APLIKASI PENJAMINAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BAGI NASABAH
PERORANGAN UNTUK MENGANTISIPASI PEMBIAYAAN BERMASALAH DI PT.
BANK SYARIAH MANDIRI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lembaga perbankan adalah lembaga keuangan yang menyediakan
sumber dana salah satunya berupa perkreditan, maka kredit akan mempunyai
kedudukan yang sangat istimewa, terutama pada negara-negara yang sedang
berkembang, sebab antara volume permintaan dana jauh lebih besar dari penawaran
dana yang ada di masyarakat. Akibatnya pendapatan bunga dari kredit merupakan
komponen yang dominan dibandingkan dengan pendapatan jasa perbankan lainnya dan
sebaliknya akan berlainan apabila kita melihat pada neraca dan laporan
perhitungan laba-rugi pada bank-bank dari negara maju, komponen pendapatan
bunga mempunyai kedudukan yang seimbang dengan pendapatan jasa dari perbankan
lainnya (Muldjono, 2001:1).
Tugas pokok suatu bank adalah menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat/pengusaha yang
memerlukannya. Menghimpun
dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari
dana (uang) dengan cara membeli dari masyarakat luas dalam bentuk
simpanan giro, tabungan dan deposito, sedangkan penyaluran dana bank maksudnya
adalah berupa pembiayaan modal kerja, investasi dan konsumsi kepada masyarakat
secara umum dan/atau pengusaha yang membutuhkan dana sebagai modal kerjanya. Dengan
demikian, peranan kredit dalam operasi bank sangat penting, di samping sebagian
besar bank masih mengandalkan sumber pendapatan utamanya dari operasi
perkreditan sehingga untuk mendapatkan margin yang baik diperlukan pengolaan
perkreditan secara efektif dan efisien (Veithzal, 2006: 2).
Di tengah perkembangan perbankan nasional dengan sistem bunga,
perbankan Syariah muncul dan memberikan alternatif sistem perbankan
yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek
keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai
kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan
spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Hal
ini ditandai dengan beroperasinya beberapa bank dengan menggunakan
sistem Syariah, antara lain bank umum Syariah, unit usaha Syariah, dan bank perkreditan
rakyat Syariah. Meskipun perbankan Syariah di Indonesia masih tergolong baru,
namun perbankan Syariah mampu maju dan berkembang di tengah persaingan yang
ketat. Hal ini dapat dilihat dari tabel perkembangan perbankan Syariah di bawah ini.
Tabel 1.1
Perkembangan Jaringan Operasional Perbankan
Syariah
Kelompok Bank
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
Bank Umum
Syariah
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
5
|
Unit Usaha
Syariah
|
8
|
15
|
19
|
20
|
26
|
27
|
BPRS
|
84
|
86
|
92
|
105
|
114
|
131
|
Jumlah Kantor
BUS & UUS
|
299
|
401
|
504
|
531
|
597
|
-
|
Jumlah Layanan
Syariah
|
-
|
-
|
-
|
456
|
1.195
|
-
|
Sumber: www.bi.go.id
Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut Bank Tanpa Bunga, adalah
lembaga keuangan/perbankan yang operasionalnya dan produknya dikembangkan
berlandaskan pada al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Dengan kata lain, bank Syariah
adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa
lainnya dengan lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasionalannya
disesuaikan dengan prinsip Syariat Islam (Muhammad, 2005:1).
Perbankan dalam
memberikan kredit/pembiayaan perlu memperhatikan beberapa aspek analisis salah
satunya yaitu analisis aspek jaminan (collateral). Di mana aspek jaminan
dalam kredit adalah salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah
dalam rangka pengajuan permohonan kredit. Jaminan kredit (collateral)
dalam perkreditan merupakan unsur yang penting, terutama dalam fungsinya untuk
pengamanan apabila kredit yang diberikan mengalami kegagalan.
Kenyataan
menunjukkan bahwa kredit bermasalah merupakan bagian dari loan portofolio
dari sebuah bank, namun pemberian kredit yang sukses adalah bank yang mampu
mengelola kredit bermasalah (problem loan) pada suatu tingkat yang wajar
dan tidak menimbulkan kerugian pada bank yang bersangkutan (Veithzal, 2006:475). Penyelesaian terhadap pembiayaan bermasalah ini merupakan upaya
bank dalam mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap bank yang bersangkutan.
Di bawah ini adalah tabel peringkat Pembiayaan Bank Umum Syariah di Indonesia.
Tabel 1.2
Peringkat Pembiayaan Bank Umum
Syariah
Tahun 2003 – 2006
(Jutaan Rupiah)
Nama
Bank
|
31
Desember 2003
|
31
Desember 2004
|
31
Desember 2005
|
31
Desember 2006
|
Peringkat
|
Bank
Syariah Mandiri
|
2.170.574
|
5.295.656
|
5.825.383
|
7.277.629
|
I
|
Bank
Syariah Muamalat Indonesia, Tbk
|
2.373.045
|
4.182.224
|
5.947.783
|
6.625.455
|
II
|
Bank
Syariah Mega Indonesia
|
-
|
271.085
|
519.825
|
2.110.197
|
III
|
Sumber: Bank Indonesia Data Diolah
Dari tabel di
atas dapat dilihat peningkatan jumlah pembiayaan Bank Umum Syariah, dan posisi
Bank Syariah Mandiri pada tahun 2006 berada pada posisi tertinggi meskipun pada
tahun sebelumnya jumlah pembiayaan Bank Syariah Mandiri berada di bawah Bank
Syariah Muamalat Indonesia. Hal ini bisa disimpulkan dengan peningkatan jumlah
pembiayaan Bank Syariah Mandiri menunjukkan bahwa masyarakat masih memberikan
kepercayaan kepada Bank Syariah Mandiri untuk mengajukan pembiayaan.
Pembiayaan
merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan
dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaannya,
pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut:

1. Pembiayaan produktif, yaitu
pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas,
yaitu untuk peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu
pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis
digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Salah satu
produk pembiayaan Bank Syariah adalah pembiayaan Murabahah, yaitu adalah
pembiayaan yang menggunakan akad jual beli antara bank dan nasabah. Bank
membeli barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah sebesar harga produk ditambah dengan
keuntungan margin yang telah disepakati. Di Bank Syariah Mandiri Cabang Malang,
produk pembiayaan ini merupakan pembiayaan yang paling banyak digunakan
dibandingkan dengan produk pembiayaan lainnya.
Tabel 1.3
Jumlah Nasabah Pembiayaan
Bank Syariah Mandiri Cabang Malang
per Juli 2008
No.
|
Skim
|
Jumlah
|
Prosentase
|
1.
|
Murabahah
|
1963
nasabah
|
71.432%
|
2.
|
Mudharabah
|
224
nasabah
|
8.15%
|
3.
|
Musyarokah
|
15
nasabah
|
0.55%
|
4.
|
Qardh
|
14
nasabah
|
0.51%
|
5.
|
Ijarah
|
522
nasabah
|
19%
|
6.
|
Istishna
|
10
nasabah
|
0.36%
|
Total
|
2748
nasabah
|
100
%
|
Sumber:
data primer Bank Syariah Mandiri Cabang Malang
Oleh karena itu,
dengan melihat potensi pembiayaan Murabahah dan untuk memahami lebih
lanjut mengenai model penjaminan terhadap pembiayaan Murabahah dan
bagaimana pelaksanaannya di perbankan khususnya di PT. Bank Syariah Mandiri
Cabang Malang, maka peneliti tertarik mengambil judul “Aplikasi Model
Penjaminan Pembiayaan Murabahah bagi Nasabah Perorangan untuk Mengantisipasi Pembiayaan
Bermasalah di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Malang”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas
maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
aplikasi penjaminan sebagai pengamanan pembiayaan Murabahah bagi nasabah
perorangan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Malang?
2. Bagaimana
upaya strategis yang dapat dilakukan PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Malang
dalam mengantisipasi pembiayaan bermasalah?
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui
penerapan model penjaminan sebagai pengamanan pembiayaan Murabahah di
PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Malang.
2. Mengetahui
upaya-upaya strategis yang dilakukan PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Malang
dalam mengantisipasi pembiayaan bermasalah.
D.
Manfaat Penelitian
1. Bagi
Bank
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan
dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan penjaminan pembiayaan Murabahah sebagai antisipasi pembiayaan
bermasalah di lingkungan perusahaan.
2. Bagi
Fakultas
Dari penelitian ini diharapkan menjadi referensi dalam
pengembangan ilmu dalam Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Dan
menjadi acuan bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian selanjutnya.
3. Bagi
Penulis
Bagi penulis penelitian ini adalah sebagai aplikasi ilmu
pengetahuan yang telah didapat di bangku kuliah serta melatih dalam pengembangan
wacana yang bersifat aplikatif secara sistematis dan rasional.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian
Terdahulu
Pentingnya menjelaskan hasil penelitian
terdahulu karena ada keterkaitan atau kesamaan masalah untuk kemudian
memperjelas di mana posisi penelitian yang akan dilakukan. Di samping untuk
mempertegas bahan penelitian sebelumnya. Hasil penelitian terdahulu perlu
dikemukakan, di samping dalam bentuk deskripsi, juga dalam theoretical
mapping. Ada beberapa penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian ini serta
persamaan dan perbedaannya dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
Tabel
2.1
Penelitian
terdahulu
No
|
Peneliti
|
Judul Penelitian
|
Jenis Penelitian dan Metode Pengumpulan Data
|
Analisis Data
|
Hasil Penelitian
|
1.
|
Moch. Faisol Ma’sum,
Universitas Islam Negeri Malang (2007)
|
Proses
Pengamanan Jaminan Pada Pembiayaan (Studi Kasus pada BMT MMU Sidogiri
Pasuruan)
|
Penelitian kualitatif
dengan metode observasi, interview, dan dokumentasi
|
Deskriptif
|
Pengamanan
jaminan pada pembiyaan dinilai kurang efektif karena penjaminan dilakukan
apabila nasabah mengajukan pembiayaan di atas RP. 500.000
|
2.
|
Rachmadi Gunawan,
Universitas Brawijaya Malang (2006)
|
Efektivitas
pasal 29 ayat (3) Undang-undang no.10
tahun 1998 Melalui Penjaminan Kredit untuk UKM
|
Penelitian kualitatif
dengan metode observasi, interview, dan dokumentasi
|
Deskriptif
|
Penjaminan
kredit adalah alternatif bank dalam pemberian kredit sebagai pemecahan
masalah kurangnya agunan yang diajukan oleh debitur.
|
3.
|
Muhammad Firdaus
Alkautsar, Universitas Islam Negeri Malang (2009)
|
penerapan
penjaminan pembiayaan murabahah bagi nasabah perorangan untuk
mengantisipasi pembiayaan bermasalah di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang
Malang
|
Penelitian kualitatif
dengan metode observasi, interview, dan dokumentasi
|
Deskriptif
|
PT. Bank Syariah
Mandiri Cabang Malang telah melakukan standard analisis terhadap jaminan yang
akan diberikan dan telah menentukan dan melakukan upaya strategis untuk
mengantisapi pembiayaan bermasalah.
|
Sumber : Data diolah dari hasil penelitian
terdahulu
Adapun perbedaan penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian
terdahulu secara umum adalah tentang fokus permasalahan yang dikaji meskipun
dalam aspek pembahasan yang sama yaitu jaminan.
Penelitian yang dilakuakan Moch. Faisol Ma’sum (2007)
memfokuskan permasalahan yaitu pada proses pengamanan jaminan mulai dari
permohonan pembiayaan, penilaian jaminan, pengikatan jaminan, dan penghapusan
jaminan (roya) setelah terjadi pelunasan.
Penelitian yang dilakukan Rachmadi Gunawan (2006) adalah
tentang efektivitas pasal 29 ayat (3) UU no.10 tahun 1998 melalui penjaminan
kredit. Dengan penelitian kualitatif, peneliti menjelaskan bahwa penjaminan
kredit menjadi salah satu cara yang aman bagi bank dalam pemberian kredit
sebagai pemecahan masalah kurangnya agunan yang diajukan oleh debitur.
Sedangkan dalam penelitian ini, penulis lebih fokus pada jenis
penjaminan kredit yang diberikan debitur sebagai pengamanan kredit, kemudian
menjelaskan penerapan jaminan sebagai pengamanan kredit dan antisipasi bank
pada pembiayaan bermasalah dengan menggunakan jamianan kredit sebagai pengamanannya.
B. Kajian
Teori
1. Pengertian
Bank
Menurut
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak (Kasmir, 2005: 23).
Menurut Muhammad (2005:1) bank adalah
lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial intermediary.
Artinya, lembaga bank adalah lembaga yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan
masalah uang. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu dikaitkan dengan masalah
uang yang merupakan alat pelancar terjadinya perdagangan yang utama. Kegiatan
dan usaha bank yang selalu terkait dengan komoditas, antara lain: 1)
memindahkan uang; 2) menerima dan membayarkan kembali uang nasabah; 3) membeli
dan menjual surat-surat berharga; dan 4) memberi jaminan bank.
2. Pengertian
Bank Syariah
Menurut Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lau lintas pembayaran.
Bank syariah adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam
lau litas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan
prinsip-prinsip syariah (Sudarsono, 2003:27).
Bank syariah adalah bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga, yaitu bank yang dalam
beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang
menyangkut tata-cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata-cara bermuamalat itu
dijauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba
untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan
pembiayaan perdagangan (Antonio dan Perwaatmadja,1992: 1).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa bank syariah adalah lembaga keuangan yang memberikan pelayanan
terhadap nasabah dalam bentuk pendanaan, pembiayaan, dan jasa berdasarkan
prinsip-prinsip syariah, dan tidak menggunakan sistem bunga dalam
operasionalnya.
3. Kredit
(loan)
Kredit (loan) adalah penyerahan
sejumlah uang dari pemiliknya kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa si peminjam akan
mengembalikan dengan bunga tertentu serta dalam jangka waktu tertentu.
Menurut UU RI No.7 Tahun 1992 tentang
perbankan menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak
pinjam-meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
sejumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Dari pengertian kredit tersebut terdapat
beberapa prinsip dalam pemeberian suatu kredit, (Suhardjono, 2003:12) yaitu:
a. Prinsip
kepercayaan yaitu adanya suatu penyerahan uang dari pemberi kredit kepada
peminjam atau penyerahan tagihan dari peminjam kepada pemberi kredit yang
menimbulkan tagihan kepada pihak lain, dengan harapan bahwa pemberi kredit
(bank) akan mendapatkan bunga/bagi hasil sebagai pendapatan dari pemberian
kredit (bank).
b. Prinsip
perjanjian adalah bahwa pemberian kredit didasarkan pada suatu perjanjian yang
saling mempercayai bahwa kedua belah pihak akan mematuhi hak dan kewajibannya
masing-masing.
c. Prinsip
kesepakatan adalah kesepakatan dari pemberi kredit dan peminjam tentang jangka
waktu bagi pelunasan hutang dan bunga/bagi hasil yang akan diselesaikan dalam
jangka waktu yang telah disepakati bersama.
Kredit perbankan dapat diklasifikasikan
berdasarkan beberapa kriteria (www.isbs.wordpress.com),
yaitu :
a. Jangka
Waktu Kredit
Kreteria
kredit berdasarkan jangka waktu dapat dibagi menjadi kredit jangka pendek
(kredit yang memiliki jangka waktu maksimum satu tahun. Misalnya untuk
membiayai modal kerja, pembiayaan musiman) dan kredit jangka panjang (kredit
yang jangka waktunya lebih dari satu tahun, contohnya adalah kredit investasi)
b. Sifat
penggunaan dana
Menurut
sifat penggunaan dana, kredit dibagi menjadi revolving dan non-revolving.
Pada kredit revolving pinjaman yang telah dilunasi masih dapat ditarik
kembali maka sifat pemakaian dana jenis kredit ini adalah “naik-turun” sesuai
dengan kebutuhan debitur. Pada kredit non revolving kredit tidak dapat
ditarik secara berulang–ulang.
c. Tujuan
penggunaan dana
Kriteria
kredit penggunaan dana dapat dibagi menjadi :
1) Kredit
modal kerja (working capital loan):
Kredit
modal kerja (working capital loan) kredit yang diberikan untuk membiayai
kebutuhan modal kerja perusahaan dan pada umumnya berjangka waktu pendek,
maksimal satu tahun. Sedangkan pengertian modal kerja adalah sejumlah dana yang
digunakan untuk membiayai operasional perusahaan mulai dari pengadaan bahan
baku/bahan penolong/ bahan setengah jadi, membiayai tenaga kerja dan biaya overhead,
proses produksi barang sampai dengan barang tersebut siap dijual atau dengan
kata lain sejumlah dana/kas yang tertanam dalam aktiva lancar yang dipergunakan
untuk menjalankan aktivitas perusahaan (Suhardjono, 2003:287).
2) Kredit
investasi (investment loan)
Kredit
investasi merupakan fasilitas kredit yang ditujukan untuk pembiayaan aktiva
tetap dan berjangka waktu panjang (umumnya lebih dari satu tahun). Kredit
investasi dapat digunakan untuk kegiatan sebagai berikut:
a) Investasi
baru, yang merupakan kegiatan investasi untuk proyek baru atau pembuatan sistem
produksi baru untuk proyek perluasan.
b) Investasi
peremajaan, merupakan kegiatan investasi untuk penggantian peralatan lama.
c) Investasi
perluasan, merupakan kegiatan investasi untuk pengadaan barang baru dengan
kapasitas produksi yang lebih besar sebagai pengganti peralatan yang lama,
dengan ongkos produksi yang masih sama dengan investasi yang digantikan.
d) Investasi
modernisasi, merupakan kegiatan investasi untuk pengadaan barang baru dengan
kapasitas produksi yang lebih besar sebagai pengganti peralatan yang lama,
dengan proses produksi baru (Suhardjono, 2003:307).
3) Kredit
konsumsi ( consumer loan )
Kredit
yang diberikan bank untuk membiayai pembelian barang, yang tujuannya tidak
untuk usaha tetapi untuk pemakain pribadi, sifat menggunaan dananya non revolving
dan jenis kredit pada umumnya term loan, KPR, dan car loan
(www.isbs.wordpress.com).
d. Cara
penarikan / pembayaran kembali kredit
Ada
dua sistem penarikan dan pengembalian kredit yaitu
1) Tidak
ter-schedule
Artinya
penarikan dan kredit dapat dilakukan setiap saat selama periode kredit masih
berlaku dengan pemberitahuan kepada pihak bank sedangkan untuk
pembayaran/pelunasan pinjaman dapat dilakukan setiap saat tanpa jadwal
tertentu.
2) Ter-schedule
Penarikan
dana kredit yang telah ditentukan Pembayaran / pelunasan dengan jadwal
tertentu. Pembayaran dengan sistem angsuran bulanan yaitu angsuran yang
jumlahnya tetap tiap bulan terdiri dari angsuran pokok dan bunga (anuated)
(www.isbs.wordpress.com).
4. Penjaminan
Pembiayaan
Menurut UU No. 10 tahun 1998 pasal 8 dan
penjelasannya dalam Suhardjono (2003:394) menjelaskan bahwa dalam memberikan
kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam
penjelasan pasal 8 UU No. 10 tahun 1998 menyatakan bahwa kredit yang diberikan
oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya harus memperhatikan
asas-asas pemberian kredit yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut “
jaminan pemberian kredit”, dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan
faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memeperoleh keyakinan
tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama
terhadap watak, kemampuan, modal, prospek usaha debitur, serta agunan.
Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka
apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas
kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang,
proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Bank tidak
wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek
yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan “agunan tambahan”.
Selain itu menurut Veithzal (2006:439) jaminan
kredit adalah hak dan kekuasaan atas barang jaminan yang diserahkan oleh
nasabah kepada bank guna menjamin pelunasan utangnya apabila kredit yang
diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang diperjanjikan dalam
perjanjian kredit atau adendumnya.
Veithzal menambahkan jaminan dapat
dibedakan sebagai berikut:
a. Jaminan
perorangan (personal guarante/borgtocht) adalah suatu perjanjian
penanggungan hutang di mana pihak ketiga mengikatkan diri untuk memenuhi
kewajiban nasabah dalam hal nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada
bank/wanprestasi.
b. Jaminan
perusahaan (Corporate guaranty) adalah suatu perjanjian penanggungan
hutang yang diberikan oleh perusahaan lain untuk memenuhi kewajiban nasabah
dalam hal nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada bank/wanprestasi.
c. Jaminan
kebendaan adalah penyerahan hak oleh nasabah atau pihak ketiga atas
barang-barang miliknya kepada bank guna dijadikan jaminan atas kredit yang
diperoleh nasabah.
Menurut Muldjono (2001:296) ada dua
sasaran pokok dalam penilaian penjaminan:
a. Menilai
nilai ekonomis dari barang jaminan.
b. Menilai
nilai yuridis dari barang jaminan.
Secara umum wujud dari jaminan perkreditan
dapat dilihat dari berbagai sudut, antara lain:
a. Dari
pemilik jaminan itu sendiri:
1) Dapat
berupa kekayaan dari si debitur yang bersangkutan.
2) Dapat
pula berupa kekayaan pihak ketiga yang digunakan untuk menjamin kredit yang
diperoleh si debitur tersebut.
b. Dari
status kekayaan tersebut di dalam suatu perusahaan.
1) Dapat
sebagai current asset, antara lain berupa piutang stok persediaan barang
yang diperdagangkan.
2) Dapat
juga berupa fixed asset, yaitu kekayaan atau alat produksi debitur yang
bersangkutan sepeti tanah, bangunan, alat-alat produksi, alat transportasi, dan
lain-lain.
c. Dari
wujud barang jaminan itu sendiri.
1) Jaminan
dalam bentuk tangible asset yaitu barang-barang yang ada wujudnya secara
fisik antara lain aktiva lancar, aktiva tetap milik perusahaan ataupun jaminan
kebendaan lainnya.
2) Jaminan
dalam bentuk intangible asset yaitu jaminan kredit yang tidak ada
wujudnya secara fisik, misalnya jaminan pribadi letter of guaranty, letter
of conform recommendation, tanda tangan sebagai analyst.
d. Dari
fungsinya dalam kegiatan perkreditan yang bersangkutan.
1) Jaminan
utama, yaitu barang-barang yang diperoleh dengan kredit yang kemudian
dijaminkan kepada bank kembali.
2) Jaminan
tambahan, yaitu barang jaminan lain diluar yang dibiayai dengan kredit tersebut
di atas, dengan maksud sebagai pengaman kredit yang telah ditarik oleh debitur.
e. Dari
sudut yuridis: Jaminan kredit dapat pula dibedakan menjadi:
1) Jaminan
kebendaan
2) Jaminan
bukan kebendaan atau disebut pula jaminan perorangan, antara lain bortgocht
avalyst yaitu suatu perjanjian di mana pihak ketiga menyanggupi kepada
pihak berpiutang atas pembayaran suatu hutang, apabila si berutang tidak
menepati janjinya di kemudian hari.
5. Pembiayaan
Bermasalah
Ada beberapa pengertian kredit bermasalah,
yaitu:
a. Kredit
yang di dalam pelaksanaannya belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan
oleh pihak bank.
b. Kredit
yang memungkinkan timbulnya resiko dikemudian hari bagi bank dalam artian luas.
c. Mengalami
kesulitan dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik dalam bentuk
pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan
serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan.
d. Kredit
di mana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama apabila sumber-sumber
pembayaran kembali yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk membayar
kembali kredit, sehingga belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh
bank.
e. Kredit
di mana terjadi cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai perjanjian,
sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi kerugian di perusahaan nasabah
sehingga memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari bagi bank dalam
arti luas.
f. Mengalami
kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap bank, baik
dalam bentuk pembayaran ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang
bersangkutan.
g. Kredit
golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet serta golongan
lancar yang berpotensi menunggak.
Bagi bank semakin dini menganggap kredit
yang diberikan menjadi bermasalah, semakin baik karena berdampak semakin dini
pula dalam upaya penyelamatannya sehingga tidak terlanjur parah yang berakibat
semakin sulit penyesuaiannya (Veithzal, 2006:476).
Kredit bermasalah menggambarkan suatu
situasi di mana persetujuan pengembalian kredit mengalami kegagalan, bahkan
cenderung menuju atau mengalami rugi yang potensial (potential loss).
Oleh karena itu, motonya adalah lebih dini potential problem loan
ditentukan, maka akan lebih banyak alternatif dan lebih banyak peluang
pencegahan kerugian bagi bank. Dengan demikian, perlu dilakukan inventarisasi
sebab-sebab timbulnya kredit bermasalah dan bagaimana alternatif
penyelesaiannya. Adapun beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya kredit
bermasalah adalah sebagai berikut.
a. Karena
kesalahan bank
1)
Kurang pengecekan terhadap latar belakang
calon nasabah
2)
Kurang tajam dalam menganalisis terhadap
maksud dan tujuan penggunaan kredit dan sumber pembayaran kembali
3)
Kurang pemahaman terhadap kebutuhan
keuangan yang sebenarnya dari calon nasabah dan manfaat kredit yang diberikan
4)
Kurang mahir menganalisis laporan keuangan
calon nasabah
5)
Kurang lengkap mencantumkan syarat-syarat
6)
Terlalu agresif
7)
Pemberian kelonggaran terlalu banyak
8)
Kurang pengalaman dari pejabat kredit atau
account officer
9)
Pejabat kredit mudah dipengaruhi,
diintimidasi atau dipaksa oleh calon nasabah
10) Kurang
berfungsinya credit recovery officer
11) Keyakinan
yang berlebihan
12) Kurang
mengadakan review, minta laporan dan menganalisis laporan keuangan serta
informasi-informasi kredit lainnya
13) Kurang
mengadakan kunjungan on the spot pada lokasi perusahaan nasabah
14) Kurang
mengadakan kontak dengan nasabah
15) Pemberian kredit terlalu banyak tanpa disadari
16) Campur
tangan yang berlebihan dari pemilik
17) Pengikatan
jaminan kurang sempurna
18) Ada
kepentingan pribadi pejabat bank
19) Kompromi
terhadap prinsip-prinsip perkreditan
20) Tidak
punya kebijakan perkreditan yang sehat
21) Sikap
memudahkan dari pejabat bank atau account officer.
b. Karena
kesalahan nasabah
1) Nasabah
tidak kompeten
2) Nasabah
tidak atau kurang pengalaman
3) Nasabah
kurang memberikan waktu untuk usahanya
4) Nasabah
tidak jujur
5) Nasabah
serakah.
c. Faktor
eksternal
Akibat perubahan pada external environment
diidentifikasikan penyebab timbulnya kredit bermasalah, seperti
perubahan-perubahan political dan legal environment, deregulasi
sector real, financial dan ekonomi menimbulkan pengaruh yang merugikan
kepada seseorang nasabah. Perubahan tersebut merupakan tantangan terus-menerus
yang dihadapi oleh pemilik dan pengelola perusahaan (Veithzal, 2006:478).
6. Tahapan
Penanganan Pembiayaan Bermasalah
a. Langkah-langkah
penanganan
Adapun langkah-langkah yang diambil adalah sebagai berikut.
1) Perkuat
posisi bank secara umum, terutama posisi yuridis dan nilai jaminan.
2) Buat
rencana penanganan dengan kerja sama dengan nasabah (Veithzal, 2006:482-483).
b. Identifikasi
permasalahan
Sebelum menentukan strategi penyelesaian yang akan dipilih, credit
recovery officer yang menangani kredit bermasalah terlebih dahulu harus
menganalisis, kemudian menilai risiko nasabah, yaitu sebagai berikut.
1) Kondisi
industri
Kondisi industri perlu dianalisis karena alasan-alasan sebagai
berikut. 1) problematika struktural dalam industri dapat mempengaruhi risiko
kredit secara keseluruhan, misalnya pendapatan rendah, biaya tinggi, dan
persaingan sangat tinggi. 2) perubahan lingkungan dapat memberikan dampak
negatif terhadap kredit yang diberikan, misalnya deregulasi bidang valas dan
deregulasi bidang perdagangan.
2) Posisi
perusahaan dalam industri
Posisi perusahaan dalam industri perlu dianalisis karena
alasan-alasan berikut. 1) dinamika persaingan dapat memberikan keuntungan atau
kerugian yang kritis kepada perusahaan. 2) kelemahan dalam bidang-bidang kunci
dapat mempengaruhi risiko kredit secara keseluruhan.
3) Kondisi
keuangan
Mempelajari kondisi keuangan nasabah merupakan kunci untuk
mengembangkan strategi penyelesaian kredit. Oleh karena itu, petugas dan/atau
pejabat yang menangani harus konsisten menganalisis spread sheet dalam
mengungkapkan kondisi keuangan.
4) Kualitas
manajemen
Penilaian manajemen sangat bersifat kualitatif dan subjektif.
Sekalipun demikian, kriteria yang konsisten harus digunakan dalam menilai
kualitas manajemen.
5) Keadaan
jaminan
Untuk mendapatkan keputusan kredit yang terbaik, seorang
petugas dan/atau pejabat yang menangani harus memperkirakan nilai realisasi
dari jaminan tersebut apabila jaminan tersebut dijual (forced value).
Perkiraan nilai realisasi jaminan tergantung kepada kendali bank atas jaminan
jika surat-surat jaminan tersebut tidak sempurna. Demikian juga bank tidak akan
dapat memperoleh hasil penjualan jaminan tanpa suatu legal claim yang
kuat dan kemampuan untuk menjual (Veithzal, 2006:484-494).
c. Tahap
penyelesaian kredit bermasalah
Penyelesaian di sini diartikan pengakhiran hubungan nasabah
dengan likuidasi, penjualan aset, atau penjualan perusahaan. Penyelesaian
dilaksanakan dengan dua macam kondisi, yaitu sukarela dan paksaan. Penjualan
secara sukarela oleh nasabah biasanya mendapatkan harga lebih tinggi dari pada
likuidasi paksaan oleh kreditor selain adanya biaya-biaya likuidasi (Veithzal,
2006:504).
d. Faktor
penentu penanganan kredit bermasalah
Kondisi iktikad dan kemampuan nasabah, prospek usaha dan
jaminan merupakan faktor-faktor yang paling menentukan jenis penanganan yang
akan dilakukan oleh bank. Pada saat kredit menjadi bermasalah, kondisi mungkin
positif atau negatif (Veithzal, 2006:506).
7. Manajemen
Pembiayaan Bank Syariah
Kaitan
antara bank dengan uang dalam suatu unit bisnis adalah penting, namun dalam
pelaksanaannya harus menghilangkan adanya ketidakadilan, ketidakjujuran, dan
penghisapan dari satu pihak ke pihak lain (bank dengan nasabahnya). Kedudukan
bank syariah dalam hubungan dengan nasabah adalah sebagai mitra investor dan
pedagang, sedangkan dalam hal bank pada umumnya, hubungannya adalah sebagai kreditur
dan debitur.
Sehubungan
dengan jalinan investor dan pedagang tersebut, maka dalam menjalankan
pekerjaannya, bank syariah menggunakan berbagai teknik dan metode investasi.
Kontrak hubungan investasi antara bank syariah dengan nasabah ini disebut pembiayaan.
Dalam aktivitas pembiayaan bank syariah akan menjalankan dengan berbagai teknik
dan metode, yang penerapannya tergantung pada tujuan dan aktivitas, seperti
kontrak mudharabah, musyarakah, murabahah dan yang lainnya.
Mekanisme perbankan syariah yang berdasarkan prinsip mitra usaha, adalah bebas
bunga. Oleh karena itu, soal membayarkan bunga kepada para depositor atau
pembenaan suatu bunga dari para nasabah tidak timbul.
Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai
falsafah mencari keridhaan Allah untuk memperoleh kebijakan di dunia dan
akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan
menyimpang dari tuntutan agama harus dihindari. Berikut falsafah yang harus
diterapkan oleh bank syariah (Muhammad, 2005:2):
a. Menjauhkan
diri dari unsur riba, caranya:
Menghindari
penggunaan sistem yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu
usaha. KLIK INI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA
0 Komentar