BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dengan
bergabungnya 5 bank yang terdiri dari Bank Bali, Bank Universal, Bank
Artamedia, Bank Prima Express dan Bank Patriot menjadi Bank Permata pada bulan
Oktober 2002, maka jumlah bank di Indonesia menjadi 141 buah dengan aset Rp
1.077 triliun per September 2002. Menurut Biro Riset Infobank (2004),
berdasarkan data BI per September 2003 menunjukkan jumlah aset perbankan
meningkat menjadi Rp1.252,82 triliun dengan jumlah bank sebanyak 138. Kemudian
data dari BI per September 2004, jumlah bank yang beroperasi di Indonesia
sebanyak 136 buah dengan nilai aset sebesar 1.208,17 triliun.
Tabel
1.1 Trend Jumlah Bank yang beroperasi di Indonesia
Keterangan
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
Bank
Umum :
|
||||
a. Bank Persero
|
5
|
5
|
5
|
5
|
b. Bank Pembangunan Daerah
|
26
|
26
|
26
|
26
|
c. Bank Swasta Nasional
|
80
|
77
|
76
|
74
|
d. Bank Asing Campuran
|
34
|
34
|
31
|
31
|
Jumlah Bank
|
145
|
142
|
138
|
136
|
Bank
Perkreditan Rakyat :
|
||||
a. BPR bukan Badan Kredit Desa
|
2.355
|
2.141
|
2.143
|
-
|
b. BPR Badan Kredit Desa
|
5.345
|
5.345
|
5.345
|
-
|
c. LKDP
|
1.620
|
1.620
|
1.620
|
-
|
Jumlah Bank
|
9.320
|
9.106
|
9.107
|
-
|
Perusahaan Pembiayaan
|
248
|
259
|
-
|
-
|
Sumber : BI, Infobank (2004)
Namun demikian,
berdasarkan nilai aset yang dimiliki oleh total perbankan ternyata masih
didominasi oleh 20 bank yang menguasai 73,39% dari total aset perbankan secara
keseluruhan. Bank Mandiri merupakan bank yang memiliki aset paling tinggi yaitu
sebanyak 19,89% dari total aset perbankan. Kemudian diikuti Bank BNI sebesar
10,53%,Bank BCA sebesar 9,75%, Bank BRI sebesar 7,36%. Berikut adalah tabel 20
besar pangsa aset bank per September 2003(Rp juta):
Tabel 1.2 20 Besar Bank dengan Aset
Terbesar
No
|
Nama
Bank
|
Aset
|
%
|
1
|
Bank Mandiri
|
251.049.395
|
19,89
|
2
|
Bank Negara Indonesia
|
132.867.023
|
10,53
|
3
|
BCA
|
122.608.751
|
9,72
|
4
|
BRI
|
92.866.596
|
7,36
|
5
|
Bank Danamon Indonesia
|
45.009.578
|
3,57
|
6
|
Bank Internasional Indonesia (BII)
|
34.726.795
|
2,75
|
7
|
Bank Permata
|
27.542.280
|
2,18
|
8
|
BTN
|
26.246.816
|
2,08
|
9
|
Lippo Bank
|
25.821.696
|
2,05
|
10
|
Bank Niaga
|
21.875.110
|
1,73
|
11
|
Citibank
|
21.731.523
|
1,72
|
12
|
Bank Panin
|
17.258.206
|
1,37
|
13
|
Bank Bukopin
|
16.577.060
|
1,31
|
14
|
Bank NISP
|
15.267.068
|
1,21
|
15
|
Bank Buana Indonesia
|
14.195.995
|
1,12
|
16
|
Deutsche Bank
|
13.211.882
|
1,05
|
17
|
HSBC
|
12.310.716
|
0,98
|
18
|
ABN Amro Bank
|
11.696.423
|
0,93
|
19
|
Bank Mega
|
11.659.482
|
0,92
|
20
|
Bank Jabar
|
11.652.959
|
0,92
|
Total
Aset
|
926.175.351
|
73,39
|
Sumber : BI,Infobank (2004)
Berdasarkan data Bank Indonesia dalam statistik Ekonomi dan Keuangan,
perbankan Indonesia
dikelompokkan kedalam 2 kelompok besar yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah.
Masing-masing kelompok bank tersebut terdiri dari bank umum dan BPR. Bank Umum
terdiri dari Bank Umum Devisa dan Bank Umum non Devisa. Kedua bank umum
tersebut masing-masing terdiri dari Bank Pemerintah, Bank Pemerintah Daerah,
Bank Swasta Nasional, Bank Asing dan Bank Campuran.
Kinerja perbankan diukur
dari peningkatan dana pihak ketiga yang terhimpun serta dana yang disalurkan
kepada masyarakat. Berdasarkan data Bank Indonesia yang diolah kembali oleh
Infobank, total dana pihak ketiga secara nasional yang terhimpun di perbankan
pada tahun 2003 sebesar Rp 902,3 triliun. Angka ini lebih besar 8% dari tahun
sebelumnya yakni sebesar Rp 835,8 triliun. Total kredit yang diberikan oleh
seluruh bank tersebut pada tahun 2003 sebesar Rp 437,9 triliun, lebih besar
6,7% dari tahun 2002. Dari data di atas
tampak bahwa besarnya kredit dibanding dana pihak ketiga baru sekitar 48,5%.
Artinya masih banyak dana pihak ketiga yang belum dimanfaatkan atau disalurkan
dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Walau demikian terjadi trend peningkatan
setiap tahunnya baik dana pihak ketiga maupun kredit yang diserap.
Tabel 1.3 Indikator Kinerja Bank 2001-2003 (Rp triliun)
No |
Keterangan |
2001 |
2002 |
2003 |
1 |
Aset Total |
1.009,7 |
1.112,2 |
1.167,9 |
2 |
Dana Pihak Ketiga |
797,4 |
835,8 |
902,3 |
3 |
Kredit yang diberikan |
358,6 |
410,3 |
437,9 |
4 |
Modal |
62,3 |
93,3 |
112,1 |
Sumber : BI & Infobank (2004)
Data
tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2003, perbankan nasional masih sangat
hati-hati dalam menyalurkan kredit kepada sektor korporat dan kredit yang
berjangka waktu panjang karena menyimpan risiko dan ketidakpastian yang tinggi.
Pendapatan bank-bank rekap sebagian besar tergantung pada bunga obligasi. Daya
serap dunia usaha terhadap kredit yang telah disiapkan oleh dunia perbankan
relatif terbatas.
Pertumbuhan
kredit relatif rendah yang ditandai dengan rendahnya tingkat LDR yang dibawah
50%. Profitabilitas dunia perbankan tertolong oleh strategi penyaluran kredit
pada sektor UMKM yang mampu menghasilkan ROA rata-rata antara 2,1-2,4 % dan Net Interest Income (NIM) sebesar
3,6-4,7 triliun. Tingkat efisiensi perbankan nasional tergolong rendah yang
ditandai dengan rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang relatif tinggi yaitu
rata-rata sekitar 86%. Secara umum, kondisi perbankan membaik yang ditandai
dengan CAR rata-rata sekitar 20%, penurunan NPL sekitar 1,4% yang menjadikan
NPL relatif stabil yaitu antara 7,7-8,3 % sampai Nopember 2003[1].
Industri
Perbankan Syariah
Dalam
lima tahun
terakhir ini, perbankan tumbuh sangat signifikan. Pada tahun 2004, perbankan
syariah baru membukukan aset sebesar Rp 1,8 triliun. Sementara sampai dengan
Juni 2004, telah meningkat menjadi Rp 11,14 triliun. Namun demikian, pangsa
pasar yang dikuasainya masih relatif kecil yaitu sekitar kurang dari 1%[2].
Dalam
Cetak Biru Bank Indonesia tentang
Pengembangan Perbankan Syariah, pangsa pasar perbankan syariah pada tahun 2011
diharapkan sekitar 5%. Namun melihat pertumbuhan tersebut sebagian pengamat
memproyeksikan capaian pangsa sebesar 5% akan lebih cepat dari yang
ditargetkan.
Ditinjau
dari jumlah outlet, saat ini telah berdiri 3 Bank Umum Syariah dan sekitar 13
Divisi Usaha Syariah dari bank-bank konvensional dengan jumlah outlet 353 buah.
Sementara pada tahun 1999 hanya sekitar 40 outlet.
Peningkatan
ini akan tetap berlanjut seiring dengan semakin banyaknya bank-bank yang sedang
mengajukan perizinan serta melakukan persiapan untuk membuka unit usaha
syariah.
Tabel
1.4 Jaringan Perbankan Syariah pada Maret 2005
No
|
Keterangan
|
KP/UUS
|
KPO/KC
|
KCP
|
KK
|
Bank Umum Syariah
|
3
|
87
|
30
|
120
|
|
1
|
Bank
Muamalat Indonesia
|
1
|
37
|
8
|
84
|
2
|
Bank
Syariah Mandiri
|
1
|
48
|
22
|
36
|
3
|
Bank
Syariah Mega Indonesia
|
1
|
2
|
0
|
0
|
Unit Usaha Syariah
|
13
|
57
|
14
|
0
|
|
1
|
Bank
IFI
|
1
|
1
|
0
|
0
|
2
|
BNI
|
1
|
14
|
8
|
0
|
3
|
Bank
Jabar
|
1
|
4
|
1
|
0
|
4
|
BRI
|
1
|
16
|
0
|
0
|
5
|
Bank
Danamon
|
1
|
7
|
0
|
0
|
6
|
Bank
Bukopin
|
1
|
3
|
0
|
0
|
7
|
BII
|
1
|
3
|
1
|
0
|
8
|
HSBC
|
1
|
0
|
0
|
0
|
9
|
Bank
DKI
|
1
|
1
|
0
|
0
|
10
|
BPD
Riau
|
1
|
1
|
0
|
0
|
11
|
BPD
Kalsel
|
1
|
1
|
0
|
0
|
12
|
Bank
Niaga
|
1
|
1
|
4
|
0
|
13
|
BTN
|
1
|
5
|
0
|
0
|
BPRS
|
89
|
0
|
0
|
0
|
|
104
|
144
|
44
|
120
|
Sumber : Bank Indonesia (Maret 2005)
Peningkatan jumlah
perbankan syariah ini juga tercermin dari perkembangan jumlah dana yang
disalurkan oleh perbankan sebagaimana tabel berikut :
Tabel
1.5 Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
|
Bank
Umum Nasional (T)
|
||||
Kredit yang Disalurkan
|
359
|
410
|
477,19
|
513,4
|
DPK
|
797
|
836
|
888,6
|
895,1
|
LDR (%)
|
45,0
|
49,1
|
53,7
|
57,35
|
Perbankan
Syariah (M)
|
||||
Pembiayaan yang diberikan
|
2.050
|
3.277
|
5.530
|
8.420
|
DPK
|
1.806
|
2.918
|
5.725
|
8.480
|
FDR (%)
|
113,5
|
112,3
|
96,6
|
99,3
|
Pangsa pasar bank Syariah
|
||||
Pembiayaan yang diberikan
|
0,57
|
0,80
|
1.16
|
1.64
|
DPK
|
0,23
|
0,35
|
0,64
|
0,95
|
Sumber
: Bank Indonesia
(2004)
Tabel
1.6 Komposisi Pembiayaan Perbankan Syariah
Jenis
Pembiayaan
|
2002
|
2003
|
Total
Pembiayaan (Juta)
|
3.277.000
|
5.530.167
|
Murabahah
|
72,08
|
70,81
|
Mudharabah
|
15,22
|
15,35
|
Istishna
|
6,74
|
5,1
|
Musyarakah
|
1,84
|
5,39
|
Sindikasi
|
0,83
|
0,45
|
Restrukturisasi
|
0,02
|
0,01
|
Lainnya
|
4,42
|
2,73
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Sumber : Bank Indonesia (2004)
Dengan fenomena yang
tergambar diatas maka dapat dikatakan bahwa perkembangan perbankan syariah
masih sangat potensial mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Ditambah
dukungan dari Majelis Ulama Indonesia
yang memfatwakan haramnya bunga bank.
Urgensi
Akuntansi pada Perbankan Syariah
Salah satu alat yang
diperlukan sebuah institusi keuangan untuk mengukur kinerja sekaligus sebagai
laporan kepada pihak terkait adalah apa yang disebut akuntansi. Sehingga
perkembangan institusi keuangan tersebut juga berdampak pada perkembangan
akuntansi itu sendiri. Atau dengan kata lain bahwa akuntansi dan institusi baik
institusi keuangan atau bukan saling terkait. Sehingga menjadi keniscayaan
hadirnya perbankan syariah membutuhkan akuntansi syariah. Walaupun bukan
berarti akuntansi syariah lahir karena perbankan syariah.
Untuk saat ini perbankan
syariah di dunia mengacu pada Statement
of Financial Accounting (SFA) yang dikeluarkan oleh Financial Accounting Standards Board (FASB). Lembaga ini adalah bagian
dari Accounting and Auditing Organization
for Islamic Financial Institutions (AAOIFI). Sedangkan di Indonesia,
pedoman akuntansi perbankan syariah juga harus mengacu pada Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 59 tentang akuntansi perbankan
syariah. Selanjutnya pedoman ini dijelaskan dengan adanya Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI) 2003 yang diterbitkan
Bank Indonesia.
Pedoman ini berisi semua
hal terkait akuntansi perbankan syariah. Salah satu diantaranya adalah panduan
akuntansi produk-produk perbankan syariah. Terhitung Desember 2004, trend
pembiayaan syariah di perbankan syariah masih didominasi oleh pembiayaan dengan
skim murabahah.
Melihat
proyeksi trend pembiayaan kedepan, yaitu bahwa sebagian besar penduduk Indonesia
bersifat konsumtif. Kebutuhan yang paling mendesak adalah kebutuhan perumahan
dan kendaraan. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai proses dan penerapan akuntansi
pembiayaan ini. Juga terkait mengenal sistem yang digunakan dalam pembiayaan
ini, maka penulis melakukan penelitian
dengan judul “Penerapan Sistem Akuntansi Pembiayaan Murabahah pada PT Bank Tabungan
Negara Kantor Cabang Syariah Jakarta”
1.2
Perumusan Masalah
Dalam
penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
- Bagaimana proses pengajuan dan pembiayaan murabahah di BTN Syariah?
- Bagaimana sistem dan penerapan akuntansi murabahah di BTN Syariah ?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan
umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana penerapan
pembiayaan murabahah di perbankan syariah, khususnya pembiayaan murabahah KPR.
Bagi
penulis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan
tentang aplikasi pembiayaan murabahah terkait proses dan penerapan
akuntansinya. Disamping itu, penelitian
ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi Islam jurusan Akuntansi Syariah.
Bagi
pihak perusahaan, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan
perbandingan atas produk yang telah dikeluarkan dan dijalankan selama ini.
Sedangkan bagi pihak luar, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan diskusi dan wacana informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
1.4
Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian
ini membatasi ruang lingkup penelitian pada pengkajian akuntansi pembiayaan
murabahah secara teoritis dengan berpedoman pada PSAK 59 tentang Perbankan
Syariah dan PAPSI 2003 serta penerapannya pada PT Bank Tabungan Negara Kantor
Cabang Syariah Jakarta sebagai obyek penelitian.
1.5
Metodologi Penelitian
- Jenis dan Objek Penelitian
Jenis
penelitian ini bersifat kualitatif
deskriptif yang menggambarkan serta menjelaskan penerapan sistem akuntansi
murabahah pada bank syariah. Objek
penelitian ini adalah aplikasi pembiayaan murabahah pada PT Bank Tabungan
Negara Kantor Cabang Syariah Jakarta. Pemilihan objek tersebut didasarkan pada
sampel pembiayaan yaitu lebih kepada pembiayaan murabahah KPR. Dimana BTN
adalah bank yang secara khusus telah berpengalaman dalam pembiayaan KPR. Dan secara
resmi ditetapkan oleh pemerintah untuk menangani pembiayaan kredit perumahan
pada tahun 1974.
- Teknik Pengumpulan Data
- Library Research, mengumpulkan informasi-informasi dan data-data yang relevan dengan permasalahan perbankan syariah khususnya pembiayaan murabahah, yang diperoleh dari literatur-literatur yang ada, baik berupa buku-buku, majalah, jurnal, makalah, diktat,dll.
- Field Research, berupa data primer yaitu, melalui observasi langsung ke lapangan dengan magang selama 1 bulan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berkompeten ataupun memperoleh langsung data-data relevan yang ada di perusahaan.
- Teknik Analisa Data
KLIK INI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA
0 Komentar