ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN NASABAH PADA BANK MUAMALAT
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Penelitian
Terdahulu
Penelitian Khairul Anam tahun 2006 Fakultas Ekonomi Universitas
Islam Negeri Malang dengan judul “analisis faktor-faktor psikologis dan
rasionalis terhadap keputusan nasabah menabung (studi pada bank syariah mandiri
kantor cabang pamekasan). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui
pengaruh faktor psikologis dan rasionalsi terhadap keputusan nasabah menabung
di bank syariah mandiri pamekasan dan Variabel yang dominan pengaruhnya
terhadap keputusan nasabah menabung di bank syariah mandiri pamekasan.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebelum
nasabah memutuskan untuk menabung di suatu bank, maka ia mengevaluasi segala
yang ada didalam dirinya meliputi motivasi, belajar, sikap, persepsi dan
tingkat keuntungan yang diperoleh dan perhitungan bisnis terhadap sesuatu yang
ia rasakan menyangkut pelayanan, jaminan keamanan dan keuntungan yang diperoleh
nasabah. Selain itu bahwa keputusan nasabah menabung di bank syariah mandiri
pamekasan tidak terlepas dari faktor-faktor psikologis dan rasionalis yang ada
dalam diri nasabah. Dalam hal ini tingkat keuntungan nisbah dan penghitungan
bisnis memegang peranan utama dalam menggerakkan seorang nasabah terhadap
kecenderungan untuk menabung.
Tabel
1
Persamaan dan Perbedaan Penelitian
N
O
|
Nama
Peneliti
|
Judul
Skripsi
|
Jenis
penelitian
|
Analisis
Data
|
Variabel
Penelitian
|
Hasil
Penelitian
|
1
|
Khairul
Anam
|
Analisis pengaruh faktor-faktor psikologis dan rasionalis
terhadap keputusan nasabah menabung
(studi pada bank
syariah mandiri kantor cabang
pamekasan)
|
Deskriptif
Kuantitatif
|
Analisis
Regresi
Berganda
Dan Uji
Asumsi
Klasik
|
Faktor psikologis (motivasi, belajar, sikap, persepsi) dan
Faktor rasional (tingkat keuntungan dan perhitungan bisnis)
|
1. Faktor psikologis dan rasionalis berpengaruh terhadap
keputusan nasabah menabung
2. Faktor rasionalis berpengaruh dominan terhadap keputusan
nasabah menabung
|
2
|
Lutfi
Efendi
|
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan
Keputusan Nasabah Pada Bank Muamalat
Malang
|
Kuantitatif
|
Analisis
Regresi
Berganda
|
Usia,
tingkat pendidikan, pendapatan perbulan, tanggungan keluarga, pelayanan yang
baik, dan faktor syariah.
|
1. Secara simultan faktor usia, tingkat pendidikan, tanggungan
keluarga, pendapatan perbulan, pelayanan yang baik dan faktor syariah
mempengaruhi secara signifikan
2. Secara parsial hanya faktor tingkat pendidikan, tanggungan
keluarga, pelayanan yang baik, dan faktor syariah yang mempengaruhi secara
signifikan
|
B. Kajian
Teori
1.
Bank Syariah
a. Pengertian
Bank Syariah
Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Syariah
adalah Bank Islam. Secara akademik, istilah Islam dan syariah memang mempunyai
pengertian yang berbeda. Namun secara teknis untuk penyebutan Bank Islam dan
Bank Syariah mempunyai pengertian yang sama. Menurut ensiklopedi Islam, Bank
Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat Islam (Soemitro,
2002 : 5).
Berdasarkan rumusan tersebut, Bank Islam (baca: Bank
Syariah) berarti bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara
bermuamalat secara Islam yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan
Hadits, atau apabila kita mengacu kepada Undang-undang Nomor. 10 Tahun 1998
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor. 7 Tahun 1992 tentang perbankan
bahwa bank yang berprinsip syariah
berlaku aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain mudharabah, musyarakah,
murabahah, ijarah, dan ijarah wa iqtina.
b.
Ciri-Ciri Bank Syariah
Bank
Syariah atau Bank Islam sebagai bank yang beroperasi berdasarkan
prinsip-prinsip syariah menurut ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits, mempunyai
beberapa ciri yang berbeda dengan bank konvensional (Sumitro, 2002; hal 18).
Ciri-ciri
ini bersifat universal dan kumulatif, artinya semua Bank Syariah yang
beroperasi di mana saja harus memenuhi seluruh ciri tersebut karena apabila
tidak maka hilanglah identitas sebagai Bank Syariah atau Bank Islam ciri-ciri
itu adalah :
1) Beban
biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam
bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku dan dapat ditawar dalam batas
yang wajar.
2) Penggunaan
persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindarkan,
karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu
perjanjian telah berakhir.
3) Di
dalam kontrak pembiayaan proyek, bank tidak menerapkan perhitungan berdasarkan
keuntungan yang pasti (fixed return) yang ditetapkan di muka. Bank
Syariah menerapkan sistem yang didasarkan atas penyertaan modal untuk jenis
kontrak al mudharabah dan al musyarakah dengan sistem bagi hasil (profit and
loss sharing) yang tergantung pada besarnya keuntungan. Sedangkan penetapan
keuntungan di muka diterapkan pada jenis kontrak jual-beli melalui kredit
pemilikan barang (al mudharabah dan al bai’u bithaman ajil), sewa guna
usaha (al ijarah), serta kemungkinan rugi dan jenis kontrak tersebut
amat kecil.
4) Pengerahan
dana masyarakat dalam bentuk deposito/tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai
titipan (al wadiah). Sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang
diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek yang dibiayai bank yang sesuai
dengan prinsip syariah, sehingga kepada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang
pasti (fixed return).
5) Bank
Syariah tidak menerapkan jual-beli atau sewa-menyewa uang dari mata uang yang
sama, yang dari transaksi itu dapat menghasilkan keuntungan.. Jadi mata uang
yang sama tidak dapat dipakai sebagai barang (komoditi). Oleh karena itu dalam
pemberian pinjaman pada umumnya tidak memberikan pinjaman dalam bentuk tunai,
tetapi dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang.
6) Adanya
pos pendapatan berupa rekening pendapatan non halal sebagai hasil dari
transaksi dengan bank konvensional yang tentunya menerapkan sistem bunga.
7) Adanya
Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasionalisasi bank dari sudut
syariah.
8) Produk
Bank Syariah selalu menggunakan istilah dari bahasa Arab dimana istilah
tersebut telah dicantumkan di dalam kitab Fiqh Islam.
9) Adanya
produk khusus yang tidak terdapat pada bank konvensional yaitu kredit tanpa
beban yang murni bersifat sosial, dimana nasabah tidak ada kewajiban untuk
mengembalikannya.
10) Fungsi
khusus dari bank syariah yaitu fungsi amanah yang artinya berkewajiban menjaga
dan bertanggungjawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu
apabila dana tersebut ditarik kembali sesuai dengan perjanjian.
c.
Produk-Produk Bank Syariah
Produk Perbankan syariah, dapat dibagi menjadi :
1)
Penyaluran
dana
a) Ba’i (jual beli)
i.
Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli, dimana
bank mendapat sejumlah keuntungan. Dalam hal ini, bank menjadi penjual dan
nasabah menjadi pembeli.
ii.
Salam
Salam adalah transaksi jual beli, dimana
barangnya belum ada, sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut
diserahkan secara tangguh. Dalam transaksi ini, bank menjadi pembeli dan
nasabah menjadi penjual.
iii.
Istishna
Alur trankasksi Istishna mirip dengan Salam,
hanya saja dalam Istishna, Bank dapat membayar harga pembelian dalam beberapa
kali termin pembayaran.
b)
Ijarah (sewa)
Secara prinsip, Ijarah sama dengan transaksi
jual beli, hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam
bentuk manfaat. Pada akhir masa sewa dapat saja diperjanjian bahwa barang yang
diambil manfaatnya selama masa sewa akan dijual belikan antra Bank dan nasabah
yang menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti
dengan berpindahnya kepemilikan)
c)
Syirkah
i.
Musyarakah
Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi
hasil. Dalam kerjasama ini para pihak secara bersama-sama memadukan sumber daya
baik yang berwujud ataupun tidak berwujud untuk menjadi modal proyek kerjasama,
dan secara bersama-sama pula mengelola proyek kerjasama tersebut.
ii.
Mudarabah
Mudarabah adalah salah satu bentuk spesifik
dari Musyarakah. Dalam Mudarabah, salah satu pihak berfungsi sebagai Shahibul
Mal (pemilik modal) dan pihak yang lain berperan sebagai Mudharib
(pengelola).
d)
Akad
Pelengkap
i.
Hiwalah
Hiwalah adalah transaksi pengalihan utang
piutang. Dalam praktek perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk
membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya,
sedangkan bank mendapat ganti biaya atas jasa.
ii.
Rahn
Rahn, dalam bahasa umum lebih dikenal dengan
Gadai. Tujuan akad Rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali
kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
iii.
Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Misalnya dalam
hal seorang calon haji membutuhkan dana pinjaman talangan untuk memenuhi syarat
penyetoran biaya perjalanan haji. Bank memberikan pinjaman kepada nasabah calon
haji tersebut dan si nasabah melunasinya sebelum keberangkatan Hajinya.
iv.
Wakalah
Wakalah dalam praktek Perbankan syariah
terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer
uang.
v.
Kafalah
Kafalah dalam bahasa umum lebih dikenal
dengan istilah Bank Garansi, yang ditujukan untuk menjamin pembayaran suatu
kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan
sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai Rahn. Bank dapat pula menerima dana
tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa
yang diberikan
2)
Penghimpun
dana
a)
Wadi’ah
Prinsip Wadi’ah yang diterapkan dalam
Perbankan syariah adalah Wadiah Yad Dhamanah yang diterapkan pada produk
rekening giro. Dalam konsep Wadi’ah Yad Dhamanah, Bank dapat
mempergunakan dana yang dititipkan, akan tetapi bank bertanggung jawab penuh
atas keutuhan dari dana yang dititipkan.
b)
Mudharabah
i.
Mudarabah
Mutlaqah
Mudarabah Mutlaqah adalah Mudarabah yang
tidak disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal.
ii.
Mudarabah
Muqayadah on Balance Sheet
Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet adalah Aqad Mudarabah yang disertai
dengan pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal untuk
investsi-investasi tertentu.
iii.
Mudarabah
of Balance Sheet
Dalam Mudarabah of Balance Sheet, Bank
bertindak sebagai arranger, yang mempertemukan nasabah pemilih modal dan
nasabah yang akan menjadi mudharib.
c)
Wakalah
Wakalah dalam praktek perbankan syariah
dilakukan apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
3)
Jasa Perbankan
a)
Sharf (jual
beli valuta asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing
sejalan dengan prinsip Sharf, sepanjang dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari
jual beli valuta asing ini.
b)
Ijarah
(Sewa)
Jenis kegiatan Ijarah antara lain
penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana
administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa
tersebut.
2.
Perilaku Konsumen
a.
Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku
konsumen merupakan suatu bagian dari perilaku manusia dan oleh karena itu tidak
dapat dipisahkan dari bagiannya. Dalam bidang pemasaran studi tentang perilaku
konsumen bertujuan untuk mengetahui selera konsumen yang senantiasa berubah dan
untuk mempengaruhinya agar bersedia untuk membeli barang dan jasa perusahaan
pada saat mereka butuhkan.
Perusahaan
berkepentingan dengan setiap kegiatan manusia dalam sistem ini perilaku
konsumen merupakan kegiatan manusia, sehingga membicarakan perilaku konsumen
berarti membicarakan ruang lingkup kegiatan manusia hanya dalam ruang lingkup
yang lebih terbatas. Lebih lanjut Swasta memberikan definisi perilaku konsumen
sebagai kegiatan-kegiatan individu yang
secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa
termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan
kegiatan-kegiatan (Swasta dkk, 1987; 8-10).
Menurut
Engel (1994; 3) berpendapat bahwa perilaku konsumen sebagai tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan
jasa termasuk proses keputusan yang menghabiskan dan yang menyusuli tindakan
ini.
b.
Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Kotler (2000) menyebutkan dalam Simamora (2002:6), bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen antara lain : faktor
kebudayaan, faktor sosial, faktor personal dan faktor psikologis.
Gambar 1
Faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen
Kebudayaan
|
|
|
|
|
Kultur
Sub-Kultur
Kelas
Sosial
|
Sosial
|
|||
Kelompok Acuan
Keluarga
Peran dan Status Sosial
|
Personal
|
|||
Usia dan tahap daur hidup
Jabatan keadaan ekonomi
Gaya hidup
Kepribadian dan konsep diri
|
Psikologis
|
|||
Motivasi
Persepsi
Belajar
Kepercayaan
dan
Sikap
|
Pembeli
|
Sumber : Kotler (2000)
1)
Faktor Kebudayaan
Faktor
kebudayaan memiliki pengaruh yang luas dan mendalam terhadap perilaku, peran
budaya, sub-budaya, kelas sosial yang sangat penting:
a) Kultur
Kultur adalah faktor penentu paling pokok
dari keinginan dan perilaku seseorang.
b) Sub-Budaya
Merupakan identifikasi dari sisoalisasi yang khas untuk
perilaku anggotanya, ada empat macam sub-budaya yakni terdiri dari: kelompok
kebangsaan, kelompok keagamaan, kelompok ras, dan kelompok wilayah geografis.
c) Kelas
Sosial
Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif homogen
dan permanen yang tersusun secara hirarkis dan yang anggotanya menganut
nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa (Kotler, 2000; 186).
2)
Faktor Sosial
Perilaku
seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial diantaranya adalah
kelompok sosial dan kelompok referensi, kelurga.
1) Kelompok
Acuan
Menurut Kotler (2000;187) kelompok acuan adalah seseorang
terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung
terhadap sikap atau pengaruh perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki
pengaruh langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok keanggotaan.
2) Keluarga
Keluarga adalah suatu unit masyarakat terkecil yang perilakunya
sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan. Keluarga
sebagai sumber orientasi yang terdiri dari orang tua, dimana seseorang
mempengaruhi suatu orientasi terhadap agama, politik, dan ekonomi.
3) Status dan Peran
Status dan peran berhubungan dengan kedudukan seseorang dalam
masyarakat, setiap peranan yang dimainkan akan mempengaruhi perilaku
pembelinya.
3)
Faktor Pribadi
1)
Usia dan tahap daur hidup
Kelompok memberi barang dan jasa yang berubah-ubah selama
hidupnya, usia merupakan perkembangan fisik dari seseorang. Oleh karena itu
oleh tahapan perkembangan pasti membutuhkan makanan, pakaian yang berbeda-beda
sehingga mempengaruhi terhadap perilaku pembelian.
2)
Keadaan Ekonomi
Seseorang akan besar pengaruhnya terhadap
pemilihan produk. Keadaan ekonomi seseorang yang terdiri dari pendapatan yang
dapat dibelanjakan, tabungan dan kekayaan, dan kemampuan meminjam dan sikapnya
terhadap mengeluaran.
3)
Pekerjaan
Pola konsumsi yang berhubungan dengan perlengkapan kerja dan
kebutuhan lain yang terkait dengan pekerjaannya.
4)
Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang dalam
kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat yang
bersangkutan. Gaya hidup melukiskan keseluruhan pribadi yang berinteraksi
dengan lingkungan.
4)
Faktor Psikologis
Faktor
psikologis yang berpengaruh terhadap perilaku seorang konsumen meliputi
beberapa unsur penting yaitu motivasi, belajar, kepribadian dan konsep diri,
sikap yang meliputi:
1. Motivasi
Suatu kebutuhan akan berubah menjadi motif apabila kebutuhan
itu telah mencapai tingkat tertentu. Motif adalah suatu kebutuhan yang cukup
menekan seseorang untuk mengejar kepuasan.
2. Persepsi
Persepsi diartikan sebagai proses dimana individu memilih,
merumuskan, dan menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran
yang berarti mengenai dunia.
3. Belajar
Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang
yang timbul dari pengalaman dan kebanyakan perilakku manusia adalah hasil
proses belajar. Secara teori, pembelajaran seseorang dihasilkan melalui
dorongan, rangsangan, isyarat, tanggapan, dan penguatan.
4. Kepercayaan
dan Sikap
Kepercayaan adalah suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki
seseorang tentang sesuatu, sedangkan sikap adalah organisasi dari motivasi,
perasaan emosional, persepsi, dan proses kognitif depada suatu aspek. Melalui tindakan dan proses belajar, orang akan mendapatkan
kepercayaan dan sikap yang kemudian mempengaruhi perilaku pembeli.
3.
Pengambilan Keputusan
a. Pengertian
Pengambilan Keputusan
Menurut Amirullah (2002:61)
pengambilan keputusan merupakan suatu proses penilaian dan pemilihan dari
berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertentu dengan
menetapkan suatu pilihan yang dianggap paling menguntungkan.
Sedangkan menurut salusu (1996:47)
pengambilan keputusan ialah proses memilih suatu alternatif cara bertindak
dengan metode yang efisien sesuai situasi. Pengambilan keputusan memerlukan
satu seri tindakan, membutuhkan beberapa langkah. Dapat saja langkah-langkah
itu terdapat dalam pikiran seseorang yang sekaligus mengajaknya berpikir
sistematis.
Suatu aturan kunci dalam
pengambilan keputusan ialah “sekali kerangka yang tepat sudah diselesaikan,
keputusan harus dibuat”. Dan, sekali kuputusan dibuat sesuatu mulai terjadi.
Dengan kata lain, keputusan mempercepat diambilnya tindakan, mendorong lahirnya
gerakan dan perubahan. Jadi, aturan ini menegaskan bahwa harus ada tindakan
yang dibuat kalau sudah tiba saatnya dan tindakan itu tidak dapat ditunda.
Sekali keputusan dibuat, harus diberlakukan dan kalau tidak, sebenarnya ia
bukan keputusan, tetapi lebih tepat dikatakan suatu hasrat, niat yang baik
(Salusu, 1996:48).
Selain itu menurut Marimin
(2004:10) dalam mengambil keputusan seseorang seringkali dihadapkan pada
berbagai kondisi antara lain unik, tidak pasti, jangka panjang dan kompleks.
Yang dimaksud dalam kondisi unik adalah masalah tersebut tidak mempunyai
preseden dan di masa depan mungkin tidak akan berulang kembali. Tidak pasti
maksudnya bahwa faktor-faktor yang diharapkan mempengaruhi dan memiliki kadar
ketahuan atau informasi yang sangat rendah. Jangka panjang maksudnya bahwa implikasinya
memiliki jangkauan yang cukup jauh ke depan dan melibatkan sumber-sumber usaha
yang penting. Adapun kompleks yaitu dalam pengertiannya preferensi pengambilan
keputusan atas resiko dan waktu memiliki peranan yang besar.
b. Tingkat-Tingkat
Keputusan
Menurut Salusu (2006:53), Setiap
keputusan mempunyai kehebatan yang berbeda-beda. Ada keputusan yang tidak
mempunyai makna, sebaliknya ada yang mempunyai makna global yang luar biasa.
Ada keputusan yang sangat sederhana, ada yang sangat komplek. Brinckloe (1977)
menawarkan bahwa sebenarnya ada empat tingkat keputusan, yaitu (1) automatic
decisions, (2) expected information decision, (3) faktor weighting
decision dan (4) dual uncertainty decision. Setiap keputusan,
menurutnya, jatuh dalam salah satu kategori itu.
1) Keputusan
otomatis (Automatic decision)
Keputusan
ini dibuat dengan sangat sederhana. Meski ia sederhana, informasi tetap
diperlukan. Hanya, informasi yang ada itu sekaligus melahirkan satu keputusan.
Misalnya, seorang pengemudi mobil yang memperoleh informasi diperempatan jalan
berupa lampu merah, akan membuat keputusan otomatis berhenti. Informasi itu
identik dengan keputusan. Setiap pengemudi lain akan membuat keputusan yang
sama apabila dihadapkan dengan informasi serupa.
2) Keputusan
berdasar informasi yang diharapkan (expected information decision)
Tingkat
informasi disini mulai sedikit kompleks, artinya informasi yang ada sudah
member abab-aba untuk mengambil keputusan. Akan tetapi, keputusan belum segera
dibuat, karena informasi itu masih perlu dipelajari. Setelah hasil studi
diketahui, keputusan langsung dibuat, sama seperti keputusan otomatis.
3) Keputusan
berdasar berbagai pertimbangan (faktor weighting decision)
Keputusan
jenis ini lebih kompleks lagi. Lebih banyak informasi yang diperlukan.
Informasi-informasi itu harus dikumpulkan dan dianalisis. Faktor-faktor yang
berperan dalam informasi itu dipertimbangkan dan dibandingkan, kemudian dicari
yang paling banyak memberi keuntungan atau kesenangan. Misalnya, seseorang yang
hendak membeli arloji, akan membandingkan harganya, kualitasnya, penampilan
atau modelnya, nilai arloji itu, yaitu sejauh mana arloji itu memiliki makna
yang berarti baginya. Bahkan bukan hanya
membandingkan arloji itu di satu took, tetapi ia akan bolak balik di antara
beberapa toko. Mungkin ia memerlukan beberapa jam bahkan beberapa hari sebelum
menjatuhkan putusan membeli arloji yang diinginkan.
4) Keputusan
berdasar ketidakpastian ganda (dual uncertainty decisions)
Keputusan
tingkat empat ini merupakan keputusan yang paling kompleks. Jumlah informasi
yang masih akan diharapkan, terdapat ketidakpastian. Itulah sebabnya dikatakan
“dual uncertainty,” ketidakpastian ganda. Semakin luas ruang lingkup dan
semakin jauh dampak dari suatu keputusan, semakin banyak informasi yang
dibutuhkan dan semakin tinggi ketidakpastian itu. Oleh karena itu,
keputusan-keputusan semacam itu sering mengandung resiko yang jauh lebih besar
dari pada keputusan-keputusan tingkat dibawahnya.
Ketidakpastian itu merupakan satu karakteristik utama dan
tough decisions. Dalam situasi seperti itu terdapat keragu-raguan dan
kekurangtepatan membuat prediksi mengenai informasi yang kritis. Selain itu,
pembuat keputusan kurang dapat memisahkan informasi-informasi itu ke dalam
kategori yang relevan dan yang tidak relevan.
c. Kategori
Keputusan
Mennurut
Nutt (1989) dalam Salusu (2006), Ditinjau dari sudut perolehan informasi dan
cara memproses informasi, keputusan dapat pula dibagi dalam empat kategori.
1) Keputusan
Representasi
Suatu
keputusan dapat disebut keputusan representasi (Representational decisions)
apabila pengambil keputusan menghadapi informasi yang cukup banyak, dan
mengetahui dengan tepat bagaimana memanipulasikan informasi tersebut. Dengan
begitu, akan lebih mudah dibuatkan model sehingga model itu mewakili informasi
yang tersedia. Keputusan ini banyak menggunakan model-model matematik seperti operations
research, cost-benefit analysis, dan simulasi. Di dalam keputusan
ini ambiguitas dapat diketahui dan dikendalikan, konflik dapat diatasi, dan
ketidakpastian dapat diselesaikan dengan metode matematik.
2) Keputusan
empiris
Suatu
keputusan yang miskin informasi tetapi memiliki cara yang jelas untuk memproses
informasi pada saat informasi itu diperoleh, disebut keputusan empiris (empirical
decisions). Pada keputusan ini terdapat ambiguitas serta konflik yang
potensial mengenai informasi mana yang harus dicari dan bagaimana menduga serta
memprakirakan peristiwa-peristiwa yang tidak pasti. Tugas utama dari pengambil keputusan di sini ialah
mencari informasi lagi.
3) Keputusan
informasi
Suatu
situasi yang kaya informasi, tetapi diliputi kontroversi tentang bagaimana
memproses informasi itu, akan menghasilkan apa yang disebut keputusan informasi
(information decisions). Konflik muncul ketika lahir perbedaan tentang
informasi mana yang akan diproses dan yang akan digunakan untuk membuat
prediksi-prediksi. Integrasi pemikiran di antara para pengambil keputusan
terutama cara menangani informasi, diperlukan untuk meluruskan jalan kepada
pembuatan keputusan yang baik.
4) Keputusan
eksplorasi
Istilah ini muncul karena situasi itu miskin dengan
informasi dan tidak ada kata sepakat tentang cara yang hendak dianut untuk
memulai mencari informasi. Ambiguitas muncul terutama tentang dari mana usaha
pembuatan keputusan hendak dimulai dan ada perasaan khawatir akan terjadi
konflik karena tidak tersedia cara untuk mengantisipasi sasaran-sasaran
potensial. Dalam hal ini harus ada eksplorasi yang dilakukan untuk menemukan
informasi yang tepat.
Klasifikasi
tipe-tipe keputusan ini menurut Nutt dapat pula dipandang mewakili
tingkat-tingkat keputusan. Pertama, pengambiilan keputusan tidak menghadapi
masalah yang serius. Sasaran jelas dan pencapaiannya tidak banyak mengalami
kesulitan. Kedua, konteks
situasi dari keputusan empirical mulai tampil ke permukaan. Sasaran dari pengambilan keputusan harus jelas dan
disesuaikan dengan situasi lingkungan
yang semakin penting. Ketiga, konteks situasi dan keputusan informasi yang
semakin serius. Di sini preferensi dari para pengambil keputusan tidak dapat
diperkirakan dan bisa berubah-ubah sewaktu-waktu. Pada tingkat keempat, yaitu
tingkat terakhir, konteks situasi dari keputusan eksplorasi adalah yang paling
sulit. Semua situasi serba tidak menentu dan para pemain kunci dari pengambilan
keputusan yang mempunyai kepentingan berbeda-beda sulit dikendalikan.
d. Teknik
Pengambilan Keputusan
Menurut Salusu (2006:62) pengambilan keputusan meliputi antara
lain hal-hal yang berhubungan dengan pengumpulan fakta. Berbagai teknik dapat
digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu masalah, tetapi dapat
juga dengan menggantungkan diri pada para ahli atau konsultan. Cara apapun
dipakai, tidak ada yang murni objektif, tetapi selalu mengandung unsur bias
pada pihak pembuat keputusan karena tergantung pada nilai keputusan dan pada
penerimaan informasi tertentu sebagai fakta.
Teknik pengambilan keputusan yang diperkenalkan didalam
berbagai literature cukup bervariasi tetapi pada umumnya dapat dikelompokkan ke
dalam dua jenis, yaitu teknik tradisional dan teknik modern. Untuk setiap
klasifikasi keputusan yang sudah dijelaskan terdahulu, dapat digunakan teknik-teknik
yang berbeda-beda sebagaimana yang dirangkumkan oleh McGrew (1985) sebagai
berikut.
a. Keputusan
terprogram:
Tradisional:
1)
Kebiasaan;
2)
Pekerjaan rutin sehari-hari, prosedur
operasional yang baku;
3)
Struktur organisasi; ada harapan bersama;
melalui perumusan sub-sub tujuan; dengan menggunakan saluran informasi yang
terumus dengan jelas.
Modern:
1) Riset
operasional; analisis matematik; model-model; simulasi komputer;
KLIK INI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA
0 Komentar