesia Tbk.
PT Gudang Garam Tbk.
PT Hexindo Adiperkasa Tbk
PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk.
PT Intan Wijaya Chemical Industry Tbk.
PT Indofood Sukses Makmur Tbk.
PT Kimia Farma (persero) Tbk.
PT Lion Metal Works Tbk.
PT Lionmesh Prima Tbk.
PT Lautan Luas Tbk.
PT Merck Indonesia Tbk.
PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
PT Mayora Indah Tbk.
PT Plaza Indonesia Realty Tbk.
87
PT Sari Husada Tbk.
PT Semen Gresik (Persero) Tbk.
PT Selamat Sempurna Tbk
PT Surya Toto Indah Tbk.
PT Trias Sentosa Tbk.
PT Tunas Baru Lampung Tbk.
PT Tunas Ridean Tbk
PT Mandom Indonesia Tbk
PT Unilever Indonesia Tbk.
87
LAMPIRAN 2 :
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Y
105
.00540000
3.87940000
.9095676190
.77996178956
X1
105
.00000000
.26480000
.0205800000
.05710278082
X2
105
.03470000
.97180000
.3854485714
.21327879917
Valid N (listwise)
105
LAMPIRAN 3 :
2. Hasil Uji Normalitas
87
LAMPIRAN 4 :
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Gejala Multikolinieritas
Coefficients(a)
Model
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
1
X1
.995
1.005
X2
.995
1.005
a Dependent Variable: Y
Collinearity Diagnostics(a)
Model
Dimension
Eigenvalue
Condition Index
Variance Proportions
(Constant)
X1
X2
1
1
1.830
1.000
.12
.08
.12
2
.859
1.459
.01
.82
.12
3
.311
2.428
.86
.10
.77
a Dependent Variable: Y
b. Uji Gejala Heterokedastisitas
Residuals Statistics(a)
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
N
Predicted Value
-.013256
1.064620
.909568
.1689985
105
Std. Predicted Value
-5.461
.917
.000
1.000
105
Standard Error of Predicted Value
.075
.499
.109
.071
105
Adjusted Predicted Value
-.183836
1.071243
.907985
.1801494
105
Residual
-.9631059
2.9137354
.0000000
.7614328
105
Std. Residual
-1.253
3.790
.000
.990
105
Stud. Residual
-1.261
3.811
.001
.999
105
Deleted Residual
-.9767343
2.9462087
.0015824
.7752877
105
Stud. Deleted Residual
-1.265
4.095
.008
1.020
105
Mahal. Distance
.008
42.755
1.981
5.875
105
Cook's Distance
.000
.097
.006
.013
105
Centered Leverage Value
.000
.411
.019
.056
105
a Dependent Variable: Y
87
87
LAMPIRAN 5 :
4. Hasil Uji Regresi Untuk Pengujian Hipotesis :
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.687(a)
.472
.238
.7688616
a Predictors: (Constant), X1, X2
ANOVA(b)
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
29.862
2
14.931
45.819
.026a
Residual
33.205
102
.326
Total
63.267
104
a Predictors: (Constant), X1, X2
b Dependent Variable: Y
Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
1.074
.106
10.167
.000
X1
-1.671
1.324
-.122
-1.263
.210
X2
-.282
.145
-.188
-1.937
.056
a Dependent Variable: Y
KUNTA,
0 Komentar