PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai
sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional
perbankan syariah di Indonesia. Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa
badan usaha pembiayaan non bank yang telah menerapkan konsep bagi hasil
dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan
masyarakat akan hadirnya institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan
jasa keuangan yang sesuai dengan syariah.
Dalam periode 1992 sampai dengan 1998 terdapat hanya satu bank umum
syariah dan 78 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang telah beroperasi.
Pada tahun 1998, dikeluarkan UU No.10 Tahun 1998 sebagai amandemen dari
UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang memberikan landasan hukum
yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah (Cetak biru
pengembangan perbankan syariah:2002: hal 4).
Lembaga keuangan baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat
dapat memilih untuk beroperasi berdasarkan sistem konvensional atau
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Bank syariah menurut bentuk usahanya
dibagi menjadi dua yaitu Bank Umum Syariah dan BPR Syariah, Bank
Perkreditan Rakyat dan Bank Umum Syariah mempunyai fungsi yang sama
sebagai lembaga intermediasi antara pihak surplus dana dan pihak defisit dana.
Perbedaan antara keduanya yaitu dalam hal penarikan dana, dimana BPRS
hanya menarik dana dalam bentuk deposito dan tabungan sedangkan Bank
Umum Syariah dapat berupa deposito, tabungan dan giro. (UU No.7/1992)
Pada dasarnya bank merupakan badan yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam hal ini bank berfungsi sebagai
lembaga perantara (intermediary institusion) antara pemilik dana/nasabah
dengan pemakai dana/debitur serta antara rumah tangga dengan perusahaan.
Bank Perkreditan Rakyat merupakan salah satu penyedia dana yang
kegiatannya hanya menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka,
tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Pada mulanya
tugas pokok BPR diarahkan untuk menunjang pertumbuhan dan modernisasi
ekonomi pedesaan serta mengurangi praktek-praktek ijon dan para pelepas
uang. Dengan semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat tugas BPR tidak
hanya ditujukan bagi masyarakat pedesaan tetapi juga mencakup pemberian jasa
perbankan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah di
perkotaan.(Hasibuan:2004:38)
Pembiayaan dalam bank syariah merupakan salah satu tulang punggung
kegiatan perbankan, karena dari situlah industri perbankan dapat bertahan
hidup dan berkembang. Prinsip-prinsip yang mendasari pembiayaan bank
syariah antara lain prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, prinsip sewa dan prinsip
pengambilan fee. Dari sekian banyak prinsip tersebut, prinsip jual beli dan bagi
hasil yang paling menonjol dan menjadi ’’trademark’’ dari produk-produk bank
syariah.
Berdasarkan data statistik perbankan syariah Direktorat Perbankan
Syariah Bank Indonesia pada Agustus 2006, komposisi penyaluran dana yang
dilakukan oleh bank syariah adalah sebagai berikut:
KLIK INI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA
Pengolahan OLAH SKRIPSI Penelitian, Pengolahan DAFTAR CONTOH SKRIPSI
Statistik, Olah SKRIPSI SARJANA, JASA Pengolahan SKRISPI LENGKAP Statistik, Jasa Pengolahan SKRIPSI EKONOMI
Skripsi, Jasa Pengolahan SPSS CONTOH SKRIPSI , Analisis JASA SKRIPSI BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai
sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional
perbankan syariah di Indonesia. Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa
badan usaha pembiayaan non bank yang telah menerapkan konsep bagi hasil
dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan
masyarakat akan hadirnya institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan
jasa keuangan yang sesuai dengan syariah.
Dalam periode 1992 sampai dengan 1998 terdapat hanya satu bank umum
syariah dan 78 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang telah beroperasi.
Pada tahun 1998, dikeluarkan UU No.10 Tahun 1998 sebagai amandemen dari
UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang memberikan landasan hukum
yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah (Cetak biru
pengembangan perbankan syariah:2002: hal 4).
Lembaga keuangan baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat
dapat memilih untuk beroperasi berdasarkan sistem konvensional atau
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Bank syariah menurut bentuk usahanya
dibagi menjadi dua yaitu Bank Umum Syariah dan BPR Syariah, Bank
Perkreditan Rakyat dan Bank Umum Syariah mempunyai fungsi yang sama
sebagai lembaga intermediasi antara pihak surplus dana dan pihak defisit dana.
Perbedaan antara keduanya yaitu dalam hal penarikan dana, dimana BPRS
hanya menarik dana dalam bentuk deposito dan tabungan sedangkan Bank
Umum Syariah dapat berupa deposito, tabungan dan giro. (UU No.7/1992)
Pada dasarnya bank merupakan badan yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam hal ini bank berfungsi sebagai
lembaga perantara (intermediary institusion) antara pemilik dana/nasabah
dengan pemakai dana/debitur serta antara rumah tangga dengan perusahaan.
Bank Perkreditan Rakyat merupakan salah satu penyedia dana yang
kegiatannya hanya menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka,
tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Pada mulanya
tugas pokok BPR diarahkan untuk menunjang pertumbuhan dan modernisasi
ekonomi pedesaan serta mengurangi praktek-praktek ijon dan para pelepas
uang. Dengan semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat tugas BPR tidak
hanya ditujukan bagi masyarakat pedesaan tetapi juga mencakup pemberian jasa
perbankan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah di
perkotaan.(Hasibuan:2004:38)
Pembiayaan dalam bank syariah merupakan salah satu tulang punggung
kegiatan perbankan, karena dari situlah industri perbankan dapat bertahan
hidup dan berkembang. Prinsip-prinsip yang mendasari pembiayaan bank
syariah antara lain prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, prinsip sewa dan prinsip
pengambilan fee. Dari sekian banyak prinsip tersebut, prinsip jual beli dan bagi
hasil yang paling menonjol dan menjadi ’’trademark’’ dari produk-produk bank
syariah.
Berdasarkan data statistik perbankan syariah Direktorat Perbankan
Syariah Bank Indonesia pada Agustus 2006, komposisi penyaluran dana yang
dilakukan oleh bank syariah adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1
Rincian Pembiayaan Perbankan Syariah (Billion Rp)
Pembiayaan 2004 % 2005 %
Musyarakah 1,165 10,9 3,124 20,9
Mudharabah 1,961 18.3 1,898 12,7
Murabahah 7,478 69,7 9,487 63,5
Salam
Lainnya 128 1,199 441 2,95
Total 10,732 100 14,'950 100
Sumber: Statistik BI, Agustus 2006
Dari data tersebut jelas bahwa jual beli dengan akad murabahah menunjukkan
posisi lebih dari 50%.
Dominasi akad pembiayaan murabahah tidak terlepas dari berbagai faktor
antara lain karakteristik pembiayaan murabahah yang return-nya dapat
diperkirakan dan mempermudah Assets and Liability Management (ALMA) karena
sumber DPK (Dana Pihak Ketiga) sebagian besar berasal dari dana berjangka
pendek. Hal tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Bank Indonesia mengenai kinerja industri BPRS pada tahun 2002 yang
menyatakan bahwa pembiayaan dengan akad murabahah lebih banyak disukai
masyarakat karena perhitungannya yang mudah.
BPRS Bhakti Haji Malang (BPRS BHM) merupakan salah satu BPR yang
fungsinya melayani pembiayaan, deposito maupun tabungan dari masyarakat.
Sebagai lembaga keuangan Islam BPRS BHM mengemban dua amanah utama,
yaitu mendukung dan memajukan usaha perekonomian rakyat kecil serta
memaksimalkan keuntungan bagi pemegang saham, pegawai dan para deposan.
Produk pembiayaan di BPRS Bhakti Haji Malang yang disalurkan adalah
pembiayaan murabahah, sedangkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
dalam hal ini pembiayaan musyarakah porsinya relatif kecil hal itu dapat dilihat
pada tabel 1.1 yang menunjukkan bahwa porsi pembiayaan musyarakah mulai
tahun 2004 sampai 2006 hanya memberikan kontribusi yang sedikit bila
dibandingkan dengan pembiayaan murabahah. Produk-produk pembiayaan
yang ada di BPRS BHM ini disalurkan ke berbagai sektor antara lain
perdagangan, pertanian, peternakan, industri kecil.
Karena lokasi BPRS BHM yang strategis yaitu terletak di kota kecamatan
yang berhadapan dengan pasar maka dari itu diharapkan keberadaan BPRS
BHM ini memungkinkan bagi pengusaha kecil atau pedagang untuk menikmati
jasa perbankan. Karena sifat usaha para pengusaha kecil dan pedagang tersebut
yang tergolong sederhana dan terbatas, baik modal maupun manajemennya
maka BPRS BHM merupakan alternatif pendukung bagi berkembangnya usaha
dan meningkatnya kualitas hidup masyarakat yang bersangkutan.
Pembiayaan Murabahah adalah salah satu elemen utama yang menjadi
perantara terwujudnya amanah yang diemban diantara pembiayaan lain yang
disalurkan. Pada BPRS BHM ini pembiayaan murabahah menempati peringkat
atas disamping pembiayaan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel Rincian
Pembiayaan pada BPRS BHM sebagai berikut :
Tabel 1.2
Rincian Pembiayaan BPRS BHM (dalam ribuan rupiah)
No Pembiayaan 2004 % 2005 % 2006 %
1 Murabahah 822,'738 93.30 1,164,614 94,78 825,'342 91,13
2 Piutang Salam 0 0 0
3 Piutang Istishna 0 0 0
4 Mudharabah 0 0 0
5 Musyarakah 2,'5 0,0003 5,'000 0,41 19,'000 2,097
6 Ijarah 0 0 0
7 Qardh 12,'510 1,42 12,'510 1,02 18,'434 2,035
8 Lainnya 46,'587 5,28 46,'587 3,79 42,'897 4,736
Total 881,837,'5 100 1,228,711 100 905,673 100
Sumber: BPRS Bhakti Haji Malang
Tabel 1.2 diatas menunjukkan bahwa pembiayaan murabahah pada tahun
2004 sampai pada 2005 mengalami peningkatan yaitu dari 93,30% menjadi
94,78% dari total pembiayaan yang ada. Kemudian pada 2006 mengalami
penurunan menjadi 91,13 % tetapi penurunan tersebut tidak begitu drastis dan
masih menempatkan pembiayaan murabahah pada posisi yang dominan dari
pembiayaan yang ada.
Dengan besarnya dominasi dari akad murabahah yang disalurkan oleh
BPRS BHM maka diperlukan adanya suatu sistem pengendalian pembiayaan,
pengendalian dari tiap prosedur pemberian pembiayaan bersifat preventif
(pencegahan) sehingga dapat meminimalkan resiko pembiayaan dan mendeteksi
lebih dini hal-hal yang tidak beres dalam bank. Ada beberapa alasan
diperlukannya pengendalian dan diantaranya adalah untuk melindungi atau
penjagaan aktiva perusahaan (SPAP: 2001). Sedangkan untuk usaha perbankan
pembiayaan merupakan aktiva yang besar karena merupakan sumber utama
bagi perbankan. Menyadari akan pentingnya menjaga asset bank maka
manajemen bank dituntut untuk memahami bagaimana penerapan sistem
pengendalian yang baik.
Kesalahan dalam penyusunan sistem pengendalian pembiayaan ini tidak
jarang akan berakibat fatal bagi bank misalnya terjadinya pembiayaan macet
yang akan menghambat kegiatan opersional bank tersebut, maka dari itu
diperlukan sistem pengendalian yang mengumpulkan, mengevaluasi,
menganalisis informasi dan memanfaatkannya bersama sarana-sarana lain untuk
mengendalikan kegiatan tersebut. (Anthony,dkk: 1992: 6).
Dengan besarnya pembiayaan murabahah yang disalurkan oleh BPRS
BHM maka diperlukan adanya suatu sistem pengendalian yang bertujuan untuk
menjaga agar pembiayaan yang diberikan agar tetap lancar, produktif dan tidak
macet.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana sistem dan prosedur pengendalian pembiayaan murabahah yang
diterapkan BPRS Bhakti Haji Malang dalam mengelola penyaluran
pembiayaannya ?
C. Batasan Penelitian
Pembiayaan Murabahah yang diteliti meliputi pembiayaan produktif dan
konsumtif.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, dan rumusan masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan sistem pengendalian yang diterapkan pada BPRS
Bhakti Haji Malang dalam mengelola pembiayaan murabahah.
E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini di harapkan akan dapat memberi manfaat bagi :
1. Mahasiswa
Dapat mengetahui sinkronisasi antara teori pembiayaan murabahah dengan
kenyataan riil pada BPRS Bhakti Haji Malang serta sebagai sarana menambah
wawasan keilmuan agar lebih mengenal tentang produk-produk dari
perbankan syariah dan juga BPRS.
2. Perusahaan
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan
pertimbangan bagi manajemen untuk menentukan kebijakan ataupun
keputusan dimasa yang akan datang serta dapat digunakan sebagai
barometer untuk meningkatkan profitabilitas BPRS BHM.
3. Pihak lain
Dapat mengetahui informasi tentang sistem pengendalian pembiayaan
murabahah terhadap suatu lembaga keuangan serta juga dapat di jadikan
sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dan bagi peneliti
selanjutnya dapat dijadikan bahan acuan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lutfi Rahmiati (2003),
menyimpulkan bahwa :
Dalam pelaksanaan Pembiayaan Murabahah BPRS BHM telah memberikan
kemudahan dalam syarat pengajuannya. Hal ini dimaksudkan agar bank sebagai
lembaga keuangan dapat menyalurkan dananya dengan baik. Selain itu dalam
proses penyaluran pembiayaannya telah memperhatikan prinsip-prinsip kehatihatian
dengan analisis 5C.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Eko M. Susanto (2005),
menyimpulkan bahwa :
Pembiayaan yang berdasarkan konsep murabahah dan mudharabah ini lebih
kompleks permasalahannya bila dibandingkan dengan pembiayaan bank
konvensional. Kelebihan sistem pengendalian pada Bank Muamalah Indonesia
terletak pada ikatan religius antara bank dengan nasabah yang memungkinkan
terjalinnya kerjasama yang baik antara kedua belah pihak, kelebihan lainnya
adalah dalam segi pembinaan nasabah dan jaminan yang digunakan dalam
pembiayaan, pembinaan tersebut diarahkan untuk mengembangkan usaha
nasabah dimana dalam jangka panjang nasabah diharapkan akan menjadi mitra
usaha bagi PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Barida Hidayati (2007),
menyimpulkan bahwa:
1. Murabahah dilaksanakan secara transparan di BTN Syariah Cabang Malang
2. Terjadi masalah teknis pada murabahah antara lain ketidak pahaman antara
konsep murabahah, ketidaksahan akad dengan kaitannya akad wadiah.
Fike Mai Mandasari (2008), dalam skripsinya menyimpulkan bahwa:
Secara umum BPRS BHM tidak memiliki pedoman kerja, kebijakan pembiayaan
maupun pengendalian secara tertulis melainkan didasarkan pada arahan direksi
sesuai dengan AD/ART serta diskusi antara direksi dengan karyawan dan
hanya sedikit berdasarkan aturan tertulis, surat edaran, atau juklak pelaksanaan.
Sistem pengendalian tercermin dalam struktur organisasi pembiayaan, sistem
dan prosedur pembiayaan usaha pengawasan dan pembinaan terhadap
pembiayaan yang disalurkan.
Kajian penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3
Kajian Penelitian Terdahulu
Nama Judul Objek Metode
analisis
Hasil
Lutfi
Rahmiati
(2003)
Pelaksanaan
pembiayaan
Murabahah
sebagai upaya
pemenuhan
kebutuhan modal
usaha
BPRS BHM Deskriptif
dengan
pendekatan
studi kasus
Dalam pelaksanaan
pembiayaan
murabahah BPRS telah
memberikan
kemudahan dalam
syarat pengajuannya
dan menerapkan
prinsip 5C serta prinsip
kehati-hatian.
Eko M
(2005)
Sistem
pengendalian
pembiayaan
Murabahah dan
Mudharabah
pada Bank syariah
studi kasus pada
Bank Muamalat
Indonesia Malang
Bank syariah
Muamalat
Indonesia
Deskriptif
dengan studi
kasus
Pembiayaan
berdasarkan konsep
murabahah dan
Mudharabah lebih
komplek
permasalahannya.
Kelebihan sistem
pengendalian pada
BMI terletak pada
ikatan religius antara
Bank dengan nasabah
yang memungkinkan
terjalinnya kerjasama
yang baik antara kedua
belah pihak, kelebihan
lainnya adalah dalam
segi pembinaan dan
jaminan. Pembinaan
tersebut diarahkan
untuk
mengembangkan
usaha nasabah dimana
dalam jangka panjang
nasabah diharapkan
akan menjadi mitra
usaha BMI.
Barida
Hidayati
(2007)
“An ANALYSIS
ON
MURABAHAH
APPLIED IN
BANK
TABUNGAN
NEGARA (BTN)
SYARIAH
MALANG
BRANCH
BTN Syariah
Cabang
Malang
Kualitatif 1. Murabahah
dilaksanakan secara
transparan di BTN
Syariah Cabang
Malang.
2. Terjadi masalah
teknis pada murabahah
antara lain ketidak
tahuan nasabah
terhadap konsep
murabahah, ketidak
sahan akad dengan
kaitannya akad
wadiah.
Fike
Mai
(2008)
Sistem
pengendalian
pembiayaan
Murabahah BPRS
Bhakti Haji
BPRS
BHM
Kualitatif Secara umum BPRS
BHM tidak memiliki
pedoman kerja,
kebijakan pembiayaan
maupun pengendalian
Malang secara tertulis
melainkan didasarkan
pada arahan direksi
sesuai dengan
AD/ART serta kaidah
perundangan yang
berlaku dan hanya
sedikit berdasarkan
aturan tertulis, surat
edaran, atau juklak
pelaksanaan. Sistem
pengendalian
tercermin dalam
struktur organisasi
pembiayaan, usaha
pengawasan dan
pembinaan terhadap
pembiayaan yang
disalurkan.
Sumber: Data diolah sendiri oleh peneliti
B. Kajian Teori
1. Konsep BPR
a. Sejarah Singkat BPR Syariah
Bank Perkreditan Rakyat pada hakikatnya merupakan penjelmaan dalam
model baru dari keberadaan lumbung desa yang telah ada di Pulau Jawa sejak
akhir tahun 1890-an, yang kemudian pada 1967 disahkan status hukumnya oleh
menteri keuangan pada saat itu.
Lumbung Desa sebagai sistem perkreditan rakyat jaman dahulu sangat
bermanfaat karena peredaran uang belum menjangkau masyarakat pedesaan
secara luas. Untuk itu diadakan usaha pinjaman berupa natura (dalam bentuk
padi dan hasil bumi lainnya) yang lebih menguntungkan dan praktis daripada
meminjam uang. Setelah disahkannya UU Pokok Perbankan pada tahun 1967,
keberadaan lembaga kredit pedesaan diharuskan memiliki izin dan status
hukum yang jelas sebagai lembaga keuangan desa. Dari sinilah awal berdirinya
suatu lembaga yang berbentuk Bank Perkreditan Rakyat.
Selanjutnya semenjak keluarnya paket kebijaksanaan keuangan , moneter
dan keuangan melalui PAKTO Tanggal 27 Oktober 1988 maka membuka
peluang dunia perbankan di Indonesia untuk mengembangkan sistem bank
tanpa bunga yang merupakan cikal bakal berdirinya bank, baik bank umum
maupun BPR Syariah.
BPR Syariah berdiri pertama kali di wilayah Bandung sebagai langkah
awal akhirnya ditetapkan tiga lokasi berdirinya BPR Syariah, BPR Syariah
tersebut adalah:
1. PT. BPR Dana Mardhatillah, kec. Margahayu, Bandung.
2. PT. BPR Berkah Amal Sejahtera, kec Padalarang, Bandung.
3. PT. BPR Amanah Rabbaniyah, kec. Banjaran, Bandung.
Ketiga BPR tersebut akhirnya pada tanggal 8 Oktober 1990 telah
mendapatkan izin prinsip Menteri Keuangan RI. Selanjutnya, berkat bantuan
technical assistance penuh dari Bank Bukopin cabang Bandung yang
memperlancar penyelenggaraan pelatihan dan pertemuan para pakar perbankan
pada tanggal 25 Juli 1991 berdiri BPR Syariah sebagaimana yang tertuang dalam
proposal pendiriannya telah mendapatkan izin usaha dari Menteri
Keuangan.(Sudarsono:2003:83-84)
b. Pengertian BPR Syariah
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Berdasarkan jenis usahanya Bank dibedakan menjadi dua yaitu Bank
Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.(UU No.10/1998 Bab I Pasal 1)
Menurut Sudarsono (2003 : 27) Bank syariah adalah lembaga keuangan
yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsipprinsip
syariah.
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang kegiatannya menerima
simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu( Kasmir 2004: 20). BPR juga diartikan
sebagai bank yang tidak memberikan jasa pada lalu lintas pembayaran, yang
dalam pelaksanaan kegiatan usahanya dapat secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah (Hasibuan, 2004: 38)
Berdasarkan UU RI No.10 Tahun 1998 Bank Perkreditan Rakyat adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Pada pasal 13 disebutkan adanya batasan kegiatan yang boleh
dilakukan BPR dan yang membedakannya dari bank umum yaitu :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan Kredit.
3. Menyediakan Pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip
syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada bank lain.
Bentuk hukum suatu BPR dapat berupa salah satu dari
(Sudarsono:2003:88) yaitu:
1. Perusahaan Daerah
2. Koperasi
3. Perseroan Terbatas
4. Bentuk hukum atas suatu BPR hanya dapat didirikan seijin Direksi Bank
Indonesia.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Bank Perkreditan
Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai ketentuan operasional BPR yang
berlaku dan disesuaikan dengan aturan praktek perekonomian yang Islami.
c. Tujuan Keberadaan BPR Syariah
Tujuan berdirinya BPR Syariah di Indonesia menurut Sudarsono (2003 :
85) adalah
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama
masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumnya berada
didaerah pedesaan.
2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga
dapat mengurangi arus urbanisasi.
3. Membina semangat Ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi
dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita menuju kualitas
hidup memadai.
Sedangkan sasaran BPR adalah golongan masyarakat yang belum
dijangkau oleh bank umum seperti petani, peternak, nelayan, pedagang,
pengusaha kecil, pegawai dan pensiunan sehingga keberadaan BPR akan
mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan
berusaha, pemerataan pendapatan dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para
pelepas uang (rentenir dan pengijon).
2. Konsep Pembiayaan
a. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan menurut UU No.10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas UU
No.7 Tahun 1992 adalah “ Penyediaan atau tagihan yang dipersamakan dengan
itu berdasarkan kesepakatan atau persetujuan antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut”.
Menurut Muhammad (2002: 16-17) Pembiayaan atau financing, yaitu
pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan
untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
Antonio (1999:219), pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank,
yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihakpihak
yang merupakan defisit unit.
Pembiayaan menurut peneliti adalah sejumlah dana yang diberikan
kepada pihak yang membutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Tujuan, Fungsi dan Jenis Pembiayaan
1) Tujuan Pembiayaan
Arifin (2003:210) menyatakan bahwa tujuan pembiayaan merupakan
bagian dari tujuan bank sebagai perusahaan, yaitu memperoleh keuntungan bagi
kesejahteraan stakeholdernya. Oleh karena itu tujuan pembiayaan harus
mendukung visi, misi dan strategi usaha bank.
Selain untuk memperoleh keuntungan, tujuan pokok lainnya yang saling
berkaitan dengan pembiayaan adalah keamanan (safety). Menurut Suyatno, et.al
(1992: 15) keamanan yang dimaksudkan adalah bahwa prestasi yang diberikan
dalam bentuk uang, barang atau jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya
sehingga keuntungannya yang diharapkan itu dapat menjadi kenyataan.
2) Fungsi Pembiayaan
Sesuai dengan tujuan pembiayaan sebagaimana diatas, menurut Sinungan
(1983: 211) pembiayaan secara umum memiliki fungsi untuk:
a. Meningkatkan daya guna uang
b. Meningkatkan daya guna barang
c. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
d. Menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat
e. Stabilitas ekonomi
f. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
g. Sebagai alat hubungan ekonomi internasional
3) Jenis-Jenis Pembiayaan
Gambar 2.1
Jenis-jenis Pembiayaan
Menurut Antonio (1999:219-229), sifat penggunaannya pembiayaan dapat
dibagi menjadi :
a. Pembiayaan Produktif
Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik
usaha produktif , perdagangan, maupun investasi.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi :
1. Pembiayaan modal kerja
Pembiayaan
Konsumtif Produktif
Murabahah Istisna’ Salam Mudharabah Musyarakah Dll
Investasi Modal Kerja
Pembiayaan ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan (a)
peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil
produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas ataupun
mutu hasil produksi; dan (b) untuk keperluan perdagangan atau
peningkatan utility of place dari suatu barang.
Unsur-unsur modal terdiri atas komponen-komponen alat
likuid(cashi), piutang dagang (receivable), dan persediaan (inventory) yang
umumnya terdiri atas persediaan bahan baku (raw material), persediaan
barang dalam proses (working in process) dan persediaan barang jadi
(finished goods).
Bank konvensional memberikan kredit modal kerja tersebut,
dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan
untuk mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari
komponen-komponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan
produksi maupun perdagangan untuk jangka waktu tertentu dengan
imbalan berupa uang.
Sedangkan bank syari’ah dapat membantu memenuhi seluruh
kebutuhan modal kerja tersebut, bukan dengan meminjamkan uang,
melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah,
dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal),
sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan
semacam ini disebut sebagai mudharabah (trust financing). Fasilitas ini
dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi
secara periodik dengan nisbah yang telah disepakati. Setelah jatuh tempo,
nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil
(yang belum dibagikan) yang menjadi bagian bank.
2. Pembiayaan Investasi
Pembiayaan investasi diberikan kepada nasabah untuk keperluan
investasi yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan
rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru.
Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah :
a. Untuk pengadaan barang modal
b. Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah
c. Berjangka waktu menengah panjang
Pada umumnya, pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah
besar dan pengendapannya cukup lama. Oleh karena itu, perlu disusun
proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua komponen
biaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui berapa dana yang
tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Kemudian, barulah disusun
jadwal amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran kembali)
pembiayaan.
Untuk pembiayaan investasi bank syari’ah menggunakan skema
musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini bank memberikan pembiayaan
dengan prinsip penyertaan dan secara bertahap bank melepaskan
penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali,
baik dengan menggunakan surplus cash flow yang tercipta maupun dengan
menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang
ada ataupun dengan mengundang pemegang saham baru.
b. Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis digunakan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas (a)
kebutuhan primer (pokok) yaitu : makanan, pakaian, tempat tinggal dan
pendidikan, (b) kebutuhan sekunder (kebutuhan tambahan) perhiasan,
kendaraan, pariwisata dan sebagainya.
Bank syari’ah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk
pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema:
1) Jual beli dengan angsuran
2) Al ijarah al muntahia bit tamlik atau sewa beli
3) Al musyarakah mutanaqishah atau descreasing partisipasion, dimana secara
bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya
4) Ar Rahan untuk memenuhi kebutuhan jasa
Pembiayaan konsumsi tersebut lazimya digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan sekunder. Sedangkan kebutuhan primer pada
umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil. Seseorang
yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau
miskin, dan oleh karena itu wajib diberikan zakat atau shadaqah, atau
maksimal diberikan pinjaman kebajikan (al qardh al hasan), yaitu pinjaman
dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan
apapun.
Dalam operasionalnya jenis-jenis pembiayaan tersebut tercermin dalam
bentuk-bentuk produk operasional bank syariah seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Sedangkan pembiayaan yang akan dibahas adalah pembiayaan
murabahah.
3. Pembiayaan Murabahah
Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dengan prinsip
akad ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua
bank Islam (Wiroso,2005: 14)
a. Pengertian Murabahah
Antonio (1999: 121) mendefinisikan murabahah adalah jual beli barang
pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati (margin). Dalam
murabahah harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan
suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Sedangkan menurut Wiroso (2005: 14) murabahah adalah akad jual beli
barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli. Murabahah merupakan bagian terpenting
dari jual beli dengan prinsip akad ini mendominasi pendapatan bank dari
produk-produk yang ada di semua bank Islam. Dalam Islam jual beli sebagai
sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang di ridhai oleh Allah
SWT. Karakteristik Murabahah adalah bahwa penjual harus memberi tahu
pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya (cost) tersebut.
Murabahah menurut peneliti adalah jual beli antara penjual dan pembeli
berdasarkan harga barang, harga asli pembelian serta keuntungan yang harus
diberitahukan kepada pembeli.
Murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan
biasa disebut sebagai murabahah kepada pemesan pembelian. Dalam hal ini
calon pembeli atau pemesan dapat memesan kepada seseorang untuk
membelikan sesuatu barang tertentu yang diinginkannya. Kedua pihak
membuat kesepakatan mengenai barang tersebut serta kemungkinan harga asal
pembelian yang masih sanggup ditanggung pemesan. Setelah itu kedua belah
pihak harus menyepakati berapa keuntungan atau tambahan yang harus dibayar
pemesan, jual beli antara kedua pihak dilakukan setelah barang tersebut berada
ditangan pemesan.
b. Landasan Murabahah
• QS. An-Nisa 4
Artinya: “Hai orang yang beriman ! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantara kamu..”
• QS. Al-Baqarah 275
Artinya :Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176]
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang
kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.
c. Syarat-syarat murabahah
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam murabahah adalah
(Antonio, 2001:102-103):
1. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.
2. Kontrak pertama harus sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan.
3. Kontrak harus bebas dari riba.
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian.
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
Secara prinsip jika syarat dalam poin (1),(4) atau (5) telah dipenuhi maka
pembeli memiliki pilihan (a) melanjutkan pembelian seperti apa adanya, (b)
kembali kepada penjual dan menyatakan ketidak setujuannya atas barang yang
dijual, dan (c) membatalkan kontrak.
Sesuai dengan sifat bisnis atau tijarah, transaksi murabahah memiliki
beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Murabahah
memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Menurut Antonio (1999: 127)
salah satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari
penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu sistem murabahah juga
sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasi di bank
syariah.
Adapun di antara kemungkinan resiko yang diantisipasi antara lain
(Antonio,1999:127-128):
a. Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b. Fluktuasi harga komperatif, ini terjadi bila suatu harga barang di pasar naik
setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak dapat mengubah
harga jual beli tersebut.
c. Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah
karena berbagai sebab. Bisa saja rusak dalam perjalanan sehingga nasabah
tidak mau menerimanya, karena itu sebaiknya dilindungi oleh asuransi.
4. Pengendalian Kredit/Pembiayaan
a. Pengertian Pengendalian
Pengertian pengendalian pembiayaan dalam arti luas dapat diartikan
sebagai salah satu fungsi manajemen dalam usaha untuk penjagaan dan
pengamanan dan pengelolaan kekayaan bank dalam bentuk pembiayaan yang
lebih baik dan efisien, ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
penyimpangan-penyimpangan dengan mendorong dipatuhinya kebijakankebijakan
perkreditan yang telah di tetapkan.
Pengendalian kredit mutlak dilakukan untuk menghindari terjadinya
kredit macet dan penyelesaian kredit macet. Koontz dikutip Hasibuan (2004:104)
mengatakan: Control is the measurement and correction of the performance of
subordinates in order to make sure that enterprise objectives and the plans devided to
actions then are accomplished. (Pengendalian adalah pengukuran dan perbaikan
terhadap pelaksanaan kerja bawahan agar rencana-rencana yang telah dibuat
untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat terselenggara).
Pengendalian kredit adalah usaha-usaha untuk menjaga kredit yang
diberikan tetap lancar, produktif, dan tidak macet. Hasibuan (2004 : 105). Lancar
dan produktif artinya kredit itu dapat ditarik kembali sesuai dengan perjanjian
yang telah di setujui kedua belah pihak. Hal ini penting karena jika kredit macet
berarti kerugian bagi bank yang bersangkutan. Oleh karena itu penyaluran
kredit harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan dengan sistem
pengendalian yang benar.
Pengendalian menurut peneliti adalah tindakan pencegahan yang
dilakukan untuk meminimalisir adanya pembiayaan yang bermasalah.
Menyadari akan pentingnya menjaga aset perusahaan yang berupa kredit
atau pembiayaan tersebut, maka bank dituntut untuk memahami bagaimana
teknik pengendalian pembiayaan. Kesalahan dalam pengendalian pembiayaan
ini tidak jarang akan berakibat fatal terhadap bank tersebut. Misalnya karena
terjadi banyak pembiayaan macet, mengakibatkan semakin banyak dana yang
tertanam dalam pembiayaan. Dan selanjutnya akan menghambat operasional
perusahaan secara keseluruhan.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian
Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi pengendalian yaitu meliputi :
1) Organisasi pembiayaan
Untuk mencapai tujuan organisasi, maka penyusunan struktur organisasi
harus di buat secara sederhana, efektif serta dapat bekerja efisien. Oleh
karena perkreditan atau pembiayaan merupakan tugas pokok bank, maka
organisasi perkreditan akan sangat menentukan sekali bagi kelancaran usaha
bank. Organisasi kredit tidak sama di setiap bank dan ini di sesuaikan
dengan struktur pemisahan, besar dan kecilnya bank tersebut (Sinungan,
1993: 227)
2) Kebijakan pembiayaan
Kemampuan bank mengelola resiko pembiayaan secara aman, efektif dan
efisien serta mengawasi mutu pembiayaan yang telah di salurkan secara
cermat, merupakan pondasi di atas mana kegiatan operasi bisnis dan mereka
bertumpu. Tanpa pondasi yang kuat tidak mungkin kegiatan operasi bank
yang bersangkutan dapat berkembang secara sehat. Salah satu syarat agar
bank dapat menjaga mutu kredit atau pembiayaan yang akan dan telah
mereka salurkan adalah memiliki kebijaksanaan kredit atau pembiayaan
secara tertulis yang di susun secara professional dan disesuaikan dengan
perkembangan situasi bisnis dan ekonomi moneter negara.
c. Sistem dan Prosedur Pembiayaan
Bank menarik dana masyarakat untuk kemudian melemparkannya
kembali ke masyarakat yang membutuhkannya. Karena dana yang di lempar
tersebut sebagian besar merupakan dana masyarakat maka bank harus berhatihati
dalam memberikan kredit.
Kemacetan atas pengembalian kredit yang diberikan dapat
mempengaruhi tingkat kemampuan bank memenuhi kewajiban terhadap para
deposan, penabung, atau nasabah lainnya yang “menitipkan” dananya di bank
yang pada gilirannya akan mempengaruhi kelancaran usaha bank itu sendiri.
Untuk mencegah atau mengurangi hal tersebut maka dalam pemberian
kreditnya bank mengembangkan suatu sistem pemberian kredit. Sistem ini
adalah tidak lain seperangkat alat seleksi yang di lakukan oleh bank atas
permohonan kredit.
d. Tujuan pengendalian Kredit
Adapun tujuan dari pengendalian pembiayaan adalah untuk (Hasibuan,
2004: 105) :
a. Menjaga agar pembiayaan yang disalurkan tetap aman.
b. Mengetahui apakah pembiayaan yang disalurkan itu lancar atau tidak.
c. Melakukan tindakan pencegahan dan penyelesaian kredit macet atau kredit
bermasalah.
d. Mengevaluasi apakah prosedur penyaluran pembiayaan yang di lakukan
telah baik atau masih perlu di sempurnakan.
e. Memperbaiki kesalahan-kesalahan karyawan analisis pembiayaan dan
mengusahakan agar kesalahan itu tidak terulang kembali.
f. Mengetahui posisi persentase collectibility credit yang disalurkan bank.
g. Meningkatkan moral dan tanggung jawab karyawan analisis pembiayaan
bank.
e. Sistem, Jenis dan Prinsip Pengendalian Kredit
Menurut Hasibuan (2004:105) sistem pengendalian kredit dapat
dikategorikan sebagai berikut :
1) Sistem Pengendalian Kredit
a. Internal Control of Credit
Sistem pengendalian kredit yang dilakukan oleh karyawan bank yang
bersangkutan. Cakupannya meliputi pencegahan dan penyelesaian
kredit macet.
b. Audit Control of Credit
Sistem pengendalian atau penilaian masalah yang berkaitan dengan
pembukuan kredit. Jadi pengendalian atas masalah khusus, yaitu
tentang kebenaran pembukuan kredit.
c. External Control of Credit
Sistem pengendalian kredit yang dilakukan pihak luar, baik oleh Bank
Indonesia maupun oleh akuntan publik.
Cara-cara pengendalian (pengawasan) dapat dilakukan dengan
cara pengawasan langsung, pengawasan tidak langsung, dan atau
pengawasan kombinasi langsung dan tidak langsung.
2) Jenis- Jenis Pengendalian Kredit
Menurut Hasibuan (2004:106) jenis-jenis pengendalian kredit dapat di
bagi menjadi :
a. Preventive Control of Credit
Pengendalian kredit yang dilakukan dengan tindakan pencegahan
sebelum kredit tersebut macet. PCC dapat dilakukan dengan cara :
1. Penentuan Plafond Kredit
Plafond Kredit atau Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
atau Legal Lending Limit (L3) adalah batas maksimum kredit atau
pembiayaan yang diberikan bank yang dapat dipinjam oleh debitur
yang bersangkutan. Plafond kredit mutlak harus diterapkan dan
disetujui oleh kedua belah pihak (bank dan nasabah) sebelum
penyaluran kredit dilakukan. Plafond kredit diterapkan secara
objektif atas hasil analisis asas 5C, 7P,dan 3R oleh analis kredit.
Analisis kredit harus dilakukan oleh orang yang jujur, ahli, cakap
dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
2. Pemantauan Debitur
Pemantauan debitur ini dimaksudkan bank harus memonitoring
perkembangan perusahaan debitur setelah kredit diberikan,
apakah maju atau menurun. Jika perusahaan maju maka kredit
akan lancar, sebaliknya jika menurun hendaknya penagihan lebih
ditingkatkan sebelum kredit tersebut macet.
3. Pembinaan Debitur
Pembinaan debitur dimaksudkan memberikan penyuluhan kepada
debitur mengenai manajemen dan administrasi agar lebih mampu
mengelola perusahaannya. Karena jika perusahaan maju maka
pembayaran kredit akan lancar.
b. Repressive Control of Credit
Tindakan pengamanan atau penyelesaian kredit macet dengan cara
reschedulling, controlling, restructuring, dan liquidation. Tegasnya kredit
yang telah macet harus diselesaikan dengan cara menyita agunan
kredit yang bersangkutan untuk membayar pinjaman debitur.
3) Prinsip Penilaian Kredit
Untuk dapat menentukan apakah permohonan kredit atau
pembiayaan dapat disetujui dalam rangka pelaksanaan pembiayaan yang
sehat, menurut Hasibuan (2004:106-109) ada beberapa prinsip dalam
penilaian pembiayaan yang sering dilakukan yaitu dengan analisis 5C,
analisis 7P dan analisis 3R.
Prinsip pemberian kredit dengan analisis 5C kredit dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Character
Calon debitur perlu diteliti oleh analis kredit apakah layak untuk
menerima kredit . Karakter pemohon kredit dapat diperoleh dengan cara
mengumpulkan informasi dari referensi nasabah bank lainnya tentang
perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatannya memenuhi pembayaran
transaksi. Apabila karakter pemohon baik maka dapat diberikan kredit,
sebaliknya jika karakternya buruk kredit tidak dapat diberikan.
2. Capacity
Calon debitur perlu dianalisis apakah ia mampu memimpin perusahaan
dengan baik dan benar.
3. Capital
Calon debitur harus dianalisis mengenai besar dan struktur modalnya
yang terlihat dari neraca lajur perusahan calon debitur. Hasil analisis
neraca lajur akan memberikan gambaran dan petunjuk sehat atau tidak
sehatnya perusahaan.
4. Condition of Economic
Kondisi perekonomian pada umumnya dan bidang usaha pemohon
kredit pada khususnya. Jika baik dan memiliki prospek yang baik maka
permohonannya akan disetujui sebaliknya jika jelek permohonannya akan
di tolak.
5. Collateral
Agunan yang diberikan pemohon kredit mutlak harus di analisis secara
yuridis dan ekonomis apakah layak dan memenuhi persyaratan yang
ditentukan bank. Jika jawabannya ya maka kredit dapat diberikan tetapi
jika jawabannya tidak maka kredit tidak dapat diberikan. Collateral
(agunan) merupakan syarat utama yang menetukan disetujui atau
ditolaknya permohonan kredit nasabah. Menurut ketentuan Bank
Indonesia bahwa setiap kredit yang disalurkan suatu bank harus
mempunyai agunan yang cukup. Oleh karena itu jika terjadi kredit macet
maka agunan inilah yang digunakan untuk membayar kredit tersebut
(disita).
Sedangkan penilaian dengan 7P adalah sebagai berikut :
1. Personality
Sifat dan perilaku yang dimiliki calon debitur yang mengajukan
permohonan kredit bersangkutan, dipergunakan sebagai dasar
pertimbangan pemberian kredit. Jika kepribadiannya baik kredit dapat
diberikan, sebaliknya jika kepribadiannya jelek maka kredit tidak akan
diberikan.
2. Party
Mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi-klasifikasi tertentu
berdasarkan modal, karakter, dan loyalitasnya dimana setiap klasifikasi
nasabah akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.
3. Purpose
Tujuan dan penggunaan kredit oleh calon debitur apakah untuk tujuan
konsumtif atau modal kerja. Analis harus mengetahui secara pasti tujuan
dan penggunaan kredit yang akan diberikan sehingga dapat
mempertimbangkan apakah kredit dapat diberikan atau ditolak.
4. Prospect
Prospek perusahaan dimasa akan datang, apakah akan menguntungkan
atau merugikan. Analis kredit harus mampu mengestimasi masa depan
perusahaan calon debitur agar pengembalian kredit menjadi lancar.
5. Payment
Mengetahui bagaimana pembayaran kembali kredit yang diberikan. Asas
payment harus dipergunakan sebagai bahan pertimbangan pemberian
kredit agar pengembalian kredit berjalan lancar.
6. Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah mendapatkan laba.
Profitability diukur per periode, apakah konstan atau meningkat dengan
adanya pemberian kredit.
7. Protection
Bertujuan agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan.
Perlindungan dapat berupa jaminan barang, jaminan orang, dan jaminan
asuransi.
Adapun penilaian kredit dengan 3R meliputi :
1. Return
Penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitur setelah
memperoleh kredit. Apabila hasil yang diperoleh cukup untuk membayar
pinjamannya sekaligus membantu perkembangan usaha calon debitur
bersangkutan maka kredit diberikan. Akan tetapi jika sebaliknya maka
kredit jangan diberikan.
2. Repayment
Memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu pembayaran
kredit oleh calon debitur, tetapi perusahaannya tetap berjalan.
3. Risk Bearing Ability
Memperhitungkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitur untuk
menghadapi resiko, apakah perusahaan calon debitur resikonya besar
atau kecil. Kemampuan perusahaan menghadapi resiko ditentukan oleh
besarnya modal dan strukturnya, jenis bidang usaha, dan manajemen
perusahaan yang bersangkutan. Jika Risk Bearing Ability perusahaan besar
maka kredit tidak diberikan, tetapi apabila Risk Bearing Ability perusahaan
kecil maka kredit diberikan.
4) Klasifikasi Collectability Credit
Pengendalian kredit akan lebih mudah dilakukan apabila kredit
tersebut diklasifikasikan atas dasar kelancaran pembayarannya. Setiap audit
internal suatu bank harus membuat klasifikasi collectability kredit untuk
mengetahui dan meningkatkan pengawasan terhadap kredit yang disalurkan
(Hasibuan 2004:113-114), yaitu sebagai berikut :
1. Colectability A
Colectability A adalah debitur selalu membayar kewajibannya secara
lancar dan tidak pernah melakukan penunggakan berturut-turut selama 3
bulan. Debitur yang menunggak pembayaran hanya 2 bulan saja tetap
dimasukkan kedalam klasifikasi collectability A.
2. Colectability B
Colectability B adalah kredit yang selama 3 bulan berturut-turut
kewajibannya tidak dibayar oleh debitur maka kredit digolongkan tidak
lancar. Pimpinan bank harus segera meningkatkan penagihan dan
mengambil tindakan represifnya.
3. Colectability C
Colectability C adalah kredit yang selama 6 bulan berturut-turut
kewajibannya tidak dibayar oleh debitur sehingga kredit di golongkan
sebagai kredit macet. Collectability A bisa langsung menjadi C apabila
debitur mengalami musibah kebakaran, bencana alam dan sebagainya.
Sebaliknya collectability C dapat menjadi A apabila debitur melunasi
kewajibannya atau kembali aktif.
4. Colectability D
Colectability D adalah kredit yang termasuk piutang ragu-ragu karena
agunannya telah disita bank, tetapi tidak cukup untuk membayar
utangnya. Hal ini terjadi karena penetapan besarnya plafond kredit yang
tidak baik dan objektif oleh analis kredit yang mungkin disebabkan oleh
kolusi, dan nepotisme. Colectability D sebaiknya dihapuskan dari
pembukuan buku piutang ragu-ragu dan dimasukkan dalam write-off
kredit macet pada administrasi tertentu sehingga masih dapat ditagih.
Tujuannya agar jangan mempengaruhi cash ratio dan kebijaksanaan
perkreditan bank yang bersangkutan.
Ketidak lancaran nasabah membayar angsuran pokok maupun
bagi hasil/ profit margin pembiayaan menyebabkan adanya kolektabilitas
pembiayaan.
5. Pengawasan Pembiayaan
Salah satu fungsi manajemen yang paling penting dalam setiap kegiatan
usaha yaitu tahap pengawasan. Begitu juga di dalam pembiayaan.
a. Pengertian
Muljono (1987: 423) mengemukakan bahwa :
Pengawasan kredit merupakan salah satu fungsi manajemen dalam
usahanya untuk penjagaan dan pengamanan dalam pengelolaan
kekayaan bank dalam bentuk perkreditan yang lebih baik dan efisien,
guna menghindarkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dengan
cara mendorong dipatuhinya kebijaksanaan-kebijaksanaan perkreditan
yang telah ditetapkan serta mengusahakan penyusunan administrasi
perkreditan yang benar.
Pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan untuk meluruskan yang
tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak.(Hafiduddin
dan Tanjung:2003: 156).
Pengertian pengawasan sebagaimana yang dikutip Stonner (1996) dan
Mockler (1984) mendefinisikan pengawasan atau pengendalian sebagai suatu
upaya sistematis untuk menetapkan standard prestasi kerja dengan tujuan
perencanaan untuk mendesain sistem umpan balik informasi; untuk
membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standard yang telah ditetapkan
itu; menentukan apakah penyimpangan tersebut; dan mengambil tindakan
perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya
organisasi/perusahaan telah digunakan dengan cara yang paling efektif dan
efisien guna tercapainya tujuan organisasi/perusahaan.
Pengawasan menurut peneliti adalah suatu aktivitas yang dilakukan
dalam rangka penjagaan terhadap dana yang akan disalurkan.
Oleh karena pembiayaan merupakan kegiatan utama bank yaitu sebagai
usaha untuk memperoleh laba, tetapi rawan resiko yang tidak saja dapat
merugikan bank tapi juga berakibat kepada masyarakat, penyimpangan dan
penggunaan dana. Untuk itu bank harus menerapkan fungsi pengawasan yang
bersifat menyeluruh, dengan tiga prinsip utama yaitu: prinsip pencegahan dini,
prinsip pengawasan melekat, dan prinsip pemeriksaan internal (Arifin, 2003:
221).
Pencegahan dini adalah tindakan preventif terhadap kemungkinan
terjadinya hal-hal yang dapat merugikan bank dalam pembiayaan, atau
terjadinya praktek-praktek pembiayaan yang tidak sehat. Pencegahan dini
dilakukan dengan cara menciptakan struktur pengendalian internal yang andal
dan harus diterapkan pada semua tahap proses pembiayaan, mulai dari
permohonan pembiayaan sampai pelunasan atau penyelesaian pembiayaan.
Disamping itu juga diperlukan pengawasan melekat, dimana para pejabat
pembiayaan melakukan supervise sehari-hari untuk memastikan bahwa
kegiatan pembiayaan telah berjalan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan, dan ketentuan-ketentuan operasional lainnya dalam pembiayaan.
Pengawasan pembiayaan juga harus dilengkapi dengan audit internal
terhadap semua aspek pembiayaan yang telah dilakukan. Audit internal
merupakan upaya lanjutan dalam pengawasan pembiayaan, untuk lebih
memastikan bahwa pembiayaan dilakukan dengan benar sesuai dengan
kebijakan pembiayaan, dan telah memenuhi prinsip-prinsip pembiayaan yang
sehat serta mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam pembiayaan.
b. Tujuan pengawasan pembiayaan
Menurut Muhammad (2005:310) tujuan dari pemantauan dan
pengawasan pembiayaan adalah:
1. Kekayaan bank syariah akan selalu terpantau dan menghindari adanya
penyelewengan-penyelewengan bank oleh oknum dari luar maupun dari
dalam bank syariah.
2. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang
pembiayaan.
3. Untuk memajukan efisiensi didalam pengelolaan tatalaksana usaha
dibidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan.
4. Kebijakan manajemen bank syariah akan dapat lebih rapi dan mekanisme
serta prosedur pembiayaan akan lebih dipatuhi.
Pengawasan pembiayaan yang dilakukan bank dapat bersifat aktif dan
dapat pula bersifat pasif (Sinungan, 1993: 269). Pengawasan aktif, dilakukan
dengan pengawasan on the spot yaitu ditempat usaha para debitur, sehingga
secara langsung akan dapat diketahui segala masalah yang timbul.
Pengawasan pasif, dilakukan melalui penelitian laporan-laporan tertulis
yang dilakukan debitur seperti laporan keadaan keuangan (dari neraca dan rugi
laba), laporan penyaluran keuangan (dari mutasi rekening peminjaman), laporan
aktivitas (dari keadaan stok dan perkembangan usaha) dan sebagainya.
c. Ruang lingkup pengawasan pembiayaan
Muljono (1987:425) mengemukakan bahwa ruang lingkup dari
pengawasan kredit antara lain:
1. Pengawasan dalam arti sempit yaitu berupa pengawasan administratif yang
mempunyai ruang lingkup untuk mengetahui kebenaran data-data
administratif.
2. Pengawasan dalam arti luas yaitu merupakan kegiatan pengendalian
didalam suatu perusahaan yang dikenal dengan manajemen kontrol yang
mempunyai ruang lingkup yang lebih luas yaitu dibidang:
a. Financial didalam pelaksanaannya yang disebut financial audit.
b. Operational yang disebut operational audit performance audit.
c. Management/ policy yang disebut management audit.
6. Pembinaan Pembiayaan
a. Pengertian
Pembinaan pembiayaan pada dasarnya ialah upaya pengamanan
pembiayaan yang telah diberikan oleh bank dengan jalan terus memantau atau
memonitor jalannya perusahaan, serta memberikan saran atau nasihat dan
konsultasi agar perusahaan atau debitur berjalan dengan baik sesuai dengan
rencana, sehingga pengembalian pembiayaan akan berjalan dengan baik pula.
Kegiatan bank dalam menyalurkan dana kepada masyarakat atau
nasabah tidak terlepas dari adanya resiko pembiayaan macet. Keadaan ini akan
mempengaruhi modal bank, dalam upaya untuk meminimalkan resiko
pembiayaan bank dalam awal kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan perlu
melakukan analisis pada potensi usaha nasabahnya, khususnya kemampuan
dalam pengembalian pembiayaan.
Kegiatan usaha nasabah setelah pencairan pembiayaan dapat dipengaruhi
oleh kondisi ekonomi, penggunaan dana pembiayaan kurang tepat, dan
sebagainya. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kemampuan nasabah
dalam mengembalikan pokok pinjaman. Oleh karena itu bank melakukan
pengawasan dan pembinaan kepada nasabah pada saat dana pinjaman telah
dicairkan.
b. Fungsi Pembinaan
Firdaus dan Ariyanti (2004:134-135) mengemukakan bahwa fungsi
pembinaan ini adalah :
1. Membina hubungan yang terbuka dan terus menerus dengan nasabah
(debitur) tersebut.
2. Menerima, mencatat, mengklasifikasi dan menganalisis laporan-laporan dari
nasabah serta membuat laporan perkembangannya.
3. Menganalisis sebab-sebab terjadinya suatu masalah atas usaha nasabah dan
membuat rekomendasi tentang saran-saran perbaikan atau penyelamatan.
4. Memberikan saran dan konsultasi kepada debitur dalam segala aspek yang
diperlukan antara lain: pembinaan administrasi, metode kerja, perencanaan
produksi dan quality control, penyempurnaan manajemen dan organisasi,
pemeliharan dan penggunaan mesin, pengawasan mutu bahan baku, dan
hal-hal lain dalam rangka peningkatan efisiensi.
c. Tujuan pembinaan
Menurut Firdaus dan Ariyanti (2004:135), tujuan pembinaan antara lain:
1. Agar pembiayaan atas usaha debitur dilaksanakan sesuai dengan ketentuanketentuan
dan syarat-syarat yang tertuang dalam perjanjian pembiayaan dan
agar penggunaannya sesuai dengan tujuan semula dan dalam jadwal waktu
yang telah ditetapkan.
2. Agar terciptanya iklim saling mempercayai dan terbina hubungan timbal
balik yang baik antara bank dengan debitur.
3. Agar usaha yang dibiayai pembiayaan bank berkembang dengan baik sesuai
dengan tujuan semula.
4. Agar terlaksananya administrasi yang memadai untuk kepentingan
perusahaan sendiri, bank, pemerintah, dan pihak-pihak lain.
Pembinaan ini hendaknya dilakukan secara simultan melalui dua cara
yaitu aktif (dengan kunjungan on the spot) dan cara pasif (melalui laporanlaporan
atau data administratif) (Firdaus dan Ariyanti, 2004:137)
Pelaksanaan pembinaan secara aktif dilakukan dengan kunjungankunjungan
langsung ke lokasi usaha atau proyek debitur dan mengadakan
penilaian berdasarkan data fisik dan administratif atau catatan yang ada pada
nasabah serta mengadakan pembicaraan dan diskusi langsung dengan nasabah.
Dan pelaksanaan pembinaan secara pasif dilakukan dengan cara
mempelajari dan menganalisis informasi-informasi dan data yang ada pada
bank, misalnya dari data operasional pembiayaan yang dapat dipelajari apakah
semua kewajibannya telah ditunaikan dengan baik sesuai dengan jadwal yang
ditentukan atau terdapat tunggakan-tunggakan.
Termasuk kedalam cara-cara pembinaan pasif ini ialah apabila bank
memanggil debitur (atau pihak-pihak lain yang berkaitan dengan usaha debitur)
untuk mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan.
d. Sasaran Pengendalian Pembiayaan
Untuk peningkatan efisiensi dan penjagaan atau pengamanan terhadap
harta bank dalam pemberian pembiayaan, maka pengendalian pembiayaan
sangat dibutuhkan oleh manajemen bank agar tidak terjadi kredit macet dan
penumpukan piutang pada nasabah atau debitur.
Pengendalian pembiayaan meliputi pengendalian dalam arti sempit dan
pengendalian dalam arti luas. Pengendalian dalam arti sempit yaitu
pengendalian administratif, yaitu untuk mengetahui kebenaran data-data
administrasi. Sedangkan pengendalian dalam arti luas merupakan kegiatan
pengendalian dalam perusahaan yang dikenal dengan manajemen pengendalian.
7. Penyelesaian Kredit Macet
Kredit macet adalah kredit yang diklasifikasikan pembayarannya yang
tidak lancar dilakukan oleh debitur bersangkutan (Hasibuan, 2004: 115-116).
Kredit macet harus secepatnya di selesaikan agar kerugian yang lebih besar
dapat dihindari dengan cara berikut:
1. Reschedulling
Reschedulling atau penjadwalan ulang adalah perubahan syarat kredit yang
hanya menyangkut jadwal pembayaran atau jangka waktu termasuk masa
tenggang (grace periode) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Debitur
yang dapat diberikan fasilitas penjadwalan ulang adalah nasabah yang
menunjukkan itikad baik dan karakter yang jujur serta ada keinginan untuk
membayar (willingness to pay) serta menurut bank usahanya tidak
memerlukan tambahan dana atau likuiditas.
2. Reconditioning
Reconditioning atau persyaratan ulang adalah perubahan sebagian atau
seluruh syarat-syarat kredit meliputi perubahan jadwal pembayaran, jangka
waktu, tingkat suku bunga, penundaan sebagian atau seluruh bunga dan
persyaratan-persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tidak termasuk
penambahan dana konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi equity
perusahaan. Persyaratan ulang diberikan kepada debitur yang jujur, terbuka,
kooperatif yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan tetapi
diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.
3. Restructuring
Restructuring atau penataan ulang adalah perubahan syarat kredit yang
menyangkut :
a. Penambahan dana bank
b. Konversi sebagian/seluruh tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru,
atau
c. Konversi sebagian/seluruh kredit menjadi penyertaan bank atau
mengambil partner lain untuk menambah penyertaan.
4. Liquidation
Likuidasi adalah penjualan barang-barang yang dijadikan agunan dalam
rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi dilakukan terhadap kategori
kredit yang menurut bank benar-benar sudah tidak dapat dibantu disehatkan
kembali, atau usaha nasabah sudah tidak memiliki prospek untuk
dikembangkan. Proses likuidasi dapat dilakukan dengan:
a. Menyerahkan penjualan agunan kepada debitur bersangkutan, harga
minimumnya ditetapkan bank, dan pembayarannya tetap dikuasai bank.
b. Penjualan agunan dilakukan melalui lelang dan hasil penjualan diterima
oleh bank untuk membayar pinjamannya.
c. Bagi bank diselesaikan BUPN dengan melelang agunan untuk membayar
pinjaman nasabah.
d. Agunan disita pengadilan negeri lalu dilelang untuk membayar utang
debitur.
e. Agunan dibeli oleh bank untuk dijadikan aset bank.
8. Margin (Mark-up)
a. Pengertian
Margin dalam kamus istilah ekonomi diartikan sebagai perbedaan antara
harga pembelian yang dibayar oleh seorang pedagang eceran dan harga
penjualan (dalam bidang transaksi komersial). Margin adalah selisih antara
harga beli dan harga jual yang merupakan keuntungan kotor dalam transaksi
jual beli barang. Margin tidak sama dengan bunga karena margin sudah harus
ditentukan pada awal perjanjian atau akad dan tidak dapat berubah ditengah
jalan.
Di dalam pembiayaan murabahah tidak mengenal adanya bagi hasil atau
nisbah tetapi menggunakan margin. Besarnya margin di tentukan pada :
• Jangka waktu atau angsuran.
• Besarnya pembiayaan yang diajukan nasabah.
b. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan margin
Menurut Muhammad (2004:192) Faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam penetapan margin antara lain :
1. Komposisi pendanaan
Bagi bank Syariah yang pendanaannya sebagian besar diperoleh dari dana
giro dan tabungan maka penentuan margin akan lebih kompetitif
dibandingkan jika suatu bank yang pendanaannya porsi besar berasal dari
deposito.
2. Tingkat Persaingan
Jika tingkat kompetisi ketat, porsi keuntungan bank tipis sedangkan tingkat
persaingan masih longgar bank dapat mengambil keuntungan lebih tinggi.
3. Resiko Pembiayaan
Untuk pembiayaan yang pada sektor yang berisiko tinggi, maka bank dapat
mengambil keuntungan lebih tinggi dibanding yang berisiko lebih rendah.
4. Jenis Nasabah
5. Kondisi Perekonomian
Siklus ekonomi meliputi kondisi : revival, boom/peak_puncak, resesi dan
depresi.
6. Tingkat keuntungan yang diharapkan bank
Apapun kondisinya serta siapapun debiturnya, bank dalam operasionalnya
setiap tahun tentu telah menetapkan berapa besar keuntungan yang
dianggarkan. Anggaran keuntungan inilah yang akan berpengaruh pada
kebijakan penentuan besarnya margin untuk bank.
c. Metode Penentuan Profit Margin
Ada empat metode penentuan profit margin (Muhammad, 2004,116-119),
yaitu:
1. Mark-up Pricing
Adalah penentuan tingkat harga dengan me-markup biaya produksi
komoditas yang bersangkutan.
2. Target-return Pricing
Adalah penentuan harga jual produk yang bertujuan mendapatkan tingkat
return atas besarnya modal yang diinvestasikan. Dalam bahasan keuangan
dikenal dengan Return on Investment (ROI). Dalam hal ini perusahaan akan
menentukan berapa return yang diharapkan atas modal yang telah
diinvestasikan.
3. Perceived-Value Pricing
Adalah penentuan harga dengan tidak menggunakan variabel harga sebagai
dasar harga jual. Harga jual didasarkan pada harga produk pesaing dimana
perusahaan melakukan penambahan atau perbaikan unit untuk
meningkatkan kepuasan pembeli.
4. Value Pricing
Adalah kebijakan harga yang kompetitif atas barang yang berkualitas tinggi.
Penentuan harga dalam pembiayaan di bank syariah dapat menggunakan
salah satu diantara empat model tersebut di atas. Namun yang lazim digunakan
oleh bank syariah saat ini adalah dengan menggunakan metode going to rate
pricing, yaitu menggunakan tingkat suku bunga pasar sebagai rujukan (benchmark).
Penentuan harga jual produk pada bank syariah harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang dibenarkan menurut syariah. Oleh karena itu, metode
penentuan harga jual berdasarkan pada mark-up pricing maupun target return
pricing dapat digunakan dengan melakukan modifikasi.
Penetapan harga jual murabahah dapat dilakukan dengan cara Rasulullah
ketika berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, Rasul secara transparan
menjelaskan berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk
setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diinginkan. Cara yang
dilakukan oleh Rasulullah dapat dipakai sebagai salah satu metode bank syariah
dalam menentukan harga jual produk murabahah. Dengan demikian secara
matematis harga jual barang oleh bank kepada calon nasabah pembiayaan
murabahah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Muhammad,
2005:140):
• Harga Jual Bank= Harga Beli Bank+Cost Recovery+Keuntungan
Proyeksi Biaya Operasi
• Cost Recovery=
Target Volume Pembiayaan
Cost Recovery+keuntungan
• Margin dalam persentase = x 100%
Harga Beli
Biaya yang dikeluarkan dan harus dikembalikan (cost recovery) bisa
didekati dengan membagi proyeksi biaya operasional bank, dengan target
volume pembiayaan murabahah di bank syariah. Angka-angka tersebut dapat
diperoleh dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). Angka yang
diperoleh kemudian ditambahkan dengan harga beli dari pemasok dan
keuntungan yang diinginkan sehingga didapatkan harga jual. Margin dalam
konteks ini adalah cost recovery ditambah dengan keuntungan bank. Apabila
margin ingin dihitung presentasenya tinggal dibagi dengan harga beli barang
dikalikan 100%. Setelah angka-angka tersebut didapat, barulah presentase
margin ini dibandingkan dengan suku bunga. Jadi suku bunga hanya dijadikan
benchmark, agar pemiayaan murabahah kompetitif margin murabahah tadi harus
lebih kecil dari bunga pinjaman.
9. Analisis Berfikir
Gambar 2.2
Analisis Berfikir
Sistem Pengendalian
Pembiayaan Murabahah pada
BPRS Bhakti Haji Malang
Latar Belakang
• BPR merupakan salah satu penyedia dana yang kegiatannya hanya menerima
simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
• Produk pembiayaan di BPRS Bhakti Haji Malang yang disalurkan merupakan
pembiayaan modal kerja dengan prinsip jual beli melalui pembiayaan marabahah.
• Dengan besarnya dominasi dari akad murabahah yang disalurkan oleh BPRS BHM
maka diperlukan adanya suatu sistem pengendalian pembiayaan, pengendalian dari
tiap prosedur pemberian pembiayaan bersifat preventif (pencegahan) sehingga
dapat meminimalkan resiko pembiayaan dan mendeteksi lebih dini hal-hal yang
tidak beres dalam bank.
Kajian Pustaka
A. Penelitian terdahulu
B. Kajian Pustaka
1. Konsep BPR
• Sejarah BPR
• Pengertian BPR
• Tujuan BPR
2. Konsep Pembiayaan
• Pengertian pembiayaan
• Tujuan dan fungsi
pembiayaan
Rumusan Masalah
• Bagaimana sistem pengendalian pembiayaan yang
diterapkan BPRS Bhakti Haji Malang dalam
mengelola penyaluran pembiayaannya?
• Bagaimana cara menentukan margin pembiayaan
murabahah pada BPRS BHM?
Metode Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Bhakti Haji (BPRS BHM) yang beralamat di Jalan Suropati 137-A Bululawang
Kabupaten Malang. Telepon (0341) 833189.
Pemilihan lokasi penelitian didasarkan dengan pertimbangan bahwa
BPRS BHM strategis untuk beroperasi, hal ini dikarenakan lokasinya berada di
kota kecamatan dan dekat dengan wilayah pasar, wilayah pendidikan
(pesantren) serta pemukiman penduduk sehingga mudah dijangkau oleh
masyarakat serta pihak-pihak yang membutuhkan jasanya.
B. Jenis Penelitian
Sebelum melakukan suatu penelitian harus diketahui terlebih dahulu
mengenai jenis penelitian bagaimana yang dipergunakan. Hal ini bertujuan
untuk memudahkan pemecahannya. Ditinjau dari jenis masalah yang diselidiki,
teknik yang digunakan serta tempat dan waktu penelitian maka penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif.
Menurut Nasir (1985: 63) mengemukakan pengertian metode deskriptif
adalah” Suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek,
suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang”. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antara fenomena yang diselidiki”.
C. Sumber Data
Dalam suatu penelitian diperlukan data-data yang akan membantu
penulis untuk sampai pada suatu kesimpulan tertentu, sekaligus data tersebut
akan memperkuat kesimpulan yang dibuat. Adapun yang dimaksud sumber
data itu adalah subyek darimana data itu diperoleh. (Arikunto,2002:107). Dalam
penelitian ini sumber data dibedakan menjadi:
1. Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari sumbernya. Dalam
penelitian ini, yang termasuk data primer adalah data yang diperoleh dengan
wawancara secara langsung dengan pihak yang terkait khususnya para
karyawan bank yang menangani bagian yang terkait dengan pembiayaan.
2. Data Sekunder, yaitu data yang berupa data-data yang sudah tersedia dan
dapat diperoleh oleh peneliti dengan cara membaca, melihat dan
mendengarkan. Data sekunder terdiri dari hasil laporan atau profil bank,
data yang diterbitkan oleh bank yang bersangkutan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan (Nasir,1985:211). Dari pengertian tersebut
dapat diketahui bahwa kegiatan pengumpulan data merupakan salah satu dari
serangkaian penelitian penting, karena dari kegiatan inilah akan diperoleh datadata
yang berguna untuk di sajikan sebagai hasil dari penelitian yang akhirnya
akan dianalisa lebih lanjut.
Agar diperoleh data-data yang dapat di uji kebenarannya, relevan dan
lengkap, maka dalam penelitian menggunakan instrument sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan, yaitu dengan membaca beberapa literatur buku yang ada
kaitannya dengan tema dan judul penelitian. Dalam hal ini peneliti
menggunakan teori-teori untuk membahas permasalahan yang ada.
2. Studi Lapangan. Untuk studi lapangan peneliti menggunakan teknik sebagai
berikut:
a. Dokumentasi, yaitu proses pengumpulan data dengan jalan mempelajari
dokumen-dokumen yang ada, transkrip, surat kabar, agen dan
sebagainya. Dokumen tersebut di antaranya mengenai profil BPRS BHM,
dokumen-dokumen dan penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan pembiayaan murabahah.
b. Interview (wawancara), yaitu proses memperoleh data yang diperlukan
dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya dengan
responden, dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide
(panduan wawancara).
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola , kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data. Analisis data bermaksud untuk mengorganisasikan data yang telah
diperoleh, baik dari data primer maupun sekunder. Dalam hal ini analisis data
ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan
mengkategorikannya (Arikunto,2002: 103).
Dari uraian diatas, maka analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data, baik data primer maupun dari data sekunder yang
didapatkan dari penelitian. Pengumpulan data yang dimaksud adalah
melakukan klasifikasi dan seleksi untuk memastikan bahwa data yang
diperoleh benar-benar relevan.
b. Setelah data diperoleh, kemudian data diorganisasikan dengan cara mengkaji
dan membahas secara cermat data yang terkumpul.
c. Menyajikan data berupa teori-teori yang sesuai dengan permasalahan yang
ada, yaitu terkait dengan pembiayaan murabahah, sistem pengendalian,
margin serta hal-hal yang berhubungan dengan pembiayaan pada BPRS
BHM.
d. Setelah data diperoleh dan diolah, data dianalisis dan disesuaikan antara
konsep dan pelaksanaan sistem pengendalian murabahah pada BPRS BHM.
e. Penafsiran dan pengulasan kembali
f. Peneliti menarik kesimpulan dan memberikan saran-saran.
BAB IV
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Paparan Data Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Perusahaan
a. Sejarah singkat berdirinya BPRS Bhakti Haji Malang
BPRS Bhakti Haji Malang yang didirikan oleh yayasan Bhakti Haji
Malang semula hanyalah berupa koperasi biasa. Kemudian atas inisiatif
para anggota koperasi serta dari para pengurus sendiri munculah ide
untuk membentuk Bank Perkreditan Rakyat yang didasarkan pada syariat
Islam. Pada tanggal 12 September 1991 atau 12 Rabiul Awal 1412 H
pengurus Yayasan Bhakti Haji Malang mengadakan pertemuan pengurus
dengan mengundang ahli-ahli ekonomi untuk membahas berdirinya
Lembaga Keuangan Bank yang di dasarkan pada syariat Islam.
Pertemuan tersebut diadakan di Kantor Pembantu Gubernur Jawa Timur
di Malang di bawah bimbingan Bapak Drs. H. Masduki.
Untuk memperoleh izin prinsip berdirinya Bank Perkreditan
Rakyat Syariah Yayasan Bhakti Haji Malang harus menyetor uang sebesar
Rp.15.000.000,- sebagai jaminan pada Bank Negara Indonesia (BNI 46).
Yayasan Bhakti Haji Malang juga mengajukan ke notaris untuk
mendapatkan izin prinsip yang ditujukan pada Menteri Keuangan
dengan surat Tanggal 13 Januari 1992 No. 580/07/KM/1992 dan di
setujui oleh Menteri Keuangan dengan SK No. S-800/MK/13/1992
tanggal 12 Mei 1992. Dengan demikian PT. BPR Syariah Bhakti Haji
Malang telah mendapat surat izin pendirian yang sah.
Setelah mendapat izin prinsip dan mendapat akta notaris,
kemudian mengajukan izin operasional pada tanggal 19 Desember 1995.
Setelah itu baru SK Menteri Keuangan RI No. 135/MK/17/1995 turun
sebagai tanda bahwa BPRS Bhakti Haji Malang di izinkan untuk
beroperasi. Pada tanggal 9 Mei 1996 BPRS Bhakti Haji Malang di resmikan
oleh Menteri Keuangan RI dan dibuka secara resmi untuk masyarakat
umum pada tanggal 11 Maret 1996.
b. Visi dan Misi BPRS Bhakti Haji Malang
1) Visi
BPRS Bhakti Haji Malang sebagai suatu lembaga keuangan yang
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau lembaga keuangan
profit oriented dalam menjalankan usahanya ada suatu kondisi ideal
perusahaan yang dicita-citakan akan terjadi dimasa depan. Kondisi ideal
yang “fleksibel” untuk dicapai oleh perusahaan jauh dimasa depan yang
tidak menyimpang dari tujuan perusahaan merupakan visi ingin di
wujudkan. Dalam merumuskan visi hal pertama yang perlu dilakukan
adalah menetapkan pilihan bidang bisnis utama yang akan digarap.
Adapun yang dilakukan antara lain, melihat potensi pasar usaha masa
depan yaitu dapat dilakukan dengan mengkaji aspek lingkungan.
Kemudian usaha lain yang dilakukan adalah merumuskan kapan batas
waktu pernyataan dalam visi akan terwujud.
Adapun visi yang telah dirumuskan dalam pendirian BPRS Bhakti
Haji Malang adalah:
1. Umat Islam di Indonesia merupakan mayoritas sehingga merupakan
suatu potensi perekonomian dan pangsa pasar yang besar bagi suatu
bank yang berlandaskan syariah.
2. Umat Islam belum sepenuhnya mengamalkan syariah Islam dalam
pengelolaan perekonomian.
3. Umat Islam belum mempunyai lembaga perekonomian yang
sepenuhnya diatur menurut syariat Islam.
2) Misi
Misi perusahaan diterjemahkan sebagai alasan didirikannya suatu
perusahaan yang secara spesifik menyangkut batasan bidang bisnis yang
akan digarap, sasaran pasar yang dituju dan upaya peningkatan
kemanfaatan perusahaan kepada pemegang saham.
Dalam operasionalnya BPRS Bhakti Haji Malang mempunyai misi yang
telah dirumuskan. Misi tersebut adalah:
1. Menyampaikan dakwah Islam Bil Haq
2. Membantu permodalan bagi pengusaha kecil
3. Membantu studi analisis perbaikan sistem Muamalah
4. Membantu tersedianya lapangan kerja
Sumber: Buku Profil BPRS Bhakti Haji Malang
c. Prinsip-prinsip BPRS Bhakti Haji Malang
BPRS BHM menganut prinsip-prinsip sebagai berikut :
1) Prinsip Operasional
BPRS Bhakti Haji Malang menerapkan sistem kerja berdasarkan
syariah dan berlandaskan Al-Quran dan Hadist.
2) Prinsip Bagi Hasil
Prinsip ini tercermin dari penerapan bagi hasil dan margin
keuntungan yang disepakati antara bank dan nasabah.
3) Prinsip Jual Beli
Prinsip ini sesuai dengan produk pembiayaan yaitu akad perjanjian
jual beli antara bank dengan nasabah.
4) Prinsip Pelayanan
BPRS BHM berusaha melayani nasabah dengan cepat dan mudah. Jenis
pelayanan yang disediakan oleh bank antara lain :
a. Service jemput bola, merupakan suatu pelayanan dimana bank yang
akan mengambil uang angsuran maupun tabungan ke tempat
nasabah.
b. Telebanking sistem, merupakan fasilitas pelayanan informasi berupa
permohonan penarikan dan penyetoran dana tabungan maupun
deposito melalui telepon atau faxsimile.
Sumber : Buku Profil BPRS Bhakti Haji Malang
d. Lokasi Perusahaan
Lokasi atau letak perusahaan merupakan hal yang sangat penting,
karena akan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri
maupun untuk menghadapi persaingan dengan perusahaan lain. Untuk
itu sebelum perusahaan didirikan hendaknya terlebih dahulu ditentukan
tempat dan lokasi yang paling strategis bagi perusahaan, sehingga
perusahaan dapat melakukan kegiatan usahanya dengan efektif dan
efisien dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan terjadi di masa
yang akan datang.
BPRS Bhakti Haji Malang berlokasi di kabupaten Malang tepatnya
di Jl. Suropati 137-A Bululawang. Telepon (0341) 833189.
2. Struktur Organisasi
Pada umumnya organisasi diartikan sebagai kumpulan dari
sejumlah orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk
mencapai tujuan tersebut para anggota organisasi harus melakukan usaha
dengan tugas-tugas tertentu, adanya koordinasi antara semua satuan dan
jenjang yang ada. Struktur organisasi dapat berpengaruh terhadap
kelancaran perusahaan dan terciptanya koordinasi yang baik antar
personil serta dapat memperjelas pembagian tugas dan garis wewenang
yang berlaku.
Keberhasilan dari suatu perusahaan ikut ditunjang dari sistem
pengorganisasian yang baik. Organisasi memberikan arah yang jelas
kepada setiap unsur dalam suatu aktivitas tertentu untuk melakukan
suatu pekerjaan yang telah ditetapkan. Bentuk struktur organisasi
perusahaan dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 4.3
Struktur Organisasi
R U P S
DEWAN
PENGAWAS
SYARIAH
DEWAN
KOMISARIS
DEWAN DIREKSI
INTERNAL AUDIT
MANAGER MANAGER MARKETING OPERASIONAL
Sumber: BPRS Bhakti Haji Malang
1) Nama Pemegang Jabatan Struktur Organisasi BPRS BHM
a. RUPS
b. Dewan Komisaris
1. Prof. DR. H. Moh. Saleh
2. H. Achmad Sarwo Wibisono
3. H. Rosjidi, SE.AK.MM
c. Dewan Pengawas Syariah
1. Prof. DR. H. Moch. Munir
2. Prof. DR. H. Sahri Muhammad
3. Drs. H. Zainuddin, AM
4. Drs. H. Suhadi
d. Direksi
• Direktur utama : Nur Riza
• Direktur : Indriani Sudyah Rahayu
e. Pengawas Intern : Dra. Yuli Winarni
f. Manager Marketing : Rahmat Budi Priyono
g. Manager Operasional : Indriani Sudyah Rahayu
h. Account Officer :
1. Rahmat Budi Priyono
2. Sugeng Siswanto
i. Analisa Pembiayaan : Rahmat Budi Priyono
j. Adm. Pembiayaan : Sugeng Siswanto
k. Umum dan Personalia : Saman Hudi
l. Teller / Kasir : Aprilia Tri Atmajani
m. Accounting : M. Alifuddin
n. Adm. Tabungan / Deposito : Agus Suprianto
o. Penjaga : Lukman
2) Deskripsi Jabatan
a. Pemegang Saham
Pemegang Saham mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:
1. Warga Negara Indonesia yang beragama Islam atau Badan Hukum
Indonesia yang dimiliki oleh orang-orang Islam.
2. Pemegang saham dalam perseroan ini adalah saham atas nama.
3. Pemegang saham diperbolehkan menjual atau memindahkan Hak
Saham kepada pemegang saham lainnya atau pihak lain yang
ditunjuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan atau dengan
perantaraan Direktur.
4. Dalam Rapat Umum Tahunan/Pemegang Saham berhak
menentukan atau memilih Anggota, Dewan Komisaris, Anggota
Dewan Pengawas Syariah dan Direktur.
5. Dalam menunaikan hak dan kewajiban pemegang saham menurut
hukum harus tunduk pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Perseroan ini, dan semua keputusan yang diambil dengan
sah dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
b. Dewan Komisaris
Tugas dan Wewenang Dewan Komisaris adalah :
1. Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas operasional BPRS
yang dilakukan oleh Direksi.
2. Dewan Komisaris mengesahkan rencana atau anggaran kegiatan
tahunan yang dibuat oleh Direksi.
3. Dewan Komisaris menyelenggarakan RUPS setiap setahun sekali
dan RUPS Luar Biasa apabila terjadi suatu permasalahan yang
mendesak.
4. Bila dianggap perlu, seorang atau lebih anggota Dewan Komisaris
dapat meminta mengadakan rapat.
5. Dewan Komisaris, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri
setiap waktu kerja berhak meminta atau menerima bukti-bukti,
buku-buku, surat-surat dan mencocokkan keadaan uang kas serta
dapat mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan oleh
Direksi.
6. Menyetujui Rencana Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana
Tahunan, termasuk rencana pemberian pembiayaan kepada pihak
yang terkait dengan BPRS dan Debitur besar tertentu yang
tertuang dalam Rencana Kerja yang telah disampaikan kepada
Bank Indonesia.
7. Mengawasi pelaksanaan pemberian pembiayaan.
8. Meminta penjelasan dan atau pertanggung jawaban Direksi
mengenai perkembangan dan kualitas portofolio pembiayaan
secara keseluruhan, termasuk pembiayaan yang diberikan kepada
pihak terkait dan debitur besar tertentu.
9. Meminta langkah-langkah perbaikan kepada Direksi bilamana
pelaksanaan pemberian pembiayaan menyimpang dari rencana
yang telah ditetapkan.
c. Dewan Pengawas Syariah
1. Melakukan pengawasan terhadap operasional BPRS agar sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah.
2. Memberikan fatwa-fatwa syariah baik untuk produk
penghimpunan dana maupun penyaluran dana serta kegiatan bank
lainnya sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional.
3. Meminta langkah-langkah perbaikan kepada Direksi bilamana
dalam pelaksanaan operasionalnya tidak sesuai dengan prinsip
syariah.
d. Pemegang Saham
Pemegang Saham mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:
1. Warga Negara Indonesia yang beragama Islam atau Badan
Hukum Indonesia yang dimiliki oleh orang-orang Islam.
2. Pemegang saham dalam perseroan ini adalah saham atas nama.
3. Pemegang saham diperbolehkan menjual atau memindahkan Hak
Saham kepada pemegang saham lainnya atau pihak lain yang
ditunjuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan atau dengan
perantaraan Direktur.
4. Dalam Rapat Umum Tahunan/Pemegang Saham berhak
menentukan atau memilih Anggota, Dewan Komisaris, Anggota
Dewan Pengawas Syariah dan Direktur.
5. Dalam menunaikan hak dan kewajiban pemegang saham menurut
hukum harus tunduk pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Perseroan ini, dan semua keputusan yang diambil dengan
sah dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
e. Direktur Utama
1. Bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan tugas dalam mencapai
maksud dan tujuan untuk kepentingan BPRS.
2. Wajib menjalankan tugas sebaik mungkin dengan memenuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Bank
Indonesia & Peraturan Pemerintah) dan Anggaran Dasar BPRS.
3. Mengadakan rapat setiap waktu bilamana dipandang perlu oleh
seorang atau lebih anggota Direksi atau atas permintaan tertulis
dari seorang atau lebih anggota Dewan Komisaris.
4. Menyusun dan bertanggung jawab atas rencana penghimpunan
dana baik melalui tabungan maupun deposito berjangka dan
pembiayaan yang tertuang dalam Rencana Kerja yang disampaikan
kepada Bank Indonesia.
5. Menandatangani surat-surat berharga atas nama Bank dan laporan
keuangan untuk pelaporan ke Bank Indonesia.
6. Menentukan langkah-langkah perbaikan atas berbagai
penyimpangan dalam kebijakan Penghimpunan Dana dan
Penyaluran Dana yang telah ditentukan.
7. Menetapkan, memutuskan dan menyetujui serta memerintahkan
pembayaran dalam rangka realisasi pembiayaan yang diberikan
kepada calon nasabah Bank dalam batas wewenang sesuai tata
kerja dan prosedur yang telah ditetapkan.
8. Menetapkan cara-cara penagihan kembali atas pembiayaan yang
telah diberikan kepada debitur yang menunggak secara efektif dan
efisien.
9. Melaporkan secara berkala dan tertulis kepada Dewan Komisaris,
disertai langkah-langkah perbaikan mengenai :
Perkembangan dan jumlah dana yang dapat dihimpun dari
tabungan dan deposito berjangka serta sumber-sumber dana
lainnya.
Perkembangan dan kualitas portofolio pembiayaan secara
keseluruhan.
Pembiayaan yang bermasalah.
Perkembangan dan kualitas pembiayaan yang diberikan kepada
pihak terkait dan pihak bukan terkait.
Penyimpangan atau pelanggaran dalam pelaksanaan Kebijakan
Pembiayaan.
f. Direktur
1. Bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan tugas dalam mencapai
maksud dan tujuan untuk kepentingan BPRS.
2. Wajib menjalankan tugas sebaik mungkin dengan mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Bank
Indonesia & Peraturan Pemerintah) dan Anggaran Dasar.
3. Mengadakan rapat setiap waktu bilamana dipandang perlu oleh
seorang atau lebih anggota direktur atau atas permintaan tertulis
dari seorang atau lebih anggota Dewan Komisaris.
4. Menyusun dan bertanggung jawab atas rencana kerja yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
5. Menandatangani memo-memo atau warkat-warkat dan laporan
keuangan harian yang telah diparaf oleh pejabat yang berwenang
dalam kegiatan bank.
6. Menetapkan dan menyetujui serta memerintahkan kepada pejabat
yang berwenang untuk melakukan penarikan, penyetoran dan
pemindahan buku.
7. Mengatur dan menetapkan karyawan Bank, sebagai petugas
pelaksanaan dalam lingkungan Bank.
8. Menilai prestasi kerja karyawan yang bertugas di lingkungan bank
serta mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam upaya
peningkatan daya kerja dan penertiban personalia.
g. Pengawas Intern
Membantu tugas Direksi & Komisaris dalam melaksanakan tugastugas
yang menyangkut hal-hal sebagai berikut :
1. Melaksanakan verifikasi, pengawasan dan pemeriksaan secara
rutin setiap tiga bulan sekali menyangkut semua kegiatan seperti
warkat-warkat, bukti pembukuan, kepatuhan akan peraturan
perbankan atau Bank Indonesia dan peraturan intern perusahaan.
2. Melaksanakan pemeriksaan secara insidentil terhadap hal-hal yang
bersifat khusus.
3. Membuat laporan hasil pemeriksaan.
h. Manager Marketing
Fungsi :
o Menjembatani kegiatan bidang komersial (pembiayaan dan
pendanaan) dengan bidang operasional.
o Filterisasi kegiatan komersial sebelum dilakukan operasional.
o Monitoring kegiatan komersial (Pembiayaan & Pendanaan)
Atasan langsung : Direktur
Membawahi : 1. Bagian Account Officer (A/O)
2. Bagian Analisa Pembiayaan
3. Bagian Administrasi Pembiayaan
Tugas :
1. Mengkoordinir, membina serta mengarahkan personil-personil
yang berbeda dalam lingkungan urusan marketing.
2. Memberikan legal opini terhadap pengajuan pembiayaan serta
proposal-proposal yang ada.
3. Melaksanakan penyusunan laporan pembiayaan yang diperlukan
untuk pelaporan kepada managemen maupun Bank Indonesia.
4. Mengelola dan mengarahkan, menarik surat-surat, barang-barang
jaminan.
5. Menyiapkan, mengurus serta membuat laporan perencanaan dan
evaluasi kegiatan marketing (pembiayaan& pendanaan).
6. Mengkoordinir dan mengawasi kegiatan administrasi pembiayaan
dan penyimpanan barang jaminan.
7. Membuat dan menyusun surat-surat kepada debitur.
8. Membuat laporan-laporan kegiatan intern atau ekstern.
9. Melakukan review terhadap fasilitas pembiayaan yang telah
diberikan bank.
10. Memonitoring kegiatan komersil dan melaporkan hasil tersebut
secara intern maupun ekstern sepanjang hal tersebut diperlukan.
11. Melaksanakan semua peraturan, ketentuan dan prosedur yang
telah ditetapkan oleh managemen bank maupun Bank Indonesia.
12. Melaksanakan tugas-tugas lain yang dibebankan oleh managemen.
i. Account Officer
Fungsi :
o Melakukan pembinaan dan pengawasan atas nasabah pembiayaan.
o Melaksanakan penelitian setiap individual pembiayaan baik yang
akan diberikan pembiayaan maupun setelah diberikan pembiayaan
mengenai kelengkapan persyaratan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Atasan langsung : Manager Marketing
Tugas :
1. Menerima dan melayani para nasabah baik dalam rangka
permohonan pembiayaan serta jasa perbankan lainnya.
2. Melakukan investigasi terhadap nasabah, baik yang telah atau akan
mendapatkan fasilitas pembiayaan kemudian melaporkan kepada
Manager Marketing.
3. Melaksanakan penyusunan laporan nominatif pembiayaan.
4. Melakukan transaksi atas jaminan dan merekomendasikan kepada
bagian analisis pembiayaan.
5. Melakukan peninjauan ke lapangan atas usaha, tempat tinggal,
keberadaan agunan / jaminan calon nasabah.
6. Melakukan pengawasan dan pembinaan atas debitur secara
periodik serta mengelola mutu pembiayaan dengan membuat
laporan tertulis berkala.
7. Membuat laporan- laporan kegiatan intern atau ekstern.
8. Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh atasan
j. Analis Pembiayaan
Fungsi :
Melakukan analisa ekonomis dan yuridis atas proposal pembiayaan
yang diajukan dan memberikan penilaian kelayakan terhadap
proposal tersebut.
Atasan langsung : Manager Marketing
Tugas :
1. Melakukan peninjauan lapangan atas usaha, tempat tinggal,
agunan dll. Berkaitan dengan pengajuan pembiayaan.
2. Membuat laporan analisa atas kelayakan pengajuan pembiayaan
calon debitur.
3. Membuat memo untuk pengecekan sertifikat atau jaminan yang
dianggap perlu di cek keabsahannya.
4. Memberikan saran-saran kepada Account Officer sehubungan
dengan hasil analisanya.
5. Membuat laporan-laporan kegiatan intern atau ekstern.
6. Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh atasan.
3) Personalia
a. Data Karyawan
Karyawan atau tenaga kerja BPRS Bhakti Haji Malang bukan hanya
sebagai asset perusahaan melainkan dipandang sebagai mitra kerja bagi
perusahaan yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan.
Adanya perbedaan jabatan dari tingkat tertinggi sampai pada tingkat
terendah hanya disebabkan perbedaan tugas dan tanggung jawab masingmasing.
Jumlah karyawan merupakan faktor penting bagi perusahaan
sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan karyawan yang ada.
Adapun jumlah karyawan BPRS Bhakti Haji Malang dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut :
Tabel 4.4
Jumlah Karyawan
Jabatan Jumlah
Direksi 1
Internal control 1
Bag. Marketing :
Tab. Dan Deposito 1
Bag. Pembiayaan 1
Adm. Pembiayaan 1
Penagihan 1
Bag. Operasional :
Pembukuan 1
Teller 1
Bag. Umum / Personalia 1
Keamanan 2
Jumlah 11
Sumber: BPRS Bhakti Haji Malang
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan faktor penting bagi perusahaan
sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan karyawan yang ada.
Adapun tingkat pendidikan karyawan BPRS Bhakti Haji Malang beragam,
untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.5
Tingkat Pendidikan
Jabatan Pendidikan
Direksi S1
Internal control S1
Bag. Marketing :
Tab. Dan Deposito SLTA
Bag. Pembiayaan S1
Adm. Pembiayaan SLTA
Penagihan SLTA
Bag. Operasional :
Pembukuan S1
Teller S1
Bag. Umum / Personalia S1
Keamanan SLTP
Jumlah 11
Sumber: BPRS Bhakti Haji Malang
c. Jam Kerja
Karyawan pada BPRS Bhakti Haji Malang ini bekerja setiap hari
Senin-Jumat mulai pukul 08.00-16.30. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.6
Jam kerja
Hari Jam
Senin-Kamis:
Masuk 08.00-12.00
Istirahat 12.00-12.30
Masuk 12.30-16.30
Jumat:
Masuk 08.00-11.00
Istirahat 12.00-12.30
Masuk 12.30-14.00
Sabtu dan Minggu Libur
Sumber: BPRS Bhakti Haji Malang
3. Produk-produk BPRS Bhakti Haji Malang
Karena pola konsumsi dan pola simpanan yang diajarkan dalam
syariat Islam memungkinkan kita untuk mempunyai kelebihan pendapatan
yang harus di produktifkan dalam bentuk investasi, maka Bank Perkreditan
Rakyat Syariah Bhakti Haji Malang menawarkan berbagai produk yang
bersifat menghimpun dana dan menyalurkan kepada masyarakat. Adapun
produk tersebut adalah sebagai berikut :
1. Produk Penghimpunan Dana
a. Tabungan Amanat
Tabungan ini di peruntukkan untuk umat, yayasan, pesantren,
tempat ibadah dan Majelis Ta’lim yang menginginkan uangnya di
simpan dengan aman. Keuntungan dengan nisbah bagi hasil 50% :
50% dan dapat diambil sewaktu-waktu. Untuk pengambilan deposito
dalam jumlah lebih dari Rp. 2.000.000,- nasabah harus
memberitahukan terlebih dahulu.
b. Tabungan Pelajar dan Santri
Tabungan ini merupakan tabungan pelajar dan santri dalam
mencapai cita-cita dan persiapan untuk melanjutkan ke pendidikan
yang lebih tinggi, pengambilannya hanya dilakukan tiap semester atau
apabila ada keperluan untuk sekolah/pendidikan.
Fasilitas dari tabungan ini adalah :
• Santri atau pelajar yang berprestasi tinggi bisa memperoleh hadiah
• Tersedianya fasilitas antar jemput dalam penyetoran dan
pengambilan dana tabungan oleh petugas bank.
c. Tabungan Keluarga
Tabungan ini di tujukan pada keluarga, agar mereka dapat
menyimpan uangnya dengan aman. Tabungan ini mempunyai fasilitas
antara lain :
• Fasilitas tabungan bagi ibu rumah tangga dalam menghimpun
dana dari kelebihan belanja sehari-hari dengan mendapatkan hasil
sesuai dengan nisbah yaitu sebesar 50 : 50 dan pengambilannya
dapat dilakukan sewaktu-waktu.
• Tersedia kotak uang, penjemputan dan penyetoran tabungan
langsung di kediaman nasabah oleh petugas bank tanpa di pungut
biaya.
d. Tabungan Haji
Merupakan suatu tabungan yang ditujukan kepada umat
yang ingin menyiapkan dana untuk persiapan haji. Adapun
fasilitas yang ada dalam tabungan ini adalah :
• Fasilitas tabungan bagi umat yang ingin mempersiapkan dana
untuk pelaksanaan haji dengan prinsip wadiah atau titipan.
• Pengambilan hanya dapat dilakukan pada saat pelaksanaan
ibadah haji, kecuali tertulis dalam perjanjian yang dibuat
sebelumnya.
e. Tabungan Qurban
Tabungan yang ditujukan kepada umat yang ingin
menyiapkan dana untuk ibadah qurban. Adapun fasilitas dalam
tabungan ini adalah
• Fasilitas tabungan bagi umat Islam yang ingin menyiapkan ibadah
qurban dengan prinsip wadiah atau titipan.
• Pengambilan hanya dapat dilakukan pada saat pelaksanaan
ibadah qurban kecuali dengan perjanjian sebelumnya.
f. Deposito Mudharabah
Investasi mulia berdasarkan syariah Islam dengan nisbah
bagi hasil keuntungan yang telah ditentukan sebelumnya.
g. Titipan Zakiqoh
Suatu bentuk titipan Zakat, Infaq, Shadaqah yang di
salurkan sesuai amanat dengan prinsip wadiah (titipan). Dana ini
disalurkan untuk pembiayaan Al-Qardhul Hasan atau Fakir miskin
dan Yatim Piatu.
h. Pemilikan Saham
Kepemilikan saham BPRS Bhakti Haji Malang ditujukan untuk :
• Masyarakat umum baik perseorangan maupun organisasi
yang bermaksud memiliki saham perseroan terbatas (PT)
BPRS Bhakti Haji Malang.
• Nilai umum saham sebesar Rp 10.000,- dan Rp 100.000,-
2. Produk Penyalur Dana
a. Pembiayaan Murabahah
Suatu bentuk pembiayaan yang ditujukan kepada masyarakat dengan
prinsip jual beli. Pembiayaan tersebut disalurkan ke berbagai sektor
misalnya seperti sektor pertanian, perdagangan, pengusaha kecil,
peternak.
b. Al-Qardhul Hasan
Al-Qardhul hasan adalah suatu pinjaman yang diberikan atas dasar
kewajiban sosial semata, dimana peminjam tidak berkewajiban untuk
mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman dan biaya
administrasi. Yang termasuk didalam pembiayaan ini adalah
pembiayaan kaki lima atau mlijo yaitu ditujukan untuk pedagang
kecil.
c. Musyarakah
Adalah suatu pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, yaitu pihak bank
dan nasabah sama-sama menyediakan dana untuk membiayai usaha
tertentu.
B. Pembahasan Data Hasil Penelitian
1. Penerapan Sistem Pengendalian Pembiayaan Murabahah Pada BPRS
Bhakti Haji Malang
Produk-produk pembiayaan yang ada pada BPRS Bhakti Haji Malang
diantaranya adalah pembiayaan murabahah, pembiayaan musyarakah dan Al-
Qardhul Hasan. Pembiayaan murabahah merupakan kegiatan penyaluran
pembiayaan yang utama. Adapun yang menjadi landasan syariah
dilaksanakannya murabahah adalah QS. An-Nisa:29 yaitu,
“. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu…”.
Aplikasi pembiayaan murabahah yang ada pada BPRS BHM adalah
untuk pembiayaan konsumtif dan pembiayaan produktif. Untuk pembiayaan
produktif BPRS BHM membagi pembiayaan menjadi dua yaitu:
a. Pembiayaan untuk tujuan investasi, yaitu untuk mendanai sarana
usaha, mesin, tanah, peralatan dan kendaraan untuk usaha. Contoh
ilustrasi dalam prakteknya pada BPRS BHM sebagai berikut yaitu
apabila nasabah ingin membeli tanah (merupakan bentuk investasi)
kemudian nasabah tersebut mengajukan pembiayaan kepada BPRS,
maka pihak BPRS akan membelikan tanah tersebut dengan
memberitahukan harga pokok pembelian ditambah dengan margin
yang diinginkan dan kemudian nasabah akan membayarnya melalui
angsuran. Hal inilah yang disebut dengan pembiayaan untuk tujuan
investasi yang ada pada BPRS BHM.
b. Pembiayaan untuk tujuan modal, yaitu untuk mendanai kebutuhan
barang dagangan, bahan baku produksi dan sejenisnya (pembiayaan
inventory atau persediaan). Contoh dalam prakteknya pada BPRS
BHM adalah misalnya debitur yang seorang tukang ojek minta
kepada bank untuk dibelikan sepeda motor, kemudian pihak bank
akan membelikannya selanjutnya motor tersebut akan digunakan
untuk mengojek maka ilustrasi diatas merupakan pembiayaan untuk
tujuan modal kerja yang dipraktekkan pada BPRS BHM.
Alasan mengapa BPRS BHM lebih memilih menerapkan pembiayaan
murabahah adalah Pertama, karena segmentasi pasar yang di utamakan oleh
BPRS BHM adalah pedagang kecil, peternak, petani, pengusaha kecil dan
menengah. Kedua, adanya keterbatasan manajemen bank seperti modal,
karyawan dan lain sebagainya. Ketiga, pernah ditawarkan alternatif
pembiayaaan lain tetapi dalam prakteknya menemui kendala karena adanya
keterbatasan misalnya personel, resiko pembiayaan yang besar dll. Keempat,
karena karakteristik murabahah yang dalam perhitungannya mudah serta
karakteristik debitur yang kurang memadai bila dilihat dari segi manajemen
usaha, tingkat pendidikan maka debitur membutuhkan pembiayaan yang relatif
sederhana, cepat dan mudah. Poin pentingnya adalah karena dalam pembiayaan
mudharabah dan musyarakah nasabah harus mempunyai ketersediaan data
keuangan yang rutin dan konsisten sehingga para nasabah akan lebih memilih
melakukan pinjaman dengan akad murabahah ini.
Dominasi murabahah tersebut sebesar 90% dari pembiayaan yang ada
dapat dilihat pada tabel 2.1 diatas bahwa pada tahun 2004 sampai tahun 2005
pembiayaan murabahah mengalami peningkatan yaitu dari 93,30% menjadi
94,78% dari total pembiayaan yang ada, kemudian pada 2006 mengalami
penurunan menjadi 91,13 % tetapi penurunan tersebut tidak begitu drastis dan
masih menempatkan pembiayaan murabahah pada posisi yang dominan dari
pembiayaan yang ada.
Sebenarnya BPRS BHM juga membuka peluang bagi pembiayaan yang
lain seperti pembiayaan musyarakah dan pembiayaan al-qardhul hasan. Masih
berdasarkan pada tabel 1.2 diatas, memperlihatkan bahwa porsi pembiayaan
musyarakah mulai tahun 2004 sampai 2006 hanya memberikan kontribusi yang
sedikit bila dibandingkan dengan pembiayaan murabahah tetapi dalam
prakteknya pihak BPRS belum maksimal dalam menerapkannya hal ini
dikarenakan adanya keterbatasan serta kesiapan bank dalam segala aspek selain
itu nasabah yang mengajukan pembiayaan tersebut hanya beberapa orang saja.
Untuk pembiayaan al-qardhul hasan yang ada pada BPRS BHM lebih ditujukan
bagi pedagang kecil seperti pedagang kaki lima dan mlijo, adapun fasilitas yang
diberikan oleh pihak BPRS adalah pembiayaannya diberikan secara
berkelompok dan setiap kelompok pemohon pembiayaan harus disertai dengan
referensi dari tokoh agama dan pengembaliannya dilakukan berdasarkan harian
atau mingguan tetapi BPRS lebih menekankan pada pengembalian mingguan
karena disesuaikan berdasarkan keadaan usaha pedagang tersebut. (Sumber :
Neraca Publikasi BPRS BHM)
Sistem Pengendalian Pembiayaan pada BPRS Bhakti Haji Malang
tercermin dalam struktur organisasi bagian pembiayaan, sistem dan prosedur
pembiayaan yaitu dimulai dari proses pengajuan permohonan pembiayaan,
pencairan pembiayaan sampai pada pelunasan pembiayaan, adanya usaha
pengawasan serta pembinaan yang dilakukan pihak manajemen BPRS Bhakti
Haji Malang terhadap pembiayaan tersebut. Semua sistem tersebut
dimaksudkan untuk memperlancar proses pemberian pembiayaan pada nasabah
yang berhak dan layak untuk mendapatkan pembiayaan serta menjamin
pengembalian pembiayaan tersebut yang dilakukan oleh nasabah. Sistem
pengendalian yang telah dilakukan oleh BPRS BHM mencakup pengendalian
internal (Internal Control) yaitu sistem pengendalian yang dilakukan oleh
karyawan atau manajemen BPRS sendiri, yaitu mencakup adanya pencegahan
dan penyelesaian pembiayaan yang bermasalah seperti yang akan dijabarkan
selanjutnya dalam bab ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan P. Rahmat Budi P. selaku Account
Officer pada tanggal 10 Agustus 2007 pukul 10.00-11.00 di kantor BPRS BHM
yang menjelaskan bahwa :
“ Pengendalian pembiayaan merupakan kegiatan yang penting bagi
BPRS BHM untuk menjaga agar dana yang disalurkan kepada masyarakat dapat
kembali tepat waktu dan sesuai dengan jumlah yang telah disepakati bersama,
untuk penerapan struktur pengendalian atas kegiatan pembiayaan secara umum
BPRS BHM tidak berpegang pada pedoman pengendalian tertulis melainkan
didasarkan pada arahan direksi sesuai dengan AD/ART serta diskusi antara
direksi dengan karyawan dan hanya sedikit berdasarkan aturan tertulis, surat
edaran, atau juklak pelaksanaan. Sistem pengendalian tercermin dalam struktur
organisasi pembiayaan, usaha pengawasan dan pembinaan terhadap
pembiayaan yang disalurkan. Bagi BPRS BHM tujuan dari adanya pengendalian
pembiayaan yaitu untuk memanage pembiayaan yang diberikan agar senantiasa
lancar tanpa mengalami adanya suatu kemacetan”.
Kegiatan pengendalian pembiayaan pada BPRS BHM ini dilakukan oleh
Account Officer (AO), yang membawahi beberapa nasabah yaitu dimulai dari
awal pada saat nasabah akan mengajukan pembiayaan antara lain melakukan
wawancara awal yaitu dilakukan survey serta mencocokkan data yang sudah
ada, kemudian melakukan penetapan persyaratan pengajuan pembiayaan yang
mencukupi. Penetapan persyaratan yang dimaksudkan adalah untuk
memberikan jaminan keamanan atas pemberian pembiayaan yang disalurkan
kepada nasabah. Disamping itu pengendalian pembiayaan juga dilakukan
melalui formulir-formulir yang disediakan dalam kegiatan pembiayaan. Dengan
formulir-formulir yang telah dirancang sedemikian rupa tersebut, pihak BPRS
berusaha untuk mendapatkan data yang dibutuhkan secara lengkap serta
merupakan bukti dari setiap transaksi yang terjadi antara pihak BPRS dan
nasabah. Sehingga jika terjadi sesuatu dengan nasabah atau pembiayaan yang
diambil nasabah tersebut, pihak BPRS masih dapat menyelesaikan
permasalahannya melalui data dan dokumen yang sudah terkumpul dan
disimpan oleh pihak BPRS.
Salah satu aspek yang yang terdapat pada sistem pengendalian adalah
adanya aspek organisasi, adapun struktur organisasi yang ada pada BPRS Bhakti
Haji Malang relatif sederhana dan fungsional, tidak terdapat struktur organisasi
pembiayaan secara khusus tetapi menjadi satu kesatuan dengan struktur
organisasi secara umum seperti yang terdapat pada gambar 4.3 diatas, hal ini
dikarenakan ruang lingkup BPRS BHM yang berada diarea lokal kecamatan dan
kabupaten Malang serta mempunyai satu kantor dan tidak mempunyai unit-unit
cabang yang banyak dan menyebar di beberapa daerah, jumlah karyawan yang
terbatas dan memiliki lingkup usaha yang tidak terlalu besar sehingga organisasi
pembiayaannya sangat sederhana. Selaras dengan teori yang dikemukakan oleh
Sinungan (1993: 227) yaitu untuk mencapai tujuan organisasi, maka penyusunan
struktur organisasi harus di buat secara sederhana, efektif serta dapat bekerja
efisien. Oleh karena perkreditan atau pembiayaan merupakan tugas pokok dari
bank, maka organisasi pembiayaan akan sangat menentukan sekali bagi
kelancaran usaha bank tidak terkecuali BPRS BHM. Organisasi
kredit/pembiayaan tidak sama di setiap bank baik yang konvensional maupun
bank yang berbasis syariah, ini disesuaikan dengan struktur pemisahan, besar
dan kecilnya bank tersebut. Bila bank itu mempunyai satu kantor saja dan
bergerak di area lokal maka organisasi kreditnya akan sangat sederhana. Secara
garis besar struktur organisasi BPRS BHM dibagi menjadi dua yaitu bagian
marketing dan bagian operasional, karena urusan pembiayaan ini berkaitan
dengan bagian marketing maka personel yang terlibat di dalamnya adalah:
a. Account Officer
Fungsi dari AO (Account Officer) adalah melakukan pembinaan dan
pengawasan atas nasabah-nasabah pembiayaan dan juga
melaksanakan review (penelitian) setiap individual pembiayaan baik
yang akan diberikan pembiayaan maupun setelah diberikan
pembiayaan mengenai kelengkapan persyaratan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
b. Analis Pembiayaan
Melakukan analisa ekonomis dan yuridis atas proposal pembiayaan
yang diajukan dan memberikan penilaian kelayakan terhadap
proposal tersebut.
c. Administrasi Pembiayaan
Melaksanakan administrasi, monitoring dan memelihara kelengkapan
administrasi pembiayaan dan dokumentasi.
Walaupun struktur organisasi tersebut dapat dikatakan memenuhi
standart tetapi masih terdapat adanya kelemahan misalnya untuk dewan direksi
yang seharusnya dijelaskan siapa saja yang mengisi jabatan tersebut apakah
direktur utama, direktur operasional, ataukah direktur marketing, selain itu
dalam struktur organisasi yang berkaitan dengan bagian marketing harus ada
bagian hukum dan bagian pembiayaan bermasalah.
Secara periodik pihak manajemen BPRS BHM melakukan rolling jabatan
hal ini dilakukan bagi karyawan yang berkompeten dan relevan. Tetapi karena
adanya keterbatasan karyawan dalam prakteknya BPRS BHM masih melakukan
perangkapan jabatan, dengan adanya peningkatan debitur maka bagian yang
harus diperhatikan adalah bagian pembiayaan yang notabene memerlukan
tenaga, keahlian dan perhatian yang besar sehingga BPRS BHM perlu
menambah personel pada bagian ini agar tidak terjadi kendala dalam menangani
pembiayaan karena tidak imbangnya jumlah karyawan dengan jumlah debitur.
Bentuk pengendalian yang selanjutnya adalah sistem dan prosedur
pembiayaan, sistem merupakan kerangka dari sejumlah prosedur yang saling
berhubungan yang disusun dengan suatu pola tertentu. Sistem dan prosedur
peminjaman merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh nasabah untuk
dapat memperoleh pembiayaan dari BPRS BHM. Persyaratan yang harus
dipenuhi oleh nasabah dalam mengambil pembiayaan menjadi pertimbangan
utama, bagi setiap nasabah yang akan mengambil pembiayaan di BPRS BHM
harus melalui suatu proses penilaian yang dilakukan secara objektif oleh pihak
BPRS BHM dan kemudian pembiayaan itu sendiri akan diberikan kepada calon
nasabah yang memberikan keyakinan yang akan dianalisis oleh pejabat yang
berwenang dari berbagai unsur serta berdasarkan hasil penilaian bahwa nasabah
tersebut dapat mengembalikan pembiayaanya sesuai dengan kesepakatan,
apabila nasabah tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya maka pihak BPRS
dapat menguasai jaminan dalam nilai yang cukup untuk membayar segala
kewajibannya. Dalam prosedur pembiayaanya bank berusaha untuk tidak
meninggalkan sikap profesionalisme dan prinsip kehati-hatian sebagaimana
firman Allah SWT,
“ Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekalikali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
‘ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu
berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.
Berdasarkan data yang ada pada BPRS BHM maka mekanisme atau
prosedur pembiayaannya dapat diilustrasikan pada gambar 4.4 sebagai berikut:
Gambar 4.4
Prosedur Pembiayaan Murabahah
BPRS Bhakti Haji Malang
PENGAJUAN PERMOHONAN
PENGUMPULAN DATA DAN
VERIFIKASI KE TEMPAT USAHA
ANALISA PEMBIAYAAN
PUTUSAN PEMBIAYAAN
Sumber: Data diolah
Penjelasan dari gambar 4.4 mengenai sistem dan prosedur
pembiayaan murabahah yang ada pada BPRS Bhakti Haji Malang adalah
sebagai berikut :
a. Langkah awal adalah pemohon atau calon nasabah datang ke bank
mengajukan pembiayaan dengan melengkapi syarat administrasi yang
ditentukan. Nasabah akan diterima oleh bagian pembiayaan yang
kemudian akan menjelaskan prosedur yang harus dilalui oleh nasabah
apabila akan mengajukan permohonan serta akan memeriksa
kelengkapan persyaratan yang dibawa oleh calon debitur tersebut.
b. Surat permohonan pembiayaan tersebut akan diajukan kepada
Direksi. Kemudian bagian administrasi pembiayaan akan memeriksa
kelengkapan dokumen-dokumen calon nasabah yang akan
mengajukan permohonan pembiayaan. Adapun dokumen-dokumen
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Fotocopy KTP atau tanda pengenal lainnya
2. Fotocopy KK dan Kartu identitas istri atau suami
3. Surat Ijin Usaha (SIU)
4. Fotocopy dokumen kepemilikan jaminan
5. Rekening koran debitur beberapa bulan terakhir (apabila ada)
Setelah semua kelengkapan yang dibawa oleh calon nasabah
dinyatakan memenuhi syarat maka akan dilakukan proses lebih lanjut
oleh bagian pembiayaan.
c. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data dan verifikasi ke tempat
usaha debitur yang dilakukan oleh bagian pembiayaan khususnya
bagian analis pembiayaan, pada tahap ini bank akan memperoleh
gambaran mengenai keadaan debitur yang sebenarnya. Adapun
kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah :
Melakukan crosscheck atas data yang diberikan debitur sebelumnya.
Mencari referensi atas keterangan yang diberikan debitur yaitu
biasa melalui rekanan usaha, pelanggan, tokoh ulama setempat,
bank yang pernah atau sedang menjadi kreditur dan seterusnya.
Memeriksa kembali dokumen-dokumen atau keadaan jaminan
debitur yang menjadi persyaratan dalam mengajukan pembiayaan.
Bagian analisis pembiayaan akan memperoleh data lebih rinci dari
pihak debitur yang disesuaikan dengan kebutuhan bank serta akan
diuraikan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan dan Penilaian
Permohonan Pembiayaan (LHP4) yang berupa :
i. Identitas diri pemohon seperti nama, umur, alamat, pekerjaan
dan jenis pembiayaan yang diajukan.
ii. Informasi dasar
iii. Aspek manajemen
iv. Aspek teknis/produksi
v. Aspek pemasaran
vi. Aspek keuangan
vii. Aspek jaminan
d. Kemudian setelah memperoleh data yang lengkap selanjutnya akan
dilakukan analisis mengenai permohonan pembiayaan tersebut.
Analisa dilakukan berdasarkan prinsip 5C kredit, yaitu:
1. Analisis watak (Character)
2. Analisis kemampuan (Capacity)
3. Analisis modal (Capital)
4. Analisis kondisi (Condition of Economy)
5. Analisis agunan (Collateral)
e. Setelah berkas LPH4 selesai dibuat maka diajukan ke Direksi untuk
meminta rekomendasi dan menghasilkan putusan pembiayaan :
ditolak atau disetujui, jika ditolak diserahkan ke bagian pembiayaan
untuk disimpan di file pengajuan pembiayaan yang ditolak dan
apabila di setujui disampaikan kepada calon debitur.
f. Tahap berikutnya adalah dibuatkan perjanjian pembiayaan yang
dibuat oleh administrasi pembiayaan yang berisikan dokumendokumen
yang berguna untuk melindungi hak serta kewajiban
masing-masing pihak yang melakukan perjanjian.
g. Setelah berkas/dokumen disiapkan maka kedua belah pihak (bank
dan debitur) mengadakan penandatangan perjanjian pembiayaan dan
pengikatan jaminan.
h. Jika kedua belah pihak menyetujui isi perjanjian pembiayaan tersebut,
maka dilakukan pencairan pembiayaan yang bisa dicairkan sekaligus
ataupun bertahap tergantung kebutuhan debitur. Apabila pencairan
pembiayaan dilakukan bertahap maka sebagian dana dimasukkan
dalam rekening debitur bank dan diblokir sampai saat pencairan
berikutnya.
i. Setelah pencairan pembiayaan selesai maka AO akan melakukan
pemantauan pembiayaan dengan tujuan apakah pembiayaan yang
diberikan telah memenuhi sasaran dan bagian pembiayaan dapat
melakukan pengawasan dan pembinaan agar pembiayaan tersebut
tidak menjadi pembiayaan yang bermasalah.
Pada BPRS BHM setiap nasabah yang akan mengambil pembiayaan tidak
ada karakteristik tertentu, semua jenis usaha dapat mengajukan permohonan
pembiayaan. Apabila proses pembiayaan sudah berlangsung maka tahap
selanjutnya adalah dilakukan pengawasan serta pembinaan pembiayaan. Dalam
rangka pengamanan fasilitas pembiayaan, bank melakukan pengawasan yang
seksama atas perjalanan pembiayaan baik secara keseluruhan maupun secara
individual per nasabah atau debitur.
Sebagai suatu bank aktivitas utama BPRS BHM adalah berupa
pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan
resiko pembiayaan macet yang apabila jumlahnya besar dapat mempengaruhi
tingkat kesehatan bank. Disamping itu BPRS BHM yang beroperasi
berlandaskan prinsip syariah maka ia pun harus konsisten dengan konsep
syariah tersebut. Karena dana yang masuk ke BPRS BHM adalah dari umat yang
memberikan amanah kepada BPRS BHM untuk mengelola uang tersebut.
Karena alasan tersebut diatas maka masalah pemantauan terhadap
pembiayaan setelah diberikan kepada nasabah yang disebut pula dengan
aktivitas pengawasan harus dilaksanakan oleh pihak BPRS BHM dengan sebaik
mungkin. Langkah pengamanan ini dilakukan secara kontinyu yaitu dimulai
dari sejak bank akan merencanakan untuk memberikan pembiayaan.
Pengawasan yang dilakukan oleh pihak BPRS BHM terhadap pembiayaan
terutama pembiayaan murabahah yang diberikan kepada debitur yaitu
dilakukan sejak nasabah tersebut melakukan pencairan atau penarikan terhadap
pembiayaan yang telah disetujui oleh BPRS BHM. Pengawasan dilakukan baik
secara aktif maupun pasif seperti halnya dalam perbankan konvensional.
Adapun pengawasan aktif yang dilakukan oleh BPRS BHM adalah dengan
terjun langsung mengunjungi tempat usaha debitur (kunjungan on the spot) yang
bertujuan untuk mengetahui langsung jalannya aktivitas usaha debitur dan
penggunaan pembiayaan yang telah diberikan, pengawasan aktif ini akan lebih
diutamakan untuk debitur yang bermasalah. Apabila ada debitur yang dalam
usahanya mengalami penurunan , pihak BPRS BHM akan mencoba menganalisa
dan dan membantu memperbaikinya sehingga diharapkan usaha nasabah dapat
terselamatkan dan pembiayaan dapat dikembalikan tepat pada waktunya.
Secara umum pengawasan yang dilakukan oleh BPRS BHM sama dengan bankbank
lain secara keseluruhan namun bedanya BPRS BHM menerapkan sifat
kekeluargaan yaitu melalui pendekatan moral dan agama, dimana BPRS BHM
berperan sebagai partner usaha dan bukan semata-mata sebagai pemilik uang
sehingga debitur akan lebih lebih bersikap tenang serta dapat terbuka dalam
pengelolaan usahanya (Hasil wawancara dengan AO Pada Tanggal 10 Agustus
2007 pukul 10.00-11.00 di kantor BPRS BHM)
Secara garis besar aktivitas yang dilakukan oleh bagian
pembiayaan dalam pengawasan pembiayaan ini adalah sebagai berikut :
1. Monitoring review kegiatan debitur, kegiatan ini bertujuan untuk
mengetahui perkembangan usaha debitur sehubungan dengan
pembiayaan yang telah diberikan. Informasi ini dapat diperoleh
langsung melalui report-report yang diberikan oleh debitur.
2. Review Dokumentasi, yaitu meneliti ulang dokumentasi yang telah
diberikan oleh debitur.
3. Pengelolaan jaminan. Untuk jenis pembiayaan murabahah karena
jaminannya adalah barang yang dibiayai, maka tidak perlu ada
pengelolaan jaminan. Tetapi apabila jaminan merupakan barang milik
nasabah maka perlu dilakukan pengelolaan jaminan. Disini bank tidak
secara langsung menyita atau menjual jaminan yang dimaksud namun
masih mengusahakan agar penjualan tersebut dilakukan sendiri oleh
debitur yang bersangkutan. Karena nilai jaminan yang jauh lebih besar
maka bila penjualan jaminan telah dilakukan bank hanya akan
menerima sejumlah kewajiban yang masih harus dibayar debitur,
bukan menguasai seluruh nilai jaminan
Sedangkan untuk pengawasan pasifnya, BPRS BHM melakukannya
melalui telepon ataupun memberikan surat kepada debitur hal ini dilakukan
setiap hari yang bertujuan untuk memberitahukan apabila ada dokumen yang
sudah kadaluarsa dan perlu diperbaharui misalnya seperti KTP, KK dll,
melakukan review terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
perjanjian pembiayaan debitur dan mencermati lalu lintas pembayaran angsuran
melalui kartu angsuran debitur yang bersangkutan. Untuk teknis pembiayaan
murabahah itu sendiri pengawasannya dilakukan tiap hari mulai dari angsuran
debitur, slip pembayaran, dokumen-bagian pembiayaan sampai kemudian pada
direksi. Menurut P. Rahmat Budi P selaku AO BPRS BHM menyatakan bahwa
dalam kegiatan pengawasan ada komite tersendiri yang bertugas melakukan
pengawasan terhadap debitur yaitu komite pembiayaan yang terdiri dari
Direksi, Manajer Pembiayaan, dan Bagian Pembiayaan yang diisi oleh analis
pembiayaan.
Setelah analis pembiayaan melakukan kegiatan pengawasan maka
langkah selanjutnya adalah melakukan pembinaan yaitu sebagai tindak lanjut
dari kegiatan pengawasan pembiayaan, kegiatan pembinaan terhadap debitur
merupakan salah satu jenis pengendalian yaitu termasuk dalam Preventif Control
of Credit. Nasabah perlu dibina agar usahanya maju dan berkembang sehingga ia
akan dapat memenuhi kewajibannya secara baik, pembinaan dilakukan oleh
Account Officer (AO) hal ini diberlakukan baik bagi debitur yang tidak
bermasalah maupun yang bermasalah. Untuk menangani pembiayaan yang
bermasalah khususnya yang dikategorikan macet, BPRS BHM membentuk suatu
tim yang terdiri dari Manager, Direksi I dan Direksi II serta bagian pembiayaan,
hal pertama yang dilakukan adalah pengklasifikasian collectibilitas pembiayaan,
kemudian tim tersebut akan mendatangi nasabah yang bermasalah yaitu untuk
mengklarifikasikan masalah berdasarkan penyebab kemudian akan menindak
lanjuti dan menganalisa kembali berdasarkan prinsip 5C (Character,
Capital,Capacitiy, Condition of Economic, Collateral). Setelah itu pihak BPRS BHM
akan memberikan alternatif solusi sebagai pemecahan masalah tersebut dan
masih akan melakukan pembinaan terhadap debitur tersebut, tetapi adakalanya
terdapat suau kasus yaitu setelah dilakukan survey ternyata debitur tersebut
mangkir untuk membayar angsuran dengan sengaja maka padahal kondisi
usahanya bisa dikatakan lancar BPRS akan memberikan denda sebagai motivasi
agar debitur segera melunasi pinjamannya, karena didalam Islam tidak
melarang pengenaan denda atas pelanggaran perjanjian yang dilakukan dengan
sengaja (Hasil wawancara dengan AO pada tanggal 10 Agustus 2007 pukul
10.00-11.00 di BPRS BHM, diolah oleh peneliti). Konsistensi pembinaan terhadap
debitur mutlak dilakukan untuk mencegah debitur melakukan tindakan yang
akan merugikan kedua belah pihak terutama bank. Kasus yang seringkali
dialami oleh pihak BPRS BHM dalam melakukan pembinaan terhadap debitur
peneliti akan memberikan ilustrasi sehingga diharapkan dapat menambah
pemahaman. Misalnya Debitur F adalah seorang pedagang sayur-mayur,
biasanya pedagang tersebut menerima barang dagangan dari supplier dan
kemudian dijual di pasar. Suatu waktu pedagang tersebut sudah menerima
pencairan pembiayaan dan mulai melakukan proses pengangsuran pembiayaan,
kemudian Debitur tersebut melaporkan kepada BPRS BHM bahwa ia mengalami
kesulitan penjualan sehingga mempengaruhi pembayaran angsuran. Pada saat
itu pihak BPRS BHM akan melakukan survey yang bertujuan untuk mengetahui
apa penyebab Debitur F tidak dapat melakukan pembayaran angsuran, setelah
melakukan proses dan pendekatan pihak BPRS dapat menghubungkan debitur
F tersebut dengan debitur lainnya misalnya seperti debitur yang mempunyai
usaha warung makan , mereka bersedia membeli produk dari debitur F dengan
harga serta kemudahan yang ditawarkan. Dalam melakukan pembinaan BPRS
BHM masih belum optimal karena adanya keterbatasan personel karyawan.
BPRS akan melakukan sejumlah tindakan agar debitur tersebut dapat melunasi
kembali kewajibannya, seperti me-review indikasi adanya pembiayaan
bermasalah, mengadakan pendekatan dan pertemuan dengan debitur untuk
membahas permasalahan yang dihadapi, membuat analisa perpanjangan
pembiayaan kemudian diserahkan kepada direksi dan apabila direksi
menyetujui maka debitur akan menandatangani surat perjanjian perpanjangan
pembiayaan sebagai revisi dari perjanjian sebelumnya. Dari semua kegiatan
pengamanan dan penyelesaian pembiayaan yang bermasalah tersebut berarti
pihak BPRS telah melakukan pengendalian dalam bentuk repressive control
sehingga akan meminimalisir terjadinya pembiayaan yang bermasalah dan
pembiayaan yang telah disalurkan dapat kembali.
Sistem pengendalian yang ada pada BPRS BHM selanjutnya adalah audit
control yaitu penilaian masalah yang berkaitan dengan pembukuan, audit
keuangan atas laporan keuangan. Bentuk pengendalian ini dilakukan oleh
bagian pengawas intern sebagaimana tercermin dalam gambar struktur
organisasi diatas, pengawas intern akan membantu tugas direksi serta dewan
komisaris yang menyangkut hal-hal seperti melakukan verifikasi, pengawasan
dan melaksanakan pemeriksaan secara insidentil terhadap hal-hal yang bersifat
khusus, dari hasil pemeriksaan tersebut maka akan dibuat laporan hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang pengawas intern. Audit control pada
BPRS BHM dilakukan setiap tiga bulan sekali. Selain adanya audit control yang
dilakukan, pihak BPRS juga melakukan external auditor . Disini pengaudit
eksternal memberikan masukan kepada manajemen BPRS mengenai kondisi
BPRS, dari adanya audit yang dilakukan diharapkan adanya suatu penilaian
yang sangat netral terhadap obyek-obyek yang diperiksa, adapun audit eksternal
yang melakukan pemeriksaan adalah Bank Indonesia. (Hal ini sesuai dengan
wawancara yang dilakukan dengan Account Officer BPRS BHM pada tanggal 10
Agustus 2007 pukul 10.00-11.00 di kantor BPRS BHM)
1.1 Penentuan Margin (mark-up)
Margin adalah selisih antara harga beli dan harga jual yang merupakan
keuntungan kotor dalam transaksi jual beli barang. Margin tidak sama dengan
bunga karena margin sudah harus ditentukan pada awal perjanjian. Pada BPRS
Bhakti Haji Malang di dalam menentukan margin yaitu standartnya sama
dengan perbankan syariah lainnya.
Dalam transaksi jual beli murabahah yang diperjual belikan adalah
komoditi, disini bank akan menawarkan harga jual berdasarkan harga pokok
yang telah diberitahukan dengan jujur ditambah dengan keuntungan yang
diharapkan dari nasabah yang bertindak sebagai pembeli, sedangkan pembeli
melakukan penawaran sebesar harga pokok barang ditambah dengan
keuntungan yang diinginkan oleh nasabah. Dalam melakukan tawar menawar
pihak BPRS akan memberitahukan dengan jujur harga pokok barang yang akan
diperjual belikan, kemudian bank akan melakukan penawaran sebesar harga jual
dimana dari harga jual tersebut terdiri dari harga perolehan ditambah dengan
keuntungan. Dilain pihak nasabah selaku pembeli dapat melakukan penawaran
harga jual hingga akhirnya diperoleh kesepakatan antara pihak BPRS selaku
penjual dan dan nasabah debitur selaku pembeli sehingga tidak ada pihak yang
dirugikan atau terzalimi satu dengan yang lainnnya.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan AO mengenai penentuan margin
keuntungan, BPRS Bhakti Haji Malang menerapkan mekanisme sebagai berikut :
a. Berdasarkan besarnya keuntungan debitur dan tingkat perputaran usahanya.
Bank selaku pemilik modal dan calon debitur bersama-sama mengadakan
perhitungan omzet usaha, pendapatan serta biaya-biaya yang dikeluarkan
oleh debitur.
b. Menyesuaikan dengan kebutuhan (cost) dan keinginan bank. Dari laba kotor
yang diperkirakan akan diperoleh, bank masih akan membebankan biaya
administrasi kepada debitur. Kemudian berdasarkan keuntungan bersih
tersebut bank akan menawarkan sejumlah tertentu sebagai bagian margin
keuntungan bank. Biasanya margin yang ditawarkan maksimal 2,5% per
bulan dari keuntungan bersih yang diperoleh.
c. Adanya proses diskusi dan tawar-menawar antara bank dan calon debitur
dalam penetapannya. Margin yang diajukan bank tidak serta merta harus
dipenuhi, namun masih dibuka kesempatan bagi calon debitur untuk
melakukan negoisasi mengenai margin yang diinginkan.
d. Adanya kemungkinan dilakukannya perubahan atau penghapusan margin
keuntungan bank pada saat pembiayaan berjalan karena sesuatu alasan yang
diperbolehkan. Adakalanya pada saat pembiayaan berjalan muncul masalahmasalah
yang mengakibatkan pembayaran angsuran, baik pokok maupun
margin pembiayaan terganggu.
Perlu ditegaskan sekali lagi bahwa pembiayaan murabahah menganut
prinsip jual beli yang berbeda dari pembiayaan mudharabah yang menerapkan
bagi hasil murni, artinya keuntungan yang akan diperoleh bank tidak
tergantung pada fluktuasi usaha yang dijalankan debitur. Dalam hal ini bank
bertindak seolah-olah sebagai penjual yang menawarkan barang dagangannya
dengan harga pokok ditambah margin keuntungan bagi penjual, walaupun
sudah disepakati di awal perjanjian tetapi dalam prosesnya masih bisa
dimungkinkan terjadinya perubahan baik dari segi mekanisme maupun nominal
pembayaran dari debitur. Praktek penentuan margin seperti ini bisa dimaklumi
sepanjang potensi terjadinya kerugian dapat dieliminir terutama bagi pihak
bank. Untuk memperjelas mengenai perhitungan margin, di bawah ini penulis
akan memberikan ilustrasi sehingga diharapkan dapat menambah pemahaman.
Dalam mekanisme pembiayaan murabahah BPRS BHM menerapkan alternatif
sebagai berikut yaitu memberikan surat kuasa kepada debitur untuk melakukan
pembelian kepada supplier dan pihak BPRS akan melakukan pembayaran,
alternatif berikutnya adalah pihak BPRS melakukan pembelian sekaligus
pembayaran kepada supplier yang ditunjuk.
Untuk memberikan gambaran yang jelas dapat diberikan ilustrasi sebagai
berikut :
“ BPRS BHM dan Debitur P sepakat untuk melakukan jual beli pakan ternak
(Inventory /pengadaan persediaan ) dari Toko “A”sebanyak 10 Kwintal dengan
harga Rp. 75.000 per kwintal, beban lain yang dikeluarkan pihak BPRS
sehubungan pembelian pakan ternak tersebut adalah
- membayar biaya angkut pembelian sebesar Rp 50.000,00
Dari contoh ilustrasi tersebut yang dikategorikan sebagai harga pokok
(perolehan) oleh penjual (BPRS BHM) adalah :
Harga pakan ternak : 75.000 x 10 = Rp 750.000,00
Beban yang dikeluarkan = Rp 50.000,00
Total harga pokok pakan ternak = Rp 800.000,00
Margin yang diharapkan BPRS : Rp 10.000*= 1,25%
Total pengembalian : Rp 800.000 + Rp 10.000
= Rp 810.000,00
Angsuran pokok perbulan : Rp 810.000 /2 bln*
= Rp 40.500,00 / bulan
Dari perhitungan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut, pihak bank
selaku pemilik modal telah menetapkan harga pokok barang yaitu sebesar Rp
800.000 kemudian bank akan memberitahukan kepada debitur besarnya biaya
tersebut. Setelah itu akan dilakukan penetapan margin yaitu berdasarkan
patokan yang ditetapkan oleh direksi yaitu batas maksimalnya sebesar 2,5% ,
dalam prakteknya nasabah dapat melakukan penawaran, pada saat terjadi
penawaran pihak BPRS akan menawarkan harga yang maksimal tetapi nasabah
dapat menawar sampai pada harga yang telah disepakati yang tidak akan
merugikan kedua belah pihak. Setelah terjadi kesepakatan barulah dilakukan
prosedur pembiayaan, dalam ditentukan mengenai penentuan jangka waktu,
nilai mark up, biaya-biaya lain serta mekanisme pencairan dan pelunasan
pembiayaan.
Mengenai pembayaran angsuran nasabah dapat melakukan pembayaran
angsuran sesuai dengan kesepakatan yang didasarkan pada perputaran uang
dari usaha debitur atau dapat dilakukan tiap bulan, 3 bulan atau 4 bulan sekali.
Bentuk angsuran yang dibayarkan dapat berupa pokok pinjaman dan margin
keuntungan, marginnya saja sedang pokok piinjamannya bisa dibayar sekaligus
pada saat jatuh tempo. Untuk pembayaran angsuran debitur akan diberikan
kartu angsuran yang diberikan oleh bagian administrasi , apabila dalam
pembayarannya debitur melakukan keterlambatan maka debitur harus
mengkonfirmasikan hal tersebut kepada bagian penagihan untuk segera
dilakukan tindak lanjut .
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kegiatan Pengendalian yang ada pada BPRS BHM tidak berpedoman
pada pengendalian tertulis melainkan didasarkan pada petunjuk dan arahan
direksi yang sesuai dengan AD/ART, peraturan perundangan yang berlaku.
Sistem pengendalian pembiayaan BPRS Bhakti Haji Malang tercermin atas
struktur organisasi, sistem dan prosedur pembiayaan, serta usaha pembinaan
dan pengawasan pembiayaan. Pada struktur organisasi BPRS Bhakti Haji
Malang relatif sederhana. Tidak terdapat struktur organisasi secara keseluruhan
tetapi menjadi satu kesatuan dengan struktur organisasi secara umum, adapun
personil yang terlibat dalam organisasi pembiayaan adalah AO, analis
pembiayaan, administrasi pembiayaan. Untuk prosedur pembiayannya BPRS
BHM menetapkan mekanisme yang harus dilalui oleh nasabah dan sesuai
dengan standard, begitu juga dengan pengawasan bentuk pengawasan ada dua
pengawasan aktif dan pasif, pembinaan dilakukan bagi debitur yang bermasalah
maupun yang tidak bermasalah pembiayaan yang dilakukan oleh BPRS BHM.
Dalam menentukan margin sudah ada patokan dari Direksi yaitu batas
maksimalnya adalah sebesar 2,5% perbulan. Tetapi dalam prakteknya nasabah
dapat melakukan penawaran, pada saat terjadi penawaran pihak BPRS akan
menawarkan harga yang maksimal tetapi nasabah dapat menawar sampai pada
harga yang telah disepakati yang tidak akan merugikan kedua belah pihak.
Dalam uraian pembahasan diatas ditemukan beberapa fakta-fakta/ fact
finding yang dijadikan saran atau rekomendasi perbaikan, diantaranya adalah
sebagai berikut :
• Dalam struktur organisasi terdapat kelemahan misalnya untuk dewan
direksi yang seharusnya dijelaskan siapa saja yang mengisi jabatan
tersebut apakah direktur utama, direktur operasional, ataukah direktur
marketing
• Dalam hal putusan pembiayaan dan wewenang
tandatangan/persetujuan pembiayaan
• Untuk penerapan struktur pengendalian pembiayaan tidak berpegang
pada pengendalian tertulis.
B. Saran
Dari penelitian yang penulis lakukan pada BPRS Bhakti Haji Malang, ada
beberapa hal yang dapat dipertimbangkan sebagai masukan untuk
meningkatkan kinerja BPRS BHM. Dalam hal ini saran tersebut adalah:
1. Pihak BPRS BHM selayaknya menambah fungsi organisasi dan jumlah
personel misalnya pada bagian marketing yaitu dengan menambah bagian
hukum dan bagian yang menangani pembiayaan bermasalah/ remedial, serta
menerapkan pemisahan tugas dan wewenang secara konsisten.
2. Dalam struktur organisasinya BPRS BHM masih mempunyai kelemahan
maka harus diperjelas mengenai bagian-bagian yang ada didalamnya serta
garis wewenang yang berlaku, misalnya untuk dewan direksi seharusnya
disebutkan siapa saja yang menduduki jabatan tersebut apakah direktur
utama, direktur operasional ataukah direktur pemasaran.
3. Hendaknya BPRS BHM memperjelas lagi mengenai putusan pembiayaan,
yaitu siapa saja yang berhak melakukan putusan pembiayaan dan
memberikan kewenangan tanda tangan karena hal ini juga merupakan
bentuk pengendalian misalnya:
• Direktur utama + Direktur marketing untuk limit pembiayaan yang
jumlahnya besar
• Manajer marketing + Manajer operasional untuk pembiayaan yang
jumlahnya kecil
4. Pihak BPRS harus mempunyai pedoman kebijakan pembiayaan yang tertulis
dan lebih terperinci seperti sistem pembiayaan, pedoman umum pembiayaan
yang berisi antara lain wewenang persetujuan pembiayaan dan status batas
wewenang pembiayaan, batas maksimum pemberian pembiayaan, syaratsyarat
pencairan kredit, syarat-syarat jaminan dan sebagainya.
5. BPRS mempunyai kelemahan dalam hal penentuan margin pada awal akad,
seharusnya hal itu tidak terjadi karena pada waktu akad sudah tidak ada
perubahan dan untuuk akad sudah harus dipegang sampai pada saat jatuh
tempo.
6. Penentuan margin sebaiknya menggunakan kriteria sebagai berikut:
• Jangka waktu angsuran ditentukan dari jadwal penerimaan yaitu harian,
bulanan, tahunan
• Persen ditentukan sesuai keuntungan umum/pasar yang tidak
membebani nasabah atau mencekik, tetapi semakin lama jangka waktu
pinjaman semakin besar persen margin
• Sebaiknya jadwal angsuran di buat secara Flat, bukan secara
effektif/anuitas karena Flat lebih sederhana KUNTA,
0 Komentar