BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Saat ini permasalahan ekonomi di negara
Indonesia yang mendesak adalah pengangguran dan rakyat miskin yang jumlahnya
sangat besar, data BPS (per maret 2008) menyebutkan ada 34,96 juta orang atau
15,42% dari total penduduk Indonesia adalah termasuk penduduk miskin (www.bps.go.id diakses tanggal 02 Agustus
2008, jam 20.50). Ini dikarenakan gerak ekonomi berjalan lamban (down turn).
Investasi yang berjalan tidak mampu menyerap pertambahan tenaga kerja yang
tumbuh sementara tenaga kerja penganggur yang ada selama ini jumlahnya juga
sudah besar. Hal inilah yang kemudian mengakibatkan terciptanya masyarakat
miskin yang berakumulasi menjadi sangat besar.
Ironisnya di sisi lain, ada sebagian
masyarakat Indonesia yang hidup dalam kemewahan. Hal ini terjadi disebabkan
struktur ekonomi di negara Indonesia sangat timpang (terjadi kesenjangan). Ini
dikarenakan basis ekonomi di Indonesia yang strategis dimonopoli oleh segelintir
orang (kalangan feodalis-tradisional dan masyarakat modern kapitalis) yang
menerapkan prinsip ekonomi ribawi (Djunaidi dan Al-Asyhar, 2007: 6).
Agama Islam harusnya punya peran dalam
menghancurkan ketimpangan struktur sosial yang terjadi saat ini. Bahkan lebih
dari itu Islam juga harus punya peran dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Karena Islam tidak hanya sebagai agama yang sarat dengan nilai
elitis normatif yang sama sekali tidak memiliki kepedulian sosial, tetapi Islam
secara integral merupakan bangunan moral yang turut berpartisipasi dalam
berbagai problem sosial kemasyarakatan. Namun realitasnya, saat ini kondisi umat Islam sendiri masih jauh dari
ideal. Mayoritas masyarakat yang miskin di Indonesia adalah umat Islam. Tingkat
kemampuan ekonomi umat masih sangat rendah. Keadaan tersebut terjadi karena
potensi-potensi yang dimiliki umat Islam belum sepenuhnya termanfaatkan dan
dikembangkan secara optimal sehingga tidak mampu mengubah taraf kehidupan umat
ke arah yang lebih baik.
Salah satu potensi
atau instrumen-instrumen ekonomi Islam yang belum termanfaatkan dan
dikembangkan secara optimal adalah wakaf. Wakaf merupakan pranata keagamaan
dalam Islam yang memiliki keterkaitan langsung secara fungsional dalam upaya
pemecahan masalah-masalah sosial dan kemanusiaan. Wakaf bisa mempunyai fungsi
dan peran penting dalam upaya mewujudkan perekonomian nasional yang sehat.
Dalam jangkauan yang lebih luas, kehadiran wakaf dapat dirasakan manfaatnya
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di bidang ekonomi.
Pemerintah pada
tanggal 27 Oktober 2004 sudah mengesahkan payung hukum dalam rangka pengelolaan
dan pengembangan harta wakaf yakni Undang-Undang No 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf. Dalam undang-undang ini diatur tentang pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf dalam Bab V pasal 42 – 43, yakni:
Pasal 42:
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda
wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya.
Pasal 43:
1.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai
dengan prinsip syariah.
2.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif.
Akan tetapi kenyataan yang ada di
lapangan, undang-undang tersebut belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh
lembaga pengelola wakaf. Belum adanya manajemen yang rapi dan teratur merupakan
problem utama sehingga menyebabkan tidak maksimalnya penanganan harta wakaf.
Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Irfan Abubakar dari Center For Study
of Religion and Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah (2007), menyatakan bahwa sistem manajemen pengelolaan harta wakaf
untuk saat ini masih belum efektif (www.eramuslim.com
diakses tanggal 11 Juni 2008 jam 22.15). Akhirnya umatlah yang menjadi korban,
dikarenakan tidak maksimalnya pengelolaan harta wakaf. Padahal potensi harta
wakaf secara nasional sangatlah besar, yang saat ini sebagian besar adalah
berupa tanah wakaf.
Tabel
1.1
Data
Tanah Wakaf di Indonesia
Luas
Tanah Wakaf (Hektar)
|
Jumlah
Persil
|
Nominal
|
268.653,67
|
366.595
|
±
Rp 590 trilyun/67 milyar USD
|
Sumber: Data diolah 2009 dari
www.bw-indonesia.net dan www.tabungwakaf.com
Dilihat dari sumber daya alam atau
tanahnya (resources capital) jumlah harta wakaf di Indonesia merupakan
jumlah harta wakaf terbesar di seluruh dunia. Sehingga ketika tanah wakaf
dikelola (di-manage) secara maksimal maka akan dapat memberikan
hasil dan manfaat kepada masyarakat yang lebih besar daripada yang terlihat
pada saat ini.
Persyarikatan
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi masyarakat Islam telah mempunyai
wadah dalam penanganan wakaf yakni Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah
(ZIS) yang ada di seluruh jenjang organisasi Muhammadiyah (tingkat Pusat,
Wilayah
dan Daerah). Salah satunya adalah Majelis
Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten
Malang yang saat ini sudah merencanakan beberapa progam kerja sebagai langkah
awal untuk menerapkan manajemen yang rapi dan teratur dalam pengelolaan harta
wakaf. Hal ini dilandasi untuk meningkatkan mutu dalam pengelolaan harta
(tanah) wakaf. Berikut ini beberapa progam kerja pengurus Majelis Wakaf dan
Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) periode 2005 – 2010 dalam pengelolaan harta wakaf:
Tabel 1.2
Progam kerja Majelis
Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS)
1. Peningkatan
mutu pengelolaan wakaf
|
a)
Inventarisasi ulang harta wakaf
persyarikatan
b) Memprioritaskan
solusi permasalahan wakaf di lingkungan persyarikatan
c)
Membuat data base harta wakaf
persyarikatan
d) Mengintensifkan
pelaksanaan sertifikat tanah aset dan tanah wakaf Muhammadiyah
e)
Menindaklanjuti kerjasama antara
Persyarikatan Muhammadiyah dan BPN
|
2. Inventarisasi
tanah-tanah aset dan wakaf di lingkungan Persyarikatan
|
a) Inventarisasi
ulang tanah aset dan tanah wakaf Persyarikatan
b)
Membuat dokumentasi
tanah aset dan tanah wakaf Persyarikatan
|
Sumber: Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq,
Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah Muhammadiyah kabupaten Malang
Adanya manajemen yang rapi dan
teratur dimaksudkan agar harta wakaf bisa diberdayagunakan secara maksimal.
Dengan adanya aset tanah wakaf yang tersebar di 33 kecamatan di kabupaten
Malang, sehingga ketika tanah-tanah wakaf yang dimiliki oleh Muhammadiyah
kabupaten Malang sudah di kelola dengan manajemen yang rapi dan teratur maka
akan bisa memberikan manfaat yang terlihat nyata untuk kemaslahatan umat
terutama bagi masyarakat di daerah tersebut.
Akan tetapi
berdasarkan informasi pendahuluan dari pengurus Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq,
Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Malang, bahwasanya saat
ini pelaksanaan pengelolaan tanah wakaf belum bisa berjalan secara maksimal.
Timbul pertanyaan, mengapa sampai demikian? Padahal selama ini Muhammadiyah
dipandang sebagai satu organisasi yang cukup rapi dan teratur. Dr. H. Ruslan
Abdulgani dalam tulisannya “Peranan Muhammadiyah dalam Pergerakan Nasional dan
Kemungkinan Masa
Depannya“ berpendapat bahwa Muhammadiyah
mampu menjalankan fungsinya untuk mengisi negara Pancasila dengan masyarakat
Islam karena ia memenuhi beberapa persyaratan, antara lain sebagai organisasi
yang kokoh dan tangguh (Yusuf dkk, 1985: 67). Begitu juga Mitsuo Nakamura dalam
disertasinya menyebutkan bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi yang sangat
disiplin, walaupun sebenarnya tidak ada alat pendisiplinan yang efektif selain
kesadaran masing-masing individu.
Mengingat adanya data
dan beberapa pernyataan yang cenderung tidak paralel tersebut, adalah menarik
sekali untuk mempertanyakan lebih lanjut sebenarnya apa problematika yang ada
di Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kabupaten Malang dalam pengelolaan tanah wakaf, sehingga sampai saat ini
pemanfaatan tanah wakaf belum terlaksana secara maksimal. Pertanyaan
atau permasalahan ini seyogyanya dapat dijawab dengan adanya suatu penelitian.
Hal inilah yang menjadi dasar ketertarikan
penulis untuk melihat lebih jauh lagi mengenai problematika dalam pengelolaan
tanah wakaf di Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kabupaten Malang. Apa saja problematika dalam pengelolaan tanah
wakaf dan juga langkah-langkah yang ditempuh oleh Majelis Wakaf dan Zakat,
Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Malang dalam
mengatasi permasalahan tersebut. Sehingga pemanfaatan harta wakaf untuk
kemaslahatan umat bisa terlaksana secara maksimal.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
maka kemudian penulis tertarik mengambil judul: “Manajemen Pengelolaan Tanah
Wakaf di Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kabupaten Malang”.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimanakah manajemen pengelolaan tanah wakaf yang dilaksanakan oleh Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah Muhammadiyah kabupaten Malang?
- Apa saja problematika dalam pengelolaan tanah wakaf yang dihadapi oleh Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah Muhammadiyah kabupaten Malang?
- Apa langkah-langkah yang ditempuh oleh Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah Muhammadiyah kabupaten Malang untuk mengatasi problematika pengelolaan tanah wakaf?
C. Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Mengetahui tata kelola yang diterapkan oleh Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Malang dalam pengelolaan tanah wakaf.
- Mengetahui problematika pengelolaan tanah wakaf yang dihadapi oleh Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Malang.
- Mengetahui langkah-langkah yang ditempuh oleh Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Malang untuk mengatasi problematika pengelolaan tanah wakaf.
D. Manfaat
Penelitian
- Bagi peneliti
Penelitian ini sebagai sarana untuk
mengetahui tentang problematika atau permasalahan secara umum yang dihadapi
oleh lembaga-lembaga pengelola wakaf dalam pengelolaan tanah wakaf. Khususnya
yang ada di Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kabupaten Malang.
- Bagi dunia akademisi
Manajemen
pengelolaan harta wakaf, secara teoritis
maupun praktis, memerlukan pengkajian yang serius dari
kalangan akademisi untuk memperoleh pijakan teoritis yang kuat dan dapat
diterapkan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
problematika pengelolaan tanah wakaf yang terjadi di lapangan. Sehingga
diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan.
- Bagi lembaga pengelola wakaf
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan suatu kesimpulan yang nantinya akan berguna sebagai bahan acuan
atau pembelajaran dalam pelaksanaan pengelolaan tanah wakaf yang efektif dan
efisien. Sehingga selanjutnya pengelolaan tanah wakaf yang diterapkan oleh
lembaga pengelola wakaf akan semakin baik.
- Bagi pemerintah
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi
masukan bagi pemerintah dalam membuat regulasi terkait dengan pengelolaan dan
pengembangan harta (tanah) wakaf. Sehingga fungsi dan peran tanah wakaf dalam
kehidupan masyarakat akan dapat terlaksana secara maksimal.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian
Terdahulu
Dari
tabel 2.1 dapat kita lihat beberapa hasil penelitian terdahulu tentang pengelolaan
tanah wakaf. Penelitian Didik Gunawan (2003) tentang pengelolaan harta wakaf di
Muhammadiyah kota Malang cabang Lowokwaru dan cabang Klojen yakni dengan
menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bagaimana proses pendaftaran tanah ke BPN Kota Malang, dan juga
kendala dalam mengelola harta wakaf yang bersifat konsumtif-tradisional.
Penelitian Lailatul Muarofah (2005) tentang pengelolaan harta wakaf di Pimpinan
Daerah Muhammadiyah kota Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelola
wakaf berpedoman pada qo’idah yang dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah. Tetapi dalam prakteknya qo’idah-qo’idah tersebut tidak seluruhnya
terlaksana sehingga hasil yang dicapai kurang maksimal. Penelitian Aminullah (2006)
tentang problematika pengelolaan tanah wakaf di Masjid Baitul Qodim Lingkungan
Loloan Timur Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana Bali. Dari hasil penelitian
diketahui ada beberapa problematika dalam pengelolaan wakaf seperti; kurangnya
sosialisasi tentang wakaf dari pihak pemerintah, lokasi tanah yang tidak
strategis, dan SDM yang masih kurang maksimal.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
NO
|
PENELITI
|
JUDUL
|
JENIS
PENELITIAN
|
METODE
PENGUMPULAN DATA
|
METODE
ANALISIS DATA
|
HASIL
|
1.
|
Didik Gunawan
(2003)
|
Kajian Tentang Pengelolaan
Harta Wakaf di Muhammadiyah Kota Malang Cabang Lowokwaru dan Cabang Klojen
|
Deskriptif Kualitatif
|
Interview,
observasi, dan dokumentasi
|
Analisa deskriptif kualitatif
|
Berapa banyak tanah wakaf
yang bersertifikat, proses pendaftaran tanah ke BPN Kota Malang, dan
kendala-kendala dalam mengelola harta wakaf yang bersifat
konsumtif-tradisional.
|
2.
|
Lailatul Muarofah
(2005)
|
Pengelolaan Harta Wakaf pada
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Malang
|
Deskriptif Kualitatif
|
Wawancara dan dokumentasi
|
Analisa deskriptif kualitatif
|
Pengelola berpedoman pada
qo’idah yang dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dalam prakteknya
qo’idah-qo’idah tersebut tidak seluruhnya terlaksana sehingga hasil yang
dicapai kurang maksimal.
|
3.
|
Aminullah
(2006)
|
Pengelolaan Tanah Wakaf
(Studi Problematika di Masjid Baitul Qodim Lingkungan Loloan Timur Kecamatan
Negara
![]() |
Deskriptif Kualitatif
|
Observasi, interview, dan
dokumentasi
|
Editing, classifying, analyzing,
dan concluding
|
Problematika dalam
pengelolaan wakaf seperti; kurangnya sosialisasi dari pihak pemerintah dalam
hal ini Departemen Agama RI, lokasi tanah yang tidak strategis, dan SDM yang
masih kurang maksimal
|
4.
|
Nurul Huda
(peneliti sekarang)
|
Manajemen Pengelolaan Tanah
Wakaf di Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kabupaten Malang
|
Deskriptif Kualitatif
|
Wawancara dan dokumentasi
|
Analisis data kualitatif.
Menggunakan Metode Perbandingan Tetap (constant comparative method)
|
Problematika
yang menjadi kendala dalam pengelolaan tanah wakaf antara lain : (1).
Kurangnya pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap harta wakaf, (2).
Tanah wakaf yang belum bersertifikat, (3). Kesibukan Nazhir, (4). Motivasi
Nazhir yang lemah, (5). Kerjasama yang lemah, (6). Adanya pelimpahan tugas
dan tanggung jawab, (7). Perencanaan yang kurang tepat, (8). Tidak ada
anggaran dana, (9). Belum adanya sistem, prosedur dan mekanisme kerja yang
jelas, dan (10). Kurangnya control dari pengurus terhadap Majelis
Wakaf dan ZIS di PCM dan terhadap aset-aset tanah wakaf Muhammadiyah.
|
Sumber: data diolah
2008
|
Adapun persamaan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:
- Sama dalam penggunaan metode penelitian yakni dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
- Untuk melihat tata kelola (manajemen) wakaf yang dilakukan oleh lembaga pengelola wakaf.
- Dengan penelitian Aminullah, untuk mengetahui problematika yang dihadapi pengelola wakaf dalam mengelola tanah wakaf.
Sedangkan
perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:
- Lokasi/obyek penelitian yakni pada Majelis Wakaf dan Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Malang.
- Melihat problematika dalam penanganan pengelolaan tanah wakaf dari segi aspek-aspek manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan).
- Melihat langkah-langkah (solusi) yang ditempuh oleh pengelola wakaf dalam mengatasi problematika pengelolaan tanah wakaf.
- Untuk mengetahui problematika dalam pengelolaan tanah wakaf yang bertujuan untuk produktif.
B. Kajian Teoritis
1. Pengertian
Wakaf
Kata “Wakaf” atau “Wacf”
berasal dari bahasa Arab. Asal kata “Waqafa” yang berarti “menahan” atau
“berhenti” atau “diam di tempat atau tetap berdiri” (Usman, 1994: 23). Oleh
karena itu, tempat parkir disebut mauqif karena di sanalah tempat
berhentinya kendaraan demikian juga padang Arafah disebut juga Mauqif di
mana para jama’ah berdiam untuk wukuf (Djunaidi dan Al-Asyhar, 2007: iii). Kata
“Waqafa” berarti al-habs (menahan) sehingga kata “Waqafa-Yaqifu-Waqfan”
sama artinya dengan “Habasa-Yahbisu-Habsan” (Sabiq, 1987: 153).
Kata al-waqf adalah
bentuk masdar (gerund) dari ungkapan waqfu al-syai yang
berarti menahan sesuatu (Al-Kabisi, 2004: 37). Secara umum kata al-Waqf dalam
bahasa arab mengandung pengertian:
َالْوَقْفُ
بِمَعْنَى التَّحْبِيْسِ وَالتَّسْبِيْلِ
Artinya: Menahan, menahan harta untuk diwakafkan,
tidak dipindahmilikkan. (Tim Depag, 20072: 1).
Sedangkan pengertian wakaf secara umum menurut istilah:
وَفِى ا لشَّرْعِ: حَبْسُ اْلأَصْلِ وَ تَسْبِيْلِ الثَّمْرَةِ.
اَيْ حَبْسُ الْمَالِ وَصَرْفُ مَنَافِعِهَا فِى سَبِيْلِ اللهِ
“Wakaf
menurut Syara’: yaitu menahan dzat (asal) benda dan mempergunakan hasilnya,
yakni menahan benda dan mempergunakan manfaatnya di jalan Allah (sabilillah).”
(Sabiq, 1971: 378)
Namun,
para ahli fiqih dalam tataran pengertian wakaf yang lebih rinci saling berbeda
pendapat. Perbedaan pendapat ini karena adanya perbedaan pandangan mereka
tentang barang apa saja yang bisa diwakafkan, kepemilikan barang tersebut
setelah diwakafkan, dan sebagainya. Adapun definisi wakaf dalam berbagai pandangan mazhab adalah sebagai
berikut:
a. Mazhab
Hanafi
Wakaf adalah menahan suatu benda yang
menurut hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan
manfaatnya untuk kebajikan. Sehingga kepemilikan harta wakaf tidak lepas dari
si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh
menjualnya (Usman, 1994: 25).
b.
Mazhab Maliki
Wakaf adalah
perbuatan si wakif yang menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh
mustahiq (penerima wakaf) walaupun yang dimiliki itu berbentuk upah atau
menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf
dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan
keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari
penggunaan secara kepemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk
tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu
tetap menjadi milik si wakif. Pewakafan itu berlaku untuk masa tertentu,
dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal/selamanya (Usman:
1994: 25).
c.
Mazhab Syafi’i dan
Ahmad bin Hambal
Syafi’i dan Ahmad
mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal
materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang
dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh
syariah (www.bw-indonesia.net
diakses tanggal 15 Juni 2008 jam 22.00). Wakif tidak boleh melakukan apa
saja terhadap harta yang sudah diwakafkan, seperti: pengalihan kepemilikan
harta wakaf, baik dengan melalui pertukaran atau tidak. Jika wakif
wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya.
d.
Mazhab Lain
Mazhab lain sama
dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi kepemilikan atas benda yang
diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf ‘alaih (yang diberi wakaf),
meskipun mauquf ‘alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda
wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya.
Pengertian wakaf menurut undang-undang di Indonesia adalah sebagai berikut:
a.
Peraturan Pemerintah
No. 28 tahun 1977:
Wakaf adalah
perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta
kekayaannya yang berupa tanah milik dan kelembagaannya untuk selama-lamanya
untuk kepentingan atau keperluan umat lainnya sesuai ajaran Islam.
b.
Wakaf dalam Kompilasi
Hukum Islam (KHI) dinyatakan:
Wakaf adalah
perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan
sebagian dari benda miliknya dan kelembagaannya untuk selama-lamanya guna
kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam (Mannan dan
Fauzan, 2002: 121).
c.
Undang-undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 :
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut
syariah (Pasal 1 point 1).
Jadi
dapat disimpulkan bahwasanya wakaf adalah suatu perbuatan seseorang yang dengan
sengaja memisahkan/mengeluarkan harta bendanya untuk selama-lamanya yang
bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada
orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam.
KLIK INI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA
0 Komentar