SRIPSI PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS KEPEMILIKAN AKTIVA KENDARAAN DENGAN METODE CAPITAL LEASE PADA PT.IGLAS SEBAGAI LESSEE (lengkap sampai daftar pustaka)
Dana memegang
peranan penting dalam menunjang kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan
dapat menggunakan dana tersebut sebagai alat
investasi melalui penanaman barang modal. Dana yang diterima oleh perusahaan
digunakan untuk membeli aktiva tetap, untuk memproduksi barang dan jasa,
membeli bahan-bahan untuk kepentingan produksi dan penjualan, dan lain-lain.
Dalam hal pengadaan barang modal, ada beberapa alternatif pembiayaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan. Pembiayaan dari sumber internal dan pembiayaan dari sumber eksternal. Pembiayaan dari sumber internal dihasilkan sendiri di dalam perusahaan, diantaranya adalah laba ditahan, modal saham, dan lain-lain. Sedangkan pembiayaan dari sumber eksternal berasal dari luar perusahaan, diantaranya adalah pinjaman bank, sewa guna usaha (leasing), penjualan kredit dari pemasok, dan lain-lain.
Bagi perusahaan yang mempunyai modal besar, alternatif termudah adalah dengan menggunakan modal sendiri, sebaliknya bagi perusahaan yang tidak mempunyai cukup modal, alternatif yang dipilih adalah pembiayaan dari luar perusahaan. Salah satu jenis pembiayaan barang modal yang mulai banyak digunakan perusahaan di Indonesia selain pinjaman dari bank adalah pembiayaan sewa guna usaha (leasing).
Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) yaitu apabila dalam transaksi perusahaan lessor bertindak sebagai pihak yang membiayai barang modal dimana secara berkala lessor menerima pembayaran sewa guna usaha dari lessee dan di akhir masa sewa terdapat hak opsi bagi lessee. Hak opsi adalah hak lessee untuk membeli barang modal yang disewagunausahakan atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa guna usaha. Sedangkan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) yaitu apabila dalam transaksi perusahaan lessor membeli barang modal dan kemudian menyewa guna usahakannya kepada lessee, lessee tidak mempunyai hak opsi untuk membeli atau memperpanjang transaksi sewa guna usaha tersebut.
Pada setiap akhir periode, perusahaan selalu membuat laporan keuangan yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi. Dalam membuat laporan keuangan tersebut transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha.
Perlakuan tersebut di atas adalah perlakuan yang biasa terjadi pada akuntansi komersial, perlakuan untuk perpajakan tentunya memiliki perbedaan dikarenakan adanya ketentuan-ketentuan perpajakan yang secara khusus mengaturnya. Adanya perbedaan tersebut memotivasi penulis untuk mencoba meneliti bagaimana perlakuan akuntansi perpajakan atas transaksi sewa guna usaha.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang permasalahan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai
berikut :
“Bagaimanakah penerapan akuntansi perpajakan atas
kepemilikan aktiva kendaraan dengan metode capital lease pada PT.IGLAS
(Persero) ?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui perlakuan akuntansi perpajakan atas transaksi sewa guna usaha dengan
hak opsi (capital lease) pada PT.IGLAS (Persero).
2.
Menerapkan
perlakuan akuntansi perpajakan yang tepat untuk kepemilikan aktiva kendaraan
dengan sewa guna usaha dengan hak opsi pada PT.IGLAS (Persero).
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang
diharapkan akan diperoleh setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.
Bagi
penulis
Dapat memberikan kesempatan untuk mengadakan
pengkajian dan pembahasan terhadap ilmu-ilmu yang diterima dalam perkuliahan
dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi dalam perusahaan.
2.
Bagi
perusahaan
Dapat memberikan acuan pada PT.IGLAS (Persero)
tentang tata cara dan prosedur yang tepat untuk perlakuan akuntansi perpajakan
sewa guna usaha.
3.
Bagi
pembaca lainnya
Dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk
menambah pengetahuan dan sebagai bahan penelitian lebih lanjut bagi peneliti
lainnya.
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi
Secara garis
besar skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab. Sistematika penulisan skripsi ini
dapat diuraikan sebagai berikut :
Bab 1: Pendahuluan
Bab ini berisi
latar belakang masalah yang menguraikan pandangan umum tentang perlakuan
akuntansi pajak atas kepemilikan aktiva kendaraan dengan metode capital
lease. Selanjutnya bab ini juga menguraikan tentang rumusan masalah
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan
skripsi.
Bab 2: Tinjauan Kepustakaan
Bab ini
menguraikan tentang teori dan konsep yang berhubungan dengan masalah
penelitian, antara lain mengenai pengertian akuntansi, pengertian laporan
keuangan, pengertian aktiva tetap, akuntansi pajak penghasilan, akuntansi pajak
pertambahan nilai, pengertian leasing, serta teori-teori lainnya.
Bab 3: Metodologi Penelitian
Bab ini
menguraikan tentang alasan pemilihan metode penelitian yaitu menggunakan metode
penelitian kualitatif (studi kasus). Dengan menggunakan metode tersebut penulis
dapat menjelaskan secara rinci dan mendalam tentang objek studi dan dapat
menemukan penyelesaian masalah dari permasalahan yang sedang diteliti oleh
penulis.
Bab 4 : Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi
tentang gambaran umum obyek dan subyek penelitian yang meliputi sejarah singkat
perusahaan, struktur orgnisasi, kebijakan akuntansi perusahaan yang terkait
dengan transaksi sewa guna usaha, serta perlakuan akuntansi pajak atas
transaksi sewa guna usaha yang terjadi di perusahaan.
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan
tentang simpulan dari seluruh pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab
sebelumnya, sert pemberian saran-saran sehubungan dengan pembahasan yang telah
dilakukan.
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Perlakuan Akuntansi Pajak
2.1.1 Pengertian akuntansi
Akuntansi sering
disebut sebagai “bahasa bisnis”. Atau bisa juga dikatakan akuntansi adalah
“bahasa dari keputusan-keputusan keuangan”. (Horngren dkk., 1997 : 2).
Pengertian akuntansi menurut APB Statement No.4 : “Akuntansi adalah aktivitas
jasa. Fungsinya adalah untuk menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang
bersifat keuangan, tentang entitas (kesatuan) usaha yang dipandang akan
bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam menetapkan pilihan yang
tepat di antara berbagai alternatif tindakan”.
Aspek legal
menyangkut penyelenggaraan akuntansi atau pembukuan diatur dalam pasal-1 angka
26, dan pasal 28 Undang-Undang No.16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (KUP). Menurut ketentuan pasal-1 angka 26 Undang-Undang tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut di atas, pembukuan
didefinisikan sebagai :
“Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap akhir tahun pajak”
2.1.2 Pengertian laporan keuangan
Laporan Keuangan
bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja,
serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Pengertian
laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:2) :
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan”
Selanjutnya di
dalam Standar Akuntansi Keuangan tersebut disebutkan bahwa tujuan disusunnya
laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan,kinerja,
dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna
laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban (stewardships) manajemen atas penggunaan
sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
2.1.3 Pengertian akuntansi pajak
Akuntansi
perpajakan, menurut Niswonger dan Fees yang dikutip Gunadi (1997:7) dirumuskan
sebagai bagian dari akuntansi yang menekankan pada penyusunan surat
pemberitahuan pajak (tax return) dan pertimbangan konsekuensi perpajakan
terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan. Akuntansi perpajakan secara khusus
menyajikan laporan keuangan dan informasi lain kepada administrasi pajak.
Tujuan utama dari laporan akuntansi pajak adalah untuk menyajikan informasi
sebagai bahan menghitung besarnya pendapatan kena pajak (dasar pengenaan pajak dalam
kasus PPN).
Dalam sistem self
assessment, Wajib Pajak harus menghitung sendiri utang pajaknya sehingga
laporan keuangan itu sangat membantu perhitungan. Selain untuk kebutuhan
informasi manajemen, laporan keuangan juga dipakai sebagai bahan untuk mengetahui
dan menilai tingkat kepatuhan Wajib Pajak terhadap administrasi pajak, terutama
dalam aktivitas pemeriksaan bahkan penyidikan pajak.
2.1.4 Aktiva tetap
2.1.4.1 Pengertian aktiva tetap
Menurut Standar
Akuntansi Keuangan No.16 (2004:16.2) : “Aktiva Tetap adalah aktiva berwujud
yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu,
yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam
rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun”.
Dari pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa suatu aktiva tetap mempunyai beberapa sifat,
yaitu :
1. Masa manfaatnya jangka panjang atau lebih
dari satu tahun
2. Dimiliki dan digunakan dalam operasi
normal perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa
3. Tidak ditujukan untuk dijual kembali atau
diperdagangkan untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan aktiva tersebut
2.1.4.2 Bentuk-bentuk aktiva tetap
Secara garis
besar aktiva tetap dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu :
- Aktiva Tetap Berwujud
Zaki Baridwan (1992:271) mengungkapkan : “Aktiva
tetap berwujud adalah aktiva-aktiva berwujud yang sifatnya relatif permanen
yang digunakan dalam kegiatan perusahaan normal” .
Jadi aktiva tetap berwujud ini mempunyai
sifat permanen atau dengan kata lain dapat digunakan dalam jangka waktu yang
relatif lama. Aktiva tetap berwujud ini masih dibagi lagi menjadi :
- Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas, seperti tanah
- Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya bisa diganti dengan aktiva aktiva sejenis, misalnya: bangunan, mesin, peralatan, kendaraan dan lain-lain.
- Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat diganti dengan aktiva sejenis, misalnya: sumber-sumber alam seperti hasil tambang, hutan, dan lain-lain
- Aktiva Tetap Tidak Berwujud
Pengertian aktiva tetap tidak berwujud
menurut Zaki Baridwan (1992:355) adalah : “Aktiva-aktiva yang umurnya lebih
dari satu tahun dan tidak mempunyai bentuk fisik. Pada umumnya aktiva tetap
tidak berwujud merupakan hak-hak yang dimiliki yang dapat digunakan lebih dari
satu tahun”.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan
(2004:19.3): “Aktiva tidak berwujud adalah aktiva non moneter yang dapat
diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan
dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak
lainnya, atau untuk tujuan administratif”.
Aktiva tidak berwujud antara lain dapat
berbentuk lisensi, merek dagang, (termasuk merek produk), hak paten, hak cipta,
waralaba.
2.1.5 Penyusutan aktiva tetap berwujud
2.1.5.1 Pengertian penyusutan
Menurut Standar
Akuntasi Keuangan (2004:17.1): “Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva
yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi”.
Penyusutan untuk
periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Aktiva yang dapat disusutkan adalah aktiva yang :
1. Diharapkan untuk digunakan selama lebih
dari satu periode akuntansi; dan
2. Memiliki suatu masa manfaat yang terbatas;
dan
3. Ditahan oleh suatu perusahaan untuk
digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa, untuk disewakan atau
untuk tujuan administrasi.
2.1.5.2 Metode penyusutan
Jumlah yang dapat
disusutkan dialokasi ke setiap periode akuntansi selama masa manfaat aktiva
dengan berbagai metode yang sistematis. Metode manapun yang dipilih,
konsistensi dalam penggunaannya adalah perlu, tanpa memandang tingkat
profitabilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan, agar dapat menyediakan
daya banding hasil operasi perusahaan dari periode ke periode.
Penyusutan dapat
dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokkan menurut kriteria
berikut :
1. Berdasarkan waktu :
a. Metode garis lurus (straight line
method)
b. Metode pembebanan yang menurun :
i.
Metode
jumlah angka tahun (sum of the year digit method)
ii.
Metode
saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double declining balance method)
2. Berdasarkan penggunaan
a. Metode jam jasa (service hours method)
b. Metode jumlah unit produksi (productive
output method)
3. Berdasarkan kriteria lainnya
a. Metode berdasarkan jenis dan kelompok (group
and composite method);
b. Metode anuitas (annuity method)
c. Sistem persediaan (inventory system)
2.1.5.3 Metode penyusutan menurut ketentuan perpajakan
Metode penyusutan
menurut peraturan perpajakan diatur dalam pasal 11 Undang-undang No.7 Tahun
1983 sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun
2000 tentang Pajak Penghasilan. Metode penyusutan yang diperbolehkan
berdasarkan ketentuan ini adalah :
1. Metode garis lurus atau straight line
method
Dalam ketentuan fiskal metode ini disebut
penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang
ditetapkan bagi harta tersebut.
2. Metode saldo menurun atau declining
balance method
Penyusutan atas harta berwujud dilakukan
dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara
menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat
nilai sisa buku disusutkan, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Penggunaan metode
penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Harta berwujud berupa
bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud
selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo
menurun.
Untuk menghitung
penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai
berikut :
Tabel 2.1
Tarif penyusutan menurut ketentuan perpajakan
Kelompok Harta
Berwujud
|
Masa Manfaat
|
Tarif Penyusutan
Berdasarkan Metode
|
|
Garis
Lurus
|
Saldo
Menurun
|
||
I. Bukan
bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
II. Bangunan
Permanen
Tidak permanen
|
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
20 tahun
10 tahun
|
25 %
12,5%
6,25%
5%
5%
10%
|
50%
25%
12,5%
10%
-
-
|
Sumber :
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000
2.1.6 Sewa guna usaha (Leasing)
2.1.6.1 Pengertian sewa guna usaha
Kegiatan sewa
guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia
pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan,
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.Kep-122/MK/2/1974 dan No.30/KPB/I/74
tanggal 7 Februari 1974 tentang “Perizinan Usaha Leasing”. Menurut Surat
Keputusan Bersama tersebut menyatakan :
“ Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama”
Definisi tersebut
nampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha saja yang lazim disebut capital lease atau
sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian, dengan ditetapkannya Keputusan
Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, jenis kegiatan
sewa guna usaha telah diperluas sebagaimana tersirat dalam (pasal 1 huruf d)
keputusan tersebut yang menampung definisi-definisi berikut ini : “Perusahaan
sewa guna usaha (Leasing Company) adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Capital
lease maupun Operating Lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala”
Menurut Marpaung
(1985:1), perusahaan leasing adalah perusahaan yang memberikan jasa
dalam bentuk penyewaan barang-barang modal atau alat-alat produksi dalam jangka
waktu menengah atau jangka panjang dimana pihak penyewa (lessee) harus
membayar sejumlah uang secara berkala yang terdiri dari nilai penyusutan suatu
obyek lease ditambah dengan bunga, biaya-biaya lain serta profit yang
diharapkan oleh lessor.
Dari
definisi-defini leasing yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa ciri-ciri leasing yang membedakannya dari transaksi
sewa-menyewa biasa, yaitu :
- Obyek Leasing
Barang-barang yang menjadi obyek
perjanjian leasing meliputi segala macam barang modal seperti mesin atau
komputer, sedangkan pada transaksi sewa-menyewa biasa obyeknya tidak harus
barang modal.
- Adanya pembayaran secara berkala dalam waktu tertentu
Dalam
sewa-menyewa biasanya cara pembayarannya dilakukan sekali untuk suatu periode
tertentu, sedangkan leasing pembayarannya dilakukan secara berkala dan
bisa dilakukan setiap bulan, setiap kuartal, atau setiap setengah tahun sekali.
- Nilai sisa atau residual value
Pada
perjanjian leasing ditentukan suatu nilai sisa sedangkan perjanjian
sewa-menyewa biasa tidak mengenal hal ini.
KLIK INI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA
0 Komentar