Penduduk yang miskin pada umumnya
banyak terdapat di perkotaan maupun di pedesaan di seluruh Indonesia.
Kemiskinan tersebut ditandai oleh ketidak bekerjaan seseorang pada usia kerja
karena sulitnya mendapatkan pekerjaan atau karena pemutusan hubungan kerja,
sehingga setiap tahun jumlah pengangguran kian menumpuk.
Pengangguran
dapat diatasi dengan menempatkan penganggur pada lapangan pekerjaan. Penciptaan
lapangan kerja baru sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah dan swasta.
Namun jumlah lapangan kerja yang diciptakan tersebut masih relatif kecil jika
dibandingkan dengan jumlah pengangguran yang ada.
Di
dalam upaya mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur baik materil
maupun spiritual, pemerintah telah melakukan berbagai usaha pembangunan di
berbagai bidang. Dari tahun ke tahun kegiatan pembangunan yang dilakukan
oleh pemerintah ataupun swasta telah
membuahkan hasil yang menggembirakan yang ditandai dengan peningkatan
kesejahteraan hidup. Namun, peningkatan kesejahteraan hidup tersebut belum
dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Hal itu tercermin
pada bulan Maret 2006 jumlah penduduk Indonesia yang masih berada di bawah
garis kemiskinan sebesar 39, 05 juta (17,75 %), dibanding pada bulan Februari
2005 yang jumlahnya 35, 10 juta (15, 97 %). Berarti jumlah penduduk miskin
meningkat 3,95 juta. (Data Survei Sosial ekonomi Nasional Panel Februari 2005
dan Maret 2006).
Usaha
wiraswasta merupakan salah satu cara dalam mengentaskan pengangguran.
Wiraswasta tidak hanya berskala besar, yang berskala kecilpun sangat diperlukan
kehadirannya. Mereka dapat saling menunjang dengan wiraswasta yang berskala
menengah maupun yang berskala besar (Sudradjad, 2000:11). Salah satu wiraswasta
yang berskala kecil adalah pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima merupakan
salah satu penciptaan lapangan pekerjaan, baik untuk dirinya sendiri ataupun
untuk orang lain.
Dalam
berwirausaha terdapat dua modal yang harus dipenuhi yaitu Modal Non Fisik yang
berupa berani bermimpi, berani mencoba, berani untuk gagal dan berani untuk
sukses. Dan yang kedua adalah Modal Fisik yakni modal yang berupa uang. Kedua
modal ini sangat saling melengkapi (Royan, 2004: 24).
Sedangkan,
secara umum modal fisik bisa diambil dari lembaga keuangan baik Lembaga
Keuangan Bank ataupun Lembaga Keuangan Bukan Bank. Tetapi ada juga modal yang
bisa diambil dari Lembaga Kredit Formal seperti BRI, Bukopin, Danamon, dan
Koperasi Kredit. ataupun Lembaga Kredit Informal seperti tukang kredit
keliling, pelepas uang informal (rentenir) dan ijon (Wijaya dan Soetatwo,
1991:409-414).
Modal,
baik fisik ataupun non fisik sangat dibutuhkan dalam sebuah usaha, begitupula
sebagai pedagang kaki lima, dalam merintis ataupun mengembangkan usahanya,
pedagang kaki lima sangat membutuhkan modal usaha. Berbagai faktor yang
mempengaruhi pedagang kaki lima dalam pengambilan modal pada pelepas uang.
Diantaranya faktor lingkungan, perbedaan individu, dan faktor proses psikologi.
Faktor
lingkungan yang meliputi budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, pengaruh
keluarga, dan situasi pembelian merupakan faktor dalam pengambilan keputusan
yang sangat mendasar dan dipertimbangkan oleh konsumen. Selain itu, faktor
lingkungan merupakan faktor pembentuk dan penghambat dalam pengambilan
keputusan (Budiyanto 1994:63).
Kebutuhan
akan modal usaha guna menjalankan ataupun mengembangkan usaha adalah salah satu
faktor utama dalam suatu usaha. Begitu pula menjadi seorang pedagang,
persaingan di pasar membuat para pedagang lebih giat untuk mencari tambahan
modal untuk memperbaiki usahanya. Banyaknya pemodal formal yng memberikan modal
dengan bunga yang cukup ringan, namun kesulitan dalam proses peminjaman membuat
para pedagang lebih tertarik pada pemodal informal seperti pelepas uang
(rentenir). Hal ini dikarenakan pemodal informal tampak mempermudah dengan cara
cepat dan mudah meskipun dalam prosesnya justru mencekik leher.
Pengambilan modal di pelepas uang
(rentenir) telah membudaya di pedagang kecil seperti pedagang kaki lima. Disatu
sisi, hal ini dikarenakan kondisi pedagang untuk membutuhkan dana cepat tanpa
disertai persyaratan yang rumit seperti jaminan sertifikat atau Bukti Pemilikan
Kendaraan Bermotor (BPKB) dan sebagainya. Sedangkan disisi lain, pemahaman
agama masing-masing individu masih sangat minim dilingkungan pedagang kaki
lima.
Peran pemerintah dalam memberikan
modal bagi pedagang kecil telah diwujudkan, dengan persyaratan yang mudah dan
bunga yang kecil. Namun biaya administrasi yang diambil ketika modal diterima
cukup besar yakni sekitar 20%, membuat
pedagang lebih tertarik untuk mengambil modal di pelepas uang (rentenir).
Padahal jual beli tingkat menengah kebawah adalah salah satu wirausaha dalam
mengentaskan kemiskinan.
Keputusan pengambilan modal oleh
pedagang kaki lima di pasar Singosari tidak terlepas oleh pengaruh dari rekan
kerja, dan keluarga. Tingginya tingkat kebutuhan hidup baik secara pribadi
ataupun keluarga menimbulkan dampak yang positif dalam membangun etos kerja. Pengambilan
modal untuk mengembangkan usahanya adalah salah satu upaya agar pendapatan
semakin meningkat. Tetapi, tanpa didasari dengan pengetahuan akan sumber modal
yang baik, maka pedagang akan semakin terlibat dalam hutang yang dalam
perputarannya justru tidak dipergunakan untuk kepentingan usaha. Hal ini pasti
akan menyebabkan kesulitan di kemudian hari.
Dengan adanya faktor lingkungan yang
mempengaruhi sebuah keputusan pembelian dalam hal ini keputusan pengambilan
modal, maka konsumen akan memiliki persepsi sendiri dalam menentukan keputusan
pengambilan modal di lembaga kredit informal (pelepas uang) mana yang akan
dipilih sebagai tempat untuk pengambilan modal. Dengan pertimbangan hal-hal
tersebut, maka penulis mengambil judul penelitian : “Pengaruh Faktor
Lingkungan Terhadap Keputusan Pengambilan Modal Pada Lembaga Kredit Informal,
(Studi Pada Pedagang Kaki Lima Di Pasar Singosari Malang)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka identifikasi masalah yang diperoleh adalah sebagai
berikut :
1.
Apakah faktor lingkungan berpengaruh secara simultan
terhadap keputusan pengambilan modal pada lembaga kredit informal di pasar
Singosari Malang?
2.
Faktor lingkungan manakah secara dominan berpengaruh
terhadap keputusan pengambilan modal pada lembaga kredit informal di pasar
Singosari Malang ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.Untuk mengetahui
faktor lingkungan berpengaruh simultan terhadap keputusan pengambilan modal
pada lembaga kredit informal di pasar Singosari Malang.
2.Untuk mengetahui
faktor lingkungan yang dominan berpengaruh terhadap keputusan pengambilan modal
pada lembaga kredit informal di pasar Singosari Malang.
D. Batasan Penelitian
Agar pembahasan penelitian ini tidak
bias, maka perlu diadakan batasan sebagai berikut:
1.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti para
pedagang kaki lima di pasar Singosari
Malang.
2.
Teori yang dipakai untuk menentukan hasil dari penelitian
adalah teori James F. Engel dkk (1992) dalam Budiyanto (1994). Yaitu,
faktor-faktor yang dipertimbangkan perilaku konsumen adalah faktor lingkungan, faktor psikologi, dan
perbedaan individu
3.
Variabel perilaku konsumen dalam penelitian ini adalah
faktor lingkungan yang berupa budaya, kelas sosial, pengaruh individu, pengaruh
keluarga, dan situasi. Faktor lingkungan ini diteliti karena hasil penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa sub variabel faktor lingkungan yang meliputi kelas
sosial yaitu pendapatan merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam
pengambilan kredit. Faktor lingkungan juga membentuk dan menghambat individu
dalam pengambilan keputusan konsumen.
4.
Pada penelitian
ini hanya menyoroti lembaga kredit informal yang tertuju pada pelepas uang
(rentenir).
E. Manfaat Penelitian
1.
Bagi
Penulis
Dapat
menambah wawasan dan kajian ilmu serta bisa membandingkan teori yang telah
didapatkan di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan.
2. Bagi Pedagang Kaki lima
Hasil penelitian ini diharapkan mampu
memberikan masukan bagi
pedagang kaki lima dalam memilih pemodal yang
lebih baik.
3. Bagi
Pihak Lain
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan
sebagai tolak ukur dalam merintis usaha guna mengentaskan pengangguran atau
untuk menambah penghasilan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Empiris Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam
penelitian ini, hasil penelitian terdahulu digunakan untuk membantu mendapatkan
gambaran dalam menyusun kerangka pikir mengenai penelitian ini, disamping itu
juga dapat mengembangkan wawasan berfikir peneliti.
Penelitian Fajris
Zakki Lubis (2005). Penelitian ini ingin mengetahui perilaku pedagang pasar
besar dalam pengambilan kredit kerja baik dipemodal formal ataupun pemodal
informal. Dengan menggunakan analisis faktor dan regresi linier berganda, hasil
penelitian ini adalah pendapatan, tingkat pendidikan dan fasilitas kredit
adalah faktor-faktor yang dipertimbangkan pedagang pasar besar dalam
pengambilan kredit. Sedangkan faktor yang dominan yang dipertimbangkan pedagang
pasar besar adalah pendapatan.
Penelitian
Tina Widyaningtiyas (2005). Dari penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi keputusan pengambilan kredit pada bank oleh pedagang pasar di
Dinoyo. Hasil penelitian dengan menggunakan metode Chi Square adalah performa
bank dan prosedur pinjaman mempengaruhi dalam pengambilan kredit.
Penelitian
Laily Novi Andriani (2005). Membahas tentang pemanfaatan pengambilan kredit
dari koperasi simpan pinjam oleh pedagang sayur. dengan menggunakan regresi
linier, diketahui faktor yang dipertimbangkan adalah besar kredit.
Penelitian
Windhu Anggara Wahyuning Widi (2007). Dari penelitian ini ingin diketahui
perilaku anggota dan non anggota KUD yang mempengaruhi pengambilan kredit di
KUD Dewi Sri dan KPRI Tut Wuri Handayani. Teknik analisanya menggunakan
analisis regresi linier berganda, yang menghasilkan variabel pendapatan,
pendidikan, dan jumlah anggota keluarga berpengaruh dalam pengambilan kredit di
KUD Dewi Sri sedangkan di KPRI Tut Wuri Handayani, jumlah keluarga dan sisa
hasil usaha berpengaruh dalam pengambilan kredit.
Adapun penjelasan secara terperinci
tentang penelitian terdahulu sebagai berikut:
Tabel 2.1.
Penelitian-Penelitian Terdahulu
PENELITI
|
JUDUL
|
POPULASI
DAN
SAMPEL
|
VARIABEL
DAN INDIKATOR
|
METODE
ANALISIS DATA
|
HASIL
|
Fajris
Zakki Lubis (2005)
|
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaru-hi Pertimbangan
Dan Keputusan Pengambilan Kredit Modal Kerja Para Pedagang Pasar Besar Malang
|
1.Populasi: semua pedagang pasar besar Malang
2.Sampel
: 80 responden
|
1. Faktor
lingkungan
a.
Kelas sosial
s Pendapatan
s Pendidikan
b.
Keluarga
s Pengaruh
keluarga
s Jumlah
taggungan
c. Kelompok acuan
s Tetangga
s Relasi
kerja
d.
Pribadi
s Keadaan
ekonomi
2.Fasilitas
kredit
a. Bunga
kredit
b. Prosedur
kredit
c.Jangka
waktu kredit
d.Besar
kredit
|
1. Analisis
faktor
2. Regresi
linier berganda
|
1. Hasil uji validitas dan reliabilitas diketahui semua
nilai korelasi dari setiap variabel lebih dari 0,396. 6 variabel yang
dipengaruhi pedagang pasar yaitu: besar pen-dapatan (0,886), pengaruh keluarga
(0,707), besar bunga (0,857), besar kredit (0,681), tingkat pendidikan
(0,815), dan pengaruh te-tangga (0,680)
2. Faktor yang paling berpengaruh adalah faktor lingkungan
|
Tina Widyaning-tiyas (2005)
|
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pengambilan
Kredit Pada Bank Oleh Pedagang Pasar di Pasar Dinoyo
|
1. Pedagang pasar yang mengam-bil kredit
a. Populasi
: Pedagang pasar Dinoyo Malang
b. Sampel
:55 orang
2. Pedagang pasar yang tidak mengam-bil kredit
a.Populasi: 789
orang
b.Sampel:
100 orang
|
1. Prosedur
Pinjaman
2. Performa
dan Pelayanan Bank
3. Prospek
Usaha
|
1.Metode Chi Square
|
1. Pedagang pasar dipengaruhi pelayanan Bank (X² hitung 24, 89 lebih
besar dari X² tabel 3,84) dan Prosedur pinjaman (X² hitung 6,5636 lebh
besar dari X² tabel 3,84)
2. Pedagang pasar yang mengambil kredit di Bank mempertimbang-kan
performa pelayanan Bank (X² hitung 24, 89 lebh besar dari X² tabel 3,84) dan
Prosedur pinjaman (X² hitung 6,5636 lebih besar dari X² tabel 3,84)
|
Laili
Novi Andriani (2005)
|
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan
Keputusan Pemanfaatan Kredit dari Koperasi Simpan Pinjam oleh Pedagang Sayur
di pasar Setono Betek Kediri
|
1. Populasi :
Pedagang sayur pasar Setono Betek Kediri = 201 pedagang
2. Sampel :
pedagang sayur yang kredit KSP yaitu
30 responden dan 20 pedagang sayur yang tidak kredit KSP.
|
1. Usia
2. Jumlah
keluarga
3. Pendapatan
4. Besar
kredit
5. Pekerjaan
sampingan
6. Sistem pembayaran angsuran
|
1. Regresi linier
2. Pengujian parameter
|
1. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan kredit
dengan tingkat signifikansi a 20% adalah usia (0,187),pendapatan (0,152), besar
kredit (0,078), dan pekerjaan sampingan (0,091).
2. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh adalah besar
kredit.
|
Windhu
Anggara Wahyu-ning Widi (2007)
|
Analisis Komparatif
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Kredit Non Program, Antara
Anggota KUD Dengan Anggota Non KUD. (Studi di KUD Dewi Sri dan KPRI Tut Wuri
Handayani di Kab. Tulungagung)
|
1. Kud
Dewi Sri
a. Populasi : Jumlah Angota Aktif KUD Dewi Sri 165 Orang
b. Sampel
: 10% Dari 165 = 17 Orang
2. KPRI
Tut Wuri Handayani
a.Populasi
:
Jumlah Aktif Anggota
KPRI Tut Wuri Handaya-ni 381 Orang
b.Sampel : 10% dari 381 =38 orang
|
1. Pendapatan
2. Pendidikan
3. Jumlah
keluarga
4. Jarak
lokasi
5. SHU
atau balas jasa
|
1. Analisis Regresi linier berganda dengan bantuan SPSS
|
1.
Estimasi
menurut uji F, KUD Dewi sri dan KPRI Tut wuri handayani semua variabel
independen berpengaruh secara simultan
terhadap variabel dependen.
2.
Menurut uji T, dengan tingkat signifikansi a 20% di KUD dewi
sri variabel yang berpengaruh dalam pengambilan kredit adalah pendapatan
(0,003), pendidikan (0,004), jumlah anggota keluarga (0,036). Sedangkan di
KPRI Tut Wuri Handayani, adalah Jumlah anggota keluarga (0,047) dan SHU
(0,000).
|
Sumber: Fajris Zakki Lubis (2005), Tina
Widyaningtiyas (2005), Laili Novi Andriani (2005), Windhu anggara Wahyuning
Widi (2007)
Sedangkan perbedaan dan persamaan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu secara global adalah:
1.
Penelitian ini lebih spesifik meneliti faktor lingkungan
yang mempengaruhi pedagang dalam
pengambilan kredit, sedangkan penelitian yang
lainnya pada faktor lingkungan dan prosedur kredit.
2.
Pedagang kaki lima adalah subjek dari penelitian ini,
sedangkan yang lainnya pada pedagang yang berjualan di pasar dan pada anggota
koperasi.
3.
Lembaga kredit yang disoroti dalam penelitian ini hanya
tertuju pada lembaga kredit informal yang dikhususkan pada pelepas uang
(rentenir), sedangkan yang lainnya pada lembaga kredit formal seperti bank dan
koperasi.
4.
Teori perilaku konsumen menggunakan teori James f. Engel
dkk. dalam Budiyanto, sedangkan penelitian lainnya menggunakan teori James F.
Engel dalam Amirullah
B. Kajian Teoritis
1. Konsep
Pemasaran
Menurut Swasta (2000:6) konsep
pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan
kebutuhan konsumen dan merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan
hidup perusahaan.
Menurut
Kotler (2002:9) pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu
dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai
dengan pihak lain.
Sedangkan
menurut Asosiasi Pemasaran Amerika menawarkan definisi sebagai berikut:
(manajemen) pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran,
penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk
menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi
(kotler, 2002:9)
Dengan
demikian dapat sisimpulkan bahwa konsep pemasaran adalah suatu proses bagaimana
mengimplementasikan ilmu melalui perencanaan, pemikiran dalam mengembangkan
dari masing-masing pemasar dalam menetapkan harga, promosi agar dapat
mempengaruhi individu dan kelompok dalam melakukan pertukaran produk barang dan
jasa secara bebas.
2. Perilaku
Konsumen
a. Pengertian
Perilaku Konsumen
Menurut James F. Engel, dkk. (1992)
dalam budiyanto (1994:3) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan
jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
Sedangkan menurut Kotler (2000:182)
mendefinisikan prilaku konsumen sebagai tindakan individu, kelompok, dan
organisasi memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan,
atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan.
Amirullah (2002:3) juga
mendefinisikan perilaku konsumen sebagai
tindakan-tindakan nyata individu (konsumen) yang dipengaruhi faktor-faktor
kejiwaan (psikologis) dan faktor-faktor luar lainnya (eksternal) yang mengarahkan
mereka untuk memilih dan mempergunakan barang-barang yang diinginkannya.
Berdasarkan definisi di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen memiliki dua elemen penting,
yaitu:
1) Proses pengambilan keputusan
2)
Kegiatan fisik yang semuanya melibatkan individu dalam
menilai, mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa ekonomi.
b. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Dalam memahami perilaku konsumen
dalam pengambilan keputusan pemilihan produk yang memuaskan kebutuhan mereka
adalah dengan memahami karakteristik dan konsumen itu sendiri.
Menurut
Kotler (2002:183), faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen adalah faktor budaya, faktor sosial,
faktor pribadi, dan faktor psikologis.
Menurut Engel (1992)
dalam budiyanto (1994:46) faktor-faktor yang mempengaruhi dan membentuk
perilaku proses keputusan dapat dibagi menjadi tiga bagian. Masing-masing
bagian akan bergerak ke bagian yang sifatnya spesifik. Faktor-faktor yang
dimaksud itu meliputi: pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses
psikologis.
Model yang lengkap terhadap
perilaku pengambilan keputusan dan pengaruh-pengaruhnya muncul pada bagan
sebagai berikut:
Gambar 2.1
Pandangan
Umum Yang Lengkap Terhadap Model Perilaku
Pengambilan
Keputusan Konsumen dan Pengaruh-Pengaruh Terhadapnya
|


|
|

|
Sumber:
Engel dkk.. (1992) dalam Budiyanto (1994:60)
Menurut Peter dan Olson (1999:3) Lingkungan
adalah semua karakteristik fisik dan sosial dari dunia eksternal konsumen,
termasuk di dalamnya objek fisik dan sosial dari dunia eksternal konsumen,
termasuk didalamnya objek fisik, hubungan keruangan, dan perilaku sosial orang
lain. Sedangkan menurut Engel dalam Budiyanto (1994:63) Menyatakan bahwa pengaruh lingkungan merupakan salah satu faktor
yang paling mendasar yang dapat membentuk dan menghambat individu dalam
keputusan konsumsi mereka, yang mana perilaku proses keputusannya dipengaruhi
oleh budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, pengaruh keluarga, dan situasi.
Konsumen hidup di dalam lingkungan
yang kompleks, yang mana proses keputusan mereka dipengaruhi oleh :
1) Budaya
Faktor budaya
memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap perilaku konsumen dan sangat
mendalam, serta dijadikan pertimbangan oleh konsumen untuk mengambil keputusan
pembelian. Atau dapat diartikan bahwa kebudayaan adalah determinan paling
fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang (Engel dalam Budiyanto,
1994:67).
Menurut
Swasta dan Irawan (1998:107), budaya adalah simbol dan fakta yang komplek, yang
diciptakan oleh manusia, diturunkan dari generasi kegenerasi sebagai penentu
dan pengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat yang ada.
Sedangkan
menurut Engel 1992 dalam Budiyanto (1994:114), budaya adalah kompleks nilai,
gagasan, sikap, dan simbol lain yang bermakna yang melayani manusia untuk
berkomunikasi, membuat tafsiran, dan mengevaluasi sebagai anggota masyarakat.
Budaya dan nilai-nilainya diteruskan dari satu generasi ke genesari lain.
Dari definisi
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh
kebudayaan yang melingkupinya, dan pengaruhnya akan selalu berubah setiap waktu sesuai dengan kemajuan atau perkembangan
jaman dari generasi ke generasi lain.
Kekuatan-kekuatan
dasar yang membentuk nilai-nilai mencakupi tiga serangkai transfusi budaya dan
pengalaman pada awal kehidupan. Yang
terdahulu mengacu pada pengaruh lembaga keluarga, agama, dan sekolah. Yang
belakangan mengacu pada pengaruh antar generasi, seperti depresi, perang, dan
peristiwa besar lain (Engel dalam Budiyanto, 1994:116).
2)
Kelas Sosial
Menurut Engel dalam
Budiyanto (1994:47), kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang terdiri dari
individu-individu yang berbagai nilai, minat, dan perilaku yang sama.
Sedangkan menurut Kotler
(2002:186) memberi pengertian terhadap kelas sosial sebagai pembagian
masyarakat yang rrelatif homogen dan permanen, yang tersusun secara hierarkis
dan yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa.
Dari pendapat-pendapat
diatas, kelas sosial dapat didefinisikan sebagai suatu keompok yang terdiri
dari sejumlah orang yang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat.
Kelas sosial tidak ditentukan oleh faktor tunggal seperti pendapatan tetapi
diukur sebagai suatu kombinasi suatu pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan
variabel lainnya.
3) Pengaruh Pribadi
Pengaruh
pribadi menurut Engel (1994:190) adalah orang yang dapat dipercaya yang diacu
sebagai pemberi pengaruh, diterima sebagai sumber informasi mengenai pembelian
dan pemakaian.
Pengaruh
pribadi kerap memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen,
khususnya bila ada tingkat keterlibatan yang tinggi dan resiko yang dirasakan
dan produk atau jasa memiliki visibilitas publik. Hal ini diekspresikan baik
melalui kelompok acuan (reference group)
maupun melalui komunikasi lisan.
Kelompok acuan menurut Kotler
(2002::184) Kelompok acuan, adalah kelompok yang mempunyai pengaruh langsung
(tatap muka) atau yang tidak langsung terhadap sikap perilaku seseorang.
Termasuk kelompok primer (bersimuka), kelompok sekunder, dan kelompok
aspirasional.
Sedangkan komunikasi
lisan adalah pencari informasi secara
lisan yang bisa lewat media atau orang
yang memberi pengaruh terhadap konsumen (Budiyanto, 1994:187-190).
4) Keluarga
Anggota di
dalam keluarga merupakan kelompok yang berpengaruh dalam perilaku pembelian
konsumen. Masing-masing individu akan mempunyai hubungan dengan keluarganya,
baik itu keluarga yang terbentuk karena ikatan perkawinan, hubungan darah,
maupun proses adopsi. Oleh karen aitu keputusan membeli seorang individu
seringkali dipengaruhi oleh individu lain dalam keluarganya.
Keluarga,
adalah acuan primer yang paling berpengaruh. Ada beberapa pengaruh relatif yang
harus diselidiki oleh pemasar. Seperti peran istri, anak, suami dalam keluarga
(Kotler, 2002:187).
Sedangkan
menurut Engel dalam Budiyanto (1994:194) keluarga adalah kelompok yang terdiri
dari dua atau lebih hubungan darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal
bersama.
Jadi keluarga
adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang terbentuk
oleh ikatan perkawinan, hubungan darah, atau proses adopsi yang merupakan acuan
primer yang paling berpengaruh. Istilah keluarga dipergunakan untuk
menggambarkan berbagai macam bentuk rumah tangga.
5) Pengaruh Situasi
Pengaruh
situasi merupakan pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan
tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik
objek. (Engel (1992) dalam Budiyanto (1994:233).
Menurut
Belk yang dikutip oleh engel dalam Budiyanto (1994:233-234) faktor atau
karakteristik situasi dapat didefinisiskan sepanjang garis lima karakterisitik
umum, yang diringkas sebagai berikut:
a)
Lingkungan fisik yaitu sifat nyata yang
merupakan situasi konsumen. Ciri ini mencakupi lokasi geografis, dekor,dan
konfigurasi yang terlihat dari barang dagangan atau bahan lain yang
mengelilingi objek stimulus.
b)
Lingkungan sosial yaitu ada atau tidak adanya
orang lain di dalam situasi bersangkutan.
c)
Waktu
yaitu sifat sementara dari situasi seperti momen tertentu ketika
perilaku terjadi, waktu mungkin pula diukur sehubungan dengan semacam kejadian
masa lalu atau masa datang untuk peserta situasi.
d)
Tugas yaitu tujuan atau sasaran tertentu yang
dimiliki konsumen di dalam suatu situasi.
e)
Keadaan anteseden
yaitu suasana hati sementara (misalnya kecemasan, kesenangan, kegairahan) atau
kondisi sementara (misalnya uang kontan yang tersedia) yang dibawa oleh
konsumen ke dalam situasi tersebut.
c. Proses Pengambilan Keputusan
Pengambilan
keputusan menurut Amirullah (2002:61), adalah suatu proses penilaian dan
pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan menetapkan suatu pilihan yang
dianggap paling menguntungkan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengambilan keputusan konsumen merupakan suatu proses dimana konsumen melakukan
penilaian terhadap berbagai alternatif yang diperlukan
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Dalam memutuskan
membeli atau tidak membeli produk/jasa konsumen harus melalui proses pembelian.
Kotler (1997:204) menyatakan bahwa ada lima tahap yang terdapat dalam proses
pembelian yaitu timbulnya kebutuhan, pencarian informasi, pengevaluasian
perilaku, pembuatan keputusan untuk membeli, dan perilaku atau perasaan setelah
pembelian dilaksanakan.
Sedangkan menurut
Engel dkk. (1992) dalam Budiyanto (1994:31-59) konseptualisasi John Dewey mengenai
perilaku proses keputusan sebagai pemecahan masalah sangat berpengaruh. Dengan
pemecahan masalah yang mengacu pada tindakan bijaksana dan bernalar yang
dijalankan untuk menghasilkan pemenuhan kebutuhan.
Perspektif
pemecahan masalah pun mencakupi semua jenis perilaku pemenuhan kebutuhan dan
jajaran luas dari faktor yang memotivasi dan mempengaruhi. Berikut
langkah-langkah dalam keputusan konsumen:
1)
Pengenalan kebutuhan,
yaitu konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan
situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses
keputusan.
2)
Pencarian informasi,
yaitu konsumen mencari informasi yang disimpan di dalam ingatan (pencarian
internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari
lingkungan (pencarian eksternal).
3)
Evaluasi alternatif,
yaitu konsumen mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan
dan menyempitkan pilihan hingga alternatif yang dipilih.
4)
Pembelian, yaitu
konsumen memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima
bila perlu.
5)
Hasil, yaitu konsumen
mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan
segera sesudah digunakan.
Langkah-langkah
proses pengambilan keputusan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2
Perspektif Pemecahan Masalah Mengenai Lima Langkah
dalam Pengambilan
Keputusan Konsumen
|
Sumber: Engel. (1994:56)
Setelah melalui tahap-tahap yang
telah diuraikan diatas, maka pembeli atau calon pembeli akan mengambil
keputusan apakah ia akan membeli atau tidak.
d. Tinjauan Perilaku Konsumen dalam
Islam
Islam
mengatur segenap perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian
pula dalam masalah kkkonsumsi, islam mengatur bagaimana manusia bisa melakukan
kegiatan-kegiatan konsumsiii yang membawa manusia berguna bagi kemaslahatan
hidupnya. Islam telah mengatur jalan hidup manusia lewa al-qur’an dan
al-hadits, supaya manusia dijauhkan dari sifat yang hina karena perilaku
konsumsinya. Perilakuuuu konsumsi yang sesuai dengan ketentuan allah dan
rasulNya dapat menjamin kehidupan manusia yang lebih sejahtera. (Susarsono,
2003:168-187)
Seorang
muslim memperhatikan teknis menyelenggarakan onsumsi yang berpedoman pada
nilai-nilai islam. Oleh karena itu, seorang muslim dilarang semata-mata
menggunakan hawa nafsunnya dalam berkonsumsi. Perilaku konsumsi seorang muslim
didasai oleh kesadaran bahwa ia dalam memenuhi kebutuhannya tidak bisa
dilakukan sendiri. Kesadaran akan perlunya peran orang lain dalam memenuhi
kehidupannya mendorong seorang muslim untuk bersifat tawadhu’.
Islam
mendorong setiap muslim untuk berusaha memperoleh kekayaan dan tidak melarang
perangkat-perangkat usaha untuk mendapatkan dan mengembangkan hartanya. Bukan
hanya itu, bahkan islam juga mengharuskan agar setiap muslim mengelola
kekayaannya dengan baik serta tidak menghambur-hamburkan demi
kepentingan-kepentingan yang tidak bermanfaat. Beberapa perilaku muslim dalam
mengelola harta hasil kerja dengan cara:
1) Menggunakan Harta Secukupnya
Belanja
dan konsumsi adalah tindakan yang mendorong masyarakat berproduksi hingga
terpenuhi segala kebutuhan hidupnya. Jika tidak ada manusia yang menjadi
konsumen, dan jika daya beli masyarakat berkurang karena sifat kikir yang
melampaui batas, maka cepat atau lambat roda produksi niscaya akan terhenti dan
selanjutnya perkembangan bangsapun akan terhambat.
Memiliki
harta untuk disimpan, diperbanyak, lalu dihitung hitung adalah tindakan yang
dilarang. Ia merupakan penyimpangan petunjuk tuhan dan memungkiri keberadaan istikhlaf
(Qardhawi, 1997: 138). Sebagaimana dalam surat Al-Hadid, ayat 7
(#qãZÏB#u ä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur (#qà)ÏÿRr&ur $£JÏB /ä3n=yèy_ tûüÏÿn=øÜtGó¡B ÏmÏù ( t
ûïÏ%©!$$sù (#qãZtB#uä óOä3ZÏB (#qà)xÿRr&ur öNçlm; Öô_r& × Î7x. ÇÐÈ
Artinya:
“Berimanlah kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka
orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari
hartanya memperoleh pahala yang besar”. (Q.S.Al-Hadid:7).
Yang dimaksud dengan menguasai di
sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya
adalah pada Allah, manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut
hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah, karena itu manusia tidak boleh kikir
dan boros.
2) Tidak
Hidup Boros Dan Mubadzir
Islam sangat memerangi
sikap hidup boros dan mubadzir. karena Al Qur’an melarang kita membelanjakan
harta dan menikmati kehidupan ini dengan boros. Lebih dari itu, Allah SWT
sendiri tidak menyukai para pemboros. Boros hampir sama dengan mubadzir. Arti
mubadzir adalah menghambur-hamburkan uang tanpa ada kemaslahatan atau tanpa
mendapatkan ganjaran pahala (Qardawi, 1997: 155). Sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Al-Israa’: 26-27.
N#uäur #s 4n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# wur öÉjt7è? #·Éö7s? ÇËÏÈ
¨bÎ) tûïÍÉjt6ßJø9$# (#þqçR%x. tbºuq÷zÎ) ÈûüÏÜ»u¤±9$# ( tb%x.ur ß`»sÜø¤±9$# ¾ÏmÎn/tÏ9 #Yqàÿx. ÇËÐÈ
Artinya:
“Dan herankanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya. (QS. Al-Israa’: 26-27)
3) Tidak
Hidup Mewah
Sebagaimana
Islam melarang sikap boros dan hidup mubadzir, Islam juga memerangi hidup mewah
dan kemewahan. Kemewahan yang dimaksud adalah tenggelam dalam kenikmatan dan
hidup berlebih-lebihan dengan berbagai sarana yang menyenangkan (Qardhawi,
1997: 244). Kemewahan adalah sikap utama penduduk neraka. Dan hal ini telah
tercantum dalam surat al-Waqi‘ah, ayat 41-46.
Ü=»ptõ¾r&ur ÉA$uKÏe±9$# !$tB Ü=»ptõ¾r& ÉA$uKÏe±9$# ÇÍÊÈ Îû 5Qqèÿx 5OÏHxqur ÇÍËÈ
9e@Ïßur `ÏiB 5QqãKøts ÇÍÌÈ w 7Í$t/ wur AOÍx. ÇÍÍÈ öNåk¨XÎ) (#qçR%x.
@ö6s% y7Ï9ºs ÇÍÏÈúüÏùuøIãB (#qçR%x.ur tbrÅÇç n?tã Ï]ZÏtø:$# ËLìÏàyèø9$# ÇÍÏÈ
Artinya:
“Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu? Dalam
siksaan, angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih, Dan dalam naungan
asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka
sebelum itu hidup bermewahan. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa
besar”(QS. A1-Waaqi’ah: 41-46).
Dari penjelasan di atas maka
dapatlah kita simpulkan bahwa Islam telah mewajibkan kepada pemilik harta untuk
senantiasa menggunakan atau menafkahkan harta dengan secukupnya untuk memenuhi
kebutuhan dirinya, keluarganya maupun digunakan untuk menafkahkannya di jalan
Allah SWT dan selama dalam membelanjakan/menafkahkan harta itu tidak merusak
kemaslahatan orang banyak. Di sisi lain Islam juga membolehkan seorang individu
untuk menikmati berbagai karunia kehidupan dunia, akan tetapi ia membatasi
pembolehan ini dengan tidak melampaui batas kewajaran yang menjurus kepada
pemborosan dan kemewahan. Dengan kata lain, Islam sangat menganjurkan setiap
individu untuk selalu hidup sederhana, tidak kikir serta hidup hemat dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Pedagang Kaki
Lima
Bisnis kaki lima merupakan salah satu cara wirausaha
untuk mengentaskan pengangguran. Bisnis kaki lima juga salah satu jalan menuju
kekayaan. Mungkin pendapat ini tidak cukup populer, tapi berbeda bagi pengusaha
kaki lima yang pernah merasakan nikmatnya penghasilan dari penjualan kaki lima.
Kelebihan
dari usaha ini adalah mudah dijalankan dan tidak membutuhkan modal yang cukup
besar, hanya saja pedagang kaki lima harus memiliki ketekunan, kesabaran, dan
kreativitas yang tinggi.
Pedagang
kaki lima memiliki produk yang beraneka ragam. Mulai dari makanan, kerajinan
tangan, pakaian jadi, voucher hp, hingga tiket bus malam antar pulau atau
pesawat (meskipun tidak secara on-line), ( Nugroho
(2007: 20)
a.
Pengertian Pedagang Kaki Lima
Menurut Nugroho (2007: 19-53)
sejarah kaki lima berasal dari kebijakan Stanford Raffles pada masa penjajahan
yang membuka kesempatan bagi kaum pribumi untuk berusaha di emperan atau
trotoar yang lebarnya lima kaki. Dalam perjalanannya, warung kaki lima di tanah
air memang banyak yang berawal dari emperan atau trotoar, tak sedikit pula yang
memulai dengan gerobak dorong beroda dua dengan satu penopang kayu ditambah
dengan dua kaki orang yang mendorongnya.
Hernando
De Soto (1991:72) memberikan istilah dan
pengertiannya tentang pedagang kaki lima dengan istilah perdagangan informal.
Pada dasarnya, perdagangan informal meripakan perdagangannn yang dilakukan
secara besar-besaran diluar hukum dan bahkan melanggar peraturan pemerintah
yang bermaksud untuk mengaturnya. Perdagangan informal biasanya diselenggarakan
di jalan umum yang lebih dikenal dengan perdagangan jalanan dan di pasar-pasar
yang dibangun oleh pedagang jalanan agar dapat dipindah dari jalan umum.
Sedangkan
menurut Tohar (2000:2), memberikan devinisi pedagang kaki lima sama dengan
usaha kecil informal yaitu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil yang
belum terdaftar, belum tercatat, dan belum berbadan hukum.
Dari penjelasan diatas, dapat
diketahui bahwa pedagang kaki lima adalah orang yang melakukan usaha transaksi
jual beli yang berskala kecil dengan menggunakan sarana atau perlengkapan yang
relatif sederhana, baik yang bersifat gerobak dorong ataupun bongkar pasang
b.Keunggulan Pedagang Kaki Lima
Ada beberapa nilai tambah dari usaha kaki lima. Hal ini
sebagaimana disebutkan oleh (Nugroho, 2007:20), yaitu:
1)
Modal yang diperlukan
tidak terlalu besar, dan jika berhasil maka keuntungannya dapat berkali lipat.
2)
Usaha ini tidak
membutuhkan tempat yang terlalu besar, tanpa menyewa tempat usahapun, bisnis
kaki lima dapat dijalankan. Emperan rumah sendiri bisa menjadi tempat usaha.
Yang penting lokasi usaha cukup dekat dengan daya beli dan dapat dijangkau
dengan mudah oleh calon pembeli.
c. Kunci
Sukses Bisnis kaki lima
Beberapa
hal yang harus diketahui dalam menjalankan bisnis kaki lima. Dengan mengetahui
kunci sukses bisnis ini, kesuksesan hanyalah soal waktu semata. Kunci-kunci
sukses tersebut (Nugroho, 2007:49-53) antara lain:
1) Modal Usaha
Dalam kerangka wirausaha, modal
adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha. Karenanya modal
meliputi benda fisik dan nonfisik seperti uang, raga, pendidikan, pengalaman
kerja, waktu, kesempatan, dan perbuatan (Yusanto dan Widjajakusuma, 2002: 46)
Dalam
memulai usaha, maka perlu memiliki
informasi mengenai sumber-sumber keuangan yang dapat diperoleh. Pada dasarnya
ada beberapa cara yang dapat diusahakan untuk memperoleh modal, misalnya sistem
bagi hasil dengan pihak lain (bisa orang terdekat atau perusahaan profesional).
Cara lain yang bisa ditempuh adalah dengan meminjam dana dari bank-bank yang
perduli terhadap perkembangan usaha kecil dan menengah (UKM).
Sebagai seorang pengusaha dalam
bisnis kaki lima, lebih baik mempersiapkan dana simpanan usaha dari seluruh
dana operasional sebagai simpanan. Dana ini akan sangat berguna jika
sewaktu-waktu terjadi hal-hal tak terduga dan dengan dana simpanan ini usaha
kaki lima akan bertahan ketika situasi menjadi sulit (Nugroho, 2007: 49-50).
2) Membangun Kemampuan Bersaing
Dewasa
ini, persaingan tidak hanya tersebar luas melainkan juga tumbuh lebih intensif
setiap tahun. Karena persaingan sudah begitu ketat, hanya memahami pelanggan
saja sudah tidak memadai. Pedagangpun juga harus mulai memberikan perhatian
yang sama besarnya ke pesaing mereka (Kotler, 2000:248).
Sebagai
pengusaha kaki lima maka dituntut untuk lebih kreatif daripada pedagang
sejenis, dengan memperhatikan pesaing akan lebih memacu untuk menjadi lebih
kreatif. Kreatif dalam penyajian, pengemasan produk dan kreatif dalam sistem
manajemen usaha.
3) Menciptakan Pelanggan Yang Loyal
Menciptakan loyalitas pelanggan
dengan cara tidak menghindari kritikan dari konsumen. Kritikan harus disikapi
dengan positif dan diselesaikan dengan cara 3M, yakni merasakan kekecewaan
pelanggan, mengakui jika ada kesalahan, dan meminta maaf atas situasi yang
terjadi. Bertuturkatalah dengan lembut dan segera perbaiki kesalahan dengan
cepat. Dengan bersahabat dengan konsumen, akan mempersiapkan pelanggan
menjadi pelanggan yang loyal. (Nugroho,
2007: 51)
4) Pemasaran
Dalam
bisnis kaki lima, beberapa tips dalam memasarkannya, yaitu:
a)
Memilih lokasi
penjualan yang tepat sasaran yaitu yang
terdapat aktivitas publik.
b)
Menjaga kebersihan
tempat usaha bisnis kaki lima.
c)
Dalam bidang jasa
boga, hendaknya menyajikan paket menu yang unik dengan harga yang ekonomis.
d)
Dalam berpromosi,
lebih efektif membuat brosur sederhana dan menyebarkannya di kampus-kampus,
kantor, atau area perumahan.
e)
Melakukan kerjasama
yang saling menguntungkan dengan perusahaan-perusahaan yang cukup mapan.
f)
Menjaga mutu dan kwalitas
produk saat sudah meraih keberhasilan (Nugroho, 2007: 51-52).
5) Efisiensi
Biaya Operasional Dan Manajemen Stok
Bergerak dalam bidang kaki lima,
pembukuan tetap mutlak diperlukan. Pembukuan keuangan diperlukan agar lebih
mengetahui seberapa besar pemasukan dan pengeluaran. Dengan mengetahui data
keuangan ini, akan lebih mudah untuk menekan keperluan yang tidak diperlukan.
Selain
pembukuan, pemasukan, dan pengeluaran, mencatat stok barang juga diperlukan,
hal ini untuk mengetahui seberapa besar persediaan yang ada, yang kurang dan
yang harus ditambah. Dengan mencatat stok, juga akan diketahui pengeluaran yang
telah dilakukan, sehingga dapat mengefisienkan biaya operasional usaha
(Nugroho, 2007: 53).
4. Tinjauan
Wirausaha Dalam Islam
a. Pengertian tentang Wirausaha, Wiraswasta,
Entrepreunership
Wiraswasta atau
wirausaha berdasarkan “Kamus Besar Bahasa Indonesia” terbitan Balai Pustaka,
berarti orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara
produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya,
serta mengatur operasinya.
Menurut Soesarsono
(1996) dalam Yusanto dan Widjajakusuma (2002:33), wiraswasta memiliki
pengertian sifat-sifat keberanian, keutamaan, dan keteladanan dalam mengambil
resiko yang bersumber pada kemampuan sendiri. Sedangkan wirausaha juga memiliki
pengertian yang sama dengan wiraswasta namun dengan lingkup yang lebih
menekankan pada bisnis yang dijalankan oleh swasta, koperasi, ataupun BUMN.
Adapun entreupreunership,
istilah yang populer di dunia AS, Inggris, Prancis, dan Kanada langsung dan
tidak langsung mempengaruhi istilah wiraswasta. Kamus webster
mengartikannya sebagai “One who organizes, manages, and assumed the risk of
business or enterprise”. pengertian ini mencakup sikap mental mengambil
resiko dalam pengorganisasian dan pengelolaan suatu bisnis yang juga berarti
suatu keberanian untuk membuka usaha baru (Yusanto dan Widjajakusuma (2002:34).
Sedangkan menurut Alkindhi (1997:70)
Wiraswasta tidak selalu pedagang (businessman) atau seorang manajer
perusahaan. Wiraswasta adalah orang yang inovatif dalam satu atau beberapa
bidang, berani mengambil resiko (risk lover) dengan penuh perhitungan
dan kecermatan, sehingga mereka mempunyai nilai keunggulan dari pengusaha yang
lain dan tentu akhirnya mereka akan dapat memenangkan persaingan.
b. Unsur
Wirausaha
Wirausaha mencakup
beberapa unsur penting (Yusanto dan Widjajakusuma, 2002:33-45), yaitu:
1) Unsur Daya Pikir
Daya pikir merupakan
sumber dari awal kelahiran kreasi dan temuan baru serta yang terpenting ujung
tombak kemajuan umat islam. Dalam surat ar-Ra’d:11 dijelaskan:
..… cÎ) ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ ....3 ÇÊÊÈ
Artinya:
“….Sesungguhnya,
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri…”(Q.S. Ar-Ra’d:11)
Pentingnya
pemikiran juga tampak dari kedudukannya sebagai asas dari suatu perbuatan.
Abdurrahman (1998) dalam Yusanto dan Widjajakusuma (2002:34-35) menyebutkan
kaidah melakukan perbuatan (qaidah ‘amaliyah) terdiri atas: (1) Mabniyun
‘ala al-fikri dilandaskan atas pemikiran atau kesadaran, (2) Min ajli
ghayatin mu’ayyanah untuk mencapai tujuan tertentu. (3)
Mabniyun ‘ala al-iman dilandaskan pada keimanan.
2) Unsur Keterampilan
Mengandalkan
berpikir saja belumlah cukup untuk dapat mewujudkan suatu karya nyata. Karya
hanya terwujud jika ada tindakan. Keterampilan merupakan tindakan raga untuk
melakukan suatu kerja, dari hasil kerja itulah baru dapat diwujudkan suatu
karya, baik berupa produk ataupun jasa
Secara normatif, terdapat banyak
nash-nash Al-quran yang menganjurkan untuk mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan
umum dan ketrampilan (Yusanto dan Widjajakusuma, 2002: 36).ilmu kehidupan/keterampilan yang dibutuhkan adalah segala hal
yang menunjang keberhasilan bisnis. Antara lain, keterampilan dalam mengelola
keuangan (manajemen keuangan), keahlian memasarkan (manajemen pemasaran), dan
sebagainya. Serta yang lebih penting adalah penguasaan keterampilan operasi/produksi dari lapangan bisnis yang digelutinya.
3) Unsur Sikap Mental Maju
Kesuksesan
hanya dapat diraih jika terjadi sinergi antara pemikiran, keterampilan, dan
sikap mental maju. Bagi seorang muslim, sikap mental maju merupakan konsekuensi
dari tauhid dan buah dari kemuslimannya dalam seluruh aktivitas kesehariannya.
Identitas itu tampak pada kepribadian seorang muslim, yakni pada pola berfikirnya
(aqliyyah) dan pola bersikapnya (nafsiyyah) yang dilandaskan pada
aqidah Islam. Maka jelaslah bahwa sikap mental maju sesungguhnya adalah buah
pola sikap yang didorong secara produktif oleh pola pikir islami (Yusanto dan
Widjajakusuma, 2002: 41). Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat
al-Fushilat: 33
ô`tBur ß`|¡ômr& Zwöqs% `£JÏiB !%tæy n<Î) «!$# @ÏJtãur $[sÎ=»|¹ tA$s%ur
ÓÍ_¯RÎ) z`ÏB tûüÏJÎ=ó¡ßJø9$# ÇÌÌÈ
Artinya:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang
yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata, ‘Sesungguhnya
aku termasuk kaum muslimin.’”(Q.S.al-Fushilat :33)
4) Unsur Kewaspadaan atau Intuisi
Intuisi atau
kewaspadaan lebih sering dikenal sebagai feeling adalah sesuatu yang
abstrak, sulit digambarkan, namun acapkali menjadi kenyataan jika dirasakan
serta diyakini benar dan lalu diaplikasikan. Proses aplikasi ini dapat dilakukan diantaranya dengan
cara menumbuhkan kesadaran dan melatih kepekaan perasaan. Selain itu, intuisi
juga dapat ditumbuhkan dengan ketekunan dan kesabaran dalam melakukan pekerjaan
disertai dengan selalu mengingat bahwa bekerja adalah manifestasi dari rasa
syukur. (Yusanto dan Widjajakusuma, 2002: 44).
#þqè=yJôã$# tA#uä y¼ãr#y #[õ3ä© 4 ×@Î=s%ur ô`ÏiB yÏ$t6Ïã âqä3¤±9$# ÇÊÌÈ
Artinya:
“…Bekerjalah hai
keluarga Dawud, untuk bersyukur (kepada Allah)…” (Q.S. As-saba’:13)
c.
Modal dan Kerja Lebih
Tingkat
efisiensi dalam suatu bisnis umumnya diukur dengan nilai uang atau sesuatu yang
dapat memajukan bisnis perusahaannya. Dan berkenaan dengan faktor waktu dan
modal, Soesarsono (1996) memperkenalkan istilah kerja lebih (Yusanto dan
Widjajakusuma, 2002: 46).
Para
nabi yang merupakan manusia-manusia terbaik pilihan Allah SWT dapat
dikategorikan sebagai orang-orang yang selalu bekerja lebih dibidangnya
disebabkan mencari nafkah untuk diri dan keluarganya serta menjadi teladan dan
panutan bagi umatnya (at-Tamimi, 1995) dalam (Yusanto dan Widjajakusuma, 2002:
46).
d. Langkah Mewujudkan Karya
Manusia memang diwajibkan ber-DUIT: Berdoa, berikhtiar
dan bertawakal pada Allah atas apapun hasil yang didapatkannya. Begitupun dalam
mewujudkan karya. Pemikiran hanya akan berkembang dan dapat digunakan jika yang
bersangkutan mau dan berusaha untuk mengembangkannya menjadi suatu karya.
Proses mewujudkan karya dapat berjalan
jika dilandasi dengan niat , kesungguhan, semangat, dan ketekunan yang tinggi.
Setelah itu diikuti dengan sikap tawakal yang sebenar-benarnya. (Yusanto dan
Widjajakusuma, 2002: 48-49 ).
#sÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
Artinya:
“…Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah…”(Ali Imran:159)
Menurut
as-Saami (2000) Dalam (Yusanto dan Widjajakusuma, 2002:49) menjelaskan ayat ini
bahwa ketika seorang muslim telah membulatkan tekad untuk mengerjakan suatu
urusan, ia harus bertawakkal kepada Allah. Allah menyusun secara berurutan
tawakkal setelah azam dengan menggunakan fa, kata fatawakkal memberikan
arti berurutan. Allah mengurutkan kata tawakkal sebelum dimulainya amal, yaitu
tatkala membulatkan tekad untuk melaksanakan amal tersebut.
e. Kreativitas
Seseorang dikatakan kreatif jika dia bisa membuktikan
sebagai orang yang banyak menghasilkan karya yang relatif baru. Kemampuan
berkreasi dapat dikembangkan melalui pengalaman yang luas, terutama pengalaman
melihat dan mengamati berbagai hal yang baru baginya.
Berdasarkan
uraian di atas, yang dituntut untuk menjadi wirausahawan pertama kali ialah
mengenai perilaku. Wirausahawan harus cepat tanggap, dapat segera membaca
situasi yang berubah-ubah, dapat mengetahui dan menangkap peluang yang ada,
kreatif, jujur, dan konsekuen.
Pendapat
salah satu wirausahawan sukses Bob Sadino (1992) dalam Alkindhi (1997:71)
mengungkapkan bahwa modal utama wiraswasta adalah kemauan. Tanpa kemauan yang
kuat seseorang akan tanggal di jalan bila dihadapkan pada persoalan-persoalan.
Jadi dalam kemauan ini terkandung pula keuletan dan ketekunan.
Kedua adalah modal sumber daya
manusia. Kemauan atau etos kerja yang kuat saja belum cukup untuk menghantarkan
seseorang untuk menjadi wiraswastawan melainkan juga harus didukung oleh
kemampuan, kecakapan, ketrampilan atau keahlian pada bidang yang ingin
ditekuni.
Ketiga,
baru diperlukan modal uang atau dana untuk merealisasikan keinginan tersebut.
5. Tinjauan Umum tentang Modal Usaha
a. Pengertian tentang Modal
Modal
menurut Rusdin (2006: 57) adalah sejumlah dana yang menjadi dasar untuk
mendirikan suatu perusahaan. Dana ini untuk membelanjai aktivitas perusahaan
dalam menghasilkan produk barang dan jasa. Sedangkan modal usaha menurut
Wijandi (2004:66) adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha
yang dapat berupa benda fisik ataupun non fisik.
Menurut Antonio (2003:146) modal adalah dana
yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan
untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara
langsung tidak menghasilkan. Selain itu modal juga dapat digunakan untuk
hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan.
Dalam
berwirausaha, dua modal yang harus dipenuhi yaitu modal fisik yang menurut
chandra dalam Royan (2004:24) berupa berani bermimpi, berani mencoba, berani
untuk gagal, dan berani untuk sukses. Sedangkan modal fisik adalah modal yang
berupa uang. Dua modal ini adalah modal yang saling melengkapi, modal non fisik
adalah modal yang hanya dapat digali dari diri pebisnis, sebaliknya modal fisik
adalah modal yang dapat digali dari berbagai sumber.
Modal
lain yang tak kalah pentingnya adalah kejujuran yang pada akhirnya akan
membangkitkan rasa percaya diri maupun kepercayaan dari pihak luar. Apabila
kepercayaan masyarakat sudah terbangun maka hampir semua jalan akan terbuka,
bahkan uang sebagai modal yang semula dirasa sulit didapat bisa jadi akan
datang sendiri seiring dengan muculnya peluang. (Alkindhi, 1997:72)
b. Pendekatan Tentang Modal
Pendekatan
tentang Modal menurut Rusdin (2006:58) ada 2 macam, yaitu:
1)
Konsep modal keuangan.
Konsep ini dianut oleh sebagian besar perusahaan dalam penyusunan laporan
keuangan. modal ialah sinonim dengan aktiva bersih atau ekuitas perusahaan.
2) Konsep modal non fisik seperti kemampuan usaha
modal dipandang sebagai kapasitas produktif perusahaan yang didasarkan pada,
misalnya unit output perhari.
c. Sumber Modal
Selain
modal non fisik, modal finansial sangat penting, hanya banyak sekali kendala
yang disebabkan oleh kekurangtahuan pengusaha pemula untuk memperoleh informasi
dari mana saja modal diperoleh dengan cara mudah dan bunga yang ringan. Menurut
Royan (2004:25) Sumber dana bisa berasal dari:
1)
Modal dana sendiri
yang meliputi tabungan pribadi, warisan, uang pesangon, dan sebagainya.
2) Modal dari kerja
sama (kongsi)
3) Modal dana pinjaman
yang meliputi pinjaman dari bank, rentenir, koperasi simpan pinjam, pinjaman
dari perusahaan, dan pegadaian.
d. Tinjauan
Modal Secara islami
Menurut
Yusanto dan Widjajakusuma, (2002:46),. dalam kerangka wirausaha, modal adalah
sesuatu yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha yang meliputi benda fisik
dan non fisik., seperti uang, raga,
pendidikan, pengalaman kerja, waktu, kesempatan, benda sekeliling, dan
perbuatan/sikap mental.
Beberapa
ahli ekonomi menekankan fungsi modal dalam produksi. Menurut pandangan
tersebut, modal adalah produktif dengan sendirinya, modal dianggap dapat
menghasilkan barang yang lebih banyak daripaad yang dapat dihasilkan tanpa
modal tersebut. Modal dipandang mempunyai daya untuk menghasilkan nilai tambah,
dengan demikian pemberi pinjaman layak untuk mendapatkan imbalan bunga.
(Siddiqi (1983).
Akan
tetapi, pada kenyataannya modal menjadi produktif hanya apabila digunakan
seseoranguntuk bisnis yang mendapatkan keuntungan, namun bila untuk konsumsi,
maka modal sama sekali tidak produktif. Bila digunakan untuk usaha produksipun,
modal tidak selalu mendatangkan nilai tambah. Dalam keadaan ekonomi yang
merosot,, penanaman modal sering menipiskan keuntungan, dan bahkan bisa menjadi
kerugian (Yusanto dan Widjajakusuma, 2003: 73).. Sungguh tepat firman Allah SWT
dalam surat luqman : 34.
¨bÎ) ©!$#
¼çnyYÏã
ãNù=Ïæ
Ïptã$¡¡9$#
Ú^Íit\ãur
y]øtóø9$#
ÞOn=÷ètur
$tB
Îû
ÏQ%tnöF{$#
(
$tBur
Íôs?
Ó§øÿtR
#s$¨B
Ü=Å¡ò6s?
#Yxî
(
$tBur
Íôs?
6§øÿtR
Ädr'Î/
<Úör&
ßNqßJs?
4
¨bÎ)
©!$#
íOÎ=tæ
7Î6yz
ÇÌÍÈ
Artinya :
“Sesungguhnya Allah,
hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang
menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun
yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan
tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S. Luqman :34)
Al-qur’an
melarang mengembangkan harta (modal) dengan cara menyengsarakan masyarakat dan
juga melarang memakan harta manusia yang tidak syah. Dan diantara pokok-pokok
penting dalam pengembangan harta (Muhammad, 2002:24) yaitu:
1) Menghindari sentralisasi modal pada
segelintir orang
2) Mengembangkan yayasan-yayasan kemanusiaannn
dengan orientasi
kemayarakatan
3) Menguatkan
ikatan persaudaraan dan kemasyarakatan melalui: zakat, infaq
Pada
bank konvensional memberikan kredit modal kerja dengan cara memberikan pinjaman
sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan
kombinasi dari komponen-komponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan
produksi maupun perdagangan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan berupa
bunga.
Sedangkan
pada bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja
tersebut bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, dimana bank
bertindak sebagai penyandang dana (shahibuk maal), sedangkan nasabah sebagai
pengusaha (mudharib).. Bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang
disepakati, dan setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut
beserta porsi bagi hasil (yang belum dibagikan) yang menjadi bagian bank
(Antonio,2001:161-162).
Dalam
pandangan syariah, modal pinjaman termasuk dalam katagori qard, yaitu pinjaman harta yang dapat diminta kembali. Dalam
literatur fiqih Salaf ash Shalih, qard dikategorikan dalam aqad tathawwu’ atau akad saling tolong-menolong dan bukan
transaksi komersial (Arifin, 2006:138).
6. Perkreditan
a. Pengertian Kredit
Istilah
kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere yang berarti kepercayaan
(trust). Dasar dari kredit adalah kepercayaan, sedangkan pengertian dari
kredit dalam arti ekonomi adalah penundaan pembayaran dengan prestasi yang
diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang, maupun jasa (Suyatno dkk.,
2003:12).
Menurut Batubara dalam Rachmat dkk.,
(2004:2) kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak
lain dan prestasi itu akan dikembalikan pada masa tertentu yang akan datang,
disertai dengan suatu kontrak prestasi berupa bunga.
Ensiklopedia
umum dalam Rachmat (2004:2) mendefinisikan kredit sebagai sistem keuangan untuk
memindahkan pemindahan modal dari pemilik kepada pemakai dengan pengharapan memperoleh
keuntungan.
Sedangkan
menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998, kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.
Dari
berbagai definisi tersebut maka kredit bisa diartikan sebagai penyerahan suatu
yang mempunyai nilai ekonomis pada saat ini atas dasar kepercayaan sebagai
pengganti sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis yang sepadan dengan yang
diharapkan dikemudian hari.
b. Lembaga-Lembaga Kredit
Pengertian
lembaga keuangan menurut undang-undang nomor 14 tahun 1967 disebutkan: “Lembaga
keuangan adalah semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya dibidang keuangan
menarik dan menyalurkan dalam masyarakat”.
Secara umum, lembaga keuangan dibagi menjadi 2:
1)
Lembaga Keuangan Bank. Misalnya; Bank Umum,
Bank koperasi, Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
2)
Lembaga Keuangan Bukan Bank. Seperti: Dana
Pensiun, leasing dan Asuransi.
Sementara
itu ada pula penggolongan lembaga-lembaga kredit (Wijaya dan Soetatwo,
1991:409-414) yaitu:
1)
Lembaga Kredit
Formal. Seperti BRI, Bukopin, Danamon dan koperasi kredit. Lembaga kredit
formal utama yang disponsori oleh pemerintah adalah BRI yang mempunyai jaringan
cukup luas
2) Lembaga
kredit Informal. Seperti:
a) Mindring
Mindring
adalah pengusaha perorangan yang memberi kredit konsumsi berupa alat-alat
kebutuhan rumah tangga dengan cara bayar cicilan. Modal mindring biasanya dari
tauke-tauke cina dan sebagian dari modal mereka sendiri. Tidak ada ketentuan
minimal atau maksimal jumlah pinjaman, dan kredit diberikan tanpa jaminan
prosedur pemberian pinjaman modal dimana biasanya tukang kredit mendatangi
rumah-rumah untuk menawarkan barang. (Wijaya dan Soetatwo, 1991:413)
b) Pelepas
uang
Pelepas
uang informal adalah usaha perorangan yang
memberi kredit berupa uang tunai, mereka sering disebut rentenir. Pelepas uang
memberikan kredit untuk usaha pertanian, perdagangan dan keperluan konsumsi.
Pemberian
kredit oleh para pelepas uang tidak dipungut biaya permintaan kredit. Jangka
waktu kredit berkisar antara 10-15 hari dengan pembayaran kembali secara
sekaligus atau angsuran. Tingkat suku bunga sebesar antara 20 sampai 50 persen
dan biaya dibelakang. Ketentuan maksimum dan minimum kredit cukup bervariasi
dan berubah-ubah. Barang-barang bergerak dan tidak bergerak bisa dijadikan
jaminan, namun ada juga yang memberi kredit tanpa jaminan. Bila debitur
terlambat membayar atau mengangsur pinjaman ia diperingati terlebih dahulu dan
bila ternyata tak bisa membayar kembali pinjaman maka barang jaminan menjadi
milik pelepas uang. Prosedur permintaan kredit adalah mudah, calon peminjam
cukup mendatangi pelepas uang dengan membawa barang jaminan. kalau sudah cocok
maka pinjaman segera diberikan. Seringkali pemberian kredit oleh pelepas uang
diberikan melalui perantara kredit.
c) Ijon
Transaksi ijon biasanya ada
didaerah pedesaan. Transaksi ijon tidak seragam, namun cukup bervariasi. Ijon
adalah bentuk kredit uang yang dibayarkan dengan hasil panen. Ijon juga dapat
diartikan penggadaian tanaman yang masih
hijau artinya belum masak untuk dipetik, dipanen, dan dituai. Pengijon tidak
berfungsi sebagai pemberi kredit tetapi
juga sebagai pedagang yang harus menjual atau memasarkan barang hasil
pengembalian kredit serta menanggung resiko produksi yaitu resiko tanaman dilapangan
sampai masak dan bisa dipanen (Wijaya dan Soetatwo, 1991:416).
c. Unsur-Unsur
Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung
dalam pemberian suatu fasilitas kredit menurut Khasmir (2004: 94-96) adalah
sebagai berikut:
1)
Kepercayaan, yaitu
suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang atau
jasa) akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu di masa datang.
2)
Kesepakatan.
Disamping unsur kepercayaan didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan
antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit.
3)
Jangka waktu. Setiap
kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup
masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
4) Resiko. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan
menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin
panjang waktunya semakin besar resikonya demikian pula sebaliknya.
5)
Balas jasa. Merupakan
keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal
dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit
ini merupakan keuntungan bank.
d. Tujuan dan Fungsi Kredit
1) Tujuan Kredit
Adapun tujuan dalam memberikan kredit
kepada debitor (Khasmir, 2004: 98) adalah:
a)
Mencari keuntungan
dalam bentuk bunga atau bagi hasil
b)
Membantu usaha
nasabah yang memerlukan dana
c)
Membantu pemerintah
dalam berbagai sektor, diantaranya
adalah:
(1) Penerimaan pajak yang diperoleh dari keuntungan
nasabah dan bank
(2) Membuka kesempatan kerja. Yaitu kredit pembangunan usaha
baru atau perluasan usaha akan menyedot tenaga kerja yang masih menganggur
(3)
Meningkatkan jumlah barang dan jasa
2) Fungsi Kredit
Sedangkan fungsi pemberian
kredit adalah
a) Untuk meningkatkan daya guna uang yakni dalam
menghasilkan barang dan jasa
b) Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
c) Untuk
meningkatkan daya guna barang
d) Untuk
meningkatkan peredaran barang
e) Sebagai
alat stabilitas ekonomi
f) Untuk
meningkatkan kegairahan berusaha
g) Untuk
meningkatkan pemerataan pendapatan
h) Untuk
meningkatkan hubungan internasional
e. Tinjauan Kredit dalam Islam
Islam
mengartikan kredit dengan istilah pembiayaan.
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (kasmir, 2004:92).
Menurut
Muhammad Syafi’i Antonio (2001:160-167), sifat penggunaan pembiayaan dibagi
menjadi dua hal, yaitu:
1) Pembiayaan
produkif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi
dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi,
perdagangan dan investasi.
Menurut
keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut:
a) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi, baik
secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif,
yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi; dan untuk keperluan perdagangan
atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
b) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan
barang-barang modal serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. Pembiayaan
konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi,
yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
f. Etika
Mengambil Pembiayaan Secara Syariah
Dalam
islam, hubungan pinjam-meminjam tidak dilarang, bahkan dianjurkan agar terjadi
hubungan saling menguntungkan, yang berakibat kepada persaudaraan. Hal yang perlu
diperhatikan adalah pihak-pihak yang berhubungan harus mengikuti etika yang
digariskan. Dan diantara etika mengambil pembiayaan di lembaga keuangan syariah
(Antonio, 2001:170) diantaranya adalah:
1) Pengambilan
pembiayaan di lembaga keuangan syariah dengan menggunakan akad jual beli, yaitu
bank syariah berlaku sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Hal ini bila
bank memberikan pinjaman kepada nasabah untuk membeli barang-barang tertentu,
seperti mobil, rumah, dan sebagainya, maka bank tidak boleh mengambil
keuntungan dari pinjaman itu. Sebagai lembaga komersial yang mengharapkan
keuntungan, bank syariah tentu tidak mungkin melakukannya. Karena itu, harus
dilakukan jual beli, dimana bank syariah dapat mengambil keuntungan dari harga
barang yang dijual dan keuntungan dari jual beli dibolehkan dalam islam.
2) Pembiayaan untuk keperluan usaha seperti bertani
dengan menggunakan bai’ as-salam,
yaitu bank bertindak sebagai pembeli dan petani sebagai penjual. Bank membeli
gabah dari petani dengan harga, kualitas, dan kuantitas yang disepakati saat
diserahkan pada waktu yang akan datang, misalnya tiga bulan kemudian. Bank lalu
membayar sesudah dilakukan perjanjian. Ketika jatuh tempo, petani berkewajiban
untuk menyerahkan barang yang sudah dibeli (gabah). Gabah itu dijual lagi
kepada pihak lain dan bank mendapat keuntungan darinya.
3) Pembiayaan untuk
keperluan usaha bertani dengan menggunakan bagi hasil, yaitu bank menyediakan
modalnya, sedangkan petani menjadi penggarapnya. Keduanya harus menyepakati pembagian
hasil sebelum petani memulai garapannya.
4) Pembiayaan untuk
modal usaha perdagangan. Dalam perdagangan umumnya ada perputaran dana, nasabah
dapat mengajukan pembiayaan mudharabah. Bank
dan nasabah dapat berbagi hasil/keuntungan dengan memperkirakan perputaran
rata-rata omzet pada tiap bulannya.
boleh minta daftar pustakanya?
ReplyDeleteBudiyanto 1994,itu judul bukunya apa ya?